Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN VI
AKTIVITAS SPESIFIK ENZIM -AMILASE

Kelompok VI
Anang Hendro Wibowo 24030115130096
Burhanuddin Y. R. 24030115130092
Dessy Ria Findasari 24030115130095
Erlina Haryono 24030115130097
Wiratama Nugroho 24030115130093

Asisten :
Fitradhela Rachma Nadhia 24030114120015

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
PERCOBAAN VI
AKTIVITAS SPESIFIK ENZIM -AMILASE

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan aktivitas spesifik enzim -amilase hasil isolasi dan pemurnian
awal.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Enzim
Suatu enzime merupakan suatu katalis biologis. Hewan tingkat tinggi
mengandung ribuan enzime. Hampir tiap reaksi biokimia dikatalisis oleh
enzim. Enzim merupakan katalis yang lebih efisien daripada kebanyakan
katalis laboratorium atau industri (seperti Pd dalam suatu reaksi hidrogenasi).
Reaksi biologis manusia berlangsung pada 370 C dan dalam medium berair.
Enzime adalah protein yang mengkatalisis reaksi biokimia. Enzime
bersifat efisien dan spesifik dalam kerja katalitiknya. Kespesfikannya
disebabkan oleh gugus-gugus polar (atau nonpolar) yang terdapat dalam
struktur enzime itu. Beberapa enzime bekerja bersama suatu kofaktor non
protein, yang dapat berupa senyawa organik maupun anorganik (Fessenden,
1982)

2.2 Enzim -amilase


Amilase adalah endo-hidrolase, yang secara acak berperan dalam rantai pati
yang menghasilkan campuran malto-oligosakarida disertai maltosa dan glukosa
(Shukla, 2015)
Amilase mewakili sekitar 25% dari seluruh pasar enzim global. Amilase
secara acak membelah ikatan glikosida -1,4 dari pati, glikogen dan polisakarida
terkait untuk melepaskan malto-oligosakarida yang berharga secara komersial
dengan konfigurasi yang berbeda. Katalisis enzim pada suhu tinggi memiliki
berbagai keuntungan, seperti pengurangan biaya pendinginan, pencampuran
bahan yang seragam dan pengurangan risiko kontaminasi. Oleh karena itu, ada
permintaan konstan untuk amilase termostabil. Selain stabilitas termo, sifat
amilase lainnya seperti efisiensi katalitik yang stabil dengan adanya berbagai
chelators, inhibitor, substrat, kondisi pH juga signifikan sehingga
memungkinkan mereka berfungsi secara efektif pada kondisi ekstrim ganda
atau kondisi poli ekstrem (Shukla, 2015).

2.3 Klasifikasi dan Struktur protein


Secara kasar, protein dapat dikategorikan menurut tipe tugas yang
dilaksanakan.

Rentetan asam-asam amino dalam suatu molekul protein disebut struktur


primer protein. Namun terdapat banyak hal pada struktur protein daripada
hanya struktur primer. Banyak sifat suatu protein yang ditentukan oleh orientasi
molekul sebagai suatu keseluruhan. Bentuk (seperti suatu spiral) yang padanya
suatu molekul protein menata kerangkanya disebut struktur sekunder. Antaraksi
lebih lanjut seperti terlipatnya kerangka membentuk suatu bulatan disebut
struktur tersier. Antaraksi antara sub-unit molekul tertentu, seperti antara
globin-globin dalam hemoglobin, disebut struktur kuartener. Struktur sekunder,
tersier dan kuarteneer secara kolektif dirujuk sebagai struktur lebih tinggi
daripada protein. (Fessenden, 1982)
2.4 Aktivitas Spesifik Enzim -amilase
a-Amylases (EC 3.2.1.1) are starch-degrading enzymes that catalyze the
hydrolysis of
internal a-1,4-O-glycosidic bonds in the polysaccharides with the retention of
the
a-anomeric configuration in the products. Most of the a-amylases are
metalloenzymes,
which require calcium ions (Ca2) for their activity, structural integrity, and
stability.
They belong to family 13 (GH-13) of the glycoside hydrolase group of
enzymes [6,7].
Based on the end-product formation a-amylases are classified as saccharifying
and
liquefying amylases. The saccharifying a-amylases are further classified as
maltose
forming, maltotetraose forming, maltopentaose forming and maltohexaose
forming
based on the end products formed [1].
The a-amylase family is the largest family of glycoside hydrolases,
transferases, and
isomerases, comprising 30 different enzyme specificities. These enzymes are
classified
into four groups: endoamylases, exoamylases, debranching enzymes, and
transferases.
Endoamylases are enzymes that cleave internal a-1,4 bonds resulting in a-
anomeric
products. Exoamylases are enzymes that cleave a-1,4, or a-1,6 bonds of the
external
glucose residues resulting in a- or b-anomeric products. Debranching enzymes
are
enzymes that hydrolyze a-1,6 bonds leaving linear polysaccharides.
Transferases are
enzymes that cleave a-1,4 glycosidic bonds of the donor molecule and transfer
part of
the donor molecule to a glycosidic acceptor, forming a new glycosidic bond
[7].(Sindhu, 2017)
2.5 Penentuan Aktivitas Enzim -amilase
Aktivitas -amilase ditentukan dengan mengukur maltosa yang dibebaskan
dalam reaksi campuran enzim. Untuk pengujian enzim, dalam R.J. Shukla, S.P.
Singh, 2015, 0.5 ml enzime crude (bebas sel akstrak dari produksi medium)
ditambahkan ke 0.5 ml 1% larutan tepung yang dipreparasi dari 20 mM
penyangga fosfat, pH 7. Campuran yang bereaksi di inkubasi pada 50oC
selama 10 menit dan maltosa yang dibebaskan diperkirakan dengan metode 3,5
DNS. Kerapatan optiknya di ukur pada 540 nm dalam spektrofotometer UV-
Vis 1800, Shimadzu). Satu unit -amilase didefinsikan sebagai jumlah enzim
yang membebaskan 1 g maltosa per menit dalam kondisi pengujian,
menggunakan maltosa sebagai standar (100-1000 g/mL) (Shukla, 2015)

2.6 Sifat-sifat Enzim -amilase


Pada umumnya, amilase mengandung Ca2+ bebas, dimana kation
berperan dalam stabilitas enzim pada temperatur tinggi ketika
diaplikasikan..Namun, permasalahan utama pada industri starch adalah
formulasi atau pembentukan CaC2O4, dimana pipa uap dan alat penukar panas
membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya. Maka dari itu, kebutuhan
mendapatkan ion Ca2+ bebas pada amilase meningkat.
[11,18,30]. Amilase Bacillus sp, TSSC-3 tidak memerlukan Ca2+ dan K+.
Disamping itu, enzim itu telah dibatasi oleh penghambat Na+, Fe2+, dan Mg2+
yang mana telah diindikasi pada gambar 4. Hasilnya pun konsisten, dimana
terdapat berbagai laporan bahwa adanya ion Ca2+ bebas pada Amilase B.
Gambar 4. efek variasi mano- dan divalen ion logam, chelator dan
surfaktan dalam katalis enzim; crude (batang hitam) dan enzim murni
(batang putih)
amyloliquifaciens TSWK1-1 [11], A. beppuensis TSSC-1 [18], Bacillus
thermooleovorans NP54 [19], Bacillus sp. DR-90 [26] dan Geobacillus
thermoleovorans [31].pada kasus lain, amilase Nesterenkonia sp meregang F.
[24], Geobacillus species LH8 [25] dan
Bacillus sp. A3-15 [29] sangat bergantung pada Ca2+. Bacillus
sp. TSSC-3 amylase juga tercatat tahan terhadap variasi
chelators dan surfaktan (Gambar. 4), sifatnya juga ditunjukkan pada amylase of
Bacillus sp. A3-15 [29]. amylases, sebagai proteases, sangat berguna dalam
bidang industri. untuk enzim agar bisa dikualifikasi sebagai detergen aditif,
haruslah alkali yang ditoleransi stabil dalam variasi komposisi detergen
,termasuk surfaktan dan chelators (Shukla, 2015)

2.7 Suhu dan Waktu Inkubasi Optimum Enzim -amilase


-amilase murni memiliki kestabilan yang tinggi dalam range temperatur 50
80 C, ditunjukkan pada nilai t1/2 18 jam pada 70C. Sementara, kestabilan
enzimatik turun pada suhu 90 dan 100C seperti pada gambar
Gambar. 1. pada temperatur diatas 70 C, nilai t1/2 berkurang dan
Kd bertambah. nilai t1/2 dan Kd pada perbedaan temperature ditulis dalam Tabel
2. -amylase yang terlihat pada laporan mempunyai stabilitas termal yang tinggi
dibandingkan dengan -amylase (AmyTVE) dalam Thermoactinomyces vulgaris.
AmyTVE memiliki kestabilan pada
50 C selama 250 menit dengan loss sebanyak 60% dari aktivitas awalnya;
dengan
total loss aktivitas pada temperature antara 60 dan
90 C dalam 240 menit [14]. laporan terbaru lainnya pada amilase B.
amyloliquifaciens TSWK1 stabil pada 60 C selama 24 jam, dengan kestabilan
yang signifikan pada 70 C selama 12 jam [8]. Aktivitas Amilase, seperti
kebanyakan
enzim lainnya bergantung pada faktor lingkungan, dan sebagai pertimbangan,
konsentrasi protein tinggi atau campuran bio-molekul lebih kompleks
dapat meningkatkan stabilitas dengan hebat. Enzim yang dipelajari, akibat
stabilitas termal, menunjukkan terpilihnya untuk
liquefaction dari industri tepung (Shukla, 2015).

Dapus
Current Developments in Biotechnology and Bioengineering Production, solation
and Purification of Industrial ProductsEdited by
Ashok Pandey, Sangeeta Negi,
Carlos Ricardo Soccol. 2017. Elsevier.ISBN: 978-0-444-63662-1

Characteristics and thermodynamics of -amylase from thermophilic


actinobacterium, Laceyella sacchari TSI-2
R.J. Shukla, S.P. Singh Process Biochemistry 50 (2015) 21282136

2.8 Spektrometer UV-Vis

2.

2.13 Analisa Bahan


2.13.1 Aquades (H2O)
Sifat fisik :mempunyai berat molekul 18 g/mol, titik beku 00C,
titik didih 1000C, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa
Sifat kimia :bersifat polar, larut dalam dimetil alkohol dan etil
etanoat, mempunyai ikatan hidrogen, mempunyai
tetapan dielektrik tinggi (Basri , 1996).
2.13.2 Phenolphtalein
Sifat fisik : kristal tak berwarna, dalam bentuk cairan berwarna
putih kekuningan
Sifat kimia : mempunyai rumus molekul C20H14O4, larut dalam
alkohol dan pelarut organik lainnya, tak berwarna dalam
larutan asam dan berwarna merah muda dalam larutan
basa, perubahan pH 8,2-10,0 (Mulyono, 2001).

2.13.3 Asam nitrat (HNO3)


Sifat fisik : zat cair tidak berwarna atau agak kekuningan,
mempunyai titik leleh 410C, titik didih 830C, densitas
1,5 g/mL
Sifat kimia : asam anorganik, berasap dan korosif, sebagai oksidator
kuat (Mulyono, 2001).
2.13.4 HCl
Sifat fisik : titik leleh 1140C, titik didih -850C, densitas 1,27 (udara
= 1), gas tak berwarna, berbau tajam
Sifat kimia : asam kuat, sangat larut dalam air, merupakan hasil
reaksi antara NaCl dan H2SO4 (Mulyono, 2001).
2.13.5 Amonium molibdat ((NH4)2MoO4)
Sifat fisik : berbentuk cairan bening
Sifat kimia : senyawa ini merupakan garam dari amonia dan asam
molibdat, rumus molekul ((NH4)2MoO4) (Mulyono,
2001).
2.13.6 Asam Sulfat (H2SO4)
Sifat fisik : zat cair kental, tak berwarna, titik leleh 100C, titik didih
315-3380C, massa jenis 1,8.
Sifat kimia : menyerupai minyak dan bersifat higroskopis dalam
larutan cair, bersifat asam kuat dalam keadaan pekat
bersifat oksidator dan zat pendehidrasi (Mulyono,
2001).
2.13.7 KI
Sifat fisik : tidak bewarna, kristal putih, titik leleh 6800C, densitas
3.12
Sifat kimia : larut dalam air dan alkohol (Grant, 1987).
2.13.8 Kloroform (CHCl3)
Sifat fisik : cairan jernih tidak bewarna, berbau menyengat, rasa
manis, mempunyai titik leleh -16.20C, berat jenis 1,49
g/ml
Sifat kimia : mudah menguap, pelarut yang baik untuk lemak, tidak
larut dalam air (Arsyad, 2001).
2.13.9 Amilum (C6H10O5)n
Sifat fisik : berwarna putih, tanpa bau dan tanpa rasa
Sifat kimia : terdiri atas rantai bercabang molekul molekul glukosa,
dihasilkaan pada proses fotosintesis dalam tumbuh
tumbuhan, penambahaan iodin mengasilkan warna
hitam (Pudjaatmaka, 2003).
2.13.10 Etanol (C2H5OH)
Sifat fisik : berupa cairan encer tak berwarna, mempunyai titik lebur
-1170C, titik didih 780C
Sifat kimia : dapat bercampur dengan eter, benzena, gliserol dan air,
bersifat hidrofob dan hidrofil, mudah terbakar, mudah
tercampur dangan air, digunakan untuk pelarut (Basri,
1996).
2.13.11 Minyak zaitun
Sifat fisik : berbau amis yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil
amin dari lesitin, mempunyai titk leleh -6,0oC dan titik
didih 300oC
Sifat kimia : mengandung senyawa seperti fenol, tokoferol, sterol,
pigmen, squalen dan triasil gliserol (Basri, 1996).
2.13.12 Telur
Pada putih telur, zat yang terkandung paling banyak adalah
protein albumin dan yang paling sedikit adalah lemak (Basri, 1996).
2.13.13 Lesitin
Sifat fisik : termasuk dalam golongan fosfolipid, berwarna coklat
cerah hingga coklat
Sifat kimia : sebagian larut dalam air, dan aseton, larut dalam
kloroform dan benzena, biasa ditemukan pada kacang
kedelai dan telur (Willey, 2001).
2.13.14 Asam asetat glasial
Sifat fisik : berupa cairan tak berwarna, mempunyai berat molekul
102,09 g/L, titik didih 139,6oC, dan titik beku -290oC
Sifat kimia : asam organik hasil fermentasi alkohol, berfungsi
sebagai penyambung gas asetil dimana gugus ini tidak
diperoleh oleh asam asetat glasial (Mulyono, 2001).
2.13.15 Larutan Hubl
Sifat fisik : larutan yang dibuat dengan melarutkan 2,5 gram iodin
dan 3 gram raksa (III) klorida dalam 100 cm3 etanol
95%.
Sifat kimia : dipakai sebagai penguji adanya lemak tak jenuh
(Mulyono, 2001).
2.13.16 Na2S2O3
Sifat fisik : larutan tak berwarna
Sifat kimia : sangat melarutkan halida perak yang sangat larut,
merupakan logam yang mengandung ion S2O32-
(Mulyono, 2001).
2.13.17 KOH
Sifat fisik : berupa zat cair tidak berwarna, mempunyai titik didih
34oC
Sifat kimia : mudah menguap, mudah terbakar, sebagai pelarut dan
zat anestesi dalam medis (Mulyono, 2001).
2.13.18 Minyak ikan
Sifat fisik : berupa cairan bening berwarna kuning muda, berbau
amis, berbentuk cair dengan berat jenis sekitar 0,92
g/mL dan sifatnya yaitu angka iod lebih dari 65 g/100g,
angka penyabunan 185-195 mg/g, asam lemak bebas
0,1-13% dan angka tidak tersabunkan 0,5-2,0 mg/g.
Sifat kimia : tidak larut dalam air, mengandung asam lemak
berikatan rangkap. Minyak ikan ini dibagi dalam dua
golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil) yang
terutama dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan
D, dan golongan lainnya adalah minyak tubuh ikan
(body oil) seperti halnya minyak ikan lemuru
(Mulyono, 2001).
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Gelas beker Penangas air
- Tabung reaksi Termometer
- Gelas ukur Pipet tetes
- Pemanas Erlenmeyer
- Pengaduk Penjepit
- Buret Klem
- Statif Timbangan analitis

3.1.2 Bahan
- Minyak zaitun Kloroform
- Asam asetat glasial KI 10% dan 30%
- Lesitin Asam nitrat pekat
- Ammonium molibdat H2SO4 pekat
- Hubl A Hubl B
- Na2S2O3 0,1 N Amilum
- Etanol Eter
- KOH Alkoholis 0,5M
- Indikator pp Aquades
- Minyak ikan

3.2 Gambar Alat


a. Gelas Beker b. Gelas Ukur c. Tabung Reaksi

d. Pipet Tetes e. Buret f. Erlenmeyer

g. statif, penjepit dan klem h. Pengaduk

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Analisa Kualitatif
3.3.1.1 Uji Peroksida

1 mL minyak zaitun baru


Tabung reaksi

Pelarutan kedalam 1 mL kloroform


Penambahan 2 mL asam asetat glasial
Penambahan 1 tetes larutan KI 10%
Pengadukkan dan biarkan selama 5 menit
Hasil

1 mL minyak zaitun tengik

Tabung reaksi

Pelarutan kedalam 1 mL kloroform


Penambahan 2 mL asam asetat glasial
Penambahan 1 tetes larutan KI 10%
Pengadukkan dan biarkan selama 5 menit
Hasil

3.3.1.2 Uji Fosfat pada Lesitin

2 mL Lesitin yang telah larut dalam alkohol

Tabung reaksi
Penambahan asam nitrat pekat
Pemanasan dalam air mendidih
Penambahan larutan amonium molibdat
Pemanasan sampai 600 C
Pengamatan
Hasil

3.3.1.3 Uji Kolesterol (Liberman-Buchard)

2 mL minyak zaitun baru


Tabung reaksi

Penambahan 3 tetes H2SO4


Pencampuran hingga merata
Pengamatan

Hasil

2 mL minyak zaitun tengik


Tabung reaksi

Penambahan 3 tetes H2SO4


Pencampuran hingga merata
Pengamatan

Hasil

2 mL minyak ikan
Tabung reaksi

Penambahan 3 tetes H2SO4


Pencampuran hingga merata
Pengamatan
Hasil

2 mL larutan kuning telur puyuh


Tabung reaksi

Penambahan 3 tetes H2SO4


Pencampuran hingga merata
Pengamatan
Hasil
2 mL larutan putih telur puyuh
Tabung reaksi

Penambahan 3 tetes H2SO4


Pencampuran hingga merata
Pengamatan
Hasil

3.3.2 Analisa Kuantitatif


3.3.2.1 Penentuan Angka Iod
0,25 gram minyak zaitun tengik
Erlenmeyer I
Penambahan 5 mL kloroform
Penambahan 6,25 mL Hubl A
Penambahan 6,25 mL Hubl B
Penyimpanan selama 1 jam diruang gelap
Penambahan 5 mL KI 30%
Penambahan 50 mL aquades
Penambahan 3 tetes indikator amilum
Titrasi dengan Na2S2O3
Hasil

0,25 gram minyak zaitun


Erlenmeyer II

Penambahan 5 mL kloroform
Penambahan 6,25 mL Hubl A
Penambahan 6,25 mL Hubl B
Penyimpanan selama 1 jam diruang gelap
Penambahan 5 mL KI 30%
Penambahan 50 mL aquades
Penambahan 3 tetes indikator amilum
Titrasi dengan Na2S2O3
Hasil

0,25 gram blanko


Erlenmeyer III
Penambahan 5 mL kloroform
Penambahan 6,25 mL Hubl A
Penambahan 6,25 mL Hubl B
Penyimpanan selama 1 jam diruang gelap
Penambahan 5 mL KI 30%
Penambahan 50 mL aquades
Penambahan 3 tetes indikator amilum
Titrasi dengan Na2S2O3
Hasil

3.3.2.2 Penentuan angka penyabunan

1 gram minyak zaitun baru


Erlenmeyer I

Penambahan 3 mL (alkohol + eter)


Penambahan 25 mL KOH
Pemanasan + 20 menit
Pendiaman pada suhu ruang
Penambahan indikator pp
Penitrasian dengan HCl

1 gram Hasil
minyak zaitun tengik
Erlenmeyer II

Penambahan 3 mL (alkohol + eter)


Penambahan 25 mL KOH
Pemanasan + 20 menit
Pendiaman pada suhu ruang
Penambahan indikator pp
Penitrasian dengan HCl

Hasil

1 gram blanko (aquades)


Erlenmeyer I

Penambahan 3 mL (alkohol + eter)


Penambahan 25 mL KOH
Pemanasan + 20 menit
Pendiaman pada suhu ruang
Penambahan indikator pp
Penitrasian dengan HCl

Hasil

IV. DATA PENGAMATAN


No Perlakuan Hasil Ket
1. Analisa kualitatif
a. Uji Peroksida
- pemasukkan 1 mL minyak Minyak zaitun baru : terbentuk +
sampel (minyak zaitun baru cincin ungu (mengandung
dan minyak zaitun tengik) + 1 peroksida)
mL kloroform + 2 mL asam Minyak zaitun tengik : +
asetat glasial + 1 tetes larutan terbentuk cincin ungu
KI 10%, pengadukan, (mengandung peroksida)
pendiaman selama 5 menit.

b. Uji Fosfat pada Lesitin


- lesitin yang telah di larutkan Larutan kuning keruh (ada +
dalam alkohol + HNO3 pekat, endapan)
pemanasan pada penangas air +
larutan ammonium molibdat,
pemanasan kembali sampai
suhu 60C, pengamatan pada
perubahan.

c. Uji Kolesterol (Libermann-


Buchard)
- tabung 1: 2 mL minyak zaitun Minyak zaitun baru : terbentuk
baru + 3 tetes H2SO4 2 lapisan, lapisan bawah
bening
- tabung 2 : 2 mL minyak zaitun
tengik + 3 tetes H2SO4 Minyak zaitun tengik :
terbentuk 2 lapisan, lapisan
bawah berwarna biru

- tabung 3 : 2 mL minyak ikan + Minyak ikan + H2SO4 : larutan


3 tetes H2SO4 berwarna ungu yang berubah
menjadi coklat dan
menghasilkan larutan coklat
kemerahan.

- tabung 3 : 2 mL putih telur Putih telur menghasilkan


puyuh + 3 tetes H2SO4 gumpalan putih

- tabung 3 : 2 mL kuning telur Kuning telur menghasilkan


puyuh + 3 tetes H2SO4 gumpalan kuning padatan
2. Analisa kuantitatif
a. Penentuan angka iod
- 0,25 gram sampel (minyak Larutan coklat kemerahan
zaitun baru dan tengik, blanko) (pekat), setelah disimpan
+ 5 mL kloroform + 6,25 Hubl dalam tempat gelap selama 1
A + 6,25 mL Hubl B, jam menghasilkan larutan
penutupan dan penyimpanan di berwarna orange
lemari gelap selama 1 jam Larutan orange cerah
- penambahan KI 30% + aquades
50 mL, penutupan kembali
- penambahan indikator amilum Larutan menjadi hitam, setelah
dan penitrasian dengan tiosulfat dititrasi larutan menjadi bening
0,1N Penambahan Na2S2O3 :
Minyak zaitun baru = 3,4 mL
Minyak zaitun tengik = 4,8 mL
Blanko = 7,3 mL
b.Penentuan angka penyabunan
Minyak zaitun baru
- 1 gram minyak zaitun + 3mL Larutan bening
(alkohol + eter) + 25 mL KOH Volume HCl yang dibutuhkan
0,5 M, pemanasan + 20 menit 36,9 mL
- Penambahan 3 tetes pp
- Penitrasian dengan HCl

Minyak zaitun tengik


- 1 gram minyak tengik + 3mL Larutan bening
(alkohol + eter) + 25 mL KOH Volume HCl yang dibutuhkan
0,5 M, pemanasan + 20 menit 37 mL
- Penambahan 3 tetes pp
- Penitrasian dengan HCl

Blanko
- 1 gram blanko + 3mL (alkohol Larutan bening
+ eter) + 25 mL KOH 0,5 M, Volume HCl yang dibutuhkan
pemanasan + 20 menit 28,7 mL
- Penambahan 3 tetes pp
- Penitrasian dengan HCl

Anda mungkin juga menyukai