Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Sepsis neonatorium


2.1.1 Pengertian
Sepsis neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi

oleh bakteri dalam darah di seruluruh tubuh.


Sepsis Bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala

infeksi sistemik dan diikiti dengan bakterimia pada bulan pertama

kehidupan. (WHO, 1996. Maryunani, Nurhayati, 2009)


2.1.2 Klasifikasi
Menurut (Maryunani, Nurhayati, 2009 ) Berdasarkan waktu

terjadinya, sepsis neonatus dapt dibagi menjadi 2 bentuk. Yaitu :


1. Sepsis Dini/ Sepsis Awitan Dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode

setelah lahir( <72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran

atau in utera.
Karakteristik : sumber organisme pada saluran genetalia ibu atau

cairan amnion. Jenis kuman yangs ering ditemukan yaitu E.Coli,

Streptococcus group B

1
9

2. Sepsis Lanjutan/ Sepsis Nosokomial


Merupakan infeksi setelah lahir (>72 jam) yang diperoleh dari

lingkungan sekitar atau rumah sakit.


Karakteristik : didapatkan dari bentuk langsung atau tidak langsung

dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi.


2.1.3 Etiologi
Menurut (Maryunani, Nurhayati, 2009 ). Penyebab sepsis

neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit,

dan jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri,

seperti : Acinobacter sp, Enterobacter sp, E.Coli, dan Group B

Streptococcus. Beberapa kehamilan yang dapat meningkatkan resiko

terjadinyan sepsis pada neonatus adalah :

1. Perdarahan
2. Demam yang terjadin pada ibu saat persalinan
3. Infeksi pada uterus/plasenta
4. Ketuban pecah dini
5. Proses melahirkan yang lama dan sulit
2.1.4 Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.

Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi

miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya

19
19
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis

yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak

kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan,

asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated

intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005)


Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum

berasal dari tiga kelompok, yaitu :


1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi

kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui


10

sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin

nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi

kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit

putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur

ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun


c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan

faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi

kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor

imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir

trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus

menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit

juga melemahkan pertahanan kulit.


b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,

khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan

19
19
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah

tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen

terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon

terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan

penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan

fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas

opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki

empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.


2. Faktor Lingkungan
11

a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering

memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di

rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun

kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi

mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi

akibat alat yang terkontaminasi.


b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan

resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik

spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,

sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.


c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran

mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),

paling sering akibat kontak tangan.


d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli

ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula

hanya didominasi oleh E.colli.


Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus

melalui beberapa cara yaitu :

19
19
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari

ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi

melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang

dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,

koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini

antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.


b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi

karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan

amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman


12

melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,

cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk

ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan

infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi

pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat

bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes

genitalis, candida albican dan gonorrea).


c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah

kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan

diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea,

infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi

lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi

nasokomial.

2.1.5 Manifestasi Klinis


1. Sepsis Non Spesifik : demam, menggigil, dan gejala konstitutif

seperti lelah, malaise, gelisah dan kebingungan.


2. Hipotensi, oliguria atau anuria, takipnea, hipotermia, perdarahan.
3. Tempat infeksi paling sering : paru, traktus digestifus, traktus

19
19
urinaris, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat.
4. Syok sespsis
5. Tanda-tanda MODS : Sindrom distress, gagal ginjal akut, gagal

hati, disfungsi sistem saraf pusat, dan gagal jantung


(Sudoyo Aru, dkk, 2009)

2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis neonatorum berdasarkan umur dan berat

badan :
1. Bayi dengan UK 35 minggu, BB : 2 Kg sebagai berikut :
1) Ambil sampel darah, lalu beri antibiotik
13

2) Jika hasilkultur negatif, dan bayi tidak menunjukkan tanda

sepsis.hentikan antibiotik
3) Jika hasil kultur positif, dan bayi menunjukkan tanda-tanda sepsis,

hentikan antibiotik
4) Jika hasil kultur positif atau bayi menunjukkan tanda-tanda sepsis

kapan saja, obati sebagai kemungkinan besar sepsis.


2. Bayi dengan UK <35 minggu, BB : <2Kg sebagai berikut :
1) Jika hasilkultur negatif dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis,

maka lakukan hal sebagai berikut :


2) Jika KPD, tanda infeksi intrauterime atau demam, hentikan

antibiotik setelah 3 hari


3) Jika ibu menderita intrauterine atau demam. Hentikan antibiotik

setelah 5 hari.
3. Penatalaksanaan sepsis dengan cek pemeriksaan laboratorium :
1) Tes darah dan kultur darah untuk menentukan ada atau tidaknya

bakteri dalam darah.


2) Urine di ambil dengan kateter steril untuk memeriksa urine dalam

mikroskop, dan kultur urine untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri
3) Pungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang)

untuk mengetahui bayi terkena meningitis

19
19
Rontgen, untuk memastikan ada atau tidaknya pneumonia

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Maryunanai, Nurhayati, 2009)

1. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah dan pewarnaan garam


2. Pemeriksaan hematologi
a. Trombosit : < 100.000
b. Leukosit : dapat meningkat dan menurun
3. Pemeriksaan kadar D-Dimer
4. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP)
5. Rontgen dada, jika terdapat indikasi
6. Mikroskopis : Sampel Urine
2.1.8 Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolik
14

3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial


4. ikterus/kernikterus

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,

tanggal masuk rumah sakit dan diagnose medis


b. Keluhan utama
Pada bayi tidak mau menyusui
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Bayi rewel, dan bayi lemas. Adanya ruam merah pada tubuh, berat

badab mengalami penurunan, bayi muntah.


2) Riwayat Penyakit dahulu
Bayi baru masih baru dilahirkan, untuk riwayat penyakit dahulu

belum tercapai
3) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan pada keluarga
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan Rambut
Pada bayi baru lahir, ubun-ubun sering sulit di raba. Rambut

berwarna hitam.
2) Mata

19
19
Bentuk mata simetris, pada konjungtiva anemis, sklera berwarna

kuning dan gerakan kelopak mata lambat.


3) Hidung
Hidung simetris, septum berada di tengah, tidak terjadi polip,

adanya pernafasan cuping hidung (cuping hidung kebang kempis).


4) Telinga
Pada telinga keluar nanah/serumen

5) Mulut dan Tenggorokan


Mukosa bibir kering, refleks hisap lemah. Pada tenggorokan tidak

adanya kelainan
6) Tengkuk dan leher
Leher pada bayi masih pendek namun pergerakannya baik.
15

7) Thorak dada
Bentuk dada pada neonatus adalah seperti tong, adanya retraksi

dada dalam.
8) Paru-paru
Frekuensi pernafasan >60x/menit, kesulitan bernafas terjadi

serangan apnea. Apnea terjadi >10detik.


9) Jantung
Terjadinya takikardia
10) Punggung
Tidak adanya kelainan tulang belakang, tidak adanya lesi.
11) Abdomen
Pada bayi tidak terjadinya distensi abdomen.
12) Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
Pada bayi laki-laki, testis sudah turun dan memiliki dua pelir lengkap

di buah zakarnya. Pada bayi perempuan, labia mayora sudah

menutupi labia minora.


13) Muskuloskeletal
Pergerakan bayi lemah/ tidak aktif bergerak.
14) Neurologi
Pada refleks moro, tangan dan kaki bayi akan terentang ke depan

tubuhnya seperti mencari pegangan dengan jari-jari terbuka. Pada

refleks mencucur, jika sudut mulut bayi disentuh ia akan

memalingkan kepalanya ke sisi tersebut. Selanjutnya yaitu refleks

19
19
mengisap, pada bayi dengan sepsis bayi tersebut mengalami refleks

hisap lemah.
15) Integumen
Warna kulit pucat atau biru, kuning pada kulit badan mata, adanya

ruam kemerahan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d penyakit
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d pneumonia
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor

biologis
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
5. Risiko Infeksi
6. Risiko ketidakseimbangan cairan
7. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi-perfusi
16

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


1. DX 1 : Hipertermi b.d penyakit
Tujuan : setelah ndilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam

diharapakan sunu tubuh turun.


Kriteria Hasil :
Suhu tubuh normal (36,5-37,5 OC)
Komplikasi seperti kejang dapat dihindari
Intervensi :
1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 4 jam
R/ Untuk mengetahui kedaan suhu tubuh pasien
2) Pantau dan catat denyut nadi dan frekuensi nafas
R/ Peningkatan denyut nadi dapat mengidentifikasilkan hipovolemi
3) Berikan kompres hangat
R/ Untuk menurunklan temperatur tubuh
4) Berikan antiseptik sesuai anjuran dokter
R/ Untuk menurunkan demam
5) Berikan pakaian tipis
R/ Untuk menurunkan Suhu tubuh
2. DX 2 : Ketridakefektifan pola nafas b.d pneumonia
Tujuan : steelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapakan frekuensi nafas normal (30-60x/menit).


Kriteria Hasil :
1) Tidak adanya suara nafas tamabahan
2) Irama nafas teratur
3) Tidak adanya sekret
Intervensi :
1) Observasi irama nafas, frekuensi nafas setiap4 jam
R/ Untuk mengetahui irama nafas dan frekuensi nafas
2) Observasi adanya tanda sekret

19
19
R/ Untuk mengatahui adanya sekret atau tidak
3) Auskultasi adanay suara nafas tambahan seperti ronkhi dan

wheezing
R/ Untuk menegtahui ada atau tidaknyasuara nafas tamabahan
4) Beri O2 sesuai indikasi
R/ Untuk memebanti menurunkan distress nafas.
2.2.4 Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan rencana keperawatan merupakan kegiatan atau

tindakan yang diberikan kepada apsien sesuai dengan rencana keperawatan

yang telah ditetapkan pada situasi dan kondisi pasien. Pada diagnosa

keperawatan hipertermi berhubungan dnegan penyakit dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam dengan intervensi observasi suhu setiap 4


17

jam, dan memberikian kompres hangat pada lipatan tubuh. Pada diagnosa

kedua ketidakefektoifan pola nafas berhubungan dnegan pneumonia yang

bdilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien di berikan

renacana keperawatan observasi adanya suara nafas tambahan, dan

memberikan oksiegen sesuai dnegan indikasi dan anjuran doketer.


2.2.5 Evaluasi
Dilaksanakan suaru penilaian terhadap asuhan keperawatan yang

telah diberikan atau dilaksanakan dengan berpegangan teguh pada tujuan

yang ingin dicapai. Pada bagian ini ditemukan apakah perencanaan sudah

tercapai atau belum. Setelah dilakukan tindakan selaman 3x24 jam

diharapakan dari beberapa diagnosa dengan intervensi dapat teratasi.

19
19

Anda mungkin juga menyukai