Anda di halaman 1dari 23

BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dipakai oleh peneliti merupakan metode pemetaan

geologi permukaan (geological surface mapping). Metode ini meliputi pengamatan,

pemerian, dan pengukuran langsung di lapangan pada kenampakan data-data serta

kondisi geologi yang tersingkap di permukaan bumi, yaitu berupa data singkapan

batuan, struktur geologi, dan potensi geologi lingkungan. Metode-metode

penelitian geologi tersebut dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau

tahapan standar dalam melakukan penelitian geologi. Pelaksanaan penelitian ini

dilakukan dalam suatu skema alur penelitian yang meliputi input, proses dan hasil

(Gambar 2.1.).

Alur penelitian ini secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap yang terdiri

atas : tahap 1, yaitu pengerjaan tugas akhir 1 dan tahap 2, yaitu pengerjaan tugas

akhir 2. Proses pengerjaan tahap tugas akhir 1 dimulai dari tahap studi pustaka,

perizinan, tahap survei awal (reconnasissance), dimana akan menghasilkan lokasi

pengamatan, surat ijin penelitian, peta lokasi pengamatan hasil survei pendahuluan,

peta geomorfologi tentatif, peta geologi gunung api tentatif, peta rencana lintasan,

dan laporan tugas akhir 1.

Kegiatan selanjutnya adalah pengerjaan tahap tugas akhir 2 yang meliputi

beberapa tahapan, yaitu tahap pemetaan rinci, tahap pekerjaan lapangan, tahap

pekerjaan studio, dan tahap pekerjaan laboratorium. Dari tahapan-tahapan yang ada

nantinya akan menghasilkan peta lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta

geologi gunung api, zona kisaran umur satuan batuan, dan laporan tugas akhir 2.

5
Gambar 2.1. Diagram pelaksanaan tugas akhir.

2.1 Tahap Tugas Akhir 1

2.1.1 Tahap Pendahuluan

Tahap pendahuluan / persiapan ini merupakan tahap paling awal dalam

melakukan penelitian. Tahapan pendahuluan ini meliputi studi pustaka, persiapan

peta dasar, perizinan dan reconnaissance.

6
1. Studi Pustaka

Tahap ini merupakan tahap mempelajari pustaka geologi yang relevan dengan

kondisi geologi daerah yang akan diteliti, baik berupa buku-buku pedoman, peta

regional, jurnal, laporan penelitian maupun publikasi jenis lain. Literatur ini akan

dikaji sehingga dapat memperoleh suatu pendekatan yang dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam penyelesaian masalah pada daerah penelitian..

2. Persiapan Peta Dasar

Mempersiapkan peta dasar daerah penelitian dengan mengkompilasi dan

memodifikasi Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Pelabuhanratu 1209-111, Lembar

Cigambang 1209-112, Lembar Kabandungan 1209-113, dan Lembar Parakansalak

1209-114 selain itu juga mempersipakan Peta Geologi Regional Lembar Bogor

dengan skala 1 : 100.000, peta ASTER GDEM. Peta tersebut digunakan untuk

melakukan interpretasi geologi, pemetaan awal (reconnaissance) dan pemetaan

rinci.

3. Perizinan

Tahap pengurusan perizinan merupakan tahap penting yang wajib dilakukan

untuk melengkapi persyaratan administratif pada daerah penelitian. Adapun surat

izin penelitian yang harus didapatkan yaitu perizinan dari pihak institusi Sekolah

Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi D.I Yogyakarta

(hal 80.), Pemerintah Provinsi Jawa Barat (hal 81), Pemerintah Kabupaten

Sukabumi (hal.82), Pemerintah Kecamatan Cikidang dan Pemerintah setingkat

kelurahan.

7
2.1.2 Reconnaissance

Reconnaissance atau survei pendahuluan adalah suatu tahapan pekerjaan

penelitian lapangan untuk pengenalan medan dan mengetahui keadaan singkapan

sehingga diperoleh gambaran geologi secara umum di daerah penelitian. Termasuk

dalam tahap ini adalah interpretasi peta topografi, melakukan cek jalan/akses

menuju daerah penelitian, cek lokasi yang diperkirakan terdapat singkapan batuan,

jejak struktur, dan hal lain yang bersifat penelitian awal. Selanjutnya setelah

reconnaissance ialah melakukan interpretasi awal kondisi geologi daerah penelitian

baik dari kondisi geomorfologi, statigrafi, struktur geologi yang disajikan dalam

peta dan draf Usulan Tugas Akhir yang diajukan kepada Dosen Pembimbing.

2.1.3 Ujian TA 1

Tahap ini merupakan tahap presentasi laporan hasil penelitian pendahuluan

atau TA 1 yang telah dilakukan untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian

kepada Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji sebelum melakukan pemetaan rinci.

2.2 Tahap Tugas Akhir 2

Tahapan tugas akhir 2 adalah tahap setelah peneliti dinyatakan lulus dalam

ujian TA 1. Tahap ini merupakan tahap penelitian geologi rinci yang bertujuan

untuk meneliti permasalah khusus yang ada pada daerah penelitian yang dilakukan

pada tugas akhir 2.

Pada tahapan ini terdiri dari pemetaan geologi yang dilakukan secara lebih

rinci (perapatan data lapangan, pengukuran unsur - unsur struktur geologi dan

pengambilan contoh batuan), pekerjaan studio (identifikasi data geomorfologi,

8
stratigrafi dan data struktur geologi) dan pekerjaan laboratorium (pengamatan

petrografi dan mikropaleontologi).

2.2.1 Pemetaan Rinci

Dilakukan dengan penambahan data pada titik lokasi yang dicurigai atau

singkapan baru berdasarkan evaluasi data reconnaissance dan evaluasi sidang tugas

akhir 1. Pada kegiatan ini sebagian besar titik lokasi pengamatan diambil pada jalur

lintasan (lampiran 4) untuk mengetahui hubungan stratigrafi antar satuan batuan,

keberadaan struktur geologi, keberadaan geologi lingkungan dan sesumber atau

hal-hal pendukung lainnya yang nantinya digunakan untuk memperkuat interpretasi

geologi. Teknik pengambilan geologi rinci menggunakan metode sampel terpilih

yang yang diharapkan bersifat representatife.

2.2.2 Pekerjaan Studio

Tahapan penelitian ini meliputi tahapan setelah pengambilan data lapangan

berupa analisis geomorfologi, statigrafi dan struktur geologi. Penelitian studio

merupakan penelitian yang dilakukan tidak di lapangan, dimana sampel maupun

data yang didapat di lapangan dijauhkan dari variabel pengganggu, sebab dapat

mempengaruhi hasil dari pengujian.

1. Analisis Geomorfologi

Dalam menganalisis kondisi geomorfologi dan melakukan pembagian satuan

geomorfologi pada daerah penelitian, penulis melihat kondisi morfologi pada

daerah penelitian masih relatif sama dengan pola kontur. Hal tersebut dikarenakan

tidak ada aktifitas penambangan maupun aktifitas lain yang merubah morfologi

9
secara singkat di lapangan. Oleh karena itu peneliti melakukan analisis pada peta

topografi dengan melihat pola – pola kontur dan kemudian melakukan sayatan

morfometri pada peta topografi dan tidak dilakukan langsung di lapangan.

Dalam pembuatan peta geomorfologi, pembagian satuan geomorfologi

daerah penelitian mengacu pada konsep klasifikasi Bentuk Muka Bumi yang

mengacu pada proses geologi baik endogen maupun eksogen. Interpretasi dan

penamaan berdasarkan klasifikasi deskriptif eksplanatoris (genesis) dan bukan

secara empiris ataupun parametris misalnya dari kriteria persen lereng (Brahmantyo

dan Bandono, 2006). Namun untuk melengkapi interpretasi ditambahkan klasifikasi

beda tinggi dan persen lereng (van Zuidam dan van Zuidam-Canceldo, 1979) (Tabel

2.1.).

Pembagian satuan geomorfologi ini merupakan kombinasi dari 2 klasifikasi

berbeda karena dalam satuan Bentuk Muka Bumi tidak dijelaskan secara rinci

tentang morfometri dari bentang alam yang ada, sehingga dengan kombinasi ini

didapatkan satuan geomorfologi yang telah menjelaskan morfometri dari setiap

satuan beserta morfogenesis dari masing-masing satuan. Penamaan satuan

morfogenesa mengikuti kaidah dari Bentuk Muka Bumi sendiri menggunakan

prinsip dari Brahmantyo dan Subandono (Tabel 2.2. dan Tabel 2.3.) dimana

penamaan tersusun atas tiga kata, atau paling banyak empat kata bila ada

kekhususan; terdiri dari bentuk / geometri / morfologi, genesa morfologis (proses-

proses endogen – eksogen), dan nama geografis, sehingga dalam penamaan satuan

geomorfologi di daerah penelitian adalah diawali dengan penyebutan relief yang

kemudian diikuti dengan penamaan Bentuk Muka Bumi.

10
Tabel 2.1. Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (Van Zuidam
dan Van Zuidam - Cancelado, 1979)

Beda
Kemiringan
No Relief Tinggi
Lereng ( %)
(m)
1 Topografi dataran 0–2 <5

2 Topografi bergelombang lemah 3–7 5 – 50

3 Topografi bergelombang lemah-kuat 8 – 13 25 – 75

4 Topografi bergelombang kuat- perbukitan 14 – 20 50– 200

5 Topografi perbukitan –tersayat kuat 21 – 55 200– 500

6 Topografi tersayat kuat- pegunungan 56 – 140 500– 1000

7 Topografi pegunungan > 140 > 1000

Tabel 2.2. Klasifikasi unit geomorfologi bentuk lahan asal Pegunungan Gunungapi
(Brahmantyo-Bandono, 2006)

11
Tabel 2.3. Klasifikasi unit geomorfologi bentuk lahan asal Pegunungan Sesar
(Brahmantyo-Bandono, 2006)

Pola pengaliran (drainage pattern) merupakan suatu pola dalam kesatuan

ruang yang merupakan hasil penggabungan dari beberapa individu sungai yang

saling berhubungan suatu pola dalam kesatuan ruang (Thornbury, 1969).

Sedangkan menurut (Endarto, 2007) pola pengaliran merupakan susunan dan

pengaturan sungai pada suatu daerah yang menggambarkan jumlah faktor yang

mempengaruhi jumlah, ukuran dan frekwensi sungai pada daerah tersebut.

Perkembangan dari pola pengaliran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain adalah kelerengan, perbedaan resistensi batuan, proses vulkanik kuarter, serta

sejarah dan stadia geomorfologi dari cekungan pola aliran (drainage basin). Penentuan

pola pengaliran pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan klasifikasi Howard

(1967, dalam Thornbury, 1969) (Tabel 2.4.).

12
Tabel 2.4. Jenis - jenis pola pengaliran dasar dan ubahan menurut Howard (1967,
dalam Thornbury, 1969).

13
Untuk menentukan stadia geomorfologi suatu daerah, maka sangat penting

memperhatikan berbagai aspek seperti proses pelarutan, denudasional dan stadia

sungai yang telah terbentuk. Penentuan stadia daerah pada dasarnya untuk

mengetahui proses - proses geologi yang telah berlangsung pada daerah tersebut.

Proses tersebut bisa berupa proses endogen (sesar, lipatan, intrusi, magmatisme)

dan proses eksogen (erosi, pelapukan, transportasi). Perkembangan stadia daerah

pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari

morfologi aslinya. Pada daerah penelitian , stadia daerah dikontrol oleh litologi,

struktur geologi dan proses geomorfologi.

Gunung api dalam perkembangannya mengalami siklus membangun

(constructive) dan merusak (destructive) selain mengalami proses proses pelapukan

dan erosi. Hartono (2013) mengembangkan model dari Vessel & Davies, 1981

tentang perkembangan bentang alam gunungapi mulai dari bentuk gunungapi yang

menunjukkan pada bentuk tubuh gunung api modern (A, saat ini), bentuk tubuh

gunungapi yang tererosi tingkat dewasa (B), dan bentuk tubuh gunung api yang

tererosi tingkat lanjut (C) (Gambar 2.4.). Dalam Hartono (2000) juga menyebutkan

bahwa bentang alam yang terbentuk tersebut dapat berasal dari perilaku gunung

apinya sendiri yang terkait dengan tipe letusannya selain karena proses normal

mengalami mengalami pelapukan dan tererosi.

Pada gunung api modern, bentuknya masih sempurna atau masih utuh,

sehingga lokasi kawah sebagai fasies pusatnya dan fasies yang lainnya dapat

diidentifikasi dengan nyata. Namun, sebaliknya dengan gunungapi yang telah

tererosi tingkat dewasa dan tingkat lanjut tidak mudah dan bahkan sulit dikenali

14
bahwa onggokan batuan tersebut sebagai sisa tubuh gunung api masa lalu.Secara

bentang alam gunung api, umumnya masih memperlihatkan relief kasar sebagai

pencerminan dari resistensi batuan penyusunnya.

Gambar 2.2. Perkembangan bentang alam gunungapi mulai dari bentuk gunungapi
(dikembangkan dari Vessel & Davies, 1981; dalam Hartono, 2013).

2. Analisis Statigrafi

Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan

kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan ruang dan waktu,

sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian batuan menurut Sandi Stratigrafi

Indonesia ( Martodjojo dan Djuhaeni, 1996)

15
Metode pengelompokan lapisan-lapisan batuan hasil pemetaan geologi di

daerah penelitian dilakukan berdasarkan konsep stratigrafi gunung api. Penggunaan

stratigrafi gunung api dimaksudkan untuk menata batuan atau endapan gunung api

berdasarkan urutan kejadian agar evolusi pembentukan gunung api mudah

dipelajari dan dimengerti. Pembagian batuan atau endapan gunung api dimaksud

untuk menggolongkan batuan atau endapan secara bersistem berdasarkan sumber,

deskripsi dan genesa. Hal ini dilandasi oleh hasil reconnaissance dan peneliti

terdahulu yang menyatakan bahwa daerah penelitian merupakan daerah gunung api

purba. Tingkatan satuan statigrafi gunung api masing-masing dari kecil kebesar

adalah: Gumuk, Khuluk, Bregada, Menggala dan Busur.

Khuluk Gunung Api merupakan kumpulan batuan/endapan yang dihasilkan

oleh satu atau lebih titik erupsi yang membentuk satu tubuh gunung api. Khuluk

Gunung Api tersingkap di permukaan dan dapat berkelanjutan ke bawah

permukaan. Khuluk Gunung Api harus memiliki nilai statigrafi/geologi, meliputi

daerah yang luas dan lazimnya dapat dipetakan dengan skala 1: 50.000 atau lebih

besar Gumuk Gunung Api merupakan bagian dari Khuluk yang terbentuk sebagai

hasil suatu erupsi pada tubuh gunung api tersebut, baik sebagai erupsi pusat maupun

erupsi samping.

Gumuk Gunung Api merupakan bagian Khuluk Gunung Api akan tetapi

Khuluk Gunung Api tidak selalu mempunyai Gumuk Gunung Api. Batas sebaran

lateral suatu Gumuk Gunung Api tidak melampaui batas pelamparan Khuluk

Gunung Api. Gumuk Gunung Api dapat terdiri dari satu atau lebih batuan atau

endapan gunung api yang dihasilkan oleh satu atau beberapa daur letusan gunung

16
api. Gumuk Gunung Api harus mempunyai nilai stratigrafi atau geologi yang

penting dan lazimnya dapat dipetakan pada skala 1 : 50.000 atau lebih besar.

Bregada Gunung Api adalah satuan stratigrafi gunung api yang mencakup sebaran

endapan atau batuan gunung api hasil letusan yang terdiri dua atau lebih. Khuluk

Gunung Api atau yang berhubungan dengan pembentukan kaldera. Bregada

Gunung Api selalu mempunyai Khuluk Gunung Api. Bregada Gunung Api harus

mempunyai nilai stratigrafi atau geologi yang penting dan lazimnya dapat dipetakan

dengan skala 1 : 100.000 atau lebih besar.

Manggala Gunung Api adalah satuan stratigrafi gunung api yang mencakup

sebaran batuan atau endapan hasil letusan-letusan gunung api yang mempunyai

lebih dari satu kaldera pada satu atau lebih tubuh gunung api. Manggala Gunung

Api harus mempunyai lebih dari satu Bregada Gunung Api. Manggala Gunung Api

harus mempunyai nilai stratigrafi atau geologi yang penting dan lazimnya dapat

dipetakan dalam skala 1 : 100.000 atau lebih besar.

Busur Gunung Api adalah satuan stratigrafi gunung api yang terdiri dari

kumpulan Khuluk, Bregada dan Manggala Gunung Api dan mempunyai kedudukan

tektonik yang sama. Busur Gunung Api lazimnya dapat dipetakan dengan skala 1 :

1.000.000 atau lebih besar.

Tatanama satuan stratigrafi gunung api didasarkan pada sumber, jenis batuan

atau endapan (desktiptif dan genesa) dan waktu kejadian. Karakter pertama,

menunjukkan singkatan nama sumber erupsi, ditulis dengan huruf besar yang terdiri

dari satu atau dua huruf. Satu huruf besar adalah huruf pertama nama Khuluk atau

Gumuk Gunung Api. Dua huruf besar adalah huruf pertama yang diikuti huruf

17
lainnya dari nama Khuluk atau Gumuk Gunung Api. Penggunaan dua huruf

dilakukan jika huruf pertama nama Khuluk atau Gumuk Gunung Apinya sama

dengan huruf pertama nama Khuluk atau Gumuk Gunung Api lainnya. Karakter

kedua, menunjukkan singkatan nama satuan batuan atau endapan gunung api,

ditulis dengan huruf kecil yang terdiri dari satu atau dua huruf. Satu huruf kecil

adalah huruf pertama nama satuan hasil erupsi magmatik (proses primer). Dua

huruf kecil adalah huruf pertama yang diikuti huruf lainnya dari nama satuan hasil

eksplosi yang bukan magmatik (proses primer). Dua huruf kecil adalah huruf

pertama yang diikuti oleh huruf lainnya dari nama satuan endapan bukan

sebagaihasil erupsi (proses sekunder).

Dalam pengelompokan batuan dan pembuatan peta gunung api mengacu pada

konsep stratigrafi gunung api dan fasies gunung api. Pembagian fasies gunung api

dalam penelitian ini menggunakan konsep yang dikembangkan oleh Vessel dan

Davies (1981, dalam Hartono, 2010) yang membagi sebuah gunung api komposit

menjadi empat kelompok (Gambar 2.3.) yaitu Central/Vent Facies (pusat),

Proximal Facies (dekat pusat), Medial Facies (tengah) dan Distal Fasies (jauh dari

pusat).

Pembagian fasies gunung api tersebut berdasarkan sejumlah ciri litologi

batuan gunung api pada kesamaan waktu pada suatu lokasi tertentu. Ciri - ciri

litologi dapat menyangkut aspek fisika, kimia dan biologi. Berhubung batuan

gunung api tidak selalu dijumpai fosil, maka aspek biologi tidak dijadikan

parameter utama (Bronto, 2006).

18
Gambar 2.3 Pembagian fasies gunung api (Vessel & Davies 1981, dalam
Hartono 2010).

Pada daerah penelitian, selain ditemukan batuan hasil produk gunungapi juga

ditemukan batuan sedimen klastik. Klasifikasi ukuran butir sedimen klastika

menggunakan klasifikasi Wenthworth (1922, dalam Boggs 1995) yang telah

disederhanakan (Tabel 2.5.) . Dalam penamaan batuan karbonat klastik, digunakan

klasifikasi Grabau (1904, dalam Pettijohn, 1975) (Tabel 2.7.), yaitu penamaan

batuan karbonat klastik berdasarkan ukuran butir. Selain itu juga disertakan

klasifikasi struktur sedimen perlapisan berdasarkan ketebalan batuan menurut Mc.

Kee dan Weir (1953, dalam Pettijohn, 1975) (Tabel 2.6.).

Tabel 2.5. Klasifikasi Skala Wentworth (1922) untuk ukuran butir sedimen
klastika (disederhanakan dalam Boggs, 1995).

Ukuran Butir (mm) Nama Butiran Nama Batuan

Φ > 256 Bongkah


64 – 256 Cobble breksi (breccia)/
konglomerat
4 – 64 kerakal (conglomerate)
2–4 kerikil

19
Ukuran Butir (mm) Nama Butiran Nama Batuan

1–2 Pasir Sangat Kasar

1/2 – 1 Pasir Kasar

1/4 - ½ Pasir Menengah Pasir batupasir (sandstone)

1/8 - ¼ Pasir Halus

1/16 - 1/8 Pasir Sangat Halus

1/32 - 1/16 Lanau Kasar

1/32 – 1/64 Lanau Sedang


Lanau Batulanau (Siltstone)
1/125 - 1/64 Lanau Halus

1/256 - 1/125 Lanau Sangat Halus

Φ < 1/256 Lempung Batulempung (claystone)

Tabel 2.6. Klasifikasi perlapisan batuan menurut Mc. Kee dan Weir (1953,dalam
Pettijohn, 1975).

Istilah Perlapisan Ketebalan

Sangat Tebal – Berlapis > 120 cm

Tebal – Berlapis < 120 cm


Bed
Tipis – Berlapis < 60 cm

Sangat Tipis-Berlapis < 5 cm

Laminasi < 1 cm
Lamina
Laminasi Tipis < 0.5 cm

20
3. Analisis Struktur Geologi

Struktur geologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan unsur-

unsur struktur geologi dan hasil analisis dari data-data pengukuran di lapangan.

Dalam mempelajari struktur yang berkembang pada daerah penelitian dilakukan

pendekatan dengan model struktur yang dikemukakan oleh Harding (1973)

(Gambar 2.4.).

Gambar 2.4. Model “Simple Shear” menurut Harding (1973)

Gambar 2.5. Perbandingan antara “Pure Shear” (incline compression) dan “Simple
Shear” (differential horizontal movement) (Dari Thomas et al., 1973).

21
Kekar (joint) adalah suatu fracture (retakan pada batuan) yang relatif tidak

mengalami pergeseran pada bidang rekahannya, yang disebabkan oleh gejala

tektonik maupun non tektonik (Ragan, 1973). Pada batuan sedimen, kekar bisa

terbentuk mulai pada saat pengendapan atau terbentuk setelah pengendapan, dalam

batuan beku bisa terbentuk akibat proses pendinginan maupun setelah pendinginan.

Dalam proses deformasi, kekar bisa terjadi pada saat mendekati proses akhir atau

bersamaan dengan terbentuknya struktur lain, seperti sesar atau lipatan. Selain itu

kekar bisa terbentuk sebagai struktur penyerta dari struktur sesar maupun lipatan

yang diakibatkan oleh tektonik.

Pemodelan dan analisis kekar menggunakan pendekatan dari klasifikasi

Billings (1974) yang menerangkan mengenai struktur geologi pada batuan sebagai

akibat adanya gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik (Gambar 2.6.).

Gambar 2.6. Jenis kekar berdasarkan genesa (Billings,1974).

22
Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang disertai adanya pergerakan

relatif (displacement) suatu blok batuan lainnya (Billing, 1959). Jarak pergeseran

tersebut dapat beberapa milimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang

sesarnya mulai dari yang berukuran centimeter hingga puluhan kilometer.

Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi sesar menurut Rickard (1972)

(Gambar 2.7.). Klasifikasi sesar umumnya berdasarkan pergerakan blok sesar dan

dapat dibagi menjadi beberapa kelas sebagai berikut:

1. Umum : Normal/turun, reverse/naik (termasuk “thrust” sesar

anjakan/sungkup), Sesar mendatar.

2. Sifat pergeseran : Slip (gerak sebenarnya), Separation (gerak semu).

3. Sifat gerak terhadap bidang sesar : Dip slip, Strike slip, Oblique slip.

Gambar 2.7. Diagram klasifikasi sesar (Rickard, 1972).

23
Gambar 2.8. Pergerakan relatif blok-blok sesar (Twiss dan Moore, 1992).

2.2.3 Analisis Laboratorium

Pada tahapan ini peneliti melakukan analisis petrografi menggunakan

sayatan tipis batuan untuk mengetahui kandungan mineral dalam batuan dan. Hal

tersebut dilakukan untuk menunjang data dari penelitian lapangan yang telah

diperoleh langsung dari daerah penelitian.

Analisis petrografi yaitu pengamatan contoh batuan yang didapat dari

daerah penelitian yang kemudian disayat pada preparat setebal ± 0,03 mm. Analisis

sayatan tipis pada masing-masing sampel dilakukan dengan mikroskop polarisasi

untuk mengidentifikasi mineral mineral penyusun utama dan mineral sekunder

dengan melihat kenampakan pada nikol sejajar, nikol bersilang dan kenampakan

gibs.

Dasar penamaan batuan vulkanik dan plutonik secara mikroskopis

digunakan diagram QAPF Streckeisen, 1976 dalam Le Maitre, 2002 (Gambar 2.9.),

sedangkan untuk batuan piroklastika digunakan klasifikasi Fisher & Schmincke

24
(1984) dan Schmidt (1981) (Gambar 2.10.). Klasifikasi ini dipilih karena sangat

relevan untuk penamaan batuan piroklastika dan batuan vulkanik.

Gambar 2.9. Klasifikasi batuan beku menurut Streckeisen (1976).

25
2.2.4 Checking Lapangan

Setelah rangkaian kegiatan penelitian dilakukan, salah satu tahap yang

penting ialah checking lapangan. Tahap ini dimaksud untuk mengcek hasil dari

analisis kondisi geologi oleh peneliti dengan kondisi lapangan yang langsung

ditinjau oleh dosen pembimbingan demi keakuratan hasil penelitian yang telah

disusun baik dalam bentuk peta maupun naskah.

2.2.5 Presentasi Kolokium

Presentasi kolokium ialah tahap persiapan sebelum ujian TA 2 yang di

presentasikan dihadapan dosen pembimbing dan audien untuk mempertanggung

jawabkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

2.2.6 Ujian TA 2

Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian.

Pada tahap ini laporan yang telah disusun dalam bentuk tugas akhir dipresentasikan

di hadapan sidang tertutup penelitian di hadapan dosen pembimbing dan dosen

penguji untuk mempertanggung jawabkan hasil penelitian yang telah dilakukan

2.3 Peralatan dan Bahan

Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan untuk

penelitian lapangan laboratorium dan studio. Peralatan yang digunakan untuk

mendukung kelancaran dalam pekerjaan di lapangan meliputi :

a) Peta Rupa Bumi Indonesia (BAKOSURTANAL) Lembar Pelabuhanratu

1209-111, Lembar Cigambang 1209-112, Lembar Kabandungan 1209-113,

dan Lembar Parakansalak 1209-114 dengan skala 1 : 25.000.

26
b) Peta Geologi Regional Lembar Bogor dengan skala 1 : 100.000

c) Peta topografi skala 1 : 25.000 (6o 51’ 59” – 6o 55’ 14” LS dan 106o 35’ 40”

– 106o 38’ 56” BT).

d) Kompas geologi, Global Positioning System (GPS), palu geologi, loupe,

e) Larutan asam klorida (HCL) dengn konsentrasi 0,1 N.

f) Kamera, plastik sampel batuan, alat tulis dan gambar, buku catatan

lapangan, jas hujan, komparator besar butir.

Adapun peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan laboratorium dan studio

meliputi:

a) Peta Rupa Bumi Indonesia (BAKOSURTANAL) Lembar Pelabuhanratu

1209-111, Lembar Cigambang 1209-112, Lembar Kabandungan 1209-113,

dan Lembar Parakansalak 1209-114 dengan skala 1 : 25.000.

b) Peta topografi skala 1 : 25.000 (6o 51’ 59” – 6o 55’ 14” LS dan 106o 35’ 40”

– 106o 38’ 56” BT).

c) Peta Geologi Regional Lembar Bogor dengan skala 1 : 100.000.

d) Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996 dan Standar Nasional Indonesia

Penyusunan Peta Geologi Gunung Api.

e) Pustaka geologi (geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, geologi

gunungapi).

f) Mikroskop polarisasi dengan perbesaran 40 x, 100 x, dan 400 x..

g) Diagram kalsbeek counting area net, polar equal net, schmidt net dan wulf

net.

h) Laptop, dan printer.

27

Anda mungkin juga menyukai