Anda di halaman 1dari 15

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa

kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.8 Sistem eksresi
lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab.
Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling
bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan
normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi
lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal.
Tersumbatnya aliran air mata secara patologis menyebabkan terjadinya peradangan
pada sakus lakrimal yang biasa disebut dengan dakriosistitis.6
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis
akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio
kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal
ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal
dan disertai dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, ada juga
dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus dari dakriosistitis.
Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embriogenesis dari sistem eksresi
lakrimal.6
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan
orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70
tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari
jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-
83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis
kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud dengan dakriosistitis ?
b. Bagaimana persebaran penyakit dakriosistitis ?
b. Apa saja bentuk (jenis) dakriosistitis ?
c. Apakah yang menjadi penyebab dakriosistitis ?
d. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya dakriosistitis ?
e. Gejala apa sajakah yang muncul pada orang yang menderita dakriosistitis ?
f. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
dakriosistitis ?
g. Terapi apa saja yang bisa diberikan untuk mengobati dakriosistitis
h. Bagaimana komplikasi dan prognosis dakriosistitis ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui tentang dakriosistitis,
epidemiologi, jenis-jenis dakriosistitis, penyebab, patofisiologi, gejala klinis yang
muncul, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, terapi,
komplikasi, dan prognosis dari dakriosistitis.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis


Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis

1
lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8 Kelenjar

lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa

lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji

almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga

ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata

diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah

ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan

disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.5

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase


Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Students Eleventh Edition

2
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior

dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai

penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke

dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan

orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan

bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus

ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada

dinding medial orbita.5

2.2 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1,2,3,6,8

2.3 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
2,6,8
tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70
tahun.6 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari
jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.6 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.8

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis 6, yaitu:
a. Akut

3
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.

b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis
orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital
dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat
sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia,
dan kegagalan perkembangan.

Gambar 2. Dakriosistitis Akut


Sumber: http://www.emedicine.com/

4
Gambar 3. Dakriosistitis Kongenital
Sumber: http://www.emedicine.com/

2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis 12:
Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram


negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-
Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus. Pada

5
literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.2

2.6 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.8
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 12. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.

Gejala Klinis
Epifora terkena angin, kotoran.
Nyeri kantus medial, menyebar ke dahi, orbita sebelah dalam dan gigi depan.
Sakus lakrimalis edema, lunak dan hiperemi menyebar sampai ke kelopak mata dan
pasien juga mengalami demam.
Sekret mukopurulen.

6
Inflamasi yang ringan tidak nyeri.
Mukoid dengan pus
Palpebra melekat
Dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah
pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti
dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan
pasien akan merasa kesakitan (epifora).

Diagnosis
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga
pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 6,7,12
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata
dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.7

Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri

7
Sumber: http://www.djo.harvard.edu

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi


lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata
yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu
pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta
untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati
zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.7,12
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones
Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian
kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan
ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak
ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir
sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas
dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya.
Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan
fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan
tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu. 6,7,12

Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Sumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.

8
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang
masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.7,12

Gambar 6. Anel Test


Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan


diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.6

9
Gambar 7. Probing Test
Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition

2.9 Diagnosis Banding3


a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala
demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan
menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis
pembuluh vena dengan edema papil. 3

Hordeolum
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.
Horedeolum eksternum infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum infeksi kelenjar Meibom
Kelopak yang bengkak, sakit dan mengganjal, merah dan nyeri tekan.

2.10 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5%
atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 8.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering
8,17
. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa 17. Untuk
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau
ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian

10
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus
nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang
lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.17

Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal

11
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika


dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu,
(1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan
tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa
lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat
sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya
12,5 menit). 19
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
12
dan kontraindikasi relatif . Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia
yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau
fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara
lain:

Kelainan pada kantong air mata :


- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

12
Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology

2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.8
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.19

2.12 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan

13
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam. 15

14

Anda mungkin juga menyukai