Anda di halaman 1dari 19

Journal Reading

-Thalassaemia: a Genotype-phenotype Correlation and


Management

Oleh:

Hana Andrina (04054821618022)

M. Ikhsan Nurmansyah (04054821618033)

Siti Rokoyah Rezkylia Sakti (04054821719153)

Pembimbing:

dr. Dian Puspita Sari, SpA (K), M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading
-thalasaemia: a genotype-phenotype correlation and management

Oleh:
Hana Andrina (04054821618022)

M. Ikhsan Nurmansyah (04054821618033)

Siti Rokoyah Rezkylia Sakti (04054821719153)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 24 Agustus 6 November 2017

Palembang, September 2017


Pembimbing

dr. Dian Puspita Sari, Sp.A (K), M.Kes


Talasemia-: korelasi genotip-fenotip dan penatalaksanaannya
Talasemia- merupakan penyakit monogenik paling sering ditemukan di
seluruh dunia [1]. Sebagian besar mutasi (terutama delesi dan susbtitusi
nukleotida) pada kelompok rantai globin- menimbulkan tiga fenotip yaitu
talasemia- heterozigot, penyakit Hb H dan hidrops fetalis Hb Barts [2].
Talasemia- trait hanya menyebabkan anemia ringan sedangkan hidrops fetalis
Hb Barts biasanya fatal pada usia gestasi lanjut [2,3,4]. Penyakit Hb H merupakan
penyebab umum terjadinya talasemia pada individu di Asia Tenggara, Timur
Tengah dan Mediteranian serta berhubungan dengan beragam komplikasi klinis
yang penting [3,5]. Tinjauan ilmiah ini akan fokus pada dasar molekular
talasemia- secara umum dan lebih menspesifikkan perkembangan terbaru pada
karakteristik molekular seperti alel talasemia- yang baru ditemukan.
Kompleksitas korelasi genotip-fenotip rantai globin pada penyakit talasemia-
akan dibahas khusus terkait pasien penyakit Hb H.
Kata kunci: hidrops fetalis Barts, Penyakit Hb H, talasemia-

Dasar molekular talasemia-


Fenotip klinis talasemia- diakibatkan oleh mutasi gugus gen globin-
pada daerah telomerik lengan pendek kromosom 16 (16p 13.3) [1-6]. Terdapat
dua kopi gen globin- per genom haploid, disebut /.
Pada talasemia-0 (suatu kondisi berupa ekspresi globin- dari satu
kromosom sepenuhnya hilang), dimana dua gen globin- terkait hilang (--/),
kebanyakan akibat delesi yang melibatkan sebagian atau seluruh gugus gen
globin-. (gambar 1).
Talasemia-0 heterozigot secara klinis normal namun terdapat anemia
hipokrom mikrositik ringan. Pada keadaan yang tidak terlalu parah (talasemia-+);
ekspresi globin- dari satu kromosom berkurang namun tidak hilang. Sebagai
contoh yaitu kondisi dimana satu kopi dari duplikat gen- hilang dari kromosom
16 (-, tiga kotak terakhir pada gambar 1). Heterozigotas untuk satu delesi gen-
(-/) normal secara klinis dan hematologis atau terdapat mikrositosis ringan dan
tidak bisa didiagnosis pasti tanpa analisa molekular. Terdapat dua patologi
molekular yang umum menyebabkan talasemia-0, yaitu delesi 3,7-kb (ke kanan, -
3.7) dan delesi 4.2-kb (ke kiri, -4.2) (gambar 1). Delesi 3.7-kb lebih umum dan
ditemukan pada tiap daerah di seluruh dunia [2,7,8].
Lebih jarang ditemukan, yaitu talasemia-+ diakibatkan mutasi pada satu
atau beberapa nukleotida di area kritis gen-. Hal ini disebut talasemia- non-
delesional [6]. Mutasi ini biasanya, namun tidak selalu, mempengaruhi ekspresi
gen -2 (T) daripada gen -1 (T). Mutasi nukleotida ini dirangkum di gambar
2 dan tabel 1. Lebih dari 50 mutasi non-delesional yang menyebabkan talasemia-
telah dilaporkan sejauh ini [6]. Hal ini dapat memengaruhi splicing MRNA,
inisiasi translasi mRNA atau mengganggu sinyal poly (A) mengakibatkan
downregulation dari gen globin- yang terkena. Mutasi ini, talasemia-0 (--) dan
talasemia-+ (- atau T) memiliki dampak berbeda pada ekspresi globin- dan
dapat dikategorikan seperti gambar 3.

Gambar 1. Delesi gugus globin- menghasilkan talasemia 0 dan +. Kotak pada panel
atas menggambarkan sejumlah delesi gen yang menyebabkan talasemia-0. Delesi SEA, --
THAI
, --FIL, --MED umum ditemukan pada beberapa populasi dan bisa didiagnosis
berdasarkan GAP-PCR. Tiga kotak pada panel bawah menggambarkan talasemia-+.
Kotak putih kecil pada tiap ujung delesi menggambarkan titik breakpoint yang tidak
pasti.
Tabel 1. Rangkuman mutasi non-delesional yang menyebabkan talasemia-
Tabel 1. Cont

Homozigositas talasemia-0 dihasilkan dari hilangnya seluruh ekspresi gen globin-


. Genotip ini menyebabkan sindrom klinis yang parah, disebut hidrops fetalis
hemoglobin Barts. Bayi yang tidak memiliki gen (--/--) menderita anemia parah
yang mana kelebihan rantai- menyebabkan Hb tetramerik non-fungsional,
disebut Hb Barts (4). Bayi dapat bertahan hidup hingga kehamilan trimester
ketiga karena mereka terus memproduksi sejumlah kecil Hbs Portland I embrionik
(22) dan Portland II (22). Namun, pada fase ini mereka sering mengalami
abnormalitas congenital dan meninggal karena gagal jantung akibat dari anemia
[4].
Campuran heterozigot talasemia-0 dan talasemia-+ (--/-) dengan hanya
satu gen fungsional globin memiliki imbalans yang parah dalam sintesis rantai
globin. Kelebihan rantai globin- memicu pembentukan hemoglobin abnormal,
yaitu hemoglobin H (Hb H) atau tetramer globin- (4). Hal ini menyebabkan
fenotip anemia hemolitik kronik derajat ringan hingga sedang yang dinamakan
penyakit Hemoglobin H (penyakit Hb H), dikarakteristikan dengan badan
inklusi Hb H yang mudah dideteksi pada darah tepi. Penyakit Hb H juga dapat
dihasilkan dari interaksi antara talasemia-0 dan talasemia- non-delesional (--
/T atau --/T). Mayoritas mutasi pada bentuk talasemia- non-delesional terjadi
pada gen -2 yang terletak di ujung gen -1 dan diekspresikan dua sampai tiga
kali lipat lebih tinggi daripada gen -1 [4]. Defisit ekspresi globin- pada pasien
Hb H (--/T) ternyata lebih besar dibandingkan bentuk delesional penyakit Hb H
(--/-), dan terkadang mutasi non-delesional memiliki efek merusak pada
diferensiasi terminal eritroid dan metabolisme sel darah merah. Maka, fenotip
klinis dari penyakit Hb H pada talasemia- non-delesional (--/T) lebih parah
dibandingkan klinis dari talasemia-+ akibat delesi sederhana (--/-). Pasien pada
kelompok sebelumnya memiliki level Hb lebih rendah dan level Hb H lebih
tinggi, serta tergantung dengan transfusi, sedangkan pasien pada kelompok
satunya jarang memerlukan transfusi reguler. Gambaran klinis penyakit Hb H
tampaknya sangat bervariasi pada pasien yang berbeda. Pada suatu keadaan,
beberapa individu dengan penyakit Hb H tidak pernah konsultasi medis dan
teridentifikasi saat pemeriksaan karena alasan lain (contohnya sebelum operasi).
Pada individu yang mencari pengobatan medis, komplikasi dan kebutuhan
transfusi darah sangat bervariasi. Pada keadaan sangat ekstrim, beberapa bayi
dengan penyakit Hb H meninggal saat periode natal dengan anemia berat dan
hidrops fetalis [9]. Dasar patofisiologi untuk klinis tiap individu masih belum
jelas.
Gambar 2. Rangkuman mutasi nukleotida menyebabkan talasemia- non-delesional.
Mutasi nukleotida telah diaamati pada kodon inisiasi, daerah coding, terminasi kodon dan
signal Poly A. Perubahan termasuk substitusi satu atau oligonukleotida, delesi, insersi
memberikan efek pada transkripsi mRNA termasuk mutasi nonsense, frameshift, dan
bacaan transkripsional (mutasi Poly A). Mutasi missense menghasilkan rantai globin
abnormal menghasilkan globin- tidak stabil. Lingkaran putih adalah mutasi gen 1
sedangkan lingkaran hitam mutasi gen 2.

Gambar 3. Kategori mutasi talasemia- dan efek pada ekspresi globin-

Bentuk tidak biasa dari talasemia-


Karakterisasi dari tiga bentuk unik, delesi sporadik dari rangkaian gen yang
terletak di hulu gugus- yang meninggalkan struktur gen- intak pada pasien
dengan talasemia- [10] sehingga mengarah ke identifikasi daerah kontrol lokus
globin- (-LCR). Struktur ini terletak di hulu gugus globin- dan memiliki lima
elemen pengaturan yang terkait dengan situs hipersensitif DNAse I, disebut HS 1-
5 [11-13]. Observasi yang sama dibuat untuk gugus globin-, dimana terjadi
sembilan delesi sporadik, mempengaruhi tiap satu keluarga, dan dilaporkan juga
menghapus sequences yang berada di hulu dari gugus globin- sementera struktur
gen- masih intak [14-21]. Semua delesi gen ini menyingkirkan area hipersensitif
DNAse I eritroid-spesifik mayor (HS -40) yang berada di 40 kb pada gen globin-
(Gambar 4). Elemen HS-40 ini merupakan satu-satunya elemen pengatur cis
acting yang dianalisis sampai saat ini dan memberikan efek penguat ekspresi gen
globin- pada pemeriksaan in vitro [22-25]. Delesi pada kedua gugus globin-
dan dianggap penting dalam peraanya sebagai elemen pengatur putatif pada in
vivo sebagaimana halnya pada manusia terjadi mutasi knockout yang
memberikan efek pada pasien penyakit langka ini pada seluruh stadium
perkembangan eritroid dan diferensiasi. Heterozigot untuk delesi [dilambangkan
()/) memiliki fenotip hematologis mirip karier talasemia-0, menyimpulkan
bahwa hilangnya elemen pengatur menyebabkan penurunan ekspresi gen linked-
globin- [21]. Gabungan heterozigot delesi ini dan alel talasemia-+ [()/-)
menyebabkan penyakit Hb H. Detail data hematologis, korelasi fenotip klinis dan
genotip pada semua laporan delesi gen pada hulu menyebabkan bentuk yang tidak
biasa dari talasemia- [21].
Bentuk tidak biasa lainnya dari talasemia- disebabkan oleh mutasi pada
faktor remodeling kromatin, ATRX (alpha thalassaemia mentan retardation-X
linked syndrome) [26,27]. Downregulation gen ATRX, sebagian akibat mutasi
missense melibatkan zinc-finger motif, sehingga terjadi penurunan ekspresi
struktur normal gen globin- oleh mekanisme yang belum jelas pada pasien
sindrom ATRX dan ATMDS (alpha thalassaemia and myelodysplastic syndrome)
[28,29]. Mekanisme mokuler disebabkan mutasi faktor trans-acting yang
mendasari penyebab bentuk talasemia yang tidak biasa [30-31].
Gambar 4. Diagram delesi pada gugus- dan posisi relatifnya dalam kromosom.
HS-40 merupakan elemen regulatori -mayor dilambangkan kotak putih. Panah
hitam melambangkan hipersensitifitas HS-40, HS-33, HS-10 dan HS-8 dari gugus
globin-.

Talasemia- di Asia
Sekitar lima puluh tahun yang lalu, Profesor Supa Na-Nakorn dan Profesor
Prawase Wasi memulai penelitian perintis mereka mengenai talasemia dan
penyakit Hb H pada populasi non-Mediterania di Fakultas Kedokteran Rumah
Sakit Siriraj, Thailand. Penelitian mereka yang luar biasa tentang talasemia,
termasuk konsep baru mereka mengenai duplikasi gen globin- dan patologi
tingkat molekuler yang mendasari terjadinya hidrops fetalis pada Hb H dan Hb
Barts (-thal-1 dan -thal-2) menjadi awal dari adanya kemampuan kloning gen
globin- yang kemudian dikembangkan 10 tahun kemudian.
Talasemia- merupakan penyakit yang sangat sering terjadi di daerah Asia
Tenggara dan Cina Selatan. Kejadian ini pertama kali diketahui melalui beberapa
penelitian mengenai analisis darah yang berasal dari sumsum tulang untuk
mendeteksi Hb-Barts yang kemudian dikonfirmasi melalui analisis molekular [32-
34]. Spektrum genotip yang berhubungan dengan anomali pada gen globin ini
bersifat heterogen akan tetapi ditemui karakteristik spesifik yang sama pada
daerah tertentu dikarenakan pasangan gen yang sering mengalami mutasi
merupakan penyebab terjadinya 80-90% kelainan dari individu, dimana pasangan
gen yang mengalami mutasi ini berbeda antar satu daerah dan daerah lain [8].
Diperkirakan terdapat kurang lebih 7000 kasus Hb-H baru tiap tahunnya di
Thailand dikarenakan kurang lebih 13% dari total populasinya bersifat heterozigot
pada kasus delesi ataupun non-delesi determinan talasemia-. Penelitian terakhir
dari Thailand menunjukkan pada tingkat molekular, mayoritas penderita dengan
Hb-H baik dengan Hb-H delesional (--/--3-7 atau --/-- 4-2) dan Hb-H non-
delesional disebabkan oleh talasemia-0 dan Hb Constant Spring (terminasi
mutase kodon; TAACAA, CS) [35-37].
Mayoritas pasien talasemia-0 di Thailand dengan analisis karakteristik
tingkat molekular, delesi Southeast Asian (SEA, --SEA) merupakan mutasi yang
paling sering terjadi sebagai penyebab talasemia-0 dengan prevalensi hingga
99% dari keseluruhan kasus. Sekitar 19.3 kb dari gen globin- (nucleotide 155
400-174 700 dengan nomor registrasi GenBank AE006462.1) mengalami delesi
saat gen globin- yang berada di aliran tetap intak dan mengalami reaktivasi.
Ditemukan sejumlah kecil protein peptide globin yang berasal dari globin- yang
tereaktivasi pada carrier delesi gen SEA. Sejak saat itu disimpulkan bahwa anti
globin- dapat digunakan sebagai metode cepat untuk mendiagnosis dan skrining
carrier delesi gen SEA (--SEA/) [38-40].
Akan tetapi, terdapat bentuk lain dari talasemia-0 yang teridentifikasi di
Thailand, yang diberi nama delesi THAI (--THAI) [35,41]. Delesi ini menghapus
33.5 kb cluster globin-, yang berada diantara nucleotide 139 800 dan 173 300
termasuk juga didalamnya gen globin-. Sebelumnya, kami juga sudah
mengidentifikasi interaksi antara delesi ini dengan Hb CS, yang menyebabkan
gambaran fenotipe tipe berat dari Hb-H-CS [42]. Dengan demikian dapat
dihipotesiskan bahwa homozigositas pada delesi gen THAI dapat menyebabkan
kematian janin dini dan aborsi spontan dikarenakan kekurangan gen globin- saat
eritropoesis embrionik, walaupun hingga saat ini kasus yang demikian belum
pernah dilaporkan. Kami juga memperkirakan heterozigositas pada delesi gen
SEA dan THAI dapat menyebabkan Sindrom Hidrops Fetalis Hb-Barts [42].
Perkiraan ini dibuktikan dengan adanya laporan terkini yang membuktikan adanya
interaksi yang demikian [43]. Walaupun talasemia-0 telah dimasukkan dalam
materi penelitian yang dilakukan sejak 1995 pada Program Nasional Thailand
sebagai usaha preventif dan kontrol terhadap talasemia berat termasuk Hidrops
Fetalis Hb Barts, -Thalasemia homozigot dan Hb E- -thal, hanya skrining delesi
tipe SEA dengan menggunakan PCR yang dilakukan dalam program ini [44]. Hal
ini dilakukan untuk mendeteksi karier terhadap delesi SEA dan mengidentifikasi
pasangan suami-istri yang berisiko memiliki bayi dengan Hidrops Fetalis Hb-
Barts sebagai akibat dari talasemia-0 homozigot (--SEA/(--SEA). Delesi tipe THAI
berpotensi lebih memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan
sebelumnya, dan misidentifikasi dari delesi ini pada populasi target dapat
mengancam kesuksesan dan efektivitas dari program pengendalian talasemia
berat. Dengan demikian, delesi tipe THAI juga diikutsertakan pada program
skrining untuk mencegah hal tersebut, dengan menggunakan metode multiplex
PCR-based. Secara klinis, identifikasi delesi tipe THAI juga ikut meminimalisir
manfaat dari skrining menggunakan anti-globin- dikarenakan tidak ada reaktivasi
dari globin- pada karier dengan delesi THAI.
Tidak ada bukti kuat yang membuktikan bahwa patologi molekular yang
menyebabkan Hb-H di Thailand cenderung bersifat heterozigot dari perkiraan
sebelumnya. Penelitian terakhir membuktikan bahwa sekitar 15% pasien yang
pernah didiagnosis dengan Hb-H-CS pada dasarnya memiliki Hb H-Pakse yang
diakibatkan oleh terminasi lain mutasi kodon (TAATAT) [45]. Dikarenakan
tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan pada pola elektroforesis antara Hb
Pakse (Hb PS) dan Hb CS dan juga analisis molekular pada kedua terminasi
mutasi kodon menggunakan Mnl I menggambarkan hasil yang sama [45], Hb PS
tidak pernah ditemukan di Thailand selama periode waktu sebelumnya. Penelitian
lanjutan menunjukkan bahwa bukti lebih lanjut mengenai Hb PS berpotensi
banyak ditemukan di wilayah Thailand bagian Timur Laut [46,47] dengan
perkiraan frekuensi karier mencapai 2-3%. Hasil awal penelitian kami
menunjukkan bahwa pasien dengan Hb H-PS tidak berbeda signifikan dalam hal
klinis dibandingkan dengan Hb H-CS. Terdapat pertanyaan mengenai apakah
perlu untuk membedakan antara kedua terminasi mutasi kodon ini. Akan tetapi,
dengan tidak tersedianya bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa kedua
mutasi dapat memberikan kensekuensi klinis yang berbeda, genotyping secara
tepat pada kedua terminasi mutasi kodon merupakan hal yang krusial untuk dapat
mengerti korelasi genotip-fenotip pada pasien dengan Hb H.

Tabel 2. Rangkuman alel talasemia- yang teridentifikasi di Thailand

Beberapa mutasi non-delesional mayoritas mempengaruhi gen -2, yang


diantaranya adalah Hb Suan Dok (kodon 109CTG-CGG) [48], sebuah sinyal
mutasi polyadenilasi (Poly A) (AATAAAAATA--) juga telah diidentifikasi
pada pasien Thailand dengan Hb H [tabel 2]. Terdapat sebuah laporan tunggal
mengenai IVS-I GA pada gen -1 pada warga Thailand imigran yang tinggal
diluar negeri [51]. Hal ini masih dianggap sebagai hal yang kurang jelas hingga
pada akhirnya didapatkan bukti yang cukup yang menunjukkan adanya hubungan
mutasi ini dengan talasemia-0 yang menyebabkan penyakit Hb-H [52]. Penelitian
tahap molekular kami terkini yang melibatkan 500 pasien Thailand dengan Hb-H
berhasil mengidentifikasi spektrum lengkap pada alel -thalasemia di Thailand
[tabel 3]. Kami juga berhasil mengidentifikasi mutasi poly A dan poly B Quong-
Sze (Hb QS) pada 3 pasien yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan yang
menderita Hb-H. Ketiganya memiliki kriteria fenotip klinis yang cukup berat
dengan proporsi Hb H yang tinggi (25-30% dan 60% Hb-H pada pasien dengan
Hb Quong-Sze dan mutasi poly A) yang berhubungan dengan kasus yang
dilaporkan sebelumnya [53]. Kami juga mengidentifikasi kasus baru mengenai
inisiasi mutasi kodon gen -2 berhubungan dengan delesi SEA (ATGA-G).
Akan tetapi, interaksi ini menghasilkan fenotip Hb-H tipe ringan yang
menunjukkan derajat klinis yang bervariasi pada pasien dengan genotip yang
berbeda pada talasemia- non-delesional [52].
Hb Pak Num Po (Hb PNP) merupakan satu-satunya mutasi gen -1 (kodon
131, T insersi) yang menyebabkan Hb-H non-delesional di Thailand [54]. Kami
menamakan mutasi baru ini sebagai Hb Pak Num Po sebuah nama kuno dari
provinsi yang merupakan tempat pertama ditemukannya pasien dengan Hb
tersebut. Pada laporan terakhir kami, interaksi dari mutasi -1 dan delesi SEA
mengakibatkan timbulnya fenomena talasemia yang sangat berat yang menyerupai
Thalasemia Beta Mayor [54]. Dua pasien tanpa hubungan kekeluargaan dengan
kondisi ini membutuhkan regimen transfusi tingkat tinggi untuk mempertahankan
kadar standar Hb dan juga laju pertumbuhan dan perkembangannya. Splenektomi
yang dilakukan pada salah satu pasien tidak meminimalisir kebutuhan transfusi
yang diperlukan, kejadian yang bertolak belakang pada mayoritas pasien dengan
Hb-H dimana kebutuhan transfusinya dapat berkurang pesat pasca dilakukan
splenektomi. Pada penelitian terakhir kami, kami berhasil mengidentifikasi pasien
dengan interaksi yang sedemikian rupa mengalami hal ini sejak periode dini
kehidupan (pada usia 2 bulan) yang tentunya dengan fenotip klinis tipe berat dan
memerlukan transfusi berkala hingga perlunya dilakukan transplantasi stem cell
[55]. Penelitian lebih lanjut sedang dilakukan untuk mengetahui patogenesis
tingkat molekular yang menyebabkan kondisi yang menarik ini.
Tabel 3. Dasar molekular penyakit Hb H yang diobservasi di Departemen Pediatri
Fakultas Kedokteran RS Siriraj

Sejumlah besar dari 500 pasien yang termasuk pada penelitian awal kami
yang berfokus pada manifestasi klinis dan riwayat perjalanan penyakit Hb-H
mengalami penyakit klinis lain yang signifikan. Hal ini meliputi gejala yang
berhubungan dengan anemia (lunglai, pucat, nafsu makan menurun dan gagal
tumbuh), hepatosplenomegali, pertumbuhan dan perkembangan terganggu pada
tahap awal usia kehidupan, ikterus, dan kolelitiasis, dengan beberapa pasien
diantaranya mengalami episode rekuren krisis hemolitik pada 10 tahun awal
kehidupan. Kondisi yang demikian seringkali ditemukan pada pasien dengan Hb-
H non-delesional dibandingkan dengan pasien yang mengalami Hb-H delesional.
Hal ini mungkin berhubungan dengan ada banyaknya ketidakseimbangan rantai
globin (tergambarkan dengan kadar Hb-H yang lebih tinggi) pada Hb H non-
delesional dibandingkan Hb H delesional. Di sisi lain, mutasi non-delesional yang
menyebabkan ketidakseimbangan pada rantai globin- seperti Hb CS, Hb QS, Hb
PS da Hb PNP berkemungkinan memiliki peran tambahan pada patobiologi
eritrosit yang mengakibatkan fenotip anemia yang lebih berat. Beberapa pasien,
khsusunya dengan Hb H-CS, memerlukan transfusi dan/atau splenektomi
diakibatkan gejala anemia dan hipersplenisme. Walaupun demikian, terdapat
kemungkinan adanya heterogenisitas klinis yang lebih luas bahkan dengan pasien
yang memiliki genotip identik sekalipun, terutama Hb H-CS (--SEA/ CS).
Walaupun beberapa pasien dengan Hb H-CS tidak membutuhkan spelektomi atau
tidak pernah mendapatkan transfusi, mencapai tingkat pertumbuhan dan pubertas
yang optimal, beberapa pasien lain dengan genotip identik memiliki fenotip yang
lebih berat dan bahkan memerlukan perawatan intensif.
Episode Hemolitik Akut yang sering terjadi pada dekade pertama
kehidupan, berpotensi untuk menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat
pada pasien Hb H. Hemolisis akut menurun dalam hal frekuensi setelah melewati
dekade kedua kehidupan, dengan kebanyakan pasien tidak memerlukan transfusi
lebih lanjut saat mereka memasuki usia pubertas. Terdapat kesimpulan bahwa
episode hemolisis akut berhubungan secara keseluruhan atau disebabkan secara
parsial oleh infeksi yang mengiringi dan peningkatan suhu tubuh [56]. Dapat
ditemukan peningkatan risiko krisis hemolitik pada pasien dengan usia muda
dikarenakan anak-anak lebih rentan mengalami infeksi disebabkan sistem
imunitas yang imatur [57]. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat
kontribusi secara substansial pada faktor lingkungan dalam progresivitas klinis
pasien dengan Hb H.
Interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan merupakan
suatu permasalahan yang rumit dalam aspek efisiensi manajemen jangka panjang
pada tiap pasien. Satu permasalahan yang perlu diperhatikan adalah kurangnya
analisis secara komprehensif terhadap riwayat perjalanan penyakit dan komplikasi
jangka panjang pada pasien dengan Hb H. Penelitian yang sedang kami kerjakan
akan mengilustrasikan gambaran longitudinal pada pasien dengan Hb H sejak
masa bayi, kanak-kanak hingga menuju remaja dan dewasa sehingga memberikan
pengertian yang lebih baik terkait prediksi perjalanan klinis dan riwayat alami dari
gangguan Hb-H untuk kasus mendatang. Hal ini pada akhirnya dapat
menghasilkan standar yang lebih baik terhadap perawatan dan managemen pasien
dengan penyakit Hb H ini.
VIA
1. Validity
a. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan tinjauan literatur
(literature review). Terdapat dua tujuan utama penulisan tinjauan literatur ini
yaitu: (1) mengidentifikasi dasar molekular talasemia- secara umum
sehingga dapat menentukan fenotip klinis dan keparahan dari tiap bentuk
talasemia- 2) menspesifikkan karakteristik molekular seperti alel talasemia-
yang baru ditemukan di Thailand, contohnya Hb Pak Num Po.

b. Apakah makalah penelitian yang dipilih sesuai dengan tujuan tinjauan?


Tidak. makalah penelitian pada tinjauan literatur ini adalah hanya dari
penelitian di RS Siriraj Thailand pada pasien Hb H yang merupakan salah
satu bentuk talasemia-. Hal ini tidak mencerminkan judul literature review
yaitu korelasi fenotip-genotip talasemia- dan manajemennya karena bentuk
talasemia tidak hanya penyakit Hb H, tapi terdapat karier talasemia-,
talasemia- trait dan hidrops fetalis Hb Barts.

c. Apakah data yang ditinjau sesuai dengan tujuan penelitian?


Tidak, data yang ditinjau belum sesuai dengan tujuan literatur review
karena data yang diambil hanya data genotip pasien Hb H. Hal ini tidak
sesuai dengan judul dan tujuan literatur review ini.

d. Apakah tinjauan ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk


meminimalisir kebetulan?
Ya, secara keseluruhan subjek penelitian berjumlah 500 pasien Hb H
yang dianalisa gen nya telah memenuhi sampel minimal (92), namun tidak
ada variasi penyakit talasemia- lainnya sehingga tidak mencerminkan
korelasi fenotip-genotip penyakit talasemia- secara umum.
N = Z2 pq = 1,962 (0,4)(0,6) = 92
d2 0,01
Z2 = 1,96
p = proporsi kejadian talasemia di Thailand (40%)
q = bukan proporsi kejadian talasemia di Thailand (1-p) 60%
d = tingkat kepercayaan (0,1)

e. Apakah hasil tinjauan tergambar dengan layak?


Ya, hasil tinjauan menjabarkan delesi dan mutasi gen globin- serta
menjelaskan keparahan gejala klinis dari tiap delesi gen tersebut. Literatur
review ini juga menjelaskan manajemen tiap fenotip talasemia- seperti
transfusi, splenektomi hingga transplantasi stem cell untuk mempertahankan
kadar standar Hb dan laju pertumbuhan serta perkembangannya.

f. Apakah hasil tinjauaan dipaparkan dengan akurat?


Tidak, tidak tercantum nilai confidence interval pada hasil tinjauan ini.

2. Importance
Apakah tinjauan literatur ini penting?
Ya, tinjauan literatur ini penting untuk memberikan informasi tentang
dasar molekuler alel talasemia- sehingga dapat memperkirakan keparahan
fenotip berdasarkan data genotip yang telah diketahui. Selain itu penelitian ini
juga memberikan informasi manajemen yang sesuai dari tiap bentuk
talasemia-

3. Applicability
a. Apakah hasil tinjauan ini dapat diaplikasikan?
Ya, hasil tinjauan ini dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk
penelitian selanjutnya di Indonesia mengenai hubungan fenotip dan genotip
penderita talasemia- mengingat literature review ini menggunakan data 500
pasien Hb H di RS Siriraj Thailand yang mana Indonesia dan Thailand masih
dalam satu kawasan Asia Tenggara.
b. Apakah manfaat tinjauan ini sebanding dengan bahaya dan biaya yang
dikeluarkan?
Ya, manfaat tinjauan ini akan membantu skrining genotip pasien
talasemia-a agar tidak terjadi keterlambatan tatalaksana yang selama ini
hanya dilakukan setelah timbul fenotip (temuan klinis) pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai