Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang


mengakibatkan prilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan
kehilangan nalar pada kenyataan ( Psikosis ), halusinasi, khayalan (
Kepercayaan yang salah ) yang abnormal dan mengganggu kerja dan fungsi
sosial
(Stuart & medicastore.com,2007 ).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi area
fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi dan berprilaku
dengan sikap yang dapat diterima secara sosial. Kesimpulan dari pengertian di
atas, Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang disertai kekacauan jiwa dan
mempengaruhi area fungsi individu yang ditandai dengan adanya gangguan
pemikiran, emosi, prilaku yang dapat menganggu kerja dan fungsi sosial
individu. ( Isaacs,2005 ).
2. Etiologi
Maramis WF (2009:260) menyebutkan beberapa etilogi skizofrenia antara lain :
a. Endokrin
Dahulu di kira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin.Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.Tetapi hal ini tidak dapat
dibuktikan.
b. Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.Ujung

5
extermitas agak sianotis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.Hipotesis ini
tidak dibenarkan oleh banyak sarjana.Belakangan ini teori metabolisme mendapat
perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat halusinogenetik, seperti meskalin
dan asam lesgalik diethylamide (LSD-25).Obat-obat dapat menimbulkan gejala-gejala
yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel.Mungkin skizofrenia
disebabkan oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum
diketemukan.
c. Teori Adolfmeyer
Skizofrenia tidak dsebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata Meyer
(1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan
kelainan patologis-anatomis atau fisologis yang khas pada susunan saraf.Sebaliknya
Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau suatu penyakit badaniah
dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia.
Menurutnya skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu
maladaptasi.Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan
orang itu menjauhkan diri dari kenyataan. Hipotesis Meyer ini kemudian memperoleh
banyak penganut di Amerika Serikat dan mereka memakai istilah reaksi skizofrenik
d. Teori Sigmund Freud
Juga termasuk teori psikogenetik. Bila kita memakai formula Freud, maka dalam
skizofrenia terdapat:
1. Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenetik ataupun somatis.
2. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi, Id yang berkuasa dan
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
3. Kehilangan kepastian untuk tranferensi sehingga terapi psikoananlitik tidak
mungkin.
e. Eugen Blueler
Dalam tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah
skizofrenia, karena nama ini dengan cepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit
ini yaitu jiwa yang terpecah-pecah, adanya keretakan atau dishormoni antara proses
berpikir, perasaan dan perbuatan (schizos = pecah-pecah atau bercabang, phren = jiwa).

6
3. Gejala-gejala Skizofrenia
Egeun Bleuler (1857-1938) gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Gejala-gejala primer yaitu:
1. Gangguan proses pikir
2. Gangguan emosi
3. Gangguan kemauan
4. Autisme
b. Gejala-gejala sekunder yaitu:
1. Waham
2. Halussinasi
3. Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.
4. Tanda dan gejala Skizofrenia
Yosep (2009), membagi tanda dan gejala Skizofrenia menjadi dua bagian, yaitu:
a. Gejala Positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterprestasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang.Klien
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak
ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya.Auditori
hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam
dirinya.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterprestasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan.Beberapa
penderita skizofrenia berubah menjadi paranoid.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu
memproses dan mengatur pikirannya.Kebayakan klien tidak mampu memahami
hubungan antara kenyataan dan logika.karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur
pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan ketidak mampuan
mengendalikan emosi dan perasaan.

7
b. Gejala Negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat
dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia
hanya memiliki energy yang sedikit, mereka tidak biasa melakukan hal-hal yang lain
seperti tidur dan makan.Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia tidak
memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia
tidak memiliki emosi apapun.Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak biasa
merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin biasa menerima pemberian dan perhatian
orang lain,tetapi tidak bisa mengekpresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin di tolong dan berharap,selalu
menjadi bagian dari hidupklien skizofrenia. Mereka tidak merasa memiliki prilaku yang
menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak
mengenal cinta.Perasaan depresi adalah suatu yang sangat menyakitkan.Di samping itu,
perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi.Depresi yang
berkelanjutan akan membuat klien akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari
lingkungannya. Mereka selalu aman bila sendiri. Dalam beberapa kasus, skizofrenia
menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun,tetapi serangan kebanyakan
pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis
kelamin, ras, maupun tingkat social ekonomi.
5. Jenis-jenis Skizofrenia
Maramis (2009), membagi jenis skizofrenia menjadi:
a. Skizofrenia Paranoid, agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya
penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukan
gejala-gejala skizofrenia komplex, atau gejala-gejala hebfrenik dan katatonik
bercampuran.
b. Skizofrenia Hebefrenik, permulaannya perlahan-lahan atau sebakut atau sering
timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun.Gejala yang mencolok adalah;
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double
personality.
c. Skizofrenia Katatonik, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan
biasanya akut serta sering di dahului stress emosional.

8
d. Skizofrenia Simplex, sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan
e. Skizofrenia Residual, jenis ini adalah kronis dari skizofrenia dengan riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kearah gejala
negative yang lebih menonjol.

B. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian

a. Persepsi

Diterimanya rangsangan sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti.


Penginderaan atau sensation adalah proses penerimaan rangsangan. Jadi perubahan
persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan rangsangan yang timbul
dari sumber internal seperti pikiran.
b. Halusinasi
1) Menurut Ilmu Kedokteran
Halusinasi adalah penerimaan tanda adanya rangsangan apapun pada
pancaindera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik ataupun histerik.
2) Menurut Dr. Nursjirwan Jusuf, DSJ.
Halusinasi merupakan suatu proyeksi dari konflik jiwa, dimana pada halusinasi
tidak terdapat rangsangan dari luar, melainkan timbul suatu pikiran seolah-olah sebagai
hasil pengamatan.
3) Menurut Tim Keperawatan RSIJP Bogor.
Halusinasi adalah pengamatan sensorik tanpa rangsangan eksternal.Pasien
mempunyai kesadaran penuh pada saat halusinasi terjadi.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu
rangsangan eksternal yang diterima panca indera, dimana bertentangan dengan
kenyataan atau realita dan tidak dapat dibuktikan.

9
2. Karakteristik Halusinasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang mengancam harga diri
dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi.Karena ancaman
tersebut dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan yang berat akan menimbulkan
kemauan untuk mengatur persepsi tentang pembedaan antara yang dipikirkan dengan
perasaan sendiri. Halusinasi yang sering terjadi pada kasus yang berulang dikarenakan
kurangnya pengetahuan di masa lalu akan membawa klien selalu mengkritik atau
melakukan perilaku tertentu. Karena klien merasa bingung dengan apa yang dialami
atau merasa takut terhadap isi halusinasi. Karena pengalaman halusinasi adalah nyata
kadang klien berasumsi bahwa perawat juga mengetahui apa yang ia dengar atau lihat.
3. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Wilson dan Kneisl, Halusinasi terbagi menjadi 5 tipe yaitu:
a. Halusinasi Dengar (Audiotrik)
Individu merasa melihat pemandangan, orang, hewan atau sesuatu yang tidak
nampak obyeknya yang memberikan rasa nyaman atau ketakutan.
c. Halusinasi Penciuman (Oifaktori)
Individu sering mengatakan mencium bau-bau seperti bunga, kemenyan, dan bau
yang tidak nampak obyeknya.
d. Halusinasi Kecap (Gustatorik)
Individu merasa ada sesuatu di mulutnya, kasus ini sering dijumpai pada kasus
seizure disorder.
e. Halusinasi Raba (Taktil)
Individu yang bersangkutan merasa ada binatang yang merayap pada kulitnya atau
ada orang yang memukulnya.
Halusinasi menyebabkan perubahan pada kehidupan nyata.Pasien sulit diajak
komunikasi, mengenal diri dan lingkungan serta sulit mengukur afek pada klien.
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Haber, Halusinasi berkembang melalui 4 fase:
a. Fase Pertama
Pada fase ini individu mengalami rasa cemas, stress, perasaan terpisah atau
terpencil.Pasien mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang

10
menyenangkan untuk mengontrol kesadarannya dan mengenai pikiran, tetapi inteorasi
pikirannya meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan klien ini meningkat yang dipengaruhi oleh pengalaman yang bersumber
pada internal dan eksternal.Pasien berada pada tingkat mendengarkan atau
memperhatikan. Klien berusaha membuat jarak antar dirinya dan halusinasinya dengan
memproyeksikan pengalaman, sehingga seolah-olah halusinasinya tersebut datang dari
orang lain atau tempat lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien.Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya atas halusinasinya yang menjadi kesenangan.Keamanan yang
bersifat sementara.Manifestasi lebih cenderung mengikuti petunjuk oleh
halusinasinya. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatiannya
hanya beberapa menit atau detik.Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat,
tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
d. Fase Keempat
Pada fase ini klien merasa tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya.Halusinasi yang tadinya menyenangkan berubah sifatnya menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi. Klien merasa tidak mampu membentuk
hubungan yang berarti dengan orang lain, karena terlalu sibuk dengan halusinasinya.
Klien mungkin berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa
saat atau selamanya. Proses ini akan menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi
secepatnya.

11
5. Rentang Respon
Rentang respon
Respon Adaptif Neurobiologik Respon Mal adaptif

- Pikiran logis - Proses pikir terganggu - Gangguan proses


- Persepsi akuran - Ilusi pikir/waham
- Emosi konsisten - Emosi berlebihan/kurang - Halusinasi
dengan pengalaman - Perilaku tidak biasa - Kerusakan proses
- Perilaku cocok - Menarik diri emosi perilaku
- Hubungan sosial tidak terorganisir
harmonis - Isolasi sosial

(Sumber: Suart & Laraia, 1998)


Klien gangguan orientasi realita mengalami proses pikir, persepsi afek, kegiatan
motorik dan sosial. Respon mal adaptif dari keempat perubahan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Perubahan proses pikir
Pada klien gangguan orientasi realita pola dan proses pikir sama dengan anak-
anak yang disebut pola pikir primitif. Klien yang terganggu pikirannya suka berperilaku
inkoheren.
b. Perubahan pola persepsi
Persepsi dapat diartikan sebagai reaksi dari respon tubuh terhadap rangsangan
dari luar kemudian diikuti oleh pengenalan dan pemahaman tentang informasi orang,
benda ataupun lingkungan.Perubahan persepsi dapat terjadi pada tubuh atau panca
indera yaitu pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan.Perubahan
persepsi yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas adalah halusinasi
dan depersonalisasi.
c. Perubahan pada afek dan emosi
Afek berkaitan dengan emosi individu, perubahan afek terjadi karena klien
berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu.Perubahan afek pada klien gangguan
orientasi realita adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.

12
d. Perubahan motorik
Perubahan motorik pada klien gangguan orientasi realita dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan dan penurunan kegiatan motorik, impulsif, maneurisme, otomatis,
stereotipe.
e. Perubahan sosial
Perkembangan hubungan sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan
individu untuk belajar dan mempertahankan interaksi.
6. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Terjadinya gangguan orientasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun
eksternal yaitu:
1) Faktor perkembangan
Dimana hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stress dan anxietas yang dapat berakhir dengan gangguan
persepsi sensori.
2) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda atau peran
bertentangan dapat menimbulkan anxietas yang berat.
3) Faktor biologis
Dimana dipengaruhi oleh faktor keturunan.
b. Faktor presipitasi
1) Stress sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, disingkirkan atau diasingkan.
2) Faktor biologis
Dopamin, neripin, indolamin, zat halusinogenik diduga berkaitan dengan
gangguan orientasi realitas.
3) Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang, disertai terbatasnya kemampuan mengatasi
masalah.

13
4) Faktor perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan gangguan orientasi berkait dengan perubahan
proses pikir, afek, persepsi motorik dan sosial.
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien gangguan orientasi realita adalah
peningkatan regresi proyeksi, kadang-kadang dapat ditemukan represi, sublimasi,
kompensasi dan fantasi.
8. Gejala
Gejala atau karakteristik perilaku halusinasi adalah:
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, dan merasa sesuatu yang
tidak nyata obyeknya.
3) Merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
4) Tidak dapat membedakan hal-hal yang nyata dan tidak nyata.
5) Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6) Pembicaraan kalau kadang tidak masuk akal.
7) Sikap curiga dan bermusuhan.
8) Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
9) Sulit membuat keputusan.
10) Ketakutan.
11)Tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene: mandi, sikat gigi, ganti
pakaian, berhias.
12) Muka merah tegang.
13) Tekanan darah meninggi.
14) Nafas terengah-engah.
15) Nadi cepat.
16) Banyak keringat.
9. Penatalaksanaan
a. Psikoterapeutik
- Bina hubungan saling percaya.

14
- Bantu dan bimbing klien menentukan cara menyelesaikan masalah (koping)
konstruktif.
- Bimbing klien mengungkapkan perasaannya.
b. Pendidikan
- Bimbing klien mengontrol halusinasinya.
- Jelaskan pada klien dan keluarga manfaat obat terhadap kesehatan serta efek
samping yang mungkin terjadi serta cara mengatasinya.
- Jelaskan kepada keluarga tanda-tanda halusinasinya, cara mengatasinya, serta
fasilitas kesehatan yang dapat digunakan.
c. Kegiatan kehidupan sehari-hari
- Bimbing klien memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
- Bimbing klien melaksanakan asuhan mandiri.
- Bimbing klien melaksanakan aktivitas.
d. Therapi somatik
- Pengekangan mekanik.
- Terapi elektrokonvulsif.
- Isolasi.
e. Lingkungan terapeutik
- Sikap lingkungan fisik yang dapat menguatkan realitas.
- Siapkan lingkungan sosial.

C. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Halusinasi

1. Pengkajian

Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada di bawah ini, yaitu:
a. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu maka individu akan mengalami stres dan kecemasan.
2. Faktor sosio kultural

15
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan dan kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
3. Faktor biokimia
Dengan adanya stres yang berlebihan, tubuh akan menghasilkan zat yang
bersifat halusinogenik.
4. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis dan sering diterima oleh anak
dapat mengakibatkan stres dan kecemasan dan berakhir dengan gangguan orientasi
realitas.
5. Faktor genetik
Pada kembar mono zigot berpengaruh terhadap perkembangan
schizoprenia.Pasien dengan psikotik yang mengalami halusinasi 80% diantaranya
adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan.
b. Faktor presipitasi
Mengkaji faktor lingkungan yang mencetus terjadinya halusinasi yaitu partisipasi
klien dalam kelompok.
c. Faktor perilaku
Respon klien terhadap halusinasi yaitu curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah, bingung perilaku merusak diri, kurang perhatian, ketidakmampuan, inkoheren,
kacau, tidak masuk akal, bicara sendiri, melihat atau mendengar sesuatu tanpa adanya
rangsangan yang nyata, perasaan bersalah, delusi, menolak makan, penyesalan yang
dalam atau merasa malu untuk mengenalkan pengalaman halusinasinya.
d. Mekanisme penyesuaian diri
Mekanisme yang biasa digunakan pada klien halusinasi adalah proyeksi yang
memberi kemampuan ego untuk mengatasi rangsangan dari luar sehingga dapat
mengatasi kecemasan.

16
Pohon Masalah Dengan Gangguan Sensori Persepsi:

Halusinasi Dengar

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran

isolasi social menarik diri

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang dirumuskan pada umumnya bersumber pada apa yang klien
perlihatkan sampai adanya halusinasi. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada klien dengan halusinasi antara lain:
a. Risiko tinggi mencederai diri sendiri dan orang lain.
b. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
c. Isolasi sosial: menarik diri.
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
e. Defisit perawatan diri : kebersihan diri.
3. Perencanaan
Dalam perencanaan ini secara garis besar, tujuan perencanaan klien yang mengalami
halusinasi adalah:
a. Klien mampu mengenal halusinasinya.
b. Klien mampu mengontrol halusinasinya.
c. Klien mampu mempertahankan strategi koping yang efektif.
d. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
e. Klien mampu memanfaatkan obat dengan baik.

17
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien mengacu pada prinsip-prinsip berikut
ini:
a. Melakukan validasi terhadap persepsi klien.
b. Menghindari realitas dimulai dengan realita diri orang lain dan lingkungan.
c. Menurunkan kecemasan klien.
d. Melindungi klien dan orang lain dari bahaya halusinasi.
e. Meningkatkan sistem pendukung (keluarga, klien lain, yang telah dapat
mengontrol halusinasi dan tim kesehatan).
Beberapa tindakan keperawatan yang perlu dilakukan pada klien halusinasi:
a. Bantu klien mengenal halusinasinya
- Bina hubungan saling percaya antara perawat klien.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
- Lakukan kontak sering dan singkat untuk mengurangi kontak klien dengan
halusinasinya.
Rasional : kontak sering dan singkat dapat memutuskan halusinasi.
- Observasi tingkah laku klien berkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri/ke kanan/ke depan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional : Mengenal prilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
- Indentifikasi timbulnya halusinasi, waktu, frekuensi, sifat dan isi halusinasi.
Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi dan frekwensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
b. Bantu klien mengontrol halusinasinya
- Identifikasi bersama klien cara/tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
Rasional : upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
- Diskusikan manfaat cara yang digunakan oleh klien dalam mengontrol
halusinasinya.
Rasional : Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
- Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi.

18
Rasional : Memberikan alternatif pilihan bagi klien untuk mengontrol halusinasi.
- Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
Rasional : Motivasi dapat meningkatkan klien untuk mencoba memilih salah satu
cara mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan hargadiri klien.
- Beri kesempatan pada klien untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Rasionalnya : memberi kesempatan pada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
- Anjurkan klien untuk mengikuti therapi aktivitas kelompok: orientasi realitas,
stimulasi persepsi.
Rasional : Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interpretasi realitas
klien akibat halusinasi.
c. Bantu klien mendapatkan dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi.
- Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
Rasional : Untuk mendapatkan bantuan kelurga mengontrol halusinasi.
- Diskusikan dengan keluarga cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
memutuskan halusinasi klien.
Rasional : Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan
pengetahuan tentang halusinasi.
d. Bantu klien memanfaatkan obat dengan baik
- Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis obat, frekwensi, dan
manfaat obat.
Rasional : Dengan mengetahui frekwensi dan manfaat obat diharapkan klien
melaksanakan program pengobatan.
- Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional : Menilai kemampuan klien dalam mengelola pengobatannya sendiri.
- Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat
yang dirasakan.
Rasional : Dengan mengetahui efek samping obat klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
- Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi.
Rasional : Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana.

19
- Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip enam benar.
- Rasional : Dengan mengetahui prinsip pengobatan obat maka kemandirian
klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
4. Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
- Klien dapat mengatasi atau mengurangi halusinasi.
- Klien dapat mengenali dan mengontrol halusinasi dengar.
- Klien dapat berhubungan dengan oranglain secara bertahap.
- Regimen terapeutik dapat dilaksanakan dengan optimal

20

Anda mungkin juga menyukai