Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH DI KAB.

SIDRAP
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

Muh. Rusli A P0204214317

Mahasiswa Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan,


Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Program Pascasarjana-Universitas Hasanuddin

ABSTRAK
Bencana alam geologi berupa gerakan tanah (longsor) frekuensi kejadiannya cenderung
meningkat dari waktu ke waktu. Dalam Undang undang No. 24 tahun 2007,
Penanggulangan Bencana dapat dilakukan pada saat pra bencana. Salah satunya dengan
mengidentifikasi potensi-potensi bencana yang dapat terjadi. Identifikasi zona kerentanan
gerakan tanah di Kabupaten Sidrap dilakukan dengan melakukan analisis data berupa
overlay peta parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan
menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Hasil kajian menunjukkan bahwa zona
kerentanan gerakan tanah di Kabupaten Sidrap mempunyai tingkat kerentanan bervariasi,
mulai dari zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi dengan persentase 9,1%, tinggi
21,7%, Sedang 22,0% dan rendah 47,2%. Perlu pengkajian lebih lanjut dalam rangka
mitigasi bencana gerakan tanah untuk menghindari kerugian material dan korban jiwa
dimasa yang akan datang

Kata Kunci : Zona kerentanan gerakan tanah, Sistem Informasi Geografi (SIG)

1. PENDAHULUAN
Gerakan tanah adalah suatu peristiwa alam yang pada saat ini frekuensi kejadiannya semakin
meningkat. Fenomena alam ini berubah menjadi bencana alam ketika gerakan tanah tersebut
menimbulkan korban baik berupa korban jiwa maupun kerugian harta benda dan hasil budaya
manusia. Indonesia yang sebagian wilayahnya berupa daerah perbukitan dan pegunungan,
menyebabkan sebagian wilayah Indonesia menjadi daerah yang rawan kejadian gerakan
tanah. Intensitas curah hujan yang tinggi dan kejadian gempa yang sering muncul, secara
alami akan dapat memicu terjadinya bencana alam gerakan tanah (Subowo, 2003).

Berdasarkan Undang-Undang No 24 Tahun 2007, tentang penanggulangan bencana,


perlindungan masyarakat terhadap bencana dimulai sejak pra bencana, pada saat dan pasca
bencana, secara terencana, terpadu dan terkoordinasi. Melalui kebijakan ini maka upaya yang
diambil dalam perencanaan wilayah adalah melalui pelaksanaan ruang berbasis mitigasi
bencana alam agar dapat ditingkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan
penghidupan masyarakat.

Ketersediaan informasi yang lengkap dan akurat mengenai zona kerentanan gerakan tanah
beserta kebijakan yang bisa dijadikan dasar dalam setiap aktivitas pengembangan merupakan
hal yang sangat diperlukan demi mencegah dan meminimalkan korban jiwa dan dampak
ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana alam gerakan tanah, dan lebih jauh sebagai masukan
bagi penyusunan tata ruang berdasarkan zona kerentanan gerakan tanah. Bertolak dari
pemikiran tersebut di atas, maka dilakukan kajian dalm rangka mengidentifikasi zona
kerentanan gerakan tanah di Kabupaten Sidrap.
2. METODOLOGI
2.1 Lokasi Kajian
Identifikasi Zona Kerentanan gerakan tanah akan dilakukan pada Kabupaten Sidrap yang
secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut
berjarak + 200 Km dari Makassar ke arah Utara dan dapat dijangkau dengan menggunakan
kendaraan bermotor baik beroda empat maupun beroda dua melalui jalan poros Makassar
Sidrap dengan waktu tempuh sekitar 4 jam.
Penentuan daerah Kabupaten Sidrap sebagai lokasi kajian didasarkan pertimbangan bahwa
Kabupaten Sidrap memiliki topografi pegunungan 60% dari total luas wilayah, dimana area
pegunungan tersebut merupakan bagian dari gunung Latimojong (3.680 mdpl) yang
merupakan gunung tertinggi di Sulawesi Selatan. Kondisi tersebut rentan dengan terjadinya
bencana gerakan tanah (longsor) sehingga diperlukan identifikasi zona kerentanan gerakan
tanah sebagai bagian penanggulangan pra bencana.

Gambar 1 Lokasi Kajian

2.2 Parameter Kerentanan


Longsor adalah bentuk lain dari degradasi lahan. Penelitian dari fenomena tersebut dapat
dilakukan pada daerah yang relatif besar dengan menggunakan penginderaan jauh dan GIS,
terutama dalam hal tingkat cakupan, dan penggunaan lahan dan efek tographic. Dengan
kemajuan alat-alat analisis seperti sistem informasi geografis (GIS) dan penginderaan jarak
jauh, memungkinkan untuk melakukan pengkajian pada area yang lebih luas (Baja., 2005).

Zona kerentanan gerakan tanah yang dimaksud di dalam kajian ini didasarkan pada Permen
PU No.22/PRT/M/2007), yaitu:
Zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi, merupakan daerah dengan penjumlahan
parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang
memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 24 29.
Zona kerentanan gerakan tanah tinggi, merupakan daerah dengan penjumlahan parameter
kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang memiliki nilai
skor dan bobot kepentingan berkisar antara 19 23.
Zona kerentanan gerakan tanah sedang, merupakan daerah dengan penjumlahan
parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang
memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 13 18.
Zona kerentanan gerakan tanah rendah, merupakan daerah dengan penjumlahan
parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang
memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 6 - 12.

2.3 Faktor faktor yang Berpengaruh Terhadap Gerakan Tanah


Faktor Internal
a. Litologi
Litologi dapat tersusun oleh batuan atau soil yang merupakan hasil dari lapukan batuan
tersebut. Litologi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya gerakan tanah.
Litologi dengan tingkat resistensi yang tinggi seperti batuan beku mempunyai
kemungkinan yang kecil untuk terjadi gerakan tanah. Sedangkan litologi dengan
resistensi yang rendah seperti soil lebih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah. Proses
erosi dan pelapukan juga sangat berperan dalam mengontrol tingkat resistensi suatu
litologi.

Gambar 2 Peta Litologi Kab. Sidrap

Tabel 1 Parameter Litologi


Intensitas Kepentingan
Parameter Litologi
Derajat Nilai Skor
Batuan Vulkanik Sangat Tinggi 4
Batuan Sedimen Tinggi 3
Batuan Metamorf Cukup Tinggi 2
Batuan Beku Rendah 1

b. Struktur Geologi
Struktur geologi merupakan zona lemah pada suatu batuan atau litologi. Rekahan yang
terjadi mengurangi daya ikat batuan sehingga mengurangi tingkat resistensi batuan
tersebut. Selain itu rekahaan yang terbentuk juga menjadi jalan tempat masuknya air
sehingga pelapukan dan erosi berjalan dengan lebih intensif. Batuan yang terkena struktur
cukup intensif mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya gerakan tanah.
Gambar 3 Peta Buffer Struktur Geologi Kab. Sidrap

Tabel 2 Parameter Struktur Geologi


Parameter Struktur Intensitas Kepentingan
Geologi Derajat Nilai Skor
< 100 m Sangat Tinggi 4
100 200 m Tinggi 3
200 300 m Cukup Tinggi 2
300 400 m Rendah 1

Faktor Eksternal
a. Kelerengan
Kelerengan merupakan tingkat kemiringan yang tercermin dalam morfologi. Semakin
besar tingkat kelerengan pada umumnya akan semakin menambah kemungkinan
terjadinya gerakan tanah pada suatu daerah. Hal ini juga berhubungan dengan adanya
gaya gravitasi yang menarik massa batuan dari atas ke bawah. Semakin tinggi tingkat
kelerengan maka batuan akan semakin mudah tertarik ke bawah sehingga mengakibatkan
terjadinya gerakan tanah.

Gambar 4 Peta Kelerengan Kab. Sidrap


Tabel 3 Parameter Kelerengan
Intensitas Kepentingan
Parameter Kelerengan
Derajat Nilai Skor
> 40o Sangat Tinggi 4
30o - 40o Tinggi 3
15o - 30o Cukup Tinggi 2
0 - 15o Rendah 1

b. Tata Guna Lahan dan Vegetasi


Tata guna lahan adalah hasil budaya yang dihasilkan oleh manusia. Beberapa diantaranya
adalah pemukiman, jalan, sawah dan sebagainya. Tataguna lahan juga berpengaruh
terhadap terjadinya gerakan tanah. Tataguna lahan dapat menambah beban yang harus
ditanggung suatu litologi. Apabila beban yang ditanggung lebih besar dari kekuatan
litologi untuk menahan beban, maka akan terjadi pergerakan. Vegetasi adalah segala jenis
tumbuhan yang ada di wilayah terebut. Contohnya adalah rumput dan semak belukar.
Vegetasi juga berpengaruh terhadap tingkat ketabilan lerang. Beberapa vegetasi dapat
meningkatkan kestabilan lereng karena akarnya dapat mengikat massa batuan sehingga
lebih kompak. Namun sebaliknya beberapa jenis vegetasi yang mempunyai akar yang
lemah justru dapat mengurangi tingkat kestabilan dari suatu lereng yang dapat berdampak
pada terjadinya gerakan tanah.

Gambar 5 Peta tata guna lahan Kab. Sidrap


Parameter Penggunaan Intensitas Kepentingan
Lahan Derajat Nilai Skor
Ladang dan Kebun Sangat Tinggi 4
Pemukiman Tinggi 3
Semak belukar / tegalan Cukup Tinggi 2
Persawahan Rendah 1

2.4 Analisis Data


Zonasi yang dilakukan pada daerah ini didasarkan pada empat paremeter utama yaitu
yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah yaitu kelerengan, litologi, struktur geologi,
dan tataguna lahan. Perhitungan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap faktor
faktor tersebut. Peringkat kesesuaian merupakan tingkat kesesuaian penggunaan lahan
tertentu pada unit pemetaan, atau sebaliknya, tingkat kesesuaian unit pemetaan tertentu
terhadap suatu penggunaan lahan. Peringkat bisa kuantitatif atau kategoris. Peringkat
kuantitatif dapat dinyatakan sebagai tingkat atau sebagai fungsi kontinyu. (Baja., 2012)

Pembobotan dilakukan dengan memberi nilai pada setiap faktor faktor tersebut
kemudian dilakukan metode kuantitatif dengan menggunakan bantuan program
Geographic Information System (GIS). Perhitungan skor dan pembobotan dilakukan
dengan menggunakan formula sebagai berikut:

3. HASIL DAN DISKUSI


Setelah dilakukan penilaian terhadap peta-peta paramater dilanjutkan dengan membuat zonasi
pada daerah tersebut yang terbagi menjadi empat zona yaitu zona sangat tingi, zona tinggi,
zona sedang, dan zona rendah (Gambar 6).

Gambar 6 Peta zonasi kerentanan gerakan tanah di Kab. Sidrap

Zona rendah mempunyai skor 6 12 dengan persentase 47,2%. Litologi sebagian


besar didominasi oleh alluvial dan batuan beku intrusi dengan kemiringan yang landai
dan morfologi yang relatif datar. Tataguna lahan yang ada pada daerah ini adalah
pemukiman, sawah tadah hujan, rumput, semak belukar, dan sedikit kebun. Pada
daerah ini relatif tidak terdapat gerakan tanah sehingga pembangunan sarana publik
dan pemukiman disarankan dilakukan di daerah ini.
Zona sedang mempunyai skor 13 18 dengan persentase 22,0%. Litologi pada breksi
serta konglomerat. Kemiringan lereng masih relatif landai dengan morfologi yang
masih relatif dataran dan perbukitan kecil. Tataguna lahan pada daerah ini terutama
adalah semak belukar, kebun, dan ladang. Pada daerah ini juga hampir tidak terdapat
gerakan tanah sehingga disarankan untuk membangun perumahan dan fasilitas publik
di zona ini.
Zona tinggi mempunyai skor 19 23 dengan persentase 21,7%. Litologi sebagian
besar dijumpai pada breksi andesit dan breksi tuff. Tataguna lahan pada zona ini
terutama adalah kebun dan ladang. Hampir sebagian besar kondisi batuan pada daerah
ini lapuk sedang dan tingkat kekerasan yang lunak. Akibatnya litologi menjadi tidak
resisten. Potensi gerakan tanah yang ada adalah jenis flow. Disarankan penggunaan
lahan untuk ladang dan perkebunan dengan memakai sistem terasering seingga dapat
mengurangi resiko terjadinya gerakan tanah.
Zona sangat tinggi mempunyai skor 24 29 dengan persentase 9,1%. Litologi
sebagian besar dijumpai pada breksi vulkanik yang mempunyai tingkat pelapukan
yang cukup tinggi. Sebagian besar pelapukan yang cukup tinggi ini manghasilkan
lempung yang bersifat impermeable. Zona impermeable yang tidak dapat ditembus air
ini kemudian menjadi bidang gelincir yang baik untuk mendukung teradinya gerakan
tanah. Selain itu kemiringan lereng yang cukup besar menjadi salah satu faktor
pendorong utama terjadinya gerakan tanah tersebut. Sehingga daerah ini tidak
disarankan untuk dilakukan pembangunan dan sedapat mungkin dipertahankan
sebagai kawasan lindung.

Selain faktor faktor tersebut terdapat faktor lain yang berperan sebagai pemicu dari gerakan
tanah yaitu iklim. Iklim bersifat global dan menyeluruh. Keberadaan iklim sangat
berpengaruh pada tingkat curah hujan yang ada. Sebagian besar longsor yang terjadi di
daerah tersebut terjadi pada saat hujan atau sesaat setelah hujan berhenti. Hal ini menunjukan
penambahan air yang infiltrasi ke dalam tanah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya
gerakan tanah. Selain itu iklim juga berpengaruh kepada tingkat pelapukan dari litologi yang
ada di daerah tersebut. Iklim tropis yang ada cukup berperan dalam proses pelapukan yang
terjadi sehingga litologi yang ada di daerah tersebut mempunyai tingkat pelapukan yang
cukup tinggi.

4. KESIMPULAN

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadapat terjadinya longsor dapat dikelompokkan menjadi


dua, yaitu faktor internal dan fakor eksternal. Faktor internal terdiri dari litologi dan struktur
geologi, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kelerengan, tata guna lahan dan vegetasi.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka didapatkan 4 (empat) zona kerentanan
gerakan tanah di Wilayah Kabupaten Sidrap yaitu Kerentanan GerakanTanah Tinggi terdapat
di Kecamatan Pitu Riase, Pitu Riawa, panca Lautang dan Wattang Pulu. Kerentanan gerakan
tanah menengah tersebar di kecamatan Dua Pitue, Kulo, Tellu Limpoe dan Wattang Pulu.
Kerentanan gerakan tanah rendah dan sangat rendah tersebar di semua Kecamatan di
Kabupaten Sidrap.

Diperlukan kajian lebih lanjut berupa kajian penataan ruang dalam rangka mitigasi bencana
gerakan tanah untuk menghindari kerugian material dan korban jiwa dimasa yang akan
datang.
References
Badan Standardisasi Nasional, 2005, Penyusunan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah,
SNI 13-7124-2005, Jakarta.

Baja, S. (2005). Assessment Of Potentially Degraded Land Using Remote Sensing And Gis:
A Case Study Of The Bawakaraeng Gigantic Landslide, South Sulawesi. Pertemuan
Ilmiah Tahunan MAPIN XIV (pp. 13-18). Surabaya: MAPIN.

Baja, S. (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah: Pendekatan
Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Djuri, Sudjatmiko, Bachri, S., dan Sukido, 1998, Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat
Lembar Palopo, Sulawesi, Pusat Kajian dan Pengembangan Geologi, Direktorat
Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung

Karnawati, D. (2005). Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Yogyakarta: Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah
Mada.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1452 K/10/MEM/2000 tentang
Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah

Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2012 2032

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang


Kawasan Rawan Bencana Longsor. Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat
Jenderal Penataan Ruang, Jakarta

Subowo, E. (2003). Pengenalan Gerakan Tanah. Bandung: Pusat Volkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi DESDM.

Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. (2007). Jakarta:


Sekretariat Negara.

Van Zuidam, R. A. (1979). Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photographs.
Netherlands: International Institute for Aerial Survey and Earth Science.

Anda mungkin juga menyukai