Oleh:
Pembimbing:
Journal Reading
-thalasaemia: a genotype-phenotype correlation and management
Oleh:
Hana Andrina (04054821618022)
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 24 Agustus 6 November 2017
Gambar 1. Delesi gugus globin- menghasilkan talasemia 0 dan +. Kotak pada panel
atas menggambarkan sejumlah delesi gen yang menyebabkan talasemia-0. Delesi SEA, --
THAI
, --FIL, --MED umum ditemukan pada beberapa populasi dan bisa didiagnosis
berdasarkan GAP-PCR. Tiga kotak pada panel bawah menggambarkan talasemia-+.
Kotak putih kecil pada tiap ujung delesi menggambarkan titik breakpoint yang tidak
pasti.
Tabel 1. Rangkuman mutasi non-delesional yang menyebabkan talasemia-
Tabel 1. Cont
Talasemia- di Asia
Sekitar lima puluh tahun yang lalu, Profesor Supa Na-Nakorn dan Profesor
Prawase Wasi memulai penelitian perintis mereka mengenai talasemia dan
penyakit Hb H pada populasi non-Mediterania di Fakultas Kedokteran Rumah
Sakit Siriraj, Thailand. Penelitian mereka yang luar biasa tentang talasemia,
termasuk konsep baru mereka mengenai duplikasi gen globin- dan patologi
tingkat molekuler yang mendasari terjadinya hidrops fetalis pada Hb H dan Hb
Barts (-thal-1 dan -thal-2) menjadi awal dari adanya kemampuan kloning gen
globin- yang kemudian dikembangkan 10 tahun kemudian.
Talasemia- merupakan penyakit yang sangat sering terjadi di daerah Asia
Tenggara dan Cina Selatan. Kejadian ini pertama kali diketahui melalui beberapa
penelitian mengenai analisis darah yang berasal dari sumsum tulang untuk
mendeteksi Hb-Barts yang kemudian dikonfirmasi melalui analisis molekular [32-
34]. Spektrum genotip yang berhubungan dengan anomali pada gen globin ini
bersifat heterogen akan tetapi ditemui karakteristik spesifik yang sama pada
daerah tertentu dikarenakan pasangan gen yang sering mengalami mutasi
merupakan penyebab terjadinya 80-90% kelainan dari individu, dimana pasangan
gen yang mengalami mutasi ini berbeda antar satu daerah dan daerah lain [8].
Diperkirakan terdapat kurang lebih 7000 kasus Hb-H baru tiap tahunnya di
Thailand dikarenakan kurang lebih 13% dari total populasinya bersifat heterozigot
pada kasus delesi ataupun non-delesi determinan talasemia-. Penelitian terakhir
dari Thailand menunjukkan pada tingkat molekular, mayoritas penderita dengan
Hb-H baik dengan Hb-H delesional (--/--3-7 atau --/-- 4-2) dan Hb-H non-
delesional disebabkan oleh talasemia-0 dan Hb Constant Spring (terminasi
mutase kodon; TAACAA, CS) [35-37].
Mayoritas pasien talasemia-0 di Thailand dengan analisis karakteristik
tingkat molekular, delesi Southeast Asian (SEA, --SEA) merupakan mutasi yang
paling sering terjadi sebagai penyebab talasemia-0 dengan prevalensi hingga
99% dari keseluruhan kasus. Sekitar 19.3 kb dari gen globin- (nucleotide 155
400-174 700 dengan nomor registrasi GenBank AE006462.1) mengalami delesi
saat gen globin- yang berada di aliran tetap intak dan mengalami reaktivasi.
Ditemukan sejumlah kecil protein peptide globin yang berasal dari globin- yang
tereaktivasi pada carrier delesi gen SEA. Sejak saat itu disimpulkan bahwa anti
globin- dapat digunakan sebagai metode cepat untuk mendiagnosis dan skrining
carrier delesi gen SEA (--SEA/) [38-40].
Akan tetapi, terdapat bentuk lain dari talasemia-0 yang teridentifikasi di
Thailand, yang diberi nama delesi THAI (--THAI) [35,41]. Delesi ini menghapus
33.5 kb cluster globin-, yang berada diantara nucleotide 139 800 dan 173 300
termasuk juga didalamnya gen globin-. Sebelumnya, kami juga sudah
mengidentifikasi interaksi antara delesi ini dengan Hb CS, yang menyebabkan
gambaran fenotipe tipe berat dari Hb-H-CS [42]. Dengan demikian dapat
dihipotesiskan bahwa homozigositas pada delesi gen THAI dapat menyebabkan
kematian janin dini dan aborsi spontan dikarenakan kekurangan gen globin- saat
eritropoesis embrionik, walaupun hingga saat ini kasus yang demikian belum
pernah dilaporkan. Kami juga memperkirakan heterozigositas pada delesi gen
SEA dan THAI dapat menyebabkan Sindrom Hidrops Fetalis Hb-Barts [42].
Perkiraan ini dibuktikan dengan adanya laporan terkini yang membuktikan adanya
interaksi yang demikian [43]. Walaupun talasemia-0 telah dimasukkan dalam
materi penelitian yang dilakukan sejak 1995 pada Program Nasional Thailand
sebagai usaha preventif dan kontrol terhadap talasemia berat termasuk Hidrops
Fetalis Hb Barts, -Thalasemia homozigot dan Hb E- -thal, hanya skrining delesi
tipe SEA dengan menggunakan PCR yang dilakukan dalam program ini [44]. Hal
ini dilakukan untuk mendeteksi karier terhadap delesi SEA dan mengidentifikasi
pasangan suami-istri yang berisiko memiliki bayi dengan Hidrops Fetalis Hb-
Barts sebagai akibat dari talasemia-0 homozigot (--SEA/(--SEA). Delesi tipe THAI
berpotensi lebih memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan
sebelumnya, dan misidentifikasi dari delesi ini pada populasi target dapat
mengancam kesuksesan dan efektivitas dari program pengendalian talasemia
berat. Dengan demikian, delesi tipe THAI juga diikutsertakan pada program
skrining untuk mencegah hal tersebut, dengan menggunakan metode multiplex
PCR-based. Secara klinis, identifikasi delesi tipe THAI juga ikut meminimalisir
manfaat dari skrining menggunakan anti-globin- dikarenakan tidak ada reaktivasi
dari globin- pada karier dengan delesi THAI.
Tidak ada bukti kuat yang membuktikan bahwa patologi molekular yang
menyebabkan Hb-H di Thailand cenderung bersifat heterozigot dari perkiraan
sebelumnya. Penelitian terakhir membuktikan bahwa sekitar 15% pasien yang
pernah didiagnosis dengan Hb-H-CS pada dasarnya memiliki Hb H-Pakse yang
diakibatkan oleh terminasi lain mutasi kodon (TAATAT) [45]. Dikarenakan
tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan pada pola elektroforesis antara Hb
Pakse (Hb PS) dan Hb CS dan juga analisis molekular pada kedua terminasi
mutasi kodon menggunakan Mnl I menggambarkan hasil yang sama [45], Hb PS
tidak pernah ditemukan di Thailand selama periode waktu sebelumnya. Penelitian
lanjutan menunjukkan bahwa bukti lebih lanjut mengenai Hb PS berpotensi
banyak ditemukan di wilayah Thailand bagian Timur Laut [46,47] dengan
perkiraan frekuensi karier mencapai 2-3%. Hasil awal penelitian kami
menunjukkan bahwa pasien dengan Hb H-PS tidak berbeda signifikan dalam hal
klinis dibandingkan dengan Hb H-CS. Terdapat pertanyaan mengenai apakah
perlu untuk membedakan antara kedua terminasi mutasi kodon ini. Akan tetapi,
dengan tidak tersedianya bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa kedua
mutasi dapat memberikan kensekuensi klinis yang berbeda, genotyping secara
tepat pada kedua terminasi mutasi kodon merupakan hal yang krusial untuk dapat
mengerti korelasi genotip-fenotip pada pasien dengan Hb H.
Sejumlah besar dari 500 pasien yang termasuk pada penelitian awal kami
yang berfokus pada manifestasi klinis dan riwayat perjalanan penyakit Hb-H
mengalami penyakit klinis lain yang signifikan. Hal ini meliputi gejala yang
berhubungan dengan anemia (lunglai, pucat, nafsu makan menurun dan gagal
tumbuh), hepatosplenomegali, pertumbuhan dan perkembangan terganggu pada
tahap awal usia kehidupan, ikterus, dan kolelitiasis, dengan beberapa pasien
diantaranya mengalami episode rekuren krisis hemolitik pada 10 tahun awal
kehidupan. Kondisi yang demikian seringkali ditemukan pada pasien dengan Hb-
H non-delesional dibandingkan dengan pasien yang mengalami Hb-H delesional.
Hal ini mungkin berhubungan dengan ada banyaknya ketidakseimbangan rantai
globin (tergambarkan dengan kadar Hb-H yang lebih tinggi) pada Hb H non-
delesional dibandingkan Hb H delesional. Di sisi lain, mutasi non-delesional yang
menyebabkan ketidakseimbangan pada rantai globin- seperti Hb CS, Hb QS, Hb
PS da Hb PNP berkemungkinan memiliki peran tambahan pada patobiologi
eritrosit yang mengakibatkan fenotip anemia yang lebih berat. Beberapa pasien,
khsusunya dengan Hb H-CS, memerlukan transfusi dan/atau splenektomi
diakibatkan gejala anemia dan hipersplenisme. Walaupun demikian, terdapat
kemungkinan adanya heterogenisitas klinis yang lebih luas bahkan dengan pasien
yang memiliki genotip identik sekalipun, terutama Hb H-CS (--SEA/ CS).
Walaupun beberapa pasien dengan Hb H-CS tidak membutuhkan spelektomi atau
tidak pernah mendapatkan transfusi, mencapai tingkat pertumbuhan dan pubertas
yang optimal, beberapa pasien lain dengan genotip identik memiliki fenotip yang
lebih berat dan bahkan memerlukan perawatan intensif.
Episode Hemolitik Akut yang sering terjadi pada dekade pertama
kehidupan, berpotensi untuk menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat
pada pasien Hb H. Hemolisis akut menurun dalam hal frekuensi setelah melewati
dekade kedua kehidupan, dengan kebanyakan pasien tidak memerlukan transfusi
lebih lanjut saat mereka memasuki usia pubertas. Terdapat kesimpulan bahwa
episode hemolisis akut berhubungan secara keseluruhan atau disebabkan secara
parsial oleh infeksi yang mengiringi dan peningkatan suhu tubuh [56]. Dapat
ditemukan peningkatan risiko krisis hemolitik pada pasien dengan usia muda
dikarenakan anak-anak lebih rentan mengalami infeksi disebabkan sistem
imunitas yang imatur [57]. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat
kontribusi secara substansial pada faktor lingkungan dalam progresivitas klinis
pasien dengan Hb H.
Interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan merupakan
suatu permasalahan yang rumit dalam aspek efisiensi manajemen jangka panjang
pada tiap pasien. Satu permasalahan yang perlu diperhatikan adalah kurangnya
analisis secara komprehensif terhadap riwayat perjalanan penyakit dan komplikasi
jangka panjang pada pasien dengan Hb H. Penelitian yang sedang kami kerjakan
akan mengilustrasikan gambaran longitudinal pada pasien dengan Hb H sejak
masa bayi, kanak-kanak hingga menuju remaja dan dewasa sehingga memberikan
pengertian yang lebih baik terkait prediksi perjalanan klinis dan riwayat alami dari
gangguan Hb-H untuk kasus mendatang. Hal ini pada akhirnya dapat
menghasilkan standar yang lebih baik terhadap perawatan dan managemen pasien
dengan penyakit Hb H ini.
VIA
1. Validity
a. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan tinjauan literatur
(literature review). Terdapat dua tujuan utama penulisan tinjauan literatur ini
yaitu: (1) mengidentifikasi dasar molekular talasemia- secara umum
sehingga dapat menentukan fenotip klinis dan keparahan dari tiap bentuk
talasemia- 2) menspesifikkan karakteristik molekular seperti alel talasemia-
yang baru ditemukan di Thailand, contohnya Hb Pak Num Po.
2. Importance
Apakah tinjauan literatur ini penting?
Ya, tinjauan literatur ini penting untuk memberikan informasi tentang
dasar molekuler alel talasemia- sehingga dapat memperkirakan keparahan
fenotip berdasarkan data genotip yang telah diketahui. Selain itu penelitian ini
juga memberikan informasi manajemen yang sesuai dari tiap bentuk
talasemia-
3. Applicability
a. Apakah hasil tinjauan ini dapat diaplikasikan?
Ya, hasil tinjauan ini dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk
penelitian selanjutnya di Indonesia mengenai hubungan fenotip dan genotip
penderita talasemia- mengingat literature review ini menggunakan data 500
pasien Hb H di RS Siriraj Thailand yang mana Indonesia dan Thailand masih
dalam satu kawasan Asia Tenggara.
b. Apakah manfaat tinjauan ini sebanding dengan bahaya dan biaya yang
dikeluarkan?
Ya, manfaat tinjauan ini akan membantu skrining genotip pasien
talasemia-a agar tidak terjadi keterlambatan tatalaksana yang selama ini
hanya dilakukan setelah timbul fenotip (temuan klinis) pada pasien.