Anda di halaman 1dari 24

MODEL PEMBELAJARAN REASONING AND PROBLEM SOLVING

SERTA MODEL PEMBELAJARAN INQUARY TRAINING

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10

VIDSVARA PUTRA KRISNANANDHA 1515071021

PUTU SURYA PRADANA 1515071022

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul MODEL PEMBELAJARAN
REASONING AND PROBLEM SOLVING SERTA MODEL PEMBELAJARAN
INQUARY TRAINING ini dapat saya selesaikan tepat waktu.

Makalah ini membicarakan model Pembelajaraan yang inovatif. Ada pula


pengertian dari Model Pembelajaran Reasoning And Problem Solving Serta Model
Pembelajaran Inquary Training. Terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut terutama Dosen Pengampu Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaraan berupa bimbingan untuk menyelesaikan makalah ini. Melalui kesempatan
ini saya sampaikan terimakasih.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak, saya
terima dengan senang hati. Namun, dibalik ketidak sempurnaannya tersebut masih
tersimpan sebuah harapan, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Singaraja, 6 Desember 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI
COVER . i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang .. 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Tujuan 2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving .. 3
2.2.Penilaian Aktivitas-Aktivitas Problem Solving dan Reasoning.. 6
2.3.Hasil Penelitian Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran
Reasoning and Problem Selving .... 8
2.4.Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaraan Problem Solving
and Reasoning .. 12
2.5.Pengertian Model Pembelajaran Inqury Tranning 13
2.6.Sintaks dari Model Pembelajaran Inquiry Trainning. 13
2.7.Hasil Penelitian yang Mendukung Makalah.. 15

BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan 19
3.2. Saran .. 19

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya pergeseran filosofi membelajaran,
yaitu dari paradigma transmisi menuju pada aktivitas kelas yang berpusat pada pebelajar
(OMalley & Fierce, 1996). Pergeseran filosofi tersebut berorientasi pada pembelajaran
yang holistik yang memperhatikan perkembangan anak secara menyeluruh, meliputi
pertumbuhan fisik, sosial, emosioal, dan intelektual. Pembelajaran holistik akan
memandu para praktisi pendidikan dalam memformulasikan pembelajaran secara lebih
spesifik (Santyasa, 2003a).
Marzano et al (1988) menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
mengembangkan pemikir-pemikir yang matang yang dapat menggunakan pengetahuan
yang dimilikinya dalam kehidupan nyata. Pembelajaran dengan model problem solving
dan reasoning sangat bermanfaat dan merupakan kebutuhan individu sebagai makhluk
sosial (Seiger-Ehrenberg dalam Marzano et al, 1988). Tindakan pebelajar yang etis dan
cerdas bersumber dari penggunaan proses pemecahan masalah, berpikir rasional, dan
mengambil keputusan (Santyasa, 2003b). Keterampilan berpikir tidak hanya berupa
kemampuan bagaimana menampilkan proses-proses berpikir spesifik (Beyer dalam
Costa, 1991), tetapi juga termasuk apa yang harus dilakukan ketika penyelesaian masalah
tidak segera terpecahkan, keterampilan-keterampilan belajar dan belajar bagaimana
belajar, berpikir rasional, pemecahan masalah, dan strategi-strategi pengambilan
keputusan (Marzano dan Aredondo dalam Costa, 1991). Keterampilan-keterampilan
tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran alternatif yang inovatif, yaitu model problem
solving dan reason model Inquary Training.

1.2. Rumusan Masalah


Dari pemaparan Latar Belakang diatas dapat ditemukan beberapa rumusan masalah
,antara lain :
1. Apa yang dimaksud model pembelajaraan Reasoning and Problem Selving ?
2. Apa yang dimaksud model pembelajaraan Inquiry training ?

1.3. Tujuan
Dari Rumusan Masalah Diatas dapat beberapa tujuan,

1. Untuk mengetahui pengertian dari model pembelajaraan reasoning and Problem


selving.
2. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaraan Inquiry Training

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving

Di abad pengetahuan ini, isu mengenai perubahan paradigma pendidikan telah


gencar didengungkan, baik yang menyangkut content maupun pedagogy. Perubahan
tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif (Krulik &
Rudnick, 1996). Perubahan tersebut merekomendasikan model problem solving dan
reasoning sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa
kemampuan problem solving dan reasoning merupakan keterampilan utama yang harus
dimiliki pebelajar ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan
aktivitas di dunia nyata. Jadi, model problem solving dan reasoning yang berlandaskan
pada paradigma konstruktivistik tersebut relatif tepat diacu sebagai alternatif model
pembelajaran yang inovatif.
Terkait dengan pengertian model pembelajaran,Gunter et al (1990:67)
mendefinisikan an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific
learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran.
Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Berdasarkan definisi tersebut, tampak bahwa model pembelajaran juga
merupakan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering
instruction that is intended to help students achieve a learning objective (Burden & Byrd,
1999:85). Jadi, model atau strategi pembelajaran merupakan teori preskriptif yang
berperan sebagai fasilitas belajar untuk mencapai tujuan belajar kekinian.
Model problem solving dan reasoning yang merupakan teori preskriptif tersebut
dibangun oleh konsep-konsep: problem solving, dan reasoning. Problem adalah
suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu
atau kelompok untuk menemukan jawaban. Problem solving adalah upaya individu atau
kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan
3

yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah
(Krulik & Rudnick, 1996). Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan
berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Aktivitas
problem solving terkait erat dengan aktivitas pengambilan keputusan dan scientific
inquiry. Problem solving merupakan salah satu kompetensi seseorang yang cukup penting
sebagai prasyarat baginya untuk bisa hidup. Esensi kehidupan sehari-hari adalah situasi
pemecahan masalah.
Reasoning merupakan aktivitas atau proses-proses berpikir. Proses berpikir
merupakan seperangkat operasi mental, yang meliputi: pembentukan konsep, pembentukan
prinsip, pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian. Proses-
proses tersebut pada umumnya saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Proses-
proses pembentukan konsep, pembentukan prinsip, dan pemahaman merupakan proses-
proses pengkonstruksian pengetahuan. Proses-proses pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, dan penelitian merupakan aplikasi konsep, prinsip, dan pemahaman.
Model problem solving dan reasoning dapat dilaksanakan dengan lima langkah
pembelajaran, yaitu:
(1) Membaca dan berpikir
(2) Mengeksplorasi dan merencanakan pemecahan,
(3) Menseleksi strategi pemecahan,
(4) Menemukan jawaban.
(5) refleksi dan perluasan terhadap hasil pemecahan.
Aktivitas-aktivitas problem solving dan reasoning dapat dievaluasi berdasarkan
hasil pengamatan unjuk kerja pebelajar, jurnal metakognisi pebelajar, laporan hasil
elaborasi masalah, hasil kreasi proyek. Di samping itu, penilaian dapat pula dilakukan
berdasarkan tes. Namun, tes diharapkan dapat menggali respon-respon divergen. Tes
yang dimaksud adalah tes pilihan ganda diperluas (multiple choise test with written
justification) dan open-ended questions test.

1. Mengidentifikasi fakta
1 2. Mengidentifikasi masalah
Membaca
3. Memvisualisasikan pemecahan
dan Berpikir
4. Mendeskripsikan seting pemecahan
5. Memulai tindakan

1. Mengorganisasi informasi
2 2. Apa informasinya sudah cukup?
3. Apa informasinya sudah banyak?
Eksplorasi
4. Melukiskan diagram atau
dan
mengkonstruksi sebuah model
Perencanaan
pemecahanan
5. Membuat diagram, tabel, grafik, atau
gambar



3 1. Menetapkan pola pemecahan
Menseleksi 2. Menguji pola pemecahan
Strategi 3. Membuat simulasi atau eksperimen
4. Melakukan reduksi atau ekspansi
5. Membuat deduksi logis
6. Menulis persamaan bila perlu

1. Mengestimasi hasil pemecahan


4 2. Menggunakan keterampilan
Menemukan menghitung bila diperlukan
Jawaban 3. Menggunakan keterampilan aljabar

4. Menggunakan keterampilan geometri



1. Mengoreksi jawaban (apa perhitungan telah


benar? Apa pertanyaan telah terjawab? Apakah
jawaban telah rasional? Seberapa jauh keakuratan
5 jawaban yang diperoleh dengan estimasi
Refleksi sebelumnya?
dan 2. Menemukan alternatif pemecahan lain
Perluasan 3. Memperluas konsep ilmiah dan generalisasi
4. Mendiskusikan hasil penyelesaian
5. Memformulasikan masalah-masalah variatif yang
orisinil

Gambar 1. Langkah-langkah pembelajaran


model Problem Solving dan Reasoning

Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan


berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi,
keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya
adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan
pebelajar, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

2.2. Penilaian Aktivitas-Aktivitas Problem Solving dan Reasoning



Teknik-teknik penilaian untuk mengukur aktivitas-aktivitas problem solving dan
reasoning hendaknya bersifat lentur dan lebih bervariasi. Dalam hal ini, penilaian lebih
ditujukan pada mengakses proses pembelajaran. Sebab itu, lebih banyak digunakan data
subyektif untuk menilai pertumbuhan peserta didik. Data subyektif tersebut diperoleh
dari hasil pengamatan unjuk kerja peserta didik, penilaian tentang jurnal metakognisi
yang dikonstruksinya, hasil ringkasan, laporan proyek, tes, dan lain-lain.
Unjuk kerja peserta didik yang perlu diamati selama pembelajaran adalah: apakah
peserta didik mencoba memecahkan masalah, apakah mereka bekerja secara kooperatif
dalam kelompok, apakah mereka tetap menunjukkan ketekunan malaupun terkadang
menemui kegagalan dalam mencoba pemecahan masalah pertama, apakah mereka
menunjukkan rasa percaya diri. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan check
list yang mendeskripsikan kualitas unjuk kerja.
Membantu para peserta didik berpikir tentang apa yang mereka pikirkan dan
membuat perubahan dalam cara bagaimana mereka berpikir adalah esensi dari metakognisi.
Metakognisi merupakan dasar menuju pada aktiviras problem solving dan reasoning.
Metakognisi sangat penting untuk membantu peserta didik memikirkan proses tindakan yang
mereka lakukan dalam belajar. Tindakan tersebut misalnya mengkonstruksi jurnal. Jurnal
metakognisi adalah hasil pekerjaan peserta didik berupa pengkonstruksian masalah berikut
solusi yang ditampilkan terhadap masing-masing masalah. Jurnal metakognisi juga dapat
diwujudkan berupa hasil elaborasi terhadap suatu bacaan tertentu. Penilaian dilakukan
dengan menggunakan rubrik yang berisi deskripsi kualitatif dan kuantitatif tentang jurnal
yang dikonstruksi.

Penggunaan model tes juga merupakan alternatif cara penilaian model problem
solving dan reasoning. Belajar dengan model problem solving dan reasoning melibatkan
lebih banyak proses berpikir divergen. Untuk mengases proses berpikir divergen, tidak
cukup dengan tes pilihan ganda yang hanya menuntut satu jawaban benar, tetapi diperlukan
tes yang bertipe extended respons dan asesmen yang dapat mengases secara komprehensif
bagaimana para pebelajar mengorganisasi, menstrukturisasi, dan menggunakan informasi
yang dipelajari dalam konteks memecahkan masalah dan berpikir tentang belajar
mereka di kelas atau di dunia nyata. Tes dan asesmen semacam itu dapat menantang
pebelajar untuk mengeksplorasi jawaban secara terbuka, memecahkan masalah kompleks,
dan melukiskan kesimpulan sendiri. Untuk maksud tersebut, terdapat enam karakteristik
asesmen, yaitu:
(1) Menanyakan pembelajar untuk menampilkan, menciptakan, menghasilkan, atau
mengerjakan sesuatu,
(2) Merangsang berpikir tingkat tinggi dan keterampilan-keterampilan pemecahan
masalah,
(3) Menggunakan tugas-tugas yang mewakili aktivitas-aktivitas pembelajaran
bermakna,
(4) Meminta penerapan-penerapan dunia nyata,
(5) Membuat penskoran dengan penggunaan pertimbangan secara manusiawi.

2.3. Hasil Penelitian Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Reasoning


and Problem Selving

Hasil penelitian yang kali ini diambil adalah hasil penelitian dari Ni Wayan Suarsini
,dkk dari jurusan PGSD,UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA dengan judul
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN REASONING AND PROBLEM SOLVING
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD DI GUGUS VIII
KECAMATAN UBUD.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika
antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Reasoning And Problem Solving
dan siswa yang belajar dengan model Direct Instruction pada siswa kelas V SD di gugus
VIII Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian
ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperiment) dengan rancangan penelitian
posttest only non-equivalent control group design. Populasi penelitian terdiri dari 5 kelas
SD di gugus VIII Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Sampel ditentukan sebanyak
2 kelas yang dipilih dengan cara simple group random sampling. Data hasil belajar
matematika siswa, dikumpulkan dengan metode tes dan instrumen tes hasil belajar
matematika dalam bentuk tes essay yang terdiri dari 5 butir tes. Data dianalisis secara
deskriptif menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji analisis menunjukkan
bahwa, nilai rata-rata siswa yang mengikuti pembelajaran model Reasoning And Problem
Solving adalah 18,79, sedangkan nilai rata-rata siswa yang mengikuti pembelajaran
Direct Instruction adalah 14,59. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung
(4,11) > ttabel (2,000), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar matematika antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Reasoning
And Problem Solving dan siswa yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran Direct Instruction.
Metode analisis data dalam penelitian menggunakan metode analisis statistik
deskriptif dan statistik inferensial.Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tinggi
rendahnya kualitas dari dua variabel yaitu model pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata (M), median
(Md), modus (Mo), dan standar deviasi (SD). Selanjutnya data penilaian te essay

didasarkan pada rubrik penilaian yang dirancang oleh peneliti. Pengembangan rubrik
penilaian didasarkan pada tuntutan jawaban yang mencerminkan pemikiran secara tertulis
atau verbal yang menginterpretasikan ide-ide yang logis. Setiap skor memiliki katagori
penilaian yang berbeda-beda. Instrumen penelitian yang diuji cobakan berupa kisi-
kisi tes hasil belajar matematika, tes hasil belajar matematika, dan kunci jawaban tes hasil
belajar matematika. Tes hasil belajar matematika siswa mengacu pada rubrik penilaian
seperti Tabel dibawah ini :

Table 1. Rubrik penilaian tes hasil belajar


siswa

Skor Kriteria
(1) (2)
5 Memberikan suatu penyelesaian yang lengkap dan benar
4 Memberikan suatu penyelesaian yang benar, sedikit salah
tetapi memuaskan
3 Memberikan suatu penyelesaian yang benar, banyak salah
tetapi memuaskan
2 Memberikan suatu penyelesaian yang ada unsur benarnya tetapi
tidak memadai
1 Mencoba memberikan suatu penyelesaian tetapi salah total
0 Tidak mencoba memberikan suatu penyelesaian sama sekali

Gambar 2. Grafik polygon hasil belajar matematika kelompok eksperimen dan


kelompok control

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Reasoning And Problem Solving dengan siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran Direct Instruction pada siswa kelas V SD di gugus VIII
Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2012/2013. Skor yang
dicapai oleh kelompok siswa yang belajar dengan model Reasoning And Problem Solving
cenderung tinggi, ini terbukti dari Mo > Md > M (21,49> 19,24 > 18,79) sedangkan skor
kelompok siswa yang belajar dengan model Direct Instruction cenderung rendah, ini
terbukti dari Mo < Md < M (12,92 < 13,85 < 14,59). Hasil uji-t menunjukkan bahwa
thitung lebih besar dari ttabel yaitu t hitung = 4,11 dan t tabel = 2,000 untuk db = n1 + n2
2 = 66 dengan taraf signifikansi 5%. Ini menunjukkan bahwa model pembelajaran
Reasoning And Problem Solving lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran
Direct Instruction pada pokok bahasan bangun datar dan bangun ruang.

10

Hasil penelitian yang kedua ini diambil adalah hasil penelitian dari Muzzi Novriyani
,dkk dari jurusan Pendidikan Fisika ,UNIVERSITAS NEGRI PADANG dengan judul
PENGARUH LKS BERBASIS REASONING AND PROBLEM SOLVING
TERHADAP HASIL PEMBELAJARAN FISIKA SMAN 1 LUBUK
ALUNG KELAS XI SEMESTER 1
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik Cluster random sampling sehingga didapatkan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol
dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu ;Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah LKS berbasis Reasoning and Problem Solving, variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kompetensi dasar siswa dalam aspek kognitif, psikomotor dan afektif
selama pembelajaran berlangsung dan variabel kontrol meliputi materi yang digunakan
sama sesuai dengan KTSP, model pembelajaran yang sama, kemampuan awal siswa antara
kedua kelas setara, Guru, buku sumber dan waktu yang digunakan serta jumlah soal yang
akan diujikan pada kedua kelas sama.

Kelas N Mean S2 th tt

Eksperimen 30 83,73 20,89


3,19 1,671

Kontrol 30 79,89 23,305

Table 2. Data Hasil Uji Homogenitas Kedua Kelas Sampel Ranah Afektif

Setelah melakukan penelitian terhadap pengaruh LKS berbasis Reasoning and


Problem Solving terhadap hasil belajar Fisika siswa SMAN 1 Lubuk Alung, kemudian
melakukan pengolahan data, dapat ditarik kesimpulan bahwa LKS berbasis Reasoning and
Problem Solving memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar Fisika siswa
kelas XI IPA SMAN 1 Lubuk Alung pada tiga ranah penilaian yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor yang ditandai dengan peningkatan nilai belajar, sikap dan prilaku positif, dan
keterampilan siswa yang kreatif dalam belajar. Rata-rata nila pada ranah kognitif 84,33 di
11

kelas eksperimen dan 78,20 di kelas kontrol. Rata- rata nilai pada ranah afektif 83,73 di
kelas eksperimen dan 79,90 di kelas kontrol. Rata-rata nilai pada ranah psikomotor 81,75
di kelas eksperimen dan 77,53 di kelas kontrol.

2.4. Kelebihan dan Kekurangan dari penggunaan reasoning and problem solving

Kelebihan
1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2) Berpikir dan bertindak kreatif.
3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6) Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tepat.
7) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan lingkungan sekitar,
khususnya dunia kerja.
8) Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
9) Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
10) Belajar mengalalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
11) Mendidik siswa untuk percaya diri.

Kekurangan
1) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran
yang lain.
2) Di dalam kelompok kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan
mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai
pendengar saja.

12

2.5. Pengertian Model Pembelajaran Inqury Tranning

Sains sebagai proses yang berawal dari observasi terhadap fenomena alam
dengan cara kerja sebagaimamna yang dilakukan saintis. Melalui proses IPA dsapat
dikembangkan keterampilan mengobservasi, menjelaskan, berpikir, memecahkan masalah
dan membuat keputusan. Proses pembelajaran berjalan secara optimal perlu adanya rencana
pembuatan pembuatan strategi pembelajaran juga mencapai komponen yang ada dalam
pembelajaran. (Subianto, 1990: 17) menyatakan komponen pembejaran mecakup tiga hal
yaitu: tujuan, model, evaluasi.
Inkuiri dalam bahasa inggris Inquiry berarti pernyataan, atau pemeriksaan,
penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari dan
memahami informasi (Trianto, 2007: 13). Dengan kata lain model pembelajaran latihan
inkuiri adalah model pembelajaran dari fakta menuju teori atau From Fact To Theoris (Joyce,
1996: 192). Dalam buku Model Of Teaching (Joyce, 2007: 1346) mengatakan bahwa:
Inquiry training is designed to bring student directly in to the scientific proses trough
exsercises that compress the scientific proses in to small periods of time

Jadi inkuiri training model adalah model yang membawa siswa secara langsung
kedalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat (Trianto, 2007: 136).
Model latihan inkuiri bertujuan untuk melibatkan kemampuan siswa dalam
meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah (Hamzah, 2007:17)

2.6. Sintaks dari Model Pembelajaran Inquiry Trainning


Langkah-langkah Model Latihan Inkuiri
1. Menajukan pertanyaan atau masalah
Memberikan pertanyaan atau suatu masalah kepada siswa, kemudian siswa diminta untuk
merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat
diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru meminta lepada siswa untuk

13

mengajukan gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada dipilih
salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3. Mengumpul data
Hiposis digunakan untuk proses mengumpul data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel,
matrik, atau grafik.
4. Analisis data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data
yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran benar atau
salah setelah memperoleh dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah
dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai
dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.
5. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara
berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Sintaks Pembelajaran Inkuiri
Inquiry training model has five phase see table 2.1 (Joyce, 1996: 197). Dalam buku
Trianto sintaks model latihan inkuiri terdapat lima tahapan pembelajaran. Pada penelitian ini
tahapan yang digunakan mengdaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan
oleh Eggen dan Kauchak pada tabel dibawah ini (Trianto, 2007: 141-142).

Fase Perilaku Guru

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan


1)Menyajikan pertanyaan atau masalah ditulis di papan tulis, guru membagi siswa kedalam
masalah kelompok.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk curah


pendapat dalam membuat hipotesis. Guru membimbing siswa
dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang
2). Membuat hipotesis menjadi prioritas penyelidikan.

14

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis
yang akan dilakukan.Guru membimbing siswa mengurutkan
3). Merancang percobaan langkah-langkah percobaan.

4).Mengumpulkan dan menganalisis Guru memberi kesempatan pada setiap kelompok untuk
data menyampaikan haisl pengolahan data yang trkumpul.

5). Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Kelebihan dari Model Pembelajaran Inquiry Trainning


dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir, dan siswa jadi terampil
dalam memproleh dan menganalisis informasi (Trianto, 2007: 136).
Kekurangan dari model Pembelajaran Inquiry Trainning
1 Tidak dapat di terapkan pada kelas yang siswanya terlalu banyak
2 Kita harus lebih memperhatikan kemampuan awal siswa yang berbeda beda agar sehingga
motivasi yang ada pada kelebihan model ini dapat berjalan denga lancar tidak sebaliknya

2.7. Hasil Penelitian yang Mendukung Makalah

A. Judul

PENERAPAN INQUIRY TRAINING MODEL UNTUK MENINGKATKAN


MOTIVASI BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA
KELAS VIII F SMPN 1 KARANGPLOSO

B. Metode yang Digunakan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan


jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan 2 siklus, 1 siklus terdiri dari 2 pertemuan.
Setiap siklus PTK terdiri atas 4 tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi,
dan refleksi. Teknik analisis data yang digunakan adalah persentase motivasi belajar dan
pemahaman konsep siswa. peneliti bertindak sebagai instrumen kunci dan pengumpul data.
Instrumen kunci berarti bahwa peneliti sebagai pengamat dan pemberi tindakan. Dalam
kegiatan pengamatan dan pengumpulan data, peneliti dibantu oleh 2 teman sejawat. Peran
teman sejawat adalah sebagai mitra
15

observasi dalam pengumpulan data.
Tempat penelitian atau pengambilan data dilaksanakan di SMP Negeri 1 Karangploso. Waktu
penelitian yaitu bulan April 2014. Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa di kelas
VIII F SMPN 1 Karangploso dengan jumlah 30 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan
15 siswa perempuan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah Proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa sesuai dengan langkah- langkah dalam
pembelajaran Inquiry Training Model diukur dengan lembar observasi keterlaksanaan model.
Data yang diperoah selanjutnya akan dianalisis sehingga diperoleh persentase keberhasilan
tindakan. Motivasi belajar siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran yang diukur
dengan lembar observasi motivasi. Data yang diperoleh selanjutnya akan di analisis sehingga
didapatkan skor motivasi belajar siswa. Pemahaman konsep diukur dengan tes tulis. Data
yang diperoleh berupa keterlaksanaan pembelajaran Inquiry Training Model yang
dikumpulkan oleh dua orang pengamat. Selanjutnya dihitung persentase keterlaksanaan
model dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Persentase keterlaksaan model = Jumlah
skor aktivitas yang dilakukan x 100%
Jumlah skor maksimum
(Sumber : Adaptasi Syarifuddin (dalam Riyani dkk : 4))
Data yang diperoleh berupa data motivasi siswa, pengamatan motivasi dilakukan pada
setiap siklus. Selanjutnya dihitung persentase motivasi belajar siswa, untuk menghitung
persentase motivasi belajar siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Persentase motivasi = Jumlah siswa yang menunjukkan deskriptor x 100% Jumlah total siswa
(Sumber: Adaptasi Arikunto, 2001)
Analisis data pemahaman konsep siswa dilakukan dengan ketuntasan belajar
siswa secara individual dan secara klasikal. Standar ketuntasan minimum yang
digunakan di SMPN 1 Karangploso sebagai berikut :
a. Siswa dikatakan tuntas belajarnya apabila mencapai skor 75, hal ini sesuai dengan
KKM yang ditentukan oleh sekolah.
b. Ketuntasan belajar klasikal jika 70% siswa di dalam kelas mencapai skor 75.

C. Hasil Penelitian

Keterlaksananaan pembelajaran dengan Inquiry Training pada siklus I yang terdiri


dari dua pertemuan, yang masing-masing aspek dikembangkan menjadi beberapa deskriptor.
16

Data yang diperoleh pada pertemuan pertama persentase keterlaksanaan model observer 1
sebesar 72,5 % dan observer 2 sebesar 77, 5% sehingga rata- ratanya menjadi 75%. Pada
pertemuan kedua diperoleh hasil persentase keterlaksanaan model observer 1 sebesar 75 %
dan observer 2 sebesar 76,25% sehingga rata- ratanya menjadi 75,6%. Keterlaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan Inquiry Training Model pada siklus II yaitu persentase
keterlaksanaan model observer 1 sebesar 82,5 % dan observer 2 sebesar 83,75% sehingga
rataratanya menjadi 83,125%. Ada peningkatan sebesar 7,5% dibanding dengan siklus I Pada
studi pendahuluan di kelas VIIIF SMPN 1 Karangploso, menunjukkan bahwa motivasi belajar
siswa cenderung kurang. Berdasarkan deskriptor motivasi belajar siswa, hampir semua aspek
belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat diketahui bahwa persentase motivasi belajar
siswa secara klasikal adalah 56,67% dengan taraf keberhasilan cukup. Namun sudah ada
peningkatan sebesar 25,57% dibandingkan dengan sebelum diberi tindakan. Berdasarkan
deskriptor motivasi belajar siswa, hampir semua aspek mengalami peningkatan dari siklus I.
Berdasarkan tabel motivasi belajar siswa dapat diketahui bahwa persentase motivasi belajar
siswa secara klasikal adalah 66,5% dengan taraf keberhasilan baik. Ada peningkatan sebesar
9,83% dibandingkan dengan siklus I. Materi yang diujikan pada tes siklus I adalah pembiasan
cahaya dan lensa cembung. Tes ini diikuti oleh 30 siswa dengan soal tes berupa pilihan ganda
sebanyak 15 soal. Setelah pengolahan hasil tes akhir siklus I, diperoleh nilai rata- rata 75,5
dengan persentase 60% siswa dinyatakan tuntas karena mencapai nilai KKM. 40 % siswa
nilainya masih berada di bawah KKM. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I lebih tinggi
dibandingkan sebelum diterapkan Inquiry Training Model, yakni terdapat peningkatan
sebesar 23,3%. Setelah pengolahan hasil tes akhir siklus II, diperoleh nilai rata- rata 78,3
dengan dengan persentase 70% siswa dinyatakan tuntas karena
mencapai nilai KKM. Ketuntasan belajar siswa pada siklus II lebih tinggi dibandingkan
sebelum diterapkan Inquiry Training Model, yakni terdapat peningkatan sebesar 10%.

D. Kesimpulan dari penelitian ini


Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan Inquiry Training Model rata-rata
siklus I sebesar 75,6% dan siklus II sebesar 83,1%. Dengan demikian penerapan Inquiry
Training Model pada pelajaran fisika kelas VIIIF SMPN1 Karangploso telah terlaksana sesuai
perencanaan, dengan tahapan konfrontasi dengan masalah, tahap pengumpulan dan verifikasi

17

data, tahap pengumpulan data-eksperimen, mengorganisasi dan merumuskan penjelasan,


serta menganalisis proses inkuiri telah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Penerapan Inquiry Training Model dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIIF
SMPN 1 Karangploso. Pada siklus I diperoleh rata-rata motivasi belajar siswa yang
memenuhi deskriptor sebesar 56,7% dan siklus II sebesar 66,5%. Penerapan Inquiry Training
Model dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa kelas VIIF SMPN 1 Karangploso
dilihat dari aspek kognitif. Hasil tes pada siklus I diperoleh rata-rata Pada siklus Idiperoleh
rata-rata nilai sebesar 75,5 dengan persentase 60% dari siswa yang mengikuti tes telah
mencapai KKM. Pada siklus II diperoleh rata-rata nilai sebesar 78,3 dengan persentase 70%
dari siswa yang mengikuti tes telah mencapai KKM. Jika dilihat, pemahaman konsep fisika
siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran Inquiry Training Model dan setelah dilaksanakan
pembelajaran Inquiry Training Model mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu
dari 30 siswa hanya 36,7% saja yang tuntas atau mencapai KKM.

18

BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan pada bab 2 dapat disimpulkan bahwa Model problem solving dan
reasoning adalah alternatif model pembelajaran inovatif yang dikembangkan berlandaskan
paradigma konstruktivistik. Esensi dari model pembelajaran tersebut adalah adanya
reorientasi pembelajaran dari semula berpusat pada pengajar menjadi berpusat pada
pebelajar. Model problem solving dan reasoning memberikan peluang pemberdayaan
potensi berpikir pebelajar dalam aktivitas-aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan dalam konteks kehidupan dunia nyata yang kompleks.
Model problem solving dan reasoning dapat dilaksanakan dengan lima langkah
pembelajaran, yaitu: (1) membaca dan berpikir (2) mengeksplorasi dan merencanakan
pemecahan, (3) menseleksi strategi pemecahan, (4) menemukan jawaban, dan (5) refleksi
dan perluasan terhadap hasil pemecahan.
Inkuiri dalam bahasa inggris Inquiry berarti pernyataan, atau pemeriksaan,
penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari dan
memahami informasi (Trianto, 2007: 13). Dengan kata lain model pembelajaran latihan
inkuiri adalah model pembelajaran dari fakta menuju teori atau From Fact To Theoris (Joyce,
1996: 192). Dalam buku Model Of Teaching (Joyce, 2007: 1346) mengatakan bahwa:
Inquiry training is designed to bring student directly in to the scientific proses trough
exsercises that compress the scientific proses in to small periods of time

3.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan Teori dan Hasil
p e n e l i t i a n yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Seluruh siswa dalam proses
pembelajaran yang menggunakan penerapan model pembelajaran yang inovatif , siswa
selalu mengikuti dan memperhatikan pelajaran dan materi yang diperoleh dengan
sungguh-sungguh, sehingga dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, Guru-guru
pengajar bidang studi tertentu di sekolah, agar dalam mengelola proses pembelajaran
menerapkan model pembelajaran Reasoning And Problem Solving serta inquery

treaning sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

19

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, W. 2000. Reformasi pembelajaran menghadapi abad pengetahuan. Makalah.


Disajikan dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknologi Pembelajaran V,
tanggal 7 Oktober 2000, di UM.

Suarsini,Ni Wayan,dkk.2012. Pengaruh Model Pembelajaran Reasoning And Problem


Solving Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Sd Di Gugus Viii Kecamatan
Ubud.Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha.

Santyasa,Iwayan.2004.Model Problem Solving dan Reasoning Sebagai Alternatif


Pembelajaraan Inovatif.Singaraja:FPMIPA IKIP Negri Singaraja.

http://fisikawansastra.blogspot.co.id/2015/04/modelpembelajaraninqurytraining.html

http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelAE09467EED30DEBABC1287BEDB6291E8.pdf

20

21

Anda mungkin juga menyukai