Anda di halaman 1dari 16

Anggota Kelompok :

1) Aisyatur Robia (150341600791)


2) Yulista Trias Rohayati (150341605343)

Topik : Regulasi Ekspresi Gen dan Perkembangan pada Eukariotik

Fenotip setiap makhluk hidup berbeda satu dengan lainnya, sekalipun kembar
identik.Perbedaan ini disebabkan oleh gen-gen yang berbeda, dan perbedaan bentuk gen
pada genom setiap organisme dan individu. Pemeriksaan secara mikroskopik, perbedaan
fenotip setiap makhluk hidup semakin tampak jelas seperti pada sel saraf, sel ginjal, sel
hati, sel tulang, sel darah, dan lain sebagainya pada setiap individu. Ada yang pendek
dan tebal, ada juga yang panjang dan tipis, ada yang memiliki pelengkap dan yang lain
kurang lebih bulat. Sel-sel tersebut terbentuk dari sel tunggal, hasil dari pembelahan
mitosis zigot selama reproduksi seksual.
Perbedaan fenotip yang tinggi ini pertama kali muncul dengan pesat pada kasus
lalat buah Drosophila melanogaster dan cacing pipih Caenorbabditis elegans. Banyak
gen utama yang mengatur pola spesifik dari morpogenesis, baik spasial maupun
temporal yang sudah terindetifikasi pada 2 hewan tersebut.Mutasi pada gen pengatur
utama dapat menghancurkan pola perkembangan normal dan menghasilkan lalat dengan
struktur seperti kaki pada pembentukan antena dan seterusnya.Dengan mempelajari
fungsi dari mutasi dan alel normal tersebut, para ahli telah banyak menemukan gen-gen
yang mengkodekan regulasi protein trans-acting yang mengikat daerah regulasi cis-
acting dari set gen dan mengendalikan ekspresi mereka dalam mengaktifkan dan disisi
lain menonaktifkan. Ekspresi gen diatur dan pengaturan terkoordinasi dari jalur
sekuensial ekspresi gen terutama yang bertanggung jawab atas keragaman fenotipe sel
yang terjadi selama perkembangan tanaman atau hewan yang lebih tinggi.
Diferensiasi Selular di Eukariotik Tingkat Tinggi
Selama perkembangan dari eukariotik tingkat tinggi sebuah sel tunggal zigot
menimbulkan pembelahan sel mitosis ke susunan sel yang luas dan komposisi
makromolekul. Jenis sel yang berbeda ini seringkali sangat terspesialisasi, hanya
melakukan beberapa fungsi metabolik tertentu. Sebagai contoh, sel darah merah sangat
terspesialisasi untuk sintesis dan penyimpanan hemoglobin. Contoh lain yaitu inti sel
telur katak yang diambil dan dimasukkan ke dalam sel telur yang lain. Inti tadi tidak
akan mengalami kehilangan materi genetik, Sel saraf secara tepat merupakan satu-
satunya sel yang mampu mensintesis neurotransmiter.
Selama perkembangan tanaman atau hewan yang kompleks, ekspresi gen telah
ditunjukkan diatur dalam berbagai kasus pada dasarnya semua tingkat yang mungkin
sama terjadi adalah transkripsi, pemrosesan pra-mRNA, transportasi mRNA, stabilitas
mRNA, translasi, pemrosesan prrotein posttranslasional, stabilitas protein dan fungsi
enzim. Penyesuaian regulasi pada tingkat translasi jelas penting dalam pengendalian
keseluruhan proses metabolisme makhluk hidup. Akan tetapi, mekanisme pengaturan
dengan efek terbesar pada fenotip telah ditunjukkan untuk bertindak pada tingkat
pemrosesan transkripsi dan RNA.
Kebanyakan proses perkembangan pada eukaryot yang lebih tinggi itu
terkontrol, paling tidak sebagian, oleh sirkuit preprogram ekspresi gen. Dalam kasus ini,
beberapa kejadian seperti fertilisasi telur memicu ekspresi satu set gen. Pada keadaan
ini, satu set gen pertama menghasilkan produk, kemudian setelah itu dinonaktifkan.
Produk yang telah dihasilkan tadi diaktifkan oleh set gen kedua. Kemudian set kedua
menghasilkan produk, dan menjadi non-aktif. Produknya diaktifkan oleh set ketig dan
begitupun seterusnya. Pada ekpresi gen eukariot ini hormon juga berperan dalam
memicu terjadinya ekspresi dari suatu gen.Elemen regulasi yang disebut enhancer dan
silencers mengatur tingkat ekspresi gen dari promotor terdekat.
Contoh Klasik dari Perkembangan Regulasi Ekspresi Gen
1.Transkripsi Kromosom Lampbrush Pada Oosit Ampibi
Proses transkripsi oogenesis pada vertebrata termasuk amphibi terjadi selama
meiosisyakni pada tahap profase 1. Selama tahap ini, kromosom ada sebagai struktur
Lampbrush atausikat botolyang besar. Segmen DNA terletak pada masing-masing
kromosom lampbrush, namun ada yang terletak pada loop lateral. Setiap lingkaran loop
tersebut terdiri dari molekul inti DNA yang dikelilingi oleh matriks RNA dan protein
yang baru disentesis.
Morfologi kromosom lampbrush menjadi korelasi struktural dari transkripsi
seperangkat gen kromosom tertentu. Gen yang ditranskripsi dari kromosom lampbrush
adalah produk yang dibutuhkan selama tahap awal embriogenesis. Transkrip gen yang
disintesis selama oogenesis harus disimpan dalam bentuk yang tidak aktif namun stabil
sampai terjadi pembuahan. Sebagian transkrip gen dan atau produk gen lainnya terletak
pada area khusus pada sitoplasma telur selama oogenesis. Ini membuktikan bahwa
sitoplasma menetukan perkembangan telur.
2. Perbanyakan Gen rRNA pada Oosit Amphibi
Meskipun proses inisiasi sintesis protein cepat setelah fertilisasi, tidak ada RNA
yang disintesis dalam embrio amfibi sampai tahap gastrula.Pada oosit amphibi. Gen
RNA secara selektif diperbanyak guna menunjang ketersediaan rRNA yang disimpan
pada telur yang matang. Normalnya, gen rRNA ada sebagai salinan yang berulang-
ulang di dalam NOR kromosom. D.Brown, J. Gurdon dkk, menunjukkan bahwa
terdapat 500 kopian gen rRNA pada setiap 2 NOR dari inti diploid spesies Xenopus
laevis. Sejauh ini, penelitian yang dilakukan pada Xenopus laevismerupakan contoh
yang tepat untuk menggambarkan perbanyakan gen rRNA pada oosit amphibi. Ketika
banyak protein yang dibutuhkan, perbanyakan dapat terjadi pada tingkat translasi.Setiap
molekul mRNA dapat ditranslasikan berkali-kali.
Populasi Gen Transkripsi Beragam pada Setiap Sel yang Berbeda
Hal ini dapat digambarkan melalui percobaan hibridisasi jenuh DNA-RNA.
RNA ditambahkan dalam reaksi hibridisasidalam jumlah yang berlebih sehingga semua
urutan DNA melengkapi urutan yang terwakili dalam populasi RNA yang akan
membentuk hybrid DNA-RNA. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kurang dari 10%
DNA di genom diwakili oleh molekul mRNA di sitoplasma dari salah satu tipe sel. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar urutan DNA pada genom eukariota yang lebih
tinggi tidak terwakili di antara populasi mRNA dari jaringan atau jenis sel manapun.
Kumpulan gen yang berbeda ditranskripsikan dan transkripsi primer yang
berbeda diproses menjadi mRNA pada berbagai jenis sel diferensial. Biasanya beberapa
gen yang sama dan gen yang berbeda ditranskripsikan pada jaringan berbeda. Hal ini
dapat digambarkan melalui percobaan hibridisasi kompetisi DNA-RNA. Dalam
percobaan ini, salah satu percobaan dilakukan dengan adanya sejumlah RNA belrlabel
radioaktif dari satu jenis sel yang menghibridisasi DNA genom total dan percobaan lain
menggunakan RNA nonradioaktif yang bersaing dari jenis sel kedua.
Percobaan ini juga mengindikasi bahwa urutan RNA ada pada populasi RNA
yang diambil dari jaringan yang berbeda atau jenis sel yang berbeda dari 10 sampai
hampir 100 persen.Dari percobaan dari E.Davidson dkk, tidak ditemukan adanya urutan
mRNA baik pada tahap oosit maupun tahap blastula pada Xenopus laevis. Hal ini
menunjukkan bahwa rangkaian gen yang berbeda ditranskripsikan dan transkripsi yang
berbeda diproses menjadi mRNA pada berbagai jenis sel.
Lebih dari 90 persen urutan DNA pada genom tidak diwakili di antara populasi
mRNA di sel tertentu, telah diambil kesimpulan sementara bahwa gen eukariotik
disimpan dalam kromatin dalam keadaan tidak tertentu/acak, dan pengaturan tanskripsi
terjadi melalui mekanisme positif yang melibatkan aktivator gen tertentu. Aktivator ini
ditujukan untuk mengaktifkan atau mengaktifkan transkripsi gen atau kumpulan gen
tertentupada waktu yang tepat pada sel yang sesuai.
Mekanisme Regulasi Transkripsi pada Eukariotik Tingkat Tinggi
Transkripsi pada eukariot di inisiasi oleh suatu protein pengkode. Protein ini
hanya bisa menginisiasi transkripsi jika terdapat 4 protein faktor transkripsi, yaitu faktor
A,B,D dan E. Unit Transkripsi eukariot kebanyakan adalah monogenic. Jika pada
eukariot yang lebih rendah ditemukan operon atau model mirip operon, di eukariot
yanglebih tinggi ini tidak ditemukan.mRNA pada neukariot yang lebih tinggi bersifat
monogenic yang mengandung sekuen pengkode dari satu gen struktural. Dalam
beberapa kasus, transkrip utama memang poligenik, tetapi kemudian membelah untuk
menghasilkan mRNAs monogenik.

Gambar 1. Faktor transkripsi yang mempengaruhi inisiasi transkripsi


RNA polymerase (Sumber:. Buratowski, 1989)
Enhancers dan Silencers Memodulasi Transkripsi pada Eukariot
Fungsi enhancers dan silencers adalah berlawanan. Sesuai dengan namanya,
enhancermeningkatkan transkripsi pada gen yang di atur, sedangkan enhancer
menurunkan transkripsi pada gen yang di atur. Ciri khas dari enhancers yang
membedakannya dengan promoter adalah: (1) dapat bekerja pada jarak yang relatif
panjang hingga ribuan nukleotida, (2) berorientasi independen, dan (3) posisi yang
independen.
Sebagian besar fungsi enhancers bekerja hanya pada target tertentu. Artinya
enhancersakan meningkatkan proses transkripsi pada jaringan target saja, dimana
produksi gen diperlukan. Salah satu contoh enhancer yang banyak dipelajari adalah
minikromosom dari virus yang menyerang monyet yaitu virus simian 40 (SV40).
Enhancersdari SV40 berisi dua pengulangan langsung 72 pasangan nukleotida dan
delesi kedua pengulangan tersebut menghilangkan aktivitas penambah (enhancer). Jika
salah satu pengulangan langsung dihilangkan, enhancer masih dapat berfungsi. Secara
in vivo, penambahan enhancer dengan ribuan pasang nukleotida dari gen structural
dapat meningkatkan laju transkripsi sampai 100 kali lipat. Banyak enhancer yang
berperan penting dalam regulasi ekspresi gen terutama dalam menunjukkan spesifisitas
jaringan. Faktor-faktor yang terikat pada urutan enhancer dan urutan promoter dapat
bekerja sama secara positif maupun negatif.

Gambar 2. Struktur enhancer SV40 (Sumber: E. Serfling, M. Jasin, and


W. Schaffner, 1985)
Regulasi Tingkat Transkripsi oleh Metilasi DNA
Pada kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi, DNA sering dimodifikasi setelah
sintesis oleh perubahan enzimatik dari sitosin menjadi 5-metilsitosin. Kemungkinan
besar yang berperan dalam regualsi ini adalah gugus metil 5 pada basa pirimidin.
Sampai saat ini belum diketahui adanya bukti definitif peran metilasi dalam regulasi
ekspresi gen eukariotik apapun. Tetapi ada bukti yang tidak langsung seperti, (1)
hubungan antara tingkat ekspresi gen dengan derajat metilasi.Jika metilasi rendah,
ekspresi gen tinggi.Jka metilasi tinggi, ekspresi gen rendah (2) bentuk metilasi adalah
pengkhususan jaringan (3) metilasi dapat menimbulkan ekspresi gen yang tidak ada
pada DNA menjadi ada.
Langkah utama dalam setiap model untuk regulasi ekspresi gen atau diferensiasi
melalui metilasi DNA melibatkan pembentukan jaringan pola matilisasi tertentu.
Hipotesis pada saat ini menyatakan bahwa pola yang terbentuk selama pengembangan
oleh jaringan demethylase tertentu, yang menghapus kelompok methyl dari situs
penting dalam gen yang direncanakanakan disajikan dalam jenis sel tertentu.
Peranan Z-DNA
Penemuan yang menarik menunjukkan bahwa urutan DNA yang mana purin dan
pirimidin pada setiap untai dapat membentuk left-banded heliks ganda dari
DNA.Normalnya Z-DNA terbentuk apabila urutan DNA purin dan pirimidin berada
dalam konsentrasi garam yang tinggi.Jika basa pada Z-DNA adalah metil, bentukan
DNA ini akan stabil pada konsentarsi garam yang rendah. Ada bukti bahwa Z-DNA ada
di wilayah interband kromosomraksasa kelenjar ludah Drosophila melanogaster dan
aktivasi transkripsi pada protozoa bersilia
Stylonychia Mytilus.
Keterlibatan Z-DNA dalam
mengatur ekspresi gen adalah struktur
protein peraturan tertentu yang
menunjukkan bahwa mungkin mengikat
dalam alur utama heliks ganda untai kiri,
bukan heliks untai kanan. Sebenarnya,
D.B. McKay dan T.A. Steiz telah
mengusulkan agar protein aktivator

Gambar 3. Perbandingan struktur Z DNA dan B


DNA (Sumber: Xenobiology.info)
katabolisasi menstabilkan rangkaian pengikat CAPanya dalam konformasi kidal atau
kiri. Mereka selanjutnya mengusulkan agar untai kanan ini berpindah ke transisi tangan
kiri pada heliks ganda melepas promotor yang berdekatan atau situs pengikatan RNA
polimerase dengan demikian akan mengaktifkan transkripsi gen struktural yang
berdekatan. Protein represor dapat bertindak berlawanan arah, menstabilkan urutan
regulasi dalam bentuk B kanan dan mencegah transkripsi. Meski fungsinya masih belum
diketahui, protein pengikat Z-DNA telah diisolasi dari Drosophila
Struktur Kromatin: Sisi Sensitif Nuklease Berdekatan dengan Gen Aktif
DNA kromosom dari eukariot disimpan ke dalam nukleosom dan panjangnya
146 pasang nukleotida dari DNA di inti nukleosom yang dilindungi dari proses
hidrolisis oleh nuklease. Studi tentang gen transkripsi aktif dan kromatin telah
menunjukkan bahwa gen yang ditranskripsikan memang disimpan ke dalam nukleosom
yang menampilkan frekuensi dan jarak yang sama dengan nukleosom yang mengandung
gen DNA yang tidak ditranskripsi.
Pada tahun 1976, M.groudine dan H. Weintraub menunjukkan bahwa gen
hemoglobin yang ada dalam kromatin dari sel darah merah dari ayam berumur 18 hari
lebih sensitif terhadap degredasi oleh deoxyribonuclease de pankreas I (DNAse I)
daripada gen ovalbumin dalam kromatin dari sel yang sama ini, atau gen hemoglobin
dalam kromatin yang diisolasi dari fibroblas atau sel otak ayam yang sama. Dalam
percobaan ini, lebih dari 50 persen urutan DNA gen transkripsi aktif telah terdegradasi
pada saat hanya 10 persen dari total DNA yang telah dihidrolisis oleh DNAse I.
Studi subsekuen telah menunjukkan sensitivitas nuklease secara
transkripsionalgen aktif di beberapa organisme lainnya. Selain itu, sensitivitas nuklease
bergantung pada aktivasi keberadaan 2 kromosom nonhistonyang disebut HMG 14 dan
HMG 17 (HMG untuk kelompok mobilitas tinggi, protein-protein kecil dengan
mobilitas tinggi selama elektroforesis gel poliakrilamida). Ketika kromatin diisolasi
mengandung gen transkrpsional aktif yang diperlakukan dengan konsentrasi yang
sangat rendah dari DNAse I, molekul DNA yang dibelah di situs tertentu saja.Beberapa
situs hipersensitif telah menunjukkan struktur mirip "hulu" (berdekatan dengan ujung
gen homolog ke 5 ujung mRNA) dari gen transcriptionally aktif. Dalam beberapa kasus,
situs-situs hipersensitif ini telah terbukti berada tepat di ujung hulu promotor gen yang
telah ditranskripsikan. Dalam kasus lain, situs hipersensitif tampaknya berlokasi di
enhancer. Normalnya letak situs hipersensitif dari gen aktif transkripsional tidak
diketahui.
Kontrol Hormonal dari Ekspresi Gen
Komunikasi intersel merupakan fenomena penting pada tumbuhan dan hewan tingkat
tinggi. Pada jaringan dan sel target, bisa terjadi pergantian pola ekspresi gen yang
diakibatkan oleh suatu sinyal pada kelenjar dan sel sekretori dimana keberadaan sinyal
tersebut bisa pada hormone peptida seperti insulin dan hormone steroid (esterogen
dan testosteron). Pada hewan tingkat tinggi hormon disintesis pada beberapa sel
sekretori khusus dan dilepaskan ke aliran darah. Hormone peptida tidak dapat masuk ke
sel secara noemal karena ukurannya yang relatif besar. Hal tersebut menyebabkan
munculnya perantara yaitu protein reseptor yang terletak pada membran sel target dan
melalui level intaseluler dari siklus AMP. Hormon steroid mempunyai ukuran kecil
sehingga siap untuk memasuki sel melalui membrane plasma. Saat hormon steroid
berada di dalam sel target yang tepat maka hormon steroid akan berikatan dengan
protein reseptor spesifik. Protein reseptor tersebut hanya terdapat pada sitoplasma sel
target.

Gambar 4. Struktur Kimia dari hormon steroid estrogen (betina) dan testosteron
(jantan)

AKTIVASI TRANSKRIPSI OLEH HORMON STEROID


Studi autoradiografi menggunakan hormon steroid yang dilabel radioaktif
menunjukkan bahwa kompleks protein reseptor hormon terakumulasi pada inti sel
target. Studi oleh G.Tomkins dan koleganya pada tikus dan B. W OMalley dan asosiasi
pada ayam membuktikan bahwa kompleks protein reseptor hormon mengaktifkan
transkripsi dari suatu gen khusus atau pasangan gen. Studi berkutnya meneyebutkkan
beberapa dari kompleks protein reseptor hormon mengaktifkan transkripsi dari gen
target dengan berikatan pada sekuen DNA spesifik yang terdapat pada sisi aktif cis.
Hipotesis lain menyebutkan kompleks protein reseptor hormon lebih berinteraksi
dengan protein kromosomal non histon dari pada dengan DNA. Kompleks protein
reseptor hormon memiliki fungsi regulasi positif (aktifator) dari transkripsi, hampir
seperti kompleks Cap-cAMP pada prokariotik. Protein kromosom non histon dapat
mengontrol wilayah transkripsi dari suatu gen (J stein, G Stei and Klein). Histon
disintesis selama fase S dari siklus sel, seperti DNA. Ketika kromatin dari fase S (fase
sintesis DNA) ditranskripsi secara in vitro, mRNA histon dapat disintesis. Ketika
kromatin dari fase G1 digunakan, tidak ada mRNA histon yang disintesis. Ketika non
histon dihilangkan dari kromatin fase G1 dan digantikan dengan protein kromosom non
histon dari kromatin fase S, mRNA histon disintesis. Disisi lain, ketika non histon pada
kromatin penyusun dari fase G1 dan DNA serta histon dari fase S, maka tidak ada
mRNA histon yang disintesis. Hasil ini menunjukkan bahwa protein non histon pada
kromatin menentukan gen apa yang mengkode untuk transkripsi histon. Jadi protein
nonhiston kromosom memegang peran penting pada regulasi ekspresi gen eukariot.
Regulasi transkripsi pada eukariotik melibatkan interaksi yang spesifik antara DNA,
histon dan protein kromosom non histon. Komplek protein reseptor hormon
mengaktifasi ekspresi gen melalui interaksi langsung dengan sekuen DNA spesifik yang
hadir tanpa daerah enhancer atau promotor yang meregulasi transkripsi dari gen target.
Interaksi langsung antara komples dan sekuens pengaturan sisi aktif cis dari gen target
adalah memungkinkan untuk glucocorticoid, estrogen, dan hormon tiroid pada hewan
tingkat tinggi.
Gambar 5. Diagram skematik mekanisme aktivasi ekspresi gen hormon
glukokortikoid

HORMON GLUCOCORTICOID SEBAGAI ELEMEN ENHANCER


Hormon steroid tertentu seperti glukokortikoid (cortisol) dan esterogens
(misalnya -estradiol) telah diketahui dapat mengaktifkan gen target tertentu dengan
interaksi antara protein perantara dan urutan pengaturan sisi aktif cis. Urutan sisi aktif
cis ini biasa disebut dengan enhancers meskipun mereka berbeda dengan enhancer
klasik dan dalam hal itu mereka mempengaruhi transkripsi dari promotor terdekat hanya
ketika kompleks protein reseptor hormon berikatan pada mereka. Hormon
glukokortikoid bertindak dengan mengikat protein reseptor yang hadir dalam sitoplasma
sel target. Protein reseptor hormon kemudian terakumulasi dalam inti sel dan mengikat
urutan DNA yang disebut glucocorticoid response elements (GREs).
Jika hormon tidak ada, maka reseptor protein akan berasosiasi dengan protein
sitoplasma lainnya dan memiliki afinitas yang rendah terhadap DNA. Asosiasi dari
protein sitoplasma mencegah reseptor protein dari pementukan dimer, yang diyakini
aktif dalam pembentukan DNA-binding reseptor. Pengikatan dari hormon menyebabkan
perubahan konformasi allosterik pada protein reseptor sehingga tidak lagi terikat pada
protein sitoplasmik. Protein reseptor kemudian mengalami dimerisasi menjadi bentuk
aktifnya.
Kompleks reseptor hormon glukokortikoid mengaktifkan transkripsi gen target
dengan mengikat urutan GRE di dekat enhancers masing-masing gen tersebut.
Pengikatan reseptor hormon ke enhancer akan mengaktifkan promotor pada gen target
terdekat. Jelasnya, ikatan dari kopleks reseptor hormon dengan enhancer harus
menghasilkan promoter terbuka yang memfasilitasi transkripsi RNA polimerase .
Elemen respon hormon yang mengikat kompleks protein reseptor hormon
steroid mengandung urutan DNA yang berbeda. Misalnya elemen respon hormon
membuat urutan konsensus hormon glukokortikoid, estrogen dan tiroid 5-
GGTAGANNNTGTTGT-3, 5-GGTGANNNTG(A/T)CC-3, dan 5-
CAGGGACGTGACCGCA-3. Menariknya ketika sekuen asam amino dari 8 protein
reseptor hormon steroid yang berbeda dibandingkan, semuanya memiliki susunan yang
mirip. Bagian terminal N dari kedelapan protein bertanggung jawab pada aktifasi
ekspresi gen, meskipun kompleks protein reseptor hormon telah berikatan dengan
elemen respon hormon pada bagian enhancer. Wilayah pusat dari protein reseptor
mengandung domain ikatan DNA dan tersusun dari 42-94 % asam amino antara
pasangan berbeda, sedang daerah C-terminal dari protein reseptor mengandung asam
amino 15-57%. Semua steroid hormon mengandung inti kolesterol dengan kelompok
sisi yang berbeda.
Gambar 6. Diagram Skematik dari Mekanisme Homon Kortikoid yang mengaktifasi
ekspresi gen. Tidak adanya hormon, menyebabkan reseptor glukokortikoid membentuk
kompleks protein yang disebut Hsp90. Ketika terdapat hormon, reseptor glukokortikoid
akan berikatan dengan reseptor protein (Hsp90 dilepaskan) dan kompleks tersebut masuk
ke dalam sel. Kompleks reseptor hormon kemudian berikatan dengan glucococorticoid
response element (GRE) tanpa enhancer yang dekat denga sel target.

ECDISON DAN KROMOSOM PUFF PADA LALAT


Pada kromosom raksasa pada kelenjar ludah spesies lalat seperti Drosophila dan
Chironomus tentans, pita kromosom individu tersebut mengalami perubahan secara
morfologi pada beberapa waktu selama perkembangannya. Pita individual meluas dan
membaur, dengan struktur pewarnaan kurang rapat dimana pita ini disebut puff dan
fenomenanya disebut puffing. Setiap puff mewakili suatu segmen dari kromosom
yang cukup untuk memfasilitasi transkripsi dari gen. Puff ini diketahui mengandung
urutan DNA yang komplementer dengan urutan RNA pada sintesis mRNA sitolasma
yang baru. Selama perkembangan lalat, hormone steroid ecdison dilepaskan dan
memicu pergantian kulit. Pola yang sangat spesifik dari penggelembungan (puffing)
kromosom ludah terjadi selama pergantian kulit.
Jika larva D. Melanogaster dan C. Tentans diberi perlakuan dengan ekdison saat
tahap perkembangan sebelumnya atau selama pergantian kulit, pola dari puffing
kromosom yang terjadi akan identik dengan saat pergantian kulit secara alami. Pola
induksi dari ekdison terhadap sekuen puffing membuktikan efek dari hormon steroid
pada ekspresi gen.
Selama tahap awal larva dari perkembangan D. melanogaster, puff yang ada
sebelum perlakuan ekdison mulai surut, dan beberapa puff baru terbentuk dalam waktu
5 menit setelah perlakuan. Gembungan (puff) awal ini bisa muncul sebanyak 100-125
dalam beberapa jam. Dengan menggunakan inhibitor dari sintesis protein seperti
cycloheximide, susunan dari late puff membutuhkan sintesis protein setelah diberi
perlakuan ekdison. Akan tetapi, early puff terbentuk saat tidak adanya pasca perlakuan
sintesis protein. Late ekdison menginduksi pola penggembungan, yang memicu satu
atau lebih protein pengkode yang disintesis gen transkrip pada early puff. Contoh lain
dari efek hormon steroid terhadap ekspresi gen yaitu, pola penggembungan yang
diinduksi ekdison memberikan bukti adanya pola terpogram ekspresi gen pada
eukariotik.

REGULASI DENGAN JALUR ALTERNATIF DARI TRANSKRIP SPLICING


Regulasi terjadi dengan mengubah stabilitas transkrip, melalui transport yang
berbeda-beda pada sitoplasma dan melalui translasi yang berbeda-beda dari proses
transkrip. Contoh dari jalur splicing alternatif yaitu terjadi pada gen tropomyosin
Drosophila dan hewan vertebrata. Tropomiosin terkait dengan protein dimana
merupakan perantara dari interaksi antara aktin dan troponin yang mengatur kontraksi
otot. Jaringan yang berbeda antara otot dan bukan otot dikarakteristikkan dengan
kehadiran tropomiosin. Banyak isoform diproduksi dari gen yang sama oleh splicing
alternatif. Contohnya produksi dari 6 isoform tropomyosin yang berbeda dari 2 gen
tropomyosin Drosophila (Tml dan Tmll). Pola trasnkrip splicing tropomyosin menjadi
lebih kompleks pada mamalia, diaman terdapat 10 isoform yang berbeda yang
diturunkan dari satu gen.
REGULASI COMPLEX CIRCUIT DARI EKSPRESI GEN PADA EUKARIOT
Berdasarkan model Britten dan David tentang eksprei gen, gen sensor spesifik
mewakili sekuen binding site yang spesifik (analog dengan CAP-cAMP binding site
pada promoter lac E.coli) yang merespon sinyal spesifik. Ketika gen sensor menerima
sinyal sesuai, mereka mengaktifkan transkripsi pada gen integrator yang berdekatan.
Produk gen integrator kemudian berinteraksi pada urutan cara tertentu dengan gen
reseptor. Britten dan David menyatakan produk gen integrator merupakan activator dari
RNAs yang berinteraksi langsung dengan gen reseptor untuk memicu transkripsi gen
producer (analog dengan struktur gen pada operon prokariotik). Bagaimanapun, tidak
akan ada perbedaan ketika produk gen integrator yang aktif berupa RNA atau protein.
Dengan membuat gen reseptor dan gen integrator berlebihan, kombinasi berbagai gen
producer dapat dinyatakan sebagai respon terhadap sinyal yan berbeda.
Bukti langsung menunkukkan bahwa sebagian besr gen strukturan (gen produser)
sebagian besar merupakan sekuan tunggal DNA. Sekuen DNA middle repetitive
mengandung berbagai macam genregulator (sensor, integrator, dan gen reseptor).
Heterogeneous nuclear RNA(hnRNA)memiliki populasi yang lebih kompleks
dibandingkan populasi mRNA. Regulasi terjadi pasca transkripsi selama pemrosesan
RNA yang ada di tahap hn RNA mRNA. Model kedua yaitu Davidson-Britten
model, dimana ekspresi gen diatur pada level pemrosesan RNA. Berdasar model kedua
ini banyak dari gen struktur berlokasi di unit transkripsi konstitutif yang mana
ditranskripsi pada tingkat basal pada semua sel. Transkripsi konstitutif diproses hanya
pada sel yang mengandung integrating regulatory transcript yang tepat. integrating
regulatory transcript mengandung sekuen berualang yang berinteraksi dengan
transkripsi gen struktural yang berbeda, dimana lebih seperti gen integratoryang
berinteraksi dengan gen reseptor yang berbeda pada model asli Britten-Davidson.
Kunci perbedaannya adalah regulasi terjadi secara post transkripsi selama pemrosesan
RNApada model baru Britten-Davidson, dibandingkan dengan transkripsi seperti pada
model aslinya.
Pertanyaan dan Jawaban
1. Jelaskan perbedaan antara struktur Z-DNA dan B-DNA ?
Jawaban: Perbedaannya adalah sebagai berikut.
1) Z-DNA memiliki heliks untai kiri, melawan heliks untai kanan B-DNA
2) Karena susunan molekul yang berbeda dalam polimer Z-DNA, tulang punggung
fosfat mengikuti alur zig-zag, sementara di B-DNA itu teratur
3) Dalam Z-DNA, residu gula memiliki orientasi bolak-balik sehingga unit pengulangan
adalah dinukleotida melawan B-DNA dimana unit pengulangan adalah mononukleotida
dan orientasi molekul gula tidak bergantian.
4) Dalam Z-DNA, satu heliks lengkap yaitu putaran melalui 360 , memiliki dua belas
pasangan basa atau enam unit dinukleotida berulang (12 pasangan basa), sedangkan di
B-DNA, satu heliks lengkap hanya memiliki sepuluh pasang basa atau sepuluh unit
pengulangan.
5) Karena dua belas pasangan basa ditampung dalam satu heliks di Z-DNA, seperti pada
sepuluh di B-DNA, sudut twist per unit berulang (dinukleotida) adalah 60 , seperti
pada 36 B-DNA.
6) Satu helix lengkap adalah 45 A di Z-DNA sedangkan 34 A di B-DNA.
7) Karena basa lebih panjang untuk menyebar di Z-DNA dan karena sudut
kemiringannya 60 , mereka mendekati sumbu sehingga diameter molekul Z-DNA
adalah 18 A, sedangkan 20 B dalam DNA B
2. Bagaimana hubungan korfomasi Z-DNA dengan pengnonaktifan DNA?
Jawaban: Hubungannya ialah peran Z-DNA dalam regulasi aktivitas gen yang
disarankan, karena antibodi spesifik Z-DNA dapat mengikat secara khusus daerah antar
band dari kromosom kelenjar ludah dan tidak ke daerah band yang aktif, hal tersebut
menunjukkan bahwa konformasi Z-DNA membuat DNA tidak aktif. Pengamatan ini
kemudian ditunjukkan sebagai artefak fiksasi kromosom. Namun, urutan yang mampu
membentuk Z-DNA diyakini berperan dalam rekombinasi atau penataan ulang DNA
(misalnya gen immunoglobulin).
3. Jika larva D. Melanogaster dan C. Tentans diberi perlakuan dengan ekdison saat
tahap pergantian kulit, mengapa pola dari puffing kromosom yang terjadi akan identik
dengan saat pergantian kulit secara alami?
Jawaban: karena Selama perkembangan lalat, hormone steroid ecdison dilepaskan yang
memicu pergantian kulit. Apabila larva diberi perlakuan saat sudah mengalami
pergantian kulit dimana kadar hormon ekdison dalam tubuh sudah tinggi maka saat
diberi perlakuan atau tamabahan hormon ekdison tidak akan berpengaruh terhadap
pergantian kulit larva.
4. Apa penyebab perubahan konformasi allosterik pada protein reseptor?
Jawaban: Jika hormon tidak ada, maka reseptor protein akan berasosiasi dengan
protein sitoplasma lainnya dan memiliki afinitas yang rendah terhadap DNA.
Asosiasi dari protein sitoplasma mencegah reseptor protein dari pementukan dimer,
yang diyakini aktif dalam pembentukan DNA-binding reseptor. Pengikatan dari
hormon menyebabkan perubahan konformasi allosterik pada protein reseptor
sehingga tidak lagi terikat pada protein sitoplasmik. Protein reseptor kemudian
mengalami dimerisasi menjadi bentuk aktifnya.

Anda mungkin juga menyukai