Anda di halaman 1dari 26

2.1.

DEFINISI ANALGESIK, ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI

2.1.1 Analgesik

Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa

menghilangkan kesadaran.

2.1.2 Antipiretik

Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-

antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh

yang tinggi.

2.1.3 Antiinflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang

disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi

adalah usaha tubuh untuk mengaktifasi atau merusak organisme yang menyerang,

menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan

lengkap, proses peradangan biasanya reda. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa

dicetuskan oleh suatu zatyang tidak berbahayaseperti tepung sari, atau oleh suatu respon

imun, seperti asma atau artritisrematid.

Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan peradangan

2.2 CARA KERJA DARI ANALGESIK, ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI

Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa

neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade

sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga

rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.


Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya

gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri

disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan

kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini

merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan

jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf

pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri

dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.

2.3 MACAM-MACAM ANALGESIK

2.3.1 Macam-Macam Analgesik

a. Analgesik opioid / analgesik narkotika

Merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin.

Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.

Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk

mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan

analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.

Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker.

Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu : obat

perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein

atau tramadol, obat sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna

memperkuat analgetik dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum, seperti psikofarmaka

(amitriptilin, levopromazin atau prednisone).

Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja

yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan

menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi


dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan

gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan.

Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer,

dan efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis

yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan.

Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk

nyeri walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di Indonesia tersedia dalam bentuk

injeksi dan masih merupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik

narkotika lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan

ganguan mental.

Ada 3 golongan obat ini yaitu :

1. Obat yang berasal dari opium-morfin.

2. Senyawa semisintetik morfin, dan

3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang samapi sekarang masih digunakan di
Indonesia :
- Morfin HCL,

- Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),

- Fentanil HCL,

- Petinidin, dan

- Tramadol.

b. Analgesik Non Narkotik

Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat-

obat inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat,
tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga

memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut

juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur

kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan

bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.

Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau di tempat cedera.

Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti

brandikinin, PG, dan histamine. PG dan brankinin menstimulasi ujung staraf perifer dengan

membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan brankinin sehingga

menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan

sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol).

Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat.

c. Analgesik Antipiretik Non-Narkotika


Analgesik: anti nyeri

Antipiretik: anti demam

Obat non narcotik analgetik antipiretik: obat yang dapat menghilangkan/ mengurangi rasa

nyeri dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, tanpa mengganggu

kesadaran

Cara Kerja

Analgesik:

Central (Thalamus) dengan jalan meningkatkan nilai ambang rasa nyeri

Perifer: merubah interpretasi rasa nyeri

Antipiretik: melalui termostat di hipotalamus mempengaruhi pengeluaran panas dengan

cara: vasodilatasi perifer dan meningkatkan pengeluaran keringat

Anti inflamasi: menghambat sintesa prostaglandin


Prostaglandin menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal

Farmakodinamik
Efek analgesik: efektif terhadap nyeri intensitas rendah sampai sedang (sakit kepala, mialgia,

artralgia, nyeri yang berasal dari integumen, nyeri inflamasi)

Efek antipiretik: menurunkan suhu saat demam, (fenil butason dan antirematik tidak

dibenarkan sbg antipiretik)

Efek anti inflamasi: untuk kelainan muskuloskeletal (artritis rematoid, osteoartritis,

spondilitis ankilosa), hanya simptomatis

Efek samping
Induksi tukak lambung, kadang disertai anemia skunder akibat perdarahan saluran cerna

Gangguan fungsi trombosit gangguan biosintesis tromboksan A2 (TXA2)

perpanjangan waktu perdarahan (efek ini dimanfaatkan untuk profilaksin trombo-emboli)

Gagal ginjal pada penderita gangguan ginjal gangguan homeostasis ginjal

Reaksi alergi: rinitis vasomotor, edem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi

sampai syok

Klasifikasi non narkotik Analgesik Antipiretik

1. Salisilat

2. Asam organik

3. Para aminofenol

4. Firazolon

5. Quinolon

6. Non Addicting Opioid

Golongan Salisilat
Merupakan derivat asam salisilat, berasal dari tumbuhan Willow Bark = Salix alba

Efek farmakologi:

Anti inflamasi menghambat sintesa prostaglandin

Analgesik sentral dan perifer

Antipiretik termostat hipotalamus

SSP respirasi (dosis tinggi depresi pernafasan respirasi alkalosis

metabolik asidosis, behavior, nausea dan vomiting

Efek farmakologi:

Endokrin ACTH , sintesa protrombin , menghambat agregasi trombosit

(blooding time )

Farmakokinetik:

Reabsorbsi di lambung dan usus,

Distribusi ke semua jaringan, dapat menembus plasenta

Ekskresi melalui urine

Penggunaan Klinis:

Sistemik: analgetik, antipiretik, anti inflamasi, anti gout

Lokal: keratolitik, counter iritant

Reaksi merugikan:

Efek samping: iritasi lambung, alergi

Toksisitas: salicylisme, hipertermis, gangguan behavior, respirasi alkalosis


Sediaan:

Acetyl Salicylic Acid (aspirin, acetosal)

Sodium salisilat

Salicylamid

Salicylic acid sebagai topikal

Metil salicylat sebagai topikal

Golongan Asam Organik

Dibanding aspirin, kurang efektif (sebagai antiinflamasi, analgesik), toksisitasnya

lebih kecil

Efek: analgesik, antipiretik, anti inflamasi, iritasi pada lambung, menghambat sintesa

protrombin dan agregasi trombosit

Sediaan:

Mefenamic acid (Ponstan), Indometacin (Indocin), Ibuprofen (Brufen), Meclofenamat

(Meclomen), Fenbufen (Cybufen), Carprofen (Imadil), Diclofenac (Voltaren),

Ketoprofen (Profenid)
Golongan Para Amino Fenol

Indikasi:

Sebagai analgesik dan antipiretik

Jangan digunakan dalam jangka waktu lama nefropati analgesik

Sediaan;

Tablet 500mg

Sirup 120mg/5ml

Dosis:

Dewasa: 300 1g per kali maksimum 4x

Anak: 10 mg/kgBB/kali maksimum 4x

Perbedaan dengan salisilat:

Kurang atau tidak iritasi terhadap gaster

Tidak mempunyai sifat anti inflamasi

Tidak mempunyai efek uricosuric

Reaksi merugikan:

Alergi: eritem, urtikaria, demam, lesi mukosa

Intoksikasi akut: dizzines, excitement, diorientasi, central lobuler necrosis hepar, renal

tubuler necrosis, methaemogloninemia, anemia hemolitik


Reaksi merugikan:

Intoksikasi kronis: hemolitic anemia, methaemoglobinemia, kelainan ginjal

(interatitiel necrosis, papillary necrosis)

Sediaan:

Fenasetin

Asetaminofen (Parasetamol)

Golongan Pirazolon

Efek farmakologi:

Analgesik meningkatkan nilai ambang rasa nyeri

Antipiretik mempengaruhi termostat

Anti inflamasi efeknya lemah

Kurang iritasi lambung kecuali fenilbutazon

Reaksi merugikan:

Agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia, hemolisis, udem, tremor, mual,

muntah, perdarhan lambubg, anuria.

Efek merugikan;

Fenil butazon, Oksifenbutazon: edema (retensio urina), mulut kering, nausea,

vomiting, perdarahan lambung, renal tubuler necrosis, liver necrosis, alergi

(dermatitis exfoliative), agranulositosis


Kontra indikasi: ulcus pepticum, hipertensi, (karena sifat retensi air dan natrium) dan

alergi

Fenilbutazon: digunakan untuk mengobati artritis rematoid

Efek antiinflamasinya sama kuat dengan salisilat, serta punya efek uricosuric ringan

payah jantungEfek retensi natrium dan klorida menyebabkan edema dan

bertambahnya volume plasma

Diabsorbsi cepat po kadar maksimum 2 jam

Indikasi: pirai akut, artritia rematoid, gangguan sendi (spondilitis ankilosa,

osteoartritis)

Sediaan:

Aminopirin (piramidon) dan Antipirin (fenazon) tidak digunakan lagi (1977)

karena toksik nitrosamin (karsinogenik)

Fenilbutazon (butazolidin) dan Oksifenbutazon karena toksisitasnya (koma,

trismus, kejang, syok, asidosis metabolik, depresi sumsum tulang, proteinuria,

hematuria, oliguria, gagal ginjal, ikterus) digunakan jika obat lain yang lebih aman

tidak ada

Dipiron (antalgin/novalgin): Tablet 500 mg dan larutan suntik 500 mg/ml

Dipiron: hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik, antiinflamasinya lemah

Keamanan diragunakan, sebaiknya digunakan secara suntikan

Efek samping dan intoksikasi:


Agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia (perhatikan penggunaan jangka

panjang)

Hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, perdarahan lambung dan anuria

AINS lainnya

Asam mefenamat dan Meklofenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti

inflamasi kurang efektif dibanding aspirin, tidak dianjurkan untuk anak, wanita hamil

dan pemakaian >7 hari

Terikat sangat kuat pada protein plasma perhatikan interaksi dengan antikoagulan

Efek samping: dispepsia, iritasi lambung, diare, alergi(eritem kulit, bronkospasme),

anemia hemolitik

Dosis: 2-3kali 250-500mg

Diklofenak: absorbsi cepat dan lengkap

Efek samping: mual, gastritis, eritema kulit, sakit kepala

Tidak disarankan pada waktu wanita hamil

Dosis dewasa; 100 150 mg sehari terbagi 2-3 dosis

Ibuprofen bersifat analgesik, antiinflamasinya tidak kuat, tidak dianjurkan pada

wanita hamil dan menyusui

Absorbsi melalui lambung, kadar maksimum 1-2 jam

Efek samping: saluran cerna (lebih ringan dibanding aspirin), eritema kulit, sakit

kepala, trombositopenia

Dosis: 4 x 400mg
Piroksikam: indikasi untuk antiinflamasi sendi (artritis reumatoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa),

Efek samping: iritasi lambung, pusing, tinitus, nyeri kepala, eritema kulit,

Tidak dianjurkan pada wanita hamil, ulcus peptikum dan terapi antikoagulan

Dosis: 10 20 mg per hari

Obat Pirai

Ada 2 macam:

1. Obat yang menghentikan proses inflamasi akut: kolkisin, fenilbutason,

oksifenbutason, indometasin

2. Obat yang mempengaruhi kadar asam urat: probenesid, alopurinol dan sulfinpirazon

Kolkisin

Merupakan alkaloid dari bunga leli (Colchicum autumnale)

Sifat anti inflamasi-nya spesifik untuk pirai tidak secara umum

Tidak meningkatkan: ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah

Indikasi: pirai

Dosis: 0,5 0,6 mg tiap jam sampai gejala akut reda atau gangguan saluran cerna

timbul
Alopurinol

Menurunkan kadar asam urat

Obat ini bekerja menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin

xantin asam urat

Efek samping: reaksi kulit (kemerahan), alergi (demam, menggigil, leukopenia,

leukositosis, eosinofilia, artralgia, pruritus)

Dosis: 200 400 mg sehari

2.3.2 Cara Pemberantasan Rasa Nyeri

Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik perifer

atau oleh anestetik lokal.

Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anestetik

local.

Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan

anestetik umum.

2.4. KEGUNAAN DARI ANALGESIK, ANTIPIRETIK, ANTIINFLAMASI

Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus

diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan

cacat pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta

sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama

dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.

Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik,

maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh
toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya

gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru

muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika

menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada

pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal.

Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin

dalam kandungan.

Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut:
a. Fase Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.Pada fase ini obat dapat

member pengaruh buruk atau mingkin tidak sama sekali.Jika terjadi pengaruh buruk biasanya

menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).

b. Fase Embrional atau Organogenesis,yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu.Pada fase

ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga

merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh

teratogenik). Selama embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena

selama waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu yang

berbeda-beda. Jika blastula yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan

tidak letal maka terdapat kemungkinan untuk restitutio ad integrum. Sebaliknya jika bahan

yang merugikan mencapai blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat

(pembentukan salah).

Berbagai pengaruh buruk yang terjadi pada fase tersebut antara lain:

Gangguan fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian

jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan.

Pengaruh letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus.


Pengaruh sub-letal,tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik

(struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri berasal dari

bahasa yunani yang berarti monster.

c. Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.Dalam fase ini terjadi maturasi

dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin.Pengaruh buruk senyawa asing bagi janin dalam fase

ini dapat berupa gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau

biokimiawi organ-organ.

Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini berkaitan dengan

masalah fisiologis dari si ibu karena adanya karena adanya tarikan otot-otot dan sendi karena

kehamilan maupun sebab-sebab yang lain.Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses

radang,pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife

pendek.Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses radang,umunya diperlukan pengobatan

dalam waktu tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar

dapat ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.

Pemakaian NSAID(Non steroid anti infamantory Drug ) sebaiknya dihindari pada TM

III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita

hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin,

menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan

NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa

hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan

ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam

mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac,

tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesa


prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan, NSAID dapat memperpanjang

masakehamilan.

2.5 CONTOH DARI MASING-MASING OBAT ANALGESIK ANTIPIRETIK, DAN

ANTIINFLAMASI

2.5.1 Contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia:


1. Aspirin menghambat sintesis prostaglandin. Ketika diberikan kepada wanita hamil dapat

menyebabkan penutupan prematur ductus arteriousus janin, persalinan dan kelahiran

tertunda, meningkatkan waktu perdarahan pada janin maupun ibu karena efek anti

plateletnya.Penggunaan aspirin yang kronik di awal kehamilan berhubungan dengan anemia

pada wanita hamil. Aspirin terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin.

Selain itu, aspirin memicu komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan aspirin masih

ditemukan dalam ASI. Tubuh bayi akan menerima 4-8% dosis aspirin yang dikonsumsi oleh

ibu. Penelitina mengatakan bahwa bayi memilim ASI dari ibu yang mengkonsumsi aspirin

berisiko untuk menderita Reyes Syndrome yang merupakan suatu penyakit gangguan fungsi

otak dan hati. Karenanya, hindari pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga.

a) Farmakodinamik

Efek Analgesik :

-menghambat sintesis PGE&PGI

Efek Antipiretik :

-memperbaiki fungsi termostat di hypothalamus, hambatan sintesis PGE2

-me pengeluaran keringat, vasodilatasi perifer

Efek Antiinflamasi :

-hambatan sintesis PGE2 & PGI2

-tidak menghambat migrasi sel

Efek pada darah :

-waktu perdarahan
-hipoprotrombinemia

-platelet disfungsi menghambat agregasi

Efek pada metabolisme :

-dosis > hiperglikemia glukosuria

Efek pada kelenjar endokrin :

-dosis > hiperglikemia

-rangs hypothalamus steroid bebas darah >

Efek pada SSP :

-dosis > intoksikasi

-salisilismus pusing, bingung, tinitus, vertigo

Efek anti Gout :

-dosis > (5 gr) hambt reabs urikosurik

-dosis < (1-2gr) hambt sekresi eks <

Efek pada G.I. tract :

-iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke mukosa kerusakan jaringan

-sistemik: hambatan sints PGE 2 & PGI 2 (hambatan sekresi asm lambung &

merangsang sekresi mukus bersifat sitoprotektif)

Efek pada pernapasan :

-dosis tx respirasi alkalosis terkompensasi

dosis > depresi pernafasan

Efek pd hepar & ginjal :

-hambatan PGE2 gangguan hemostasis ginjal


-SGOT & SGPT hepatomegali, ikterus

b) Farmakokinetik

Topikal : Asam salisilat; Metil salisilat

Distribusi :

a. Seluruh jaringan tubuh & cairan transelular

b. Cairan sinovial, spinal, peritoneal, liur, ASI

c. Menembus sawar otak & uri

Metabolisme : di hepar

Ekskresi :

- Urine >>>> - Keringat > - Empedu >

Efek samping :

-Iritasi lambung

-Allergi

-Kemungkinan peningkatan perdarahan

Penggunaan klinis :

-Analgesik - Antipiretik

-Demam reumatik akut

-Reumatoid artritis

-Mencegah trombus

Kontra Indikasi :

-Ulkus peptikum

-Haemophylia

-Allergi
2. Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang

memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan

anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan). Paracetamol paling aman jika diberikan

selama kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama

bisa menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal. sehingga dikategorikan sebagai

analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik

ringan.Parasetamol merupakan contoh obat dalam golongan ini.Beberapa macam merk

dagang, contohnya Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang nyeri) bisa

diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex.

3. Antalgin

Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik) turunan NSAID, atau Non-

Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Antalgin lebih banyak bersifat analgetik. Pemakaiannya

dihindari saat hamil TM I dan 6 minggu terakhir.

4. Analgesik Opiate

Pemakaian obat-obatan analgetika narkotik pada kelahiran kemungkinan dapat menyebabkan

terjadinya depresi respirasi pada janin yang manifest sebagai asfiksia pada waktu lahir.

Namun demikian ternyata berdasar penelitian, morfin sendiri tanpa disertai dengan faktor-

faktor pendorong lain, baik yang berasal dari ibu atau janin, tidak secara langsung

menyebabkan asfiksia. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa obat-obat opiate dapat dipakai

begitu saja.dalam proses kelahiran. Risiko terjadinya depresi kardiorespirasi harus selalu

diperhitungkan pada pemakaian obat-obat analgetika narkotik paada kelahiran.

Kemungkinan lain juga dapat terjadi bradikardi pada neonatus. Petidin merupakan analgetika

narkotika yang dianggap paling aman untuk pemakaian selama proses persalinan (obstetric-

analgesics). Tetapi kenyataannya bayi-bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan petidin
selama proses kelahiran menunjukkan skala neuropsikologik lebih rendah dibanding bayi-

bayi yang ibunya tidak mendapatkan obat apapun atau yang mendapatkan anestesi lokal.

Sehingga karena alasan ini maka pemakaian petidin pada persalinan hanya dibenarkan

apabila anestesi epidural memang tidak memungkinkan.

Pemakaian analgetika narkotik selama kehamilan atau persalinan dapat mengurangi

kontraktilitas uterus sehingga memperlambat proses kelahiran. Terhadap ibu, karena depresi

fungsi otot polos dapat terjadi penurunan motilitas usus dan stasis lambung dengan segala

konsekuensinya.

Penyalahgunaan obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan

ketergantungan pada janin dalam kandungan. Hal ini akan manifest dengan munculnya gejala

gejala withdrawl pada bayi yang baru lahir. Gejala-gejala tersebut meliputi muntah, diare,

tremor, mudah terangsang sampai kejang.

5. Ibuprofen

Merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat

analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan

aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

2.5.2 Contoh Obat Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru


Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1. Derivat asam propionate
2. Derivat inidol
3. Fenamat
4. Asam pirolalkanoat
5. Derivate Pirazolon
6. Aksikam
7. Asam salisilat
Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID mempunyai mekanisme yang sama dengan

aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.

Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit,

basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah terhadap

bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan meniadakan

vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-

beda. Mereka semua juga :

1. Analgesik

2. Antiinflamasi

3. Antipiretik

4. Menghambat agregasi platelet

5. Menyebabkan iritasi lambung

6. Bersifat nofrotoksik

1. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg,

efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek

analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam ,

metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah.

2. Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis

(inflamasi) ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu

nefrotoksis, interik, nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan

kardiovaskuler.

3. Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi

efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di

hati. Waktu paro serum 2 jam.

4. Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi

sulfide, duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain.

Dapat juga terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom

nefrotik. Dosis rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.

5. Maclofenamate

Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu

paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek

sampingnya menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan

disbanding yang lain.

Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis

untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.

6. Asam Mefenamat

Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang

kuat disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih

dari 1 minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa),

selanjutnya 250 mg.

7. Tolmetin

Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya

terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya

pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari

8. Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi

di temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia

hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta

nekrosis hepar dan tubuler ren.

9. Piroxicam

Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini

cepat diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari

kadar puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk

lainnya ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit

10. Diflunisal

Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma

ialah 8-12 jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia

mempnyai efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil.

Indikasinya ialah nyeri dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain

11. Meloxicam

Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif

(COX-2). Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada

saluran gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan

antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan

perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum

dan sesudah pengobatan.

2.5.2 Contoh Obat-Obat AntiInflamasi

NSAID dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:


1. golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium

salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid)

2. golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan

oksametasin)

3. golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen,

indoprofen, naproxen, dan ketorolac),

4. golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam

flufenamat, dan asam tolfenamat)

5. golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon)

6. golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),

7. golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),

8. golongan sulfonanilida (nimesulide)

9. golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).

Secara umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala penyakit berikut:

rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit kepala, nyeri

setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan, demam, ileus, dan renal colic.

NSAID merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam efek

samping utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran pencernaan (mual,

muntah, diare, pendarahan lambung, dan dispepsia) serta efek samping pada ginjal

(penahanan garam dan cairan, dan hipertensi). Efek samping ini tergantung pada dosis yang

digunakan.

Obat anti inflamasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu:


1. Glukokortikoid (Golongan Steroidal) yaitu anti inflamasi steroid. Anti Inflamsi steroid

memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan

aktivitas fosfolipase. contohnya gologan Prednisolon.


2. NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) juga dikenal dengan AINS (Anti

Inflamasi Non Steroid) NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi

tidak enzim lipoksigenase. Contoh Obat AntiInflasmasi golongan NSAIDs adalah Turunan

Asam Propionat (Ibuprofen, Naproxen), Turunan Asam Asetat (Indomethacin), Turunan

Asam Enolat (Piroxicam).

Obat AntiInflamasi pada umumnya bekerja pada enzim yang membantu terjadinya inflamasi,

Namun Pada umumnya Obat Antiinflamasi bekerja pada enzim Siklooksigenase (COX) baik

COX1 maupun COX2

Mekanisme Kerja
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam

arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan

kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform

disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan

ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai

fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, salurancerna dan

trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat

sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulusinflamatoar,

termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors).

Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan

vaskulardan pada proses perbaikan jaringan. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1

dari pada COX-2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX

untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan

pendarahan. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi pada lingkungan

yang rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga menghambat isoenzim
COX-3,suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya terdapat di otak. Aspirin sendiri

menghambat dengan mengasetilasi gugus aktiv serin dari COX-1, trombosit sangat rentan

terhadap enzim karena trombosit tidak mampu mensintesis enzim baru. Dosis tunggal aspirin

40 mg sehari cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa

hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berarti bahwa pembentukan trombosit kira-kira 10%

sehari. Untuk fungsi pembekuan darah aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga

pembekuan darah tetap dapat berlangsung. Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik,

analgesik, dan antiinflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya

parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya

lemah sekali. Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan suhu badan dalam

keadaan demam.

Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik ,tidak semuanya

berguna sebagai antipiretik karena sifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.

Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutamaCOX-3 dimana

hanya parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan

antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut

menghambat enzim siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien, sehingga

produksi prostaglandin turun, jumlah prostaglandin turun sehingga set point mengatur suhu

tubuh. Obat: paracetamol, peroksikam, fenilbutazon, diklofenak, ibuprofen(neoremasil),

metamizol (antalgin), asetosal (aspirin), indometasin, dan naproxen.

Anda mungkin juga menyukai