Hasil dari penelitin tentang flavonoid dan oksidasi lipoprotein sangat bervariasi.
Beberapa menimbulkan efek dan bebeapa tidak. Beberapa variabilitas mungkin
diakibatkan oleh perbedaan rancangan penelitian. Perbedaan ini ditulis dalam tabel
8.5. Faktor pertama yaitu perbedaan jenis flavonoid, ini menjadi sangat penting, tapi
tidak menjawab secara keseluruhan. Misalnya, sebuah penelitian flavonoid pada teh
memiliki efek pada oksidasi LDL, sementara yang lain tidak.
Ini mungkin benar dalam beberapa kasus, tapi tidak pada kasus lain.
Laboratorium kami mempertimbangkan masalah ini untuk dosis tinggi, suplemen
kuersetin, suplementasi flavonoid kompleks pada pohon jeruk untuk wanita dengan
diabetes tipe II. Pengobatan 3 minggu tidak mengubah waktu jeda oksidasi atau laju
propagasi oksidasi LDL + VLDL. Penilaian sederhana senyawa seperti kuersetin
dalam plasma menunjukkan bahwa suplementasi dapat meningkatkan kadar plasma
serupa dengan ion tembaga yang smenghambat oksidasi LDL + VLDL secara in vitro.
Sebaliknya, dalam penelitian lain, konsumsi teh memang mempengaruhi oksidasi LDL
Ex vivo meskipun flavonoid katekin menurunkan kadar plasma dengan menghambat
oksidasi LDL in vitro. Dengan demikian, perbedaan antara konsentrasi flavonoid
dalam plasma dan yang digunakan untuk mengumpulkan data in vitro tidak dapat
menjelaskan semua perbedaan hasil penelitian oksidasi lipoprotein.
Masalah lain adalah seberapa banyak flavonoid ada dalam plasma, setelah
dicerna oleh mulut, lipoprotein tetap pada isolasi sebelum memulai oksidasi in vitro.
Jelas, saat flavonoid ditambahkan langsung ke isolasi lipoprotein untuk mempelajari
oksidasi in vitro, semua flavonoid yang ditambahkan ada selama penilaian oksidasi.
Di sisi lain, ini belum tentu benar untuk flavonoid yang tertelan. Dengan demikian,
flavonoid yang berbeda dapat terbentuk secara berbeda selama oksidasi lipoprotein.
Ini bisa menjadi sangat penting dalam menentukan bagaimana perbedaan jenis
flavonoid yang dikonsumsi dapat mempengaruhi hasil oksidasi lipoprotein.
Namun, ini mungkin tidak selalu terjadi. Flavonoid yang tertelan mungkin tidak
selalu bersama dengan lipoprotein setelah isolasi untuk mempengaruhi data oksidasi
yang didapat ex vivo. Pertimbangan penting di sini adalah bahwa lipid hydroperoxide
yang ada di dalam lipoprotein mempengaruhi oksidasi yang diukur ex vivo. Variabel
ini tergantung pada proses yang terjadi secara in vivo. Proses ini bisa dipengaruhi
oleh antioksidan yang tidak mengisolasi lipoprotein setelah darah diambil. Misalnya
flavonoid bisa mengambil radikal bebas in vivo sebelum mereka mencapai lipoprotein
untuk menghasilkan lipid hydroperoxide. Flavonoid juga bisa menurunkan kadar
sekresi fagosit radikal yang menghasilkan lipid hydroperoxide dalam lipoprotein.
Beberapa data secara langsung mendukung gagasan bahwa flavonoid tidak harus
selalu berasama dengan lipoprotein terisolasi untuk mempengaruhi data oksidasi
yang didapat ex vivo. Contoh yang utama yaitu mengkonsumsi isoflavon kedelai dapat
menghambat oksidasi LDL ex vivo meski kandungan isoflavon rendah dalam LDL
yang terisolasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme pertama dari Tabel 8.1, pengambilan
radikal bebas, telah ditunjukkan dengan baik secara in vitro. Ini telah dilakukan dengan
berbagai macam kondisi percobaan. Misalnya, berbagai flavonoid telah menghasilkan
tindakan antioksidan melawan radikal yang dihasilkan dan terdeteksi dalam beberapa
cara. Metode turunan termasuk sistem enzim, reaksi kimia organik nonenzimatik, dan
penggunaan katalis logam. Metode deteksi meliputi resonansi spin elektron langsung
(ESR) yang diukur dari hilangnya radikal bebas, luka pada pembiakan sel dan organel
sel, berkurangnya produksi produk oksidan, dan penghambatan oksidasi molekul
target seperti lipid, lipoprotein, liposom, atau DNA. Flavonoid mampu melakukan
pengambilan radikal secara langsung. Namun, kumpulan data in vitro belum
menyelesaikan tiga pertanyaan penting:
Masalah lain dengan data penghambatan xanthine oxidase saat ini adalah
bagaimana penghambatan dilakukan. Flavonoid dapat mengendapkan protein secara
in vitro, yang dapat menjelaskan penghambatan aktivitas xanthine oxidase in vitro.
Namun, presipitasi yang sama ini mungkin tidak terjadi secara in vivo. Dalam situasi
yang terakhir, flavonoid dapat mengikat nonspesifik ke banyak makromolekul. Dalam
hal ini, jumlah yang mengikat satu makromolekul tertentu mungkin tidak cukup untuk
menyebabkan presipitasi. Satu penelitian memang memberikan beberapa bukti
bahwa keberadaan protein selain xantin oksidase tidak sepenuhnya menghalangi
penghambatan flavonoid xantin oksidase in vitro. Dalam penelitian ini, penambahan
albumin hanya mencegah penghambatan xanthine oxidase oleh flavonoid tertentu.
Meskipun ini adalah pengamatan yang berguna, diperlukan lebih banyak penelitian
untuk menetapkan pentingnya penghambatan xantin oksidase in vivo oleh flavonoid.
Masalah yang sedikit berbeda yang dapat dibahas yaitu efek flavonoid pada
xanthine oxidase. Enzim ini bisa ada dalam dua bentuk: bentuk dehydrogenase yang
tidak menghasilkan radikal superoksida dan bentuk oksidase yang telah terjadi.
Konversi ke bentuk oksidase dianggap sebagai kontributor terhadap masalah
kesehatan tertentu seperti cedera reperfusi. Suatu penelitian pada tikus menunjukkan
bahwa, beberapa flavonoid menghambat konversi ke bentuk oksidase selama
reperfusi ginjal. Diharapkan pengamatan yang menarik ini akan memacu kerja lain di
bidang ini.
Meskipun bab ini berfokus pada kemungkinan efek antioksidan flavonoid, tentu
saja ada sejumlah besar makalah tentang efek prooksidasi. Beberapa zat kimia yang
bisa membuat flavonoid pengambil radikal bebas, dalam keadaan tertentu, juga dapat
menghasilkan reaksi oksidan. Reaksi ini dapat merusak molekul biologis yang sama
dengan flavonoid yang seharusnya dapat melindungi dari oksidasi. Satu masalah
besar di seluruh wilayah ini adalah apakah tindakan prooksidan ini dapat terjadi secara
in vivo, dan jika demikian, dalam keadaan apa. Sejauh ini, bukti tindakan prooksidan
flavonoid telah dilakukan terutama untuk penelitian yang dilakukan secara in vitro.
Namun, jika flavonoid terus mendapat perhatian untuk kemungkinan efek pada bidang
kesehatan, masalah tindakan prooksida juga harus ditangani.
VII. RINGKASAN