SIDRAP
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)
ABSTRAK
Bencana alam geologi berupa gerakan tanah (longsor) frekuensi kejadiannya cenderung
meningkat dari waktu ke waktu. Dalam Undang undang No. 24 tahun 2007,
Penanggulangan Bencana dapat dilakukan pada saat pra bencana. Salah satunya dengan
mengidentifikasi potensi-potensi bencana yang dapat terjadi. Identifikasi zona kerentanan
gerakan tanah di Kabupaten Sidrap dilakukan dengan melakukan analisis data berupa
overlay peta parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan
menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Hasil kajian menunjukkan bahwa zona
kerentanan gerakan tanah di Kabupaten Sidrap mempunyai tingkat kerentanan bervariasi,
mulai dari zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi dengan persentase 9,1%, tinggi
21,7%, Sedang 22,0% dan rendah 47,2%. Perlu pengkajian lebih lanjut dalam rangka
mitigasi bencana gerakan tanah untuk menghindari kerugian material dan korban jiwa
dimasa yang akan datang
Kata Kunci : Zona kerentanan gerakan tanah, Sistem Informasi Geografi (SIG)
1. PENDAHULUAN
Gerakan tanah adalah suatu peristiwa alam yang pada saat ini frekuensi kejadiannya semakin
meningkat. Fenomena alam ini berubah menjadi bencana alam ketika gerakan tanah tersebut
menimbulkan korban baik berupa korban jiwa maupun kerugian harta benda dan hasil budaya
manusia. Indonesia yang sebagian wilayahnya berupa daerah perbukitan dan pegunungan,
menyebabkan sebagian wilayah Indonesia menjadi daerah yang rawan kejadian gerakan
tanah. Intensitas curah hujan yang tinggi dan kejadian gempa yang sering muncul, secara
alami akan dapat memicu terjadinya bencana alam gerakan tanah (Subowo, 2003).
Ketersediaan informasi yang lengkap dan akurat mengenai zona kerentanan gerakan tanah
beserta kebijakan yang bisa dijadikan dasar dalam setiap aktivitas pengembangan merupakan
hal yang sangat diperlukan demi mencegah dan meminimalkan korban jiwa dan dampak
ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana alam gerakan tanah, dan lebih jauh sebagai masukan
bagi penyusunan tata ruang berdasarkan zona kerentanan gerakan tanah. Bertolak dari
pemikiran tersebut di atas, maka dilakukan kajian dalm rangka mengidentifikasi zona
kerentanan gerakan tanah di Kabupaten Sidrap.
2. METODOLOGI
2.1 Lokasi Kajian
Identifikasi Zona Kerentanan gerakan tanah akan dilakukan pada Kabupaten Sidrap yang
secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut
berjarak + 200 Km dari Makassar ke arah Utara dan dapat dijangkau dengan menggunakan
kendaraan bermotor baik beroda empat maupun beroda dua melalui jalan poros Makassar
Sidrap dengan waktu tempuh sekitar 4 jam.
Penentuan daerah Kabupaten Sidrap sebagai lokasi kajian didasarkan pertimbangan bahwa
Kabupaten Sidrap memiliki topografi pegunungan 60% dari total luas wilayah, dimana area
pegunungan tersebut merupakan bagian dari gunung Latimojong (3.680 mdpl) yang
merupakan gunung tertinggi di Sulawesi Selatan. Kondisi tersebut rentan dengan terjadinya
bencana gerakan tanah (longsor) sehingga diperlukan identifikasi zona kerentanan gerakan
tanah sebagai bagian penanggulangan pra bencana.
Zona kerentanan gerakan tanah yang dimaksud di dalam kajian ini didasarkan pada Permen
PU No.22/PRT/M/2007), yaitu:
Zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi, merupakan daerah dengan penjumlahan
parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang
memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 24 29.
Zona kerentanan gerakan tanah tinggi, merupakan daerah dengan penjumlahan parameter
kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang memiliki nilai
skor dan bobot kepentingan berkisar antara 19 23.
Zona kerentanan gerakan tanah sedang, merupakan daerah dengan penjumlahan
parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang
memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 13 18.
Zona kerentanan gerakan tanah rendah, merupakan daerah dengan penjumlahan
parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang
memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 6 - 12.
b. Struktur Geologi
Struktur geologi merupakan zona lemah pada suatu batuan atau litologi. Rekahan yang
terjadi mengurangi daya ikat batuan sehingga mengurangi tingkat resistensi batuan
tersebut. Selain itu rekahaan yang terbentuk juga menjadi jalan tempat masuknya air
sehingga pelapukan dan erosi berjalan dengan lebih intensif. Batuan yang terkena struktur
cukup intensif mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya gerakan tanah.
Gambar 3 Peta Buffer Struktur Geologi Kab. Sidrap
Faktor Eksternal
a. Kelerengan
Kelerengan merupakan tingkat kemiringan yang tercermin dalam morfologi. Semakin
besar tingkat kelerengan pada umumnya akan semakin menambah kemungkinan
terjadinya gerakan tanah pada suatu daerah. Hal ini juga berhubungan dengan adanya
gaya gravitasi yang menarik massa batuan dari atas ke bawah. Semakin tinggi tingkat
kelerengan maka batuan akan semakin mudah tertarik ke bawah sehingga mengakibatkan
terjadinya gerakan tanah.
Pembobotan dilakukan dengan memberi nilai pada setiap faktor faktor tersebut
kemudian dilakukan metode kuantitatif dengan menggunakan bantuan program
Geographic Information System (GIS). Perhitungan skor dan pembobotan dilakukan
dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Selain faktor faktor tersebut terdapat faktor lain yang berperan sebagai pemicu dari gerakan
tanah yaitu iklim. Iklim bersifat global dan menyeluruh. Keberadaan iklim sangat
berpengaruh pada tingkat curah hujan yang ada. Sebagian besar longsor yang terjadi di
daerah tersebut terjadi pada saat hujan atau sesaat setelah hujan berhenti. Hal ini menunjukan
penambahan air yang infiltrasi ke dalam tanah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya
gerakan tanah. Selain itu iklim juga berpengaruh kepada tingkat pelapukan dari litologi yang
ada di daerah tersebut. Iklim tropis yang ada cukup berperan dalam proses pelapukan yang
terjadi sehingga litologi yang ada di daerah tersebut mempunyai tingkat pelapukan yang
cukup tinggi.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka didapatkan 4 (empat) zona kerentanan
gerakan tanah di Wilayah Kabupaten Sidrap yaitu Kerentanan GerakanTanah Tinggi terdapat
di Kecamatan Pitu Riase, Pitu Riawa, panca Lautang dan Wattang Pulu. Kerentanan gerakan
tanah menengah tersebar di kecamatan Dua Pitue, Kulo, Tellu Limpoe dan Wattang Pulu.
Kerentanan gerakan tanah rendah dan sangat rendah tersebar di semua Kecamatan di
Kabupaten Sidrap.
Diperlukan kajian lebih lanjut berupa kajian penataan ruang dalam rangka mitigasi bencana
gerakan tanah untuk menghindari kerugian material dan korban jiwa dimasa yang akan
datang.
References
Badan Standardisasi Nasional, 2005, Penyusunan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah,
SNI 13-7124-2005, Jakarta.
Baja, S. (2005). Assessment Of Potentially Degraded Land Using Remote Sensing And Gis:
A Case Study Of The Bawakaraeng Gigantic Landslide, South Sulawesi. Pertemuan
Ilmiah Tahunan MAPIN XIV (pp. 13-18). Surabaya: MAPIN.
Baja, S. (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah: Pendekatan
Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Djuri, Sudjatmiko, Bachri, S., dan Sukido, 1998, Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat
Lembar Palopo, Sulawesi, Pusat Kajian dan Pengembangan Geologi, Direktorat
Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung
Karnawati, D. (2005). Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Yogyakarta: Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah
Mada.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1452 K/10/MEM/2000 tentang
Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2012 2032
Subowo, E. (2003). Pengenalan Gerakan Tanah. Bandung: Pusat Volkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi DESDM.
Van Zuidam, R. A. (1979). Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photographs.
Netherlands: International Institute for Aerial Survey and Earth Science.