Islam; antara syariat Muhammad dan syariat para nabi
Ketika menjelajah turats Islam, -terutama kitab-kitab fiqih, ushul fiqih dan kitab tauhid- ,[12] kita mendapatkan bahwa pembahasan syariat para nabi ini berkisar pada jawaban dari dua pertayaan yang mendasar, yaitu: Pertama : Apakah Muhammad SAW sebelum menjadi rasul beribadah dengan salah satu syariat dari syariat para nabi?[13] Kedua : apakah Muhammad SAW setelah menjadi Rasul beribadah dengan salah satu syariat dari syariat para nabi? atau pertanyaannya : apakah kita beribadah dengan syariat para nabi? Mengenai persoalan pertama, setidaknya ada tiga pendapat-baca: madzhab-utama yaitu: Pertama: pendapat sebagaian malikiyah dan jumhur mutakallimin yang menafikan bahwa Muhammad beribadah. Kedua : pendapat seperti hanafiyah, hanabilah, ibnu Alhajib dan AlQodhi Albaidhowi yang berpendapat bahwa Muhammad SAW beribadah. Ketiga: pendapat seperti imam ghozali, Al-Amidi, Al-Qodhi Abdu Al-Jabbar dan para peneliti lainnya, mereka tidak menghukumi masalah ini karena tidak ada dalil qothi yang menerangkan tentang kejadian ini.[14] Kemudian madzhab yang berpendapat bahwa Muhammad sebelum menjadi rasul beribadah, berbeda pendapat pula mengenai : Muhammad SAW beribadah berdasarkan syariat siapa? banyak sekali pendapat dari madzhab ini, ada yang mengatakan bahwa Muhammad beribadah berdasarkan syariat Adam, syariat Nuh, syariat Ibrahim, syariat Musa, syariat Isa, ada juga yang berpendapat bahwa Muhammad beribadah berdasarkan salah satu dari syariat para Nabi, syariat seluruh nabi, bahkan ada pula yang berpendapat Muhammad beribadah tidak berdasarkan syariat para nabi, berdasarkan akal dan pendapat-pendapat lainnya.[15] Syariat para nabi sebagai sumber hukum islam Yang dimaksud dengan syariat para nabi adalah hukum yang diriwayatkan kepada kita, baik oleh AlQuran atau Hadits yang disyariatkan kepada umat-umat sebelum kita dengan perantara para nabi-nabi mereka.[16] Sedangkan peran syariat para nabi ini`sebagai sumber hukum islam tidak independen, sebagaimana sumber-sumbersyariat lainnya. Apabila kita membuka buku tentang sumber hokum islam tidak ada yang mengatakan secara langsung bahwa syariat para nabi adalah sumber hukum islam yang independent.[17] Hal ini disebabkan karena syariat para nabi yang diriwayatkan kepada kita tidak lebih dari dua macam. Pertama : yang diriwayatkan kepada kita melalui kitab mereka-taurat dan injil-ataupun langsung dari mereka. Hal ini telah disepakati untuk tidak diterima sekalipun setelah mereka masuk islam.[18] Kedua : diriwayatkan oleh AlQuran atau Hadits, inilah yang diterima. Syariat para nabi yang diterima ini dapat dibedakan sebagai berikut: 1) syariat para nabi yang disepakati. a. Syariat para nabi, akan tetapi tidak ada dalam Al-quran dan Hadits. Syariat ini disepakati untuk tidak diterimasekalipun ada dalam kitab mereka (taurat dan injil). Hai ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah : ayat 75, Al Maidah ayat 13, Al Baqaroh ayat 79 dan yang lainnya. padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS. 2:75) Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, (QS. 5:13) Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya:Ini dari Allah, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan. (QS. 2:79) b. Syariat para nabi, ada dalam al quran dan Hadits, diwajibkan atau disyariatkan untuk mengerjakannya seperti shaum ramadhan dan shaum Daud. Ini disepakati sebagai sumber hukum. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. 2:183) . c. Syariat para nabi, ada dalam al quran dan Hadits yang berisikan Aqidah dan Ushuludin, ini disepakati juga sebagai sumber hokum. Seperti firman Alloh dalam surat An Nahl ayat 36 dan As Syuro ayat 13 Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu, (QS. 16:36) Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (QS. 42:13) d. Syariat para nabi akan tetapi di mansukh oleh al quran dan hadits, sebagaimana dihalalkan ghonaim setelah sebelumnya diharamkan oleh syariat para nabi Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, (QS. 8:69) 2) Syariat para nabi yang diperselisihkan Syariat para nabi, ada dalam al quran dan Hadits, akan tetapi tidak ada perintah untuk mengerjakannya dan tidak diketahui syariat tersebut mansukh atau tidak.syariat ini adalah syariat amaliyah.[19] Perbedaan pendapat tentang syariah para nabi ini dapat dibedakan menjadi dua pendapat. Pertama : pendapat bahwa syariat para nabi ini bukan sumber hokum, ini adalah pendapat sebagian ushuliyyin seperti AlRoji, AlAmadi, AlGhoji, Abu Ishak, AsSyiroji, sebagian hanafiah dan sebagian shafiiyah. Pendapat yang kedua: syariat para nabi ini adalah sumber hukum islam. Ini adalah pendapat Malikiyah, sebagian besarHanafiyah, sebagian besar Syafiiyah dan jumhur fuqoha.[20] Sebab perbedaan pendapat ini adalah karena ada dalam nash-nash sumber hukum kita -baca al quran dan hadits- syariat-syariat para nabi, akan tetapi tidak disertai dengan qorinah atau keterangan bahwa syariat itu telah mansukh oleh syariat kita[21] atau kita diperintahkan oleh syariat tersebut.[22] Maka ada yang berpendapat bahwa syariat tersebut adalah syariat bagi kita karena tidak ada faidah dan kegunaan disebutkan dalam AlQuran akan tetapi tidak dijadikan sumber hukum selama tidak ada larangan untuk mengerjakan syariat tersebut.[23] Sebagaimana alasan yang mereka kemukakan adalah surat AnNahl 123 dan AlMaidah 44. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad):Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. (QS. 16:123) Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi- nabi yang menyerah diri kepada Allah, (QS. 5:44) Ada pula yang berpendapat syariat para nabi itu bukan syariat bagi kita dengan dalil Al- Maidah 48, Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (QS. 5:48) Kemudian mereka berkata bahwa para sahabat nabi dalam riwayat ketika memutuskan perkara hanya meruju kepada AlQuran, Sunnah dan Ijtihad dan tidak menyebutkan kitab- kitab para nabi baca syariat para nabi-.[24] Akan tetapi kenyataannya adalah, bahwa imam-imam madzhab dalam kitab-kitab mereka, tidak ada yang menyatakan secara langsung bahwa syariat para nabi ini adalah syariat yang independen.[25] Hal ini disebabkan karena kita mendapatkan contoh yang sedikit sekali dalam fikih Malik, Abu yusuf dan Muhammad. Yang menunjukan bahwa mereka mengambil syariat para nabi ini sebagai sumber dalil yang independent. Apabia mereka menyebutkan contoh bahwa syariat nabi itu adalah syariat bagi kita, mereka mengetahui madzhab yang lain tidak ada yang menyalahinya. Sebagaimana perkataan imam AlSarkhosi setelah mengetahui madzhab imam Abu Hanifah. sebenarnya imam syafiI tidak berbeda pendapat dengan kita, dengan berdasarkan dalil nabi me-rajam yahudi dengan hukum taurat sebagaimana dalam nashnya
Atas wajibnya syariat rajam dalam syariat kita[26] yaitu setelah ada hadits.[27] Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa syariat para nabi dapat dijadikan sumber hukum atau dalil apabila ada dalil lain yang menguatkannya. Apabila tidak ada dalil, maka tidak bisa dijadikan sumber hukum.[28] Penutup Ketika allah menciptakana adam AS sebagai khalifah di bumi, kemudian Allah membekalinya dengan syariat. Tujuan dari syariat ini tidak lain adalah untuk menjaga kemaslahatan anak manusia dan mencegahnya dari berbuat kerusakan. Syariat yang Allah SWT turunkan bukan hanya sebagai syariat yang mengatur segala bentuk kehidupan untuk kemaslahatan anak manusia. Namun juga sebagai wahana untuk mencapai kepuasan berfikir yang ada dalam fitrah manusia. Maka, islam sebagai sebuah syariat memiliki keistimewaan dibandingkan dengan syariat lain hasil buah tangan dan fikiran manusia. Ia tidak hanya berfungsi sebagai undang-undang kehidupan, namun juga sesuai dengan fitrah manusia sejak awal penciptaan. Bagaimana tidak, syariat ini berasal dari Tuhan yang menciptakan manusia, maka sudah pasti Dia lebih tahu akan kebutuhan dan kemaslahatan manusia. Datangnya para nabi dan rasul sebagai utusan Allah,-baik datang membawa syariat baru atau tidak-tidak lain dengan membawa tugas menjaga syariat tersebut dan menyuruh kaumnya untuk menerapkan dan menjalankan syariat itu ke dalam tiap sendi kehidupan. Sampai datangnya Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir pun tugasnya adalah sama. Namun, karena Muhammad ini adalah sebagai nabi penutup, maka syariat ini sudah tentu harus sempurna sehingga bisa dijalankan oleh umatnya dalam setiap waktu dan zaman. Maka, syariat Muhammad ini datang untuk menyempurnakan syariat para nabisekaligus menghapus syariat para nabi yang sudah tidak sesuai lagi. Sekalipun memang ada dalam nash syariat kita-alQuran dan Hadits-yang menceritakan syariat para nabi. Namun, tidak diiringi oleh perintah atau larangan juga tidak ada keterangan bahwa syariat tersebut dihapus oleh syariat kita. Namun sekali lagi syariat tersebut sedikit sekali dan tidak menjadi smber masalah diantara para ushuliyyin dan fuqoha. waAllahuAlam bi Showab