Anda di halaman 1dari 5

Stroke Non Hemoragik

1. Definisi
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan vascular
(WHO, 2006).
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan gejala serebral fokal,
terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih (Mardjono,
1988).
Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari penyakit vaskuler, yang
ditandai dengan gejala penurunan tekanan darah yang mendadak, takikardi, pucat,
pernapasan tidak teratur (Sobirin, Husna & Sulistyawan, 2015). Stroke iskemik adalah
stroke yang disebabkan oleh suatu ganggguan peredaran darah otak dengan adanya
sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA,
2015).
Stadium recovery adalah stadium pada penderita stroke dimana terjadi reabsorbsi
oedema pada otak, sehingga terjadi penurunan proses desak ruang akut yang ada didalam
otak, aktifitas reflek spinal sudah dapat berfungsi tetapi belum mendapat kontrol dari
sistem supraspinal, berlangsung sekitar 6-8 bulan setelah terjadinya serangan stroke.
Apabila fase ini diberikan penanganan yang baik maka perbaikan kearah impairment
masih dapat ditingkatkan. (Kuntono, 2002 )
2. Etiologi
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari
ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran
darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan
kematian sel-sel otak dan infark otak (Rahmawati, 2009).
a. Emboli
Sumber emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskular sistemik (Mardjono, 1988).
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque atherosclerotique” yang berulserasi atau
thrombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
2. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan
“shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium
atau ventrikel.
3. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli
septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga akibat
metaplasia neoplasma yang sudah ada di paru.
b. Trombosis
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri
serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme
glukosa. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5
menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia
dapat meninggal (Wijaya, 2013).
3. Klasifikasi
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke.
Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak.
Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
1. Transient Ischemic Attack (T.I.A)
T.I.A menggambarkan terjadinya suatu defisit neurologik secara tiba-tiba dan
defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih dari 24 jam). Diagnosa
T.I.A berimplikasi bahwa lesi vaskuler yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan
oleh embolisasi. Sumber utama emboli ialah „plaque atheromatosa‟ diarteria karotis
interna atau arteria vertebrobasilaris (Sidharta, 2004)
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (R.I.N.D)
Seperti halnya dengan T.I.A, gejala neurologi dari R.I.N.D juga akan
menghilang tetapi waktu berlangsungnya lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam bahkan
sampai 21 hari. Jika seorang pasien terkena T.I.A dokter jarang melihat sendiri
peristiwanya sehingga pada T.I.A diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan
pasien saja, maka pada R.I.N.D ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau
menyaksikan sendiri. Biasanya R.I.N.D membaik dalam waktu 24-48 jam. Sedangkan
P.R.I.N.D (Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit) akan membaik
dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari (Sidharta, 2004)
3. Stroke In Evolusion (S.I.E)
Diagnosa S.I.E menggambarkan perkembangan defisit neurologik yang
berlangsung secara bertahap-tahap dan berangsur-angsur dalam waktu beberapa jam
sampai 1 hari. S.I.E berimplikasi bahwa lesi lesi intravaskuler yang sedang
menyumbat arteri serebral berupa „plaque atheromatosa‟ yang sedang ditimbun oleh
fibrine dan trombosit. Penimbunan tersebut disebabkan oleh hiperviskositas darah
atau karena perlambatan arus aliran darah (Shidarta, 2004)
4. Completed Stroke Iskemik (C.S.I)
Kasus C.S.I adalah kasus hemiplegia yang disajikan kepada pemeriksa pada
tahap dimana tubuh penderita sudah terjadi kelumpuhan sesisi yang sudah tidak
memperlihatkan progresi lagi. Dalam hal ini kesadaran tidak terganggu. Lesi vaskuler
bersifat iskemik serebri regional (Shidarta, 2004).

Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:

A. Stroke Non Hemoragik Embolik


Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit
jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan
serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti
berolahraga.
B. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi
menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan
70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah
kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi
dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.13
4. Manifestasi klinik
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lesi atau pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Defisit neurologi pada stroke antara lain:
1. Defisit motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi
atau hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan
stroke, gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam atau penurunan kekuatan otot untuk
melakukan pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali
biasanya dalam waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan spastisitas
atau peningkatan tonus otot abnormal pada ekstremitas yang terkena dapat
dilihat.
2. Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut :
a. Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang
terutama ekspresif atau reseptif
c. Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya
(apraksia) seperti terlihat ketika penderita mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
3. Defisit persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi sensori pada stroke meliputi:
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara
mata dan korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi
sementara atau permanen (homonimus hemianopsia). Sisi visual yang
terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala penderita
berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cendrung mengabaikan bahwa
tempat dan ruang pada sisi tersebut yang disebut dengan amorfosintesis.
Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat makanan pada setengah
nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
b. Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan
hemiplegia kiri. Penderita tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
4. Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita ini
menghadapi masalah stress dalam program rehabilitasi.
5. Defisit kandung kemih
Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca
stroke mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi. Tonus otot meningkat dan
refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat, dan spastisitas
kandung kemih dapat terjadi.

5. Kompikasi
Pasien yang mengalami gejala berat misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat
rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu :
pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih), thrombosis
vena dalam/deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paru, sekitar 10% pasien dengan
infark serebri meninggal 30 hari pertama dan hingga 50 % pasien yang bertahan akan
membutuhkan bantuan dalam mejalankan aktivitas sehari–hari. Faktor-faktor yang
mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang meliputi ulkus dekubitus, epilepsi,
depresi, jatuh berulang, spastisitas, kontraktur dan kekakuan sendi (Ginsberg, 2007:91).
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral, dan embolisme serebral.
1. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak.
Pemberian oksigen, mempertahankan hemoglobin serta hematokrit akan membantu
dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan intravena, memerbaiki
aliran darah dan menurunkan viskositas darah. Hipertensi atau hipotensi perlu
dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3. Emolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah ke
serbral. Disritmia dapat menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai