Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Tinea Pedis. Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah
satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik bagian Kulit dan Kelamin di RSPAD
Gatot Soebroto, Jakarta.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Maria, Sp.KK selaku moderator dalam laporan kasus ini.
2. Dokter dokter spesialis kulit dan kelamin lainnya, atas arahan dan
bimbingannya.
3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Penulis
berharap semoga laporan kasusini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Jakarta, 26 Agustus 2017

Penulis

1
BAB I
STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. AS
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tanggerang
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS Rehab Medik
Bangsa : Indonesia
Status : Menikah
Tanggal masuk : 21 Agustus 2017 (di Poliklinik)

1.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada hari Senin, 21 Agustus 2017 di depan
ruang poliklinik Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Soebroto.

1.2.1. Keluhan Utama


Terdapat Bercak kemerahan dan bersisik disertai rasa gatal di kaki
kanan pasien.

1.2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan terdapat bercak kemerahan dan bersisik
disertai rasa gatal di kaki kanan pasien. Keluhan diawali rasa gatal sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, kemudian muncul bercak kemerahan
disertai sisik pada lokasi gatal pasien tersebut. Gatal dirasakan terus-menerus
hingga mengganggu aktivitas sehari-hari pasien dan di rasakan semakin lama
semakin gatal sehingga membawa pasien ke poli klinik kulit RSPAD. Setelah
itu timbul bercak kemerahan disertai sisik yang pada awalnya berukuran

2
kecil, namun semakin lama semakin membesar, dengan bentuk tidak
beraturan dan berbatas tegas.
Suami pasien sebelumnya juga menderita keluhan yang sama, sudah
berobat dan sembuh. Tak lama kemudian pasien menderita keluhan yang
sama seperti suaminya. Kegiatan sehari-hari pasien memakai sepatu tertutup
kurang lebih 12-15 jam sehari, sejak pagi hingga malam hari. Pasien belum
pernah menderita keluhan seperti ini dan pasien belum pernah berobat
sebelumnya.

1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Diabetes Melitus : disangkal

1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Suami pasien memiliki keluhan serupa sebelumnya

1.3. Pemeriksaan Fisik


1.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Keadaan Gizi :

- BB = 83 kg

- TB = 160 cm

- IMT = 32.4 (obese)

Tanda Vital :

- Nadi : 82 x/menit

- Pernapasan : 18 x/menit

- Suhu : 36,5 derajat Celcius

- Tekanan Darah : 145/70 mmHg

3
Kepala : Normocephal

Mata :

- Konjungtiva anemis (- / -)

- Sklera ikterik (- / -)

Tenggorok :

- Faring : Tidak dilakukan.

- Tonsil : Tidak dilakukan.

Thoraks
- Jantung : Tidak dilakukan.

- Paru : Tidak dilakukan.

Abdomen :
- Tidak dilakukan.
Kelenjar Getah Bening : Tidak dilakukan.
Ekstremitas :
- Akral hangat
- Capillary Refill Time < 2 detik
- edema (-), deformitas (-)

1.3.2. Status Dermatologikus


Lokasi : Regio Pedis dextra bagian medial
Efloresensi : Bercak eritematosa dengan ukuran plakat,
berbatas tegas disertai skuama yang kasar.

4
Gambar 1. Bercak eritematosa dengan ukuran plakat, berbatas tegas disertai
skuama yang kasar

5
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan KOH (21 Agustus 2017)
Ditemukan hifa sejati dengan filamen panjang, bersekat dan tidak terlihat
Artospora.

Gambar 2. Pemeriksaan KOH dengan pembesaran mikroskop 40x

6
1.5. Resume
Ny. AS, 58 tahun terdapat bercak eritematosa dan skuama disertai rasa
gatal di regio pedis dextra sejak 2 minggu SMRS.
Gatal dirasakan terus-menerus dan di rasakan semakin lama semakin
gatal. Setelah itu timbul bercak eritematosa disertai skuama yang pada
awalnya berukuran kecil, namun semakin lama semakin membesar dan
berbatas tegas.
Suami pasien sebelumnya juga menderita keluhan yang sama. Kegiatan
sehari-hari pasien memakai sepatu tertutup kurang lebih 12-15 jam sehari.
Pada pemeriksaan status dermatologi didapatkan bercak eritematosa
dengan ukuran plakat, berbatas tegas disertai skuama yang kasar di regio
pedis dextra bagian medial.
Pada pemeriksaan KOH, ditemukan hifa sejati dengan filamen panjang,
bersekat dan tidak terlihat Artospora dengan pembesaran mikroskop 40x.

1.6. Diagnosis Kerja


Tinea Pedis

1.7. Diagnosis Banding


Tidak ada

1.8.Penatalaksanaan
1.8.1. Non-Medikamentosa
- Mengedukasikan kepada pasien untuk rutin membersihkan kaki,
menjaga daerah lesi tetap kering serta tidak lembab untuk
mengurangi kolonisasi jamur.

1.8.2. Medikamentosa
- Topikal : Imidazol cream 1%, pagi dan sore selama 1 minggu
- Sistemik : Itrakonazol cap 2 x 200 mg P.O selama 1 minggu
- Kontrol Poli satu minggu kemudian.

7
1.9.Prognosis
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA PEDIS

2.1. Definisi

Tinea Pedis merupakan dermatofitosis pada kaki. Dermatofitosis adalah


penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum
pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.
Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan stratum korneum dan menghasilkan
gejala melalui aktivasi respons imun pejamu.1

2.2. Etiologi

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.


Terdapat tiga genus, yaitu: Microsporum, Trichophyton, Epidermophyton. Lebih
dari 40 spesies dikenal saat ini, sekitar 10 spesies adalah yang paling umum
penyebab infeksi manusia.2 Tinea pedis paling sering disebabkan oleh T. rubrum,
spesies lainnya yang juga sering menyebabkan tinea pedis adalah T. interdigitale
dan E. floccosum.3
Infeksi dermatofit bisa didapat dari tiga sumber yaitu penularan dari orang
lain yang sudah menderita penyakit dermatofitosis, hewan peliharaan seperti
anjing dan kucing, dan tanah (sangat jarang ditemukan).2

2.3. Epidemiologi

Tinea pedis merupakan dermatofitosis paling sering terjadi di seluruh


dunia dengan prevalensi tinggi. Kurang lebih sekitar 10 % terutama disebabkan
karena penggunaan alas kaki tertutup. Insidensi meningkat pada mereka yang
menggunakan alat mendi atau kolam bersamaan.3

9
2.4. Klasifikasi

Berdasarkan ekologi, dermatofitosis juga diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Anthropophilic : Penularan dari orang ke orang dan dengan kontak
langsung. Contoh : Trichophyton spp : T. rubrum, T. Mentagrophytes (Var
interdigitale), T. schoenleinii, T. tonsuran, T. violaceum. Microsporum
Audouinii, Epidermophyton floccosum.
2. Zoophilic: Hewan ke manusia dengan kontak langsung atau oleh fomite.
Contoh: Trichophyton spp: T. Equinum, T. mentagrophytes (var
mentagrophytes ), T. verrucosum. M. canis
3. Geofilik : penularan melalui lingkungan. Contoh: Microsporum spp: M.
gypseum, M. nanum. 2,3

Berdasarkan gambaran klinis tinea pedis dapat dibagi dalam 4 tipe atau gabungan
dari tipe tersebut:2,3
1. Tipe Interdigital
Tipe ini merupakan tipe yang tersering. Gejala yang timbul yaitu skuama,
eritema dan maserasi pada interdigital dan subdigital telapak kaki
khususnya diantara jari kaki ke 3&4 serta jari kaki ke 4&5 lateral. Infeksi
dapat menyebar ke telapak kaki tetapi jarang melibatkan dorsum.

2. Tipe Moccasin Foot (kronik hiperkeratotik)


Tipe ini paling banyak disebabkan oleh T. rubrum. Terjadi pada telapak
kaki lateral hingga medial kaki. Gejala yang timbul yaitu eritema dengan
derajat yang bervariasi, terdapat skuama yang merata serta vesikel kecil
yang sembuh disertai kolaret scale berdiameter kurang dari 2 mm.

3. Tipe Vesikobulosa
Jenis Vesikobulosa dari tinea pedis, biasanya disebabkan oleh strain
zoofilik T. interdigital. Gambaran klinis berupa vesikula lebih dari 3 mm,
vesikulopustula, atau bula pada telapak kaki dan area-area periplantar.

10
Tipe tinea pedis ini jarang pada anak-anak tetapi telah dilaporkan
disebabkan oleh T.rubrum.

4. Tipe Ulseratif Akut


Tinea pedis sering disebabkan zoofilik T. Interdigitale dengan koinfeksi
dengan bakteri Gram-negatif yang membentuk vesikel, pustula dan ulkus
bernanah pada permukaan plantar. Sering dijumpai Selulitis, limfangitis,
limfadenopati dan demam.

2.5. Patogenesis

Dermatofit mensintesis keratinase yang mencerna keratin dan


mempertahankan keberadaan jamur dalam struktur keratin. Imunitas yang
dimediasi sel dan aktivitas antimikroba dari leukosit polimorfonuklear membatasi
patogenisitas dermatofit.2 Patogenitasnya juga meningkat karena produksi mannan
yaitu suatu komponen dinding sel yang bersifat immunoinhibitory, mannan juga
memiliki kemampuan menghambat eliminasi jamur oleh hospes dengan menekan
kerja cell mediated immunity. 4
Faktor host yang memfasilitasi infeksi dermatofit: atopi, glukokortikoid
topikal dan sistemik, ichthyosis, penyakit vaskular kolagen
Faktor eksogen: keringat, oklusi, paparan kerja, lokasi geografis,
kelembaban tinggi (iklim tropis atau semitropis) 2

2.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya gatal


disertai kelainan kulit dengan lesi sesuai dengan tipe tinea pedis.2 Pemeriksaan
mikologi ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan
mikroskopik langsung menggunakan larutan KOH 20%. Pemeriksaan mikologik
untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan
kulit. Hasil pemeriksaan mikroskopis KOH menunjukkan hasil positif, apabila
ditemukan adanya elemen jamur berupa hifa dermatofita dengan filamen panjang,

11
bersekat, dinding berlapis dan bercabang serta Arthospora.1 Pada tipe
vesikobulosa bahan pemeriksaan KOH diambil dari atap vesikel ataupun bula.
Pada pemeriksaan histopatologi organisme jamur ditemukan di stratum korneum
dengan pewarnaan PAS atau methenamine silver, kadang disertai dengan fokus
neutrofil. Dapat juga ditemukan infiltrat perivaskular superfisial pada dermis.
Jenis vesiculobullous menunjukkan subcorneal atau spongiotik intraepithelial
vesiculation.3
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan biakan atau kultur untuk
menentukan spesies jamur. Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar
desktrosa glukosa Sabouraud. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari
suhu 37o.1

2.7. Diagnosis Banding 2,3

Interdigital: erosio interdigitalis blastomycetica, erythrasma, koinfeksi


bakteri
Hiperkeratosis: dyshidrosis, psoriasis, dermatitis kontak, dermatitis
atopik, keturunan atau diperoleh keratodermas
Vesiculobullous: dyshidrosis, dermatitis kontak, psoriasis pustular,
bacterid, palmoplantar pustulosis, bakteri pyoderma, kudis
mempertimbangkan Pitiriasis rubra pilari mengesampingkan arthritis
reaktif.

2.8. Penatalaksanaan

Non-medikamentosa : 5

pasien yang sedang terinfeksi harus menghindari berenang di tempat


umum dan berjalan tanpa alas kaki di atas lantai tempat ganti baju umum. tidak
memakai peralatan mandi bersama dengan orang lain maupun anggota keluarga.
Untuk menghindari penularan.5

12
Medikamentosa :2,3

Topikal3 Sistemik
Allylamines Dewasa :
Imidazole Terbinafin 250mg/ hari 2 minggu.
Ciplopirox Itraconazole : 2x200mg/hari 1 minggu,
Benzylamine 1x200mg/hari 2-4 minggu, 1x100mg/hari
Tolnaftate 4 minggu.3
Undesenoid acid Fluconazole 150mg/ minggu 3- 4 minggu.

Diberikan 2x sehari dalam 1 Anak :


minggu Terbinafin 3-4mg/ kg BB/hari 2 minggu.2
Itraconazole 5mg /kg BB/hari 2 minggu.

Tabel 3. Medikamentosa untuk Tinea Pedis3

2.10. Prognosis

Prognosisnya baik jika penyakit ini diberikan obat yang tepat secara
teratur dan pasien selalu menjaga kebersihan serta higenitas. Potensi berulangnya
penyakit ada, namun dapat dicegah.1,2

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Widaty, S dan Budimulja, I. Dermatofitosis : Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Edisi Ke-7. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2016. Hal : 109 - 116.
2. Wolff, K., Johnson, RA., Saavedra, AP. Tinea Pedis : Fitzpatricks Color
Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Seventh Edition. New York:
McGraw-Hill Education. 2013. Page: 610 - 613.
3. Schieke, SM., Grag, A. Superficial Fungal Infection : Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Eighth Edition. New York: McGraw-
Hill Education. 2012. Page: 2277 - 2297.
4. Susanto, I., Sungkar, S., dkk. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal: 320.
5. Burns, T., Breathnach, S., et al. Tinea Pedis : Textbook of Dermatology. Eighth edition.
West Sussex: Wilwy-Blackwell. 2010. Page: 36.30 - 36.32

14

Anda mungkin juga menyukai