Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Assalamuaalaikum wr.wb

Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya

makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah yang berjudul Chiralitas Obat ini

khusus disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Dasar.

Materi disajikan secara sistematis sehingga mudah untuk dipelajari.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama Ibu Sisilia T. R. Dewi, S. Si.,

M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas dan teman-

teman satu kelompok yang telah menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan atau

belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini.

Sekian.

Wassalamualaikum wr.wb

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Rumusan Masalah ....... 2

1.3 Tujuan ..4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kiralitas ................................................................................5

2.2 Kiralitas dan Enansiomer ....................................................................... 5

2.3 Obat Kiral dalam Sistem Biologi ........................................................... 7

2.4 Pentingnya Kiralitas Dalam Sebuah Obat ..9

2.5 Senyawa kiral yang dijadikan Obat ........................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan . 17

3.1 Saran.... 17

Daftar Pustaka .. 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral dan

zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit,

memperlambat proses penyakit atau menyembuhkan penyakit.

Pentingnya stereokimia dalam aksi obat mendapat perhatian yang lebih besar

dalam praktek medis, dan pengetahuan dasar tentang subjeknya akan diperlukan

bagi dokter untuk membuat keputusan tentang penggunaan enansiomer tunggal

dari obat-obatan. Banyak obat pada saat ini digunakan dalam praktek psikiatri

yakni dalam campuran enantiomer. Untuk beberapa terapi, formulasi tunggal

enansiomer dapat memberikan selektivitas yang lebih besar untuk target biologis

dan indeks terapi dimana farmakokinetik lebih baik daripada campuran

enantiomer. Dalam beberapa kasus, baik campuran enantiomer maupun formulasi

tunggal enansiomer obat akan tersedia secara bersamaan. Hubungan stereokimia

obat dan implikasi farmakologis akan membantu pihak medis dalam memberikan

farmakoterapi yang optimal bagi pasiennya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kiralitas?

2. Bagaimana obat kiral dalam system biologi?

3. Bagaimana Pentingnya kiraliatas dalam sebuah obat?

3
4. Bagaimana senyawa kiral yang dijadikan obat?

4.1. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana pentingnya kiralitas obat dalam sebuah obat

dan senyawa kiral yang dijadikan obat

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kiralitas

Kiralitas adalah suatu keadaan yang menyebabkan dua molekul dengan

struktur yang sama tetapi berbeda susunan ruang dan konfigurasinya. Atom yang

menjadi pusat kiralitas dikenal dengan istilah atom kiral. Penyebab adanya

kiralitas adalah adanya senyawa karbon yang tidak simetris.

2.2 Kiralitas dan Enansiomer

Bagian kimia yang berhubungan dengan struktur dalam tiga dimensi disebut

stereokimia. Salah satu aspek dari stereokimia adalah stereoisomer: rumus kimia

yang sama tetapi berbeda dalam cara berorientasi atom di ruang.

Molekul kiral adalah molekul dengan pusat karbon tetrahedral yang memiliki

substituen berbeda, berupa pasangan molekul berbayangan cermin, dan bayangan

cermin itu secara nyata tidak bisa dihimpitkan secara sempurna, seperti

mendempetkan sarung tanggan kanan dan sarung tangan kiri.

5
Kiralitas adalah materi yang ditemukan dalam sistem biologi dari dasar

kehidupan seperti asam amino, karbohidrat dan lipid. Sintesis kiral (chiral

synthesis) adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa

dengan elemen kiralitas yang dinginkan. Fenonema stereokimia yang penting dan

menarik dari atom karbon molekul organik adalah kiralitas dari karbon tetrahedral

yang keempat gugus atau elemennya berbeda. Dimana kiralitas sering

digambarkan dengan tangan kiri dan kanan dimana tangan kiri dan tangan kanan

merupakan bayangan cermin satu sama lain tetapi tidak superimbosible.

Enantiomer adalah dua stereoisomer yang mana tidak dapat dihimpitkan

terhadap bayangan cerminnya. Diastereomers pada umumnya memiliki paling

tidak dua pusat asimetris (satu diantaranya mempunyai konfigurasi yang sama)

dan bukan merupakan bayangan cerminnya. Sebagian besar umumnya pusat kiral

diwakili oleh karbon tetrahedral, meskipun atom lain, seperti nitrogen, sulfur, dan

phosphate, bisa ditemukan dalam stereoisomer. Senyawa yang memiliki

sedikitnya dua enantiomer adalah senyawa kiral.

Sifat utama dari stereoisomer adalah diwakili oleh perputaran cahaya

terpolarisasi kearah yang berbeda, berlawanan arah jarum jam (levo) dan searah

jarum jam (dektro) atau L(-)- isomer dan D(-)- isomer. Menurut ketentuan

Fischer, secara luas senyawa gula dan asam amino menggunakan symbol D dan L,

dan hal ini berdasarkan pada perbandingan dengan senyawa +(-)-gliseraldehide

dan saat ini digunakan juga ketentuan Cahn-Ingold-Prelog menggunakan R dan S.

6
Rotasi optik untuk dua enantiomer dalam campuran rasemik adalah sama

(tidak memutar arah cahaya polarisasi). Sementara untuk diastereomer tidak sama

dengan enantiomer, diastereomers mungkin memiliki perbedaan titik didih, titik

beku dan atau kelarutan.

Kekiralan suatu bahan obat menjadi topik utama dalam penelitian,

pengembangan, dan desain obat baru dalam sepuluh tahun terakhir ini. Banyak

laporan yang menunjukkan bahwa efektivitas suatu bahan obat sangat tergantung

pada kekiralan senyawa tersebut. Dari pengujian beragam bahan obat kiral dalam

bentuk rasemat, diketahui hanya satu enansiomer yang memiliki aktivitas

farmakologi, sedangkan enansiomer lalnnya kemungkinan bersifat toksik. Atas

dasar ini, penggunaan bahan obat kiral dalam bentuk enansiomer tunggal akan

berdampak pada peningkatan efektivitas, penurunan dosis dan juga efek samping

dari obat tersebut.

2.3 Obat Kiral dalam Sistem Biologi

Kedua molekul sepasang enantiomer memiliki komposisi kimia yang sama

tetapi dalam lingkungan kiral seperti reseptor dan enzim dalam tubuh, mereka

dapat berperilaku berbeda. Sebuah rasemat (sering disebut campuran rasemat)

7
adalah campuran dari jumlah yang sama dari kedua enantiomer obat kiral.

Kiralitas dalam obat yang paling sering muncul dari atom karbon yang melekat

pada 4 kelompok yang berbeda, tapi kiralitas bisa juga berasal dari sumber lain.

Dalam lingkungan kiral, salah satu enantiomer mungkin memiliki komposisi

kimia yang berbeda dan perilaku farmakologis dari enantiomer lainnya. Karena

sistem kehidupan itu sendiri kiral, masing-masing enansiomer dari obat kiral

dapat berperilaku sangat berbeda in vivo. Dengan kata lain, R-enansiomer obat

belum tentu berperilaku dengan cara yang sama seperti S-enansiomer dari obat

yang sama ketika diambil oleh pasien. Untuk obat kiral yang diberikan harus tepat

mempertimbangkan 2 enantiomer sebagai 2 obat terpisah dengan sifat yang

berbeda kecuali terbukti sebaliknya.

8
Perbedaan antara 2 enantiomer obat diilustrasikan dalam Gambar 1

menggunakan interaksi hipotetis antara obat kiral dan situs pengikatan kiralnya.

Dalam hal ini, salah satu enansiomer biologis aktif sedangkan enantiomer lain

tidak. Bagian dari obat berlabel A, B, dan C harus berinteraksi dengan daerah

yang sesuai dari situs pengikatan berlabel a, b, dan c untuk obat yang memiliki

efek farmakologis. Enansiomer aktif dari obat memiliki struktur 3-dimensi yang

dapat disejajarkan dengan situs pengikatan yang memungkinkan A untuk

berinteraksi dengan a, B untuk berinteraksi dengan b, dan C untuk berinteraksi

dengan c. Sebaliknya, enansiomer tidak aktif tidak dapat berikatan dengan cara

yang sama tidak peduli bagaimana diputar dalam ruang. Meskipun enansiomer

tidak aktif memiliki semua kelompok yang sama A, B, C, dan D sebagai

enansiomer aktif. Dalam beberapa kasus, bagian dari sebuah molekul yang

mengandung pusat kiral (s) dapat berada dalam wilayah yang tidak memainkan

peran dalam kemampuan molekul untuk berinteraksi dengan target.

Dalam hal ini tampilan enansiomer sangat mirip atau bahkan farmakologi

setara di situs target mereka. Bahkan dalam kasus ini, enantiomer mungkin

berbeda dalam profil metabolisme serta kedekatan untuk reseptor lain, transporter,

atau enzim.

2.3 Pentingnya Kiralitas Dalam Sebuah Obat

Senyawa kiral adalah suatu jenis senyawa kimia organik yang memiliki

kemampuan biologis aktif. Saat ini hampir 60% obat-obatan modern

9
menggunakannya sebagai bahan baku aktif dan 25% diantaranya dalam bentuk

enantiomer tunggal.

Sekitar 50% dari obat yang dipasarkan adalah kiral dan dari jumlah ini sekitar

50% adalah campuran enantiomer daripada enansiomer tunggal. Pada bagian ini,

potensi keuntungan dari menggunakan enansiomer tunggal obat kiral dibahas dan

beberapa contoh spesifik dari obat enantiomer tunggal yang saat ini dipasarkan.

Sintesis bahan obat kiral dalam bentuk enantiomer tunggal merupakan salah

satu tantangan yang paling sulit diwujudkan dengan metode sintesis asimetris

konvensional. Sebagai akibatnya, banyak obat kiral yang dipasarkan saat ini

masih dalam bentuk campuran rasemat. Beberapa laporan menunjukkan ada

peningkatan secara tajam ketertarikan industri dalam penggunaan enzim sebagai

biokatalis untuk memproduksi senyawa bioaktif dalam bentuk enansiomer

tunggal, walaupun masih ada beberapa kesulitan.

Dalam kasus seperti itu, penggunaan enantiomer tunggal akan memberikan

obat yang unggul dan mungkin lebih disukai daripada bentuk rasemat obat.

Formulasi tunggal-enansiomer (S)-albuterol, agonis reseptor adrenergik 2 untuk

pengobatan asma, dan (S) -omeprazole, proton pump inhibitor untuk pengobatan

gastroesophageal reflux, telah terbukti lebih unggul dari formulasi rasemat dalam

uji klinis. Dalam kasus lain, bagaimanapun, baik enantiomer obat kiral dapat

berkontribusi pada efek terapi, dan penggunaan enansiomer tunggal mungkin

kurang efektif atau bahkan kurang aman daripada bentuk rasemat. Sebagai contoh,

(-)-enansiomer sotalol memiliki peranan -blocker dan aktivitas antiaritmia,

sedangkan (+)-Enantiomer memiliki sifat antiaritmia tetapi tidak memiliki -

10
adrenergik antagonis. Selain itu, R-enansiomer dari fluoxetine, pada dosis

tertinggi diberikan, menyebabkan perpanjangan signifikan secara statistik dari

repolarisasi jantung pada fase II penelitian; studi itu kemudian dihentikan.

2.4 Senyawa kiral yang dijadikan Obat

Meskipun banyak obat-obatan psikotropika yang baik akiral (misalnya,

fluvoxamine, nefazodone) atau sudah dipasarkan sebagai enantiomer tunggal

(misalnya, sertraline, paroxetine, escitalopram), sejumlah antidepresan saat ini

dipasarkan sebagai rasemat, termasuk bupropion, citalopram, fluoxetine,

tranylcypromine, trimipramine, dan venlafaxine. Obat lain yang sering digunakan

dalam praktek psikiatri termasuk zopiclone, methylphenidate, dan beberapa

fenotiazin juga tersedia sebagai rasemat. Dari jumlah tersebut, formulasi tunggal

enansiomer sedang dikembangkan untuk bupropion dan zopiclone.

Dexmethylphenidate (d -methylphenidate) juga telah diperkenalkan baru-baru ini.

Obat rasemat yang dipilih digunakan dalam praktek psikiatri tercantum dalam

Tabel 1 .

11
1. Thalidome

Obat ini dipasarkan di Eropa sekira tahun 1959-1962 sebagai obat penenang.

Obat ini memiliki dua enantiomer, di mana enantiomer yang berguna sebagai

obat penenang adalah (R)-Thalidomide. Tetapi ibu hamil yang mengonsumsi

enantiomernya yaitu (S)-Thalidomide justru mengalami masalah dengan

pertumbuhan anggota tubuh janinnya. Sedikitnya terjadi 2000 kasus kelahiran

bayi cacat pada tahun 1960-an. Hal ini merupakan tragedi besar yang tidak

dapat dilupakan dalam sejarah obat-obat kiral.

12
2. Epinefrin

L-Epinephrine itu sedikitnya sama efektif seperti epinephrine racemik dalam

perawatan laryngotracheitis dan tidak membawa resiko / efek samping

tambahan. L-Epinephrine juga lebih tersedia di seluruh dunia, lebih murah, dan

dapat direkomendasikan untuk mengobati laryngotracheitis. Aktivitas biologi

dari dextro(+) enansiomer adrenergic agonists (epinefrin) diperkirakan lebih

rendah dibandingkan dengan levo() enantiomernya.

Epinefrin rasemik baik untuk mengobati croup derajat sedang dan berat.

Penderita yang telah diterapi dengan epinefrin rasemik aman untuk

dipulangkan jika dalam 3 jam, tidak terdapat stridor saat istirahat, udara yang

masuk normal, kesadaran baik..

3. Ibuprofen

Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok

antiperadangan non-steroid (nonsteroidal anti-inflammatory drug) dan

13
digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat artritis. Nama kimia ibuprofen

ialah asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat. Hanya S-ibuprofen saja yang

digunakan sebagai penahan sakit.

Mekanisme Kerja Ibubrofen

Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga

konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenase,

yang dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah,

lambung, dan ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya

inflamasi oleh sitokin dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik,

analgesik, dan anti inflamasi dari ibuprofen berhubungan dengan kemampuan

inhibisi COX-2, dan adapun efek samping seperti perdarahan saluran cerna dan

kerusakan ginjal adalah disebabkan inhibisi COX-1. Ibuprofen menghambat

COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan

dengan respon inflamasi.

Seperti yang telah disebutkan, Ibuprofen bekerja

dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX), yang mengubah asam

14
arakidonat menjadi prostaglandin H2 (PGH2). Prostaglandin H2, pada gilirannya,

diubah oleh enzim lain untuk prostaglandin bentuk lain (sebagai mediator nyeri,

peradangan, dan demam) dan tromboksan A2 (yang merangsang

agregasi platelet dan menyebabkan pembentukan bekuan darah).

Gambar 2. Mekanisme kerja Ibuprofen

Seperti aspirin, indometasin, dan kebanyakan OAINS lainnya, ibuprofen

dianggap non-selektif COX inhibitor yang menghambat dua isoform

siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagai analgesik, antipiretik dan

anti-inflamasi, yang dicapai terutama melalui penghambatan COX-2, sedangkan

penghambatan COX-1 akan bertanggung jawab untuk efek yang tidak diinginkan

pada agregasi platelet dan saluran pencernaan. Namun, peran isoform COX untuk

15
analgetik, anti inflamasi, dan efek kerusakan lambung dari OAINS tidak pasti dan

senyawa yang berbeda ini menyebabkan perbedaan derajat analgesia dan

kerusakan lambung. Dalam rangka untuk mencapai efek menguntungkan pada

ibuprofen dan OAINS lainnya tanpa mengakibatkan gastrointestinal ulserasi dan

perdarahan, selektif COX-2 inhibitor dikembangkan untuk menghambat COX-2

isoform tanpa terjadi penghambatan COX-1.

16
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Secara khusus masing-masing enansiomer obat kiral yang diberikan dapat

memiliki profil sendiri khususnya farmakologis dan formulasi tunggal enansiomer

obat mungkin memiliki sifat yang berbeda dari perumusan rasemat dari obat yang

sama. Ketika kedua enantiomer tunggal dan formulasi rasemat obat yang tersedia,

informasi dari uji klinis dan pengalaman klinis harus digunakan untuk

menentukan formulasi yang paling tepat.

2.2 Saran

Pemahaman mahasiswa kefarmasian terhadap bidang ilmu farmakologi

dalam hal ini aspek farmakodinamik harus terus di tingkatkan dengan proses

pembelajaran yang kontinue selain untuk meningkatkan pemahaman mengenai

kiralitas obat dalam tubuh juga sebagai upaya meningkatkan displin ilmu yang

lebih kompeten, berjiwa pengetahuan dan selalu berfikir kritis terhadap ilmu

tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Senyawa Kiral Sebagai Obat. https://enal243.wordpress.com/

2012/03/11/senyawa-kiral-sebagai-obat/. diakses 14 November 2014.

Mustaqim, Raden Fuad. 2014. Ibuorofen. https://id.scribd.com/doc/223679296/

Ibuprofen. Diakses 14 November 2014.

Riffiani, Rini. 2010. Pengucilan Gen Penyandi Nitrilase dari Beberapa lsolat

Bakteri Indonesia, Sebagai Landasan untuk Perekayasaan Biokatalis untuk

Produksi Senyawa Obat Anti-lnflamasi Non-Steroid. http:// km.ristek.go.id

/assets/files/LIPI/1051%20D%20S/1051.pdf. Diakses 12 Oktober 2014.

Riswoko, Asep. 2007. Resolusi Enantiomer dengan Teknik Membran Berbasis

Selulisa Kristal Cair. http:// jusami.batan.go.id/dokumen/materi/18Jan12

_154218_Asep.pdf. Diakses 12 November 2014.

18

Anda mungkin juga menyukai