Batuk merupakan salah satu penyakit yang lazim pada anak. Batuk memiliki ciri khas
sehingga dapat dikenali. Satu hal yang perlu diingat bahwa batuk hanyalah sebuah gejala,
bukan suatu penyakit. Batuk baru bisa ditentukan sebagai tanda suatu penyakit jika ada gejala
lain yang menyertainya. Timbulnya gejala batuk pilek serta konjungtiva hiperemis terjadi karena
virus penyebab morbili masuk kembali ke pembuluh darah serta proses ini kemudian menyebabkan
terjadinya peradangan epitel saluran nafas sehingga sebagai reaksi dari sistem imun tubuh
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pernapasan dari benda
atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti virus (flu, bronkitis),
bakteri, dan benda asing yang terhirup (alergi). Beberapa penyakit, seperti kanker, paru-paru,
TBC, tifus, radang paru paru, asma dan cacingan, juga menampakkan gejala berupa batuk
(Widodo, 2009). Menurut (Junaidi, 2010) ada 2 definisi tentang batuk yaitu:
a. Batuk merupakan cara tubuh melindungi paru paru dari masuknya zat
atau benda asing yang mengganggu.
b. Batuk merupakan refleks alami tubuh, dimana saluran pernapasan
berusaha untuk mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang
berlebihan.
Timbulnya respon batuk bisa dikarenakan beragam hal salah satunya adalah
keberadaan mukus pada saluran pernafasan. Normalnya, mukus membantu melindungi paru-
paru dengan menjebak partikel asing yang masuk. Namun apabila jumlah mukus meningkat,
maka mukus tidak lagi membantu malahan mengganggu pernafasan (Koffuor dkk., 2014).
Oleh karena itu, tubuh memiliki respon batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan
tersebut.
a. Ammonium Klorida
Menurut Estuningtyas (2008) ammonium klorida jarang digunakan sebagai
terapi obat tunggal yang berperan sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam
bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Apabila digunakan dengan
dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-
hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru-paru. Dosisnya, sebagai
ekspektoran untuk orang dewasa ialah 300mg (5mL) tiap 2 hingga 4 jam. Obat ini
hampir tidak digunakan lagi untuk pengasaman urin pada keracunan sebab berpotensi
membebani fungsi ginjal dan menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit.
b. Gliseril Guaiakolat
Penggunaan gliseril guaiakolat didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif
pasien dan dokter. Tidak ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan.
Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan
muntah. Ia tersedia dalam bentuk sirup 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2
hingga 4 kali, 200-400 mg sehari; Anak 6 12 thn : 1 - 2 tab, 2x/ hr (maks 1.200 mg);
Anak 2 6 thn : tab 1 tab, 2x/ hr (maks 600 mg)
3. Kodein
Menurut Corelli (2007) kodein bertindak secara sentral dengan meningkatkan
nilai ambang batuk. Dalam dosis yang diperlukan untuk menekan batuk, efek aditif
adalah rendah. Banyak kodein yang mengandung kombinasi antitusif diklasifikasikan
sebagai narkotik dan jualan kodein sebagai obat bebas dilarang di beberapa negara.
Bagaimanapun menurut Jusuf (1991) kodein merupakan obat batuk golongan narkotik
yang paling banyak digunakan. Dosis bagi dewasa adalah 10-20 mg setiap 4-6 jam
dan tidak melebihi 120 mg dalam 24 jam. Beberapa efek samping adalah mual,
muntah, konstipasi, palpasi, pruritus, rasa mengantuk, hiperhidrosis, dan agitasi
(Jusuf, 1991).
Learning Issue 3: Mekanisme Pilek
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting
cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan
sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel
B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE
yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga
memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat
biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan
tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mukus. Sekresi mukus yang berlebih itulah yang
menghasilkan pilek.