Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS SEMINAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN


BERSIHAN JALAN NAFAS DX MEDIS MYASTHENIA GRAVIS (MG) DI RSUP
Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
Pembimbing Akademik :
1. Ns. Niken Safitri Dyan K, M.Si.Med
2. Ns. Yuni Dwi Hastuti, M.Kep

Disusun oleh kelompok V:


1. Faisal Fahrur Arifin 22020116220108
2. Nur Lela Fitriani 22020116220109
3. Lisa Windhiarti 22020116220117
4. Candra Dewi Ratnasari 22020116220111
5. Luh Juita Amare P 22020116220116

PROFESI NERS ANGKATAN XXIX


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit yang terjadi karena terputusnya
komunikasi antara saraf dan otot. Penyakit kronis ini biasanya ditandai dengan
lemahnya otot dan kelelahan. (Smeltzer, 2010).
Insiden dari myasthenia gravis perempuan lebih sering menderita myasthenia
gravis dari pada laki-laki, dan penyakit ini cenderung berkembang pada usia awal (20
sampai 40 tahun, sebaliknya 60 sampai 70 tahun pada laki-laki. (Smeltzer, 2010).
Komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh myasthenia gravis dapat menimbulkan
krisis miasthenic. Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang
terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini
dapat menyebabkan gagal pernapasan akut. Prognosis dari myasthenia gravis sendiri
apabila tanpa pengobatan angka kematian myasthenia gravis mencapai 25-31%,
myasthenia gravis yang mendapat pengobatan angka kematian mencapai 4%,
sedangkan sebanyak 40% hanya gejala okuler.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun
lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa
menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta
perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah
tersebut. Oleh karena itu penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan myasthenia gravis.
Hasil dari pengkajian yang telah dilakukan terhadap klien didapatkan hasil klien
masuk RSDK tanggal 12 September 2017 dengan keluhan sesak napas, sulit menelan
dan kelemahan pada anggota gerak. ketika di IGD didapatkan hasil pemeriksaan fisik
yaitu: TD 157/71 mmHg, HR: 77 x/menit, RR: 25x/menit, suhu: 360C. Setelah klien
dari IGD klien dirawat di ICU RSUP Karidi selama 2 hari dan lansung dipindahkan
ke HCU selama 5 hari. Setelah kondisi klien stabil klien dipindahkan ke ruangan
perawatan yaitu Rajawali 3A hasil pengkajian selama diruang Rajawali 3A
didapatkan hasil antara lain TD=140/70mmHg, HR=90x/menit, RR=26x/menit,
Suhu=36,80C, terpasang nasal kanul 3lpm, terdapat sianosis bibir, terdengar suara
tambahan ronchi di bagian bawah paru-paru, kekuatan otot ekstremias atas dan bawah
3|3 (pergerakan melawan gravitasi namun tidak melawan tahanan). Kemudian hasil
dari pengkajian kebutuhan dasar manusia ADL semuanya dibantu oleh keluarga,
aman nyaman klien mengatakan nyeri (P=nyeri bertambah saat begerak, Q=nyeri
seperti cenut-cenut, R=nyeri ditulang belakang, S=Skala nyeri 6, T=nyeri terus-
menerus), Skor Morse Fall=55 (resiko tinggi).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Ny. S (42 tahun) dengan Myasthenia Gravis.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini antara lain:
a. Melakukan pengkajian pada Ny. S (42 tahun) dengan Myasthenia Gravis
b. Menentukan masalah keperawatan yang tepat pada Ny. S (42 tahun) dengan
Myasthenia Gravis
c. Melakukan implementasi keperawatan pada Ny. S (42 tahun) dengan
Myasthenia Gravis
d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada Ny. S (42 tahun) dengan
Myasthenia Gravis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Myasthenia gravis (MG) merupakan gangguan autoimmune yang
mempengaruhi persimpangan myoneral. Antibodi mengarahkan reseptor asetilkolin
namun mengalami gangguan transmisi impuls melewati persimpangan myoneural.
Oleh karena itu, hanya sedikit reseptor yang masih dapat terstimulasi, hasilnya adalah
kelemahan otot yang semakin luas dengan aktivitas yang berkelanjutan. Myasthenia
gravis merupakan penyakit yang terjadi karena terputusnya komunikasi antara saraf
dan otot.
Penyakit kronis ini biasanya ditandai dengan lemahnya otot dan kelelahan.
(Smeltzer, 2010). Perempuan lebih sering menderita myasthenia gravis dari pada laki-
laki, dan penyakit ini cenderung berkembang pada usia awal (20 sampai 40 tahun,
sebaliknya 60 samapi 70 tahun pada laki-laki. (Smeltzer, 2010).

B. Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui, tetapi kemungkinan terjadi karena
gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin pada persimpangan neuromuskular
akibat reaksi autoimun. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan
kelemahan otot. Etiologi dari Myasthenia gravis antara lain:
1. Autoimun
2. Kelenjar timus yang abnormal
C. Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan
kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan
pada otot-otot lain selain otot okular
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat
kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan
pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain
otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dalam derajat ringan
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial.
Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding
tube tanpa dilakukan intubasi
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Klasifikasi menurut Osserman ada 4 tipe:
1. Ocular myasthenia: Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia
sangat ringan dan tidak ada kematian.
2. Generalized myasthenia
a) Mild generalized myasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot
skelet dan bulber. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap otot
baik.
b) Moderate myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat
tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
a) Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemaha hebat dari otot-otot pernapasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi
thymoma.
b) Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek.
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis.

Secara sederhana, Myasthenia gravis juga dapat dikelompokkan seperti dibawah ini:
1. Myasthenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.
2. Myasthenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk
mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuh pun dapat ikut
menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
3. Myasthenia gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot
oculobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

D. Patofisiologi
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor (AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada
jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan
oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada
pasien. Pengurangan jumlah AChR ini dapat disebabkan karena proses auto-immun
di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR
dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR
bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis.
Myasthenia Gravis menyebabkan tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap
AchR. Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B,
karena sel B yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, hal lain menunjukkan
bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada
patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.

E. Manifestasi Klinis
Myasthenia gravis (MG) merupakan gangguan motorik tanpa efek pada sensasi
atau koordinasi. Adapun manifestasi klinis dari myasthenia gravis adalah sebagai
berikut:
1. Salah satu atau kedua kelopak mata yang turun
2. Penglihatan ganda atau kabur
3. Perubahan kualitas suara, menjadi sengau atau pelan
4. Sulit menelan dan mengunyah, tersedak
5. Sulit bernapas, terutama saat beraktivitas atau berbaring. Kelemahan umum yang
mempengaruhi semua ekstremitas dan otot intercosta, menyebabkan menurunnya
kapasitas vital dan kegagalan pernapasan. (Smeltzer, 2010)
6. Ekspresi wajah yang terbatas, misalnya sulit tersenyum
7. Melemahnya otot tangan, kaki, dan leher. Gejala ini akan memicu gangguan
mobilitas, seperti pincang atau kesulitan mengangkat barang.

F. Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila
otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator
untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung.
Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan
pneumonia. Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk
riwayat penyakit sebelumnya (misalnya, infeksi virus pada pernapasan), pasca
operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih
(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan neurologi
Kondisi saraf diperiksa dengan menguji refleks, kekuatan otot, koordinasi, serta
keseimbangan.
2. Tes darah
Untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang menghambat atau merusak reseptor
otot.
3. Uji edrofonium (Tensilon)
Injeksi edrofonium digunakan untuk mngonfirmasi diagnosis (apakah atropin
dapat menyebabkan efek samping). Meningkatkan kekuatan otot dapat
menghasilkan hasil yang positif dan biasanya mengonfirmasi diagnosis. Obat
edrofonium chloride akan disuntikkan untuk mencegah hancurnya senyawa.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI dapat mendemonstrasikan pembesaran kelenjar timus.
5. EMG (Electromyography)
EMG digunakan untuk mengukur potensial electrical dari sel otot

H. Penatalaksaan Medis
1. Plasmaferesis
Darah dialirkan ke dalam mesin yang akan menyingkirkan antibodi penghalang
sinyal dari saraf ke otot.
2. Imunoglobulin
Memasukkan antibodi normal dari darah pendonor melalui infus sehingga kinerja
sistem kekbalan tubuh penderita berubah.
3. Timektomi
Operasi pengangkatan kelenjar timus

I. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan status
2. Keluhan utama: kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan: diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan
presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan
kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien
mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat
menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik:
a) B1(breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut,
kelemahan otot diafragma
b) B2(bleeding) : hipotensi /hipertensi, takikardi /bradikardi
c) B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,
jatuhnya mata atau dipoblia
d) B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih
e) B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan, disfagia, dan peristaltik usus
turun, hipersalivasi, hipersekresi
f) B6(bone) : gangguan aktifitas/mobilitas fisik, kelemahan otot yang
berlebih
J. Pathways
Gangguan autoimun yang
merusak reseptor asetikolin

Jumlah reseptor asetilkolin


berkuang pada membrane
postsinaps

Keusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya resepor normal membrane postsinaps pada sambungan
neuromuskular

Penurunan hubungan
neuromuscular

Kelemahan otot

Otot-otot okular Otot wajah, laring, faring Otot volunter Otot Pernapasan

Gangguan Otot Regurgitas Makanan Ke Kelemahan Otot- Ketidakmampuan


Levator Palpebra Hidung Pada Saat Otot Rangka batuk efektif
Menelan Suara Abnormal
Ketidakmampuan Kelemahan otot-
Ptosis & Diplopia menutup Rahang Hambatan otot pernapasan
Mobilitas Fisik

Gangguan Ketidakseimbangan Ketidakmampuan


Krisis Pola Napas
Citra Diri Nutrisi Kuarng dari
Meiastenia
Kebutuhan Tubuh
Ketidakefektifan
Kematian Bersihan Jalan
Napas
K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sputum
3. Ketidakseimbangan nutrisi kuarng dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan

1. Ketidakefektifan Dilakukan tindakan Airway Management


pola nafas keperawatan diharapkan
- Buka jalan napas, gunakan teknik
berhubungan masalah pola nafas klien
chin lift atau jaw thrust bila perlu
dengan kelemahan teratasi dengan kriteria hasil :
- Posisikan pasien memaksimalkan
otot pernapasan Status Pernafasan NOC
ventilasi
(04Status Pernafasan NOC
- Identifikasi pasien perlunya
(0415) dengan skala target
pemasangan alat jalan napas
outcome dipertahankan pada
buatan
Deviasi berat dari kisaran
- Pasang mayo bila perlu
normal (1) ditingkatkan ke
- Lakukan fisioterapi dada jika
Tidak ada deviasi dari
perlu
kisaran normal (5) dengan
- Keluarkan secret dengan batuk
indikator :
atau suction
- Frekuensi - Auskultasi suara napas, catat
pernafasan adanya suara tambahan
- Irama pernafasan - Lakukan suction pada mayo
- Kedalaman Inspirasi - Berikan bronkodilator bila perlu
- Kepatenan jalan - Berikan pelembab udara kassa
nafas basah NaCl lembab
- Kapasitas Vital - Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status
oksigen

Oxygen Therapy

- Bersihkan mulut, hidung dan serta


secret
- Pertahankan jalan napas yang
paten
- Atur peralatan oksigen
- Pertahankan posisi klien
- Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring

- Monitor TD, nadi, suhu dan RR


- Catat fluktuasi tekanan darah
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum
dan sesudah aktivitas
- Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru-paru
- Monitor suara paru-paru
abnormal
- Monitor suhu, warna dan
kelembapan kulit
- Monitor sianosis perifer
- Identifikasi penyebab perubahan
vital sign

2. Ketidakefektifan Dilakukan tindakan Airway suction


bersihan jalan keperawatan diharapkan
napas berhubungan masalah kebersihan jalan - Pastikan kebutuhan oral/tracheal
dengan napas klien teratasi dengan suctioning
peningkatan kriteria hasil : - Auskultasi suara napas sebelum
sputum Status Pernafasan : dan sesudah suction
Kepatenan Jalan Nafas NOC - Informasikan pada klien dan
(0410) dengan skala taerget keluarga tentang suctioning
outcome dipertahankan pada - Minta klien napas dalam sebelum
deviasi yang cukup berat dari suction dilakukan
kisaran normal (2) - Berikan oksigen dengan
ditingkatkan ke deviasi menggunakan nasal untuk
ringan dari kisaran normal memfasilitasi suction nasotrakeal
(4) - Gunakan alat steril setiap
Dengan indikator sebagai melakukan tindakan
berikut : - Anjurkan pasien utnuk istirahat
- Frekuensi dan napas dalam setelah kateter
pernafasan dikeluarkan dari nasotrakeal
- Irama Pernafasan - Monitor status oksigen pasien
- Kedalaman Inspirasi - Hentikan suction dan berikan
- Kemampuan untuk oksigen apabila pasien
mengeluarkan secret menunjukan bradikardi,
Skala target outcome : peningkatan saturasi oksigen
dipertahankan pada cukup
Airway management
(3) ditingkatkan ke tidak ada
(5) dengan indikator : - Buka jalan napas, gunakan teknik
- Suara nafas chin lift atau jaw thrust bila perlu
tambahan - Posisikan pasien memaksimalkan
- Dispnea dengan ventilasi
aktifitas ringan - Identifikasi pasien perlunya
- Batuk pemasangan alat jalan napas
- Pernafasan cuping buatan
hidung - Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
- Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
- Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status
oksigen

3. Ketidakseimbangan Dilakukan tindakan Nutrition management (1100)


nutrisi kuarng dari keperawatan diharapkan - Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh asupan nutrisi klien dapat - Kolaborasikan dengan ahli gizi
berhubungan terpenuhi secara adekuat untuk menentukan jumlah kalori
dengan kurang dengan kriteria hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan
asupan makanan Status Nutrisi : Asupan pasien
Makanan dan Cairan NOC - Ajarkan pasien tentang cara
(1008) yang skala target membuat catatan makanan harian
Outcome dipertahankan pada - Monitor jumlah nutrisi dan
sedikit adekuat (2) kandungan kalori
ditingkatkan menjadi - Berikan informasi tentang
sepenuhnya adekuat (5) kebutuhan nutrisi
dengan indikator sebagai Nutritional monitoring (1160)
berikut : - Monitor kadar albumin, protein
- Asupan makanan total, hemoglobin, dan hematocrit
secara oral - Monitor intake dan output klien
- Asupan cairan secara - Monitor turgor kulit dan
oral konjungtiva klien
- Asupan cairan - Kaji apakah klien mengalami
intravena/ mual dan muntah
parenteral.
Status Nutrisi : Pengukuran
Biokimia NOC ( 1005) yang
skala target outcome
dipertahankan pada cukup
menyimpang dari rentang
normal (3) ditingkatkan
menjadi tidak menyimpang
dari rentang normal (5)
dengan indikator :
- Serum albumin
- Hematokrit
- Hemoglobin
- Gula darah
Status Menelan NOC (1010)
yang skala target outcome :
dipertahankan pada cukup
terganggu (3) ditingkatkan
ke tidak terganggu (5)
dengan indikator :
- Mempertahankan
makanan di mulut
- Kemampuan
mengunyah
- Reflek menelan
sesuai dengan waktu
Skala target outcome
dipertahankan pada sedang
(3) ditingkatkan ke tidak ada
(5) dengan indikator :
- Perubahan kualitas
suara
- Batuk
- Peningkatan usaha
menelan
- Tidak nyaman
dengan menelan
4. Hambatan Dilakukan tindakan Tirah Baring
mobilitas fisik keperawatan diharapkan
- Sediakan tempat tidur yang
berhubungan masalah mobilitas klien
teraupetik terhadap klien
dengan kelemahan teratasi dengan kriteria hasil
- Lakukan pencegahan terjadinya
otot sebagai berikut :
footdroop/kaki jatuh
Posisi tubuh : Berinisiatif
- Kontrol kondisi kulit
Sendiri NOC (0203) yang
- Anjurkan melakukan aktifitas
skala target outcome
pasif/aktif sebagai peningkatan
dipertahankan pada banyak
dari latihan
terganggu (2) ditingkat pada
sedikit terganggu (4) dengan Pengaturan energi
indikator :
- Tentukan batasan fisik klien
- Bergerak dari posisi
- Tentukan apa dan berapa banyak
duduk ke posisi
aktifitas yang dibutuhkan untuk
berbaring
membangun kesabaran
- Berpindah dari saru
- Amati pemberian nutrisi untuk
sisi ke sisi lain
membuktikan sumber energi yang
sambil berbaring
adekuat
Pergerakkan Sendi : Pasif
- Amati lokasi dan tempat
NOC (0207) yang skala
ketidaknyamanan/nyeri selama
target outcome
beraktifitas
dipertahankan pada deviasi
- Kurangi ketidaknyamanan fisik
yang cukup besar dari
yang bias dikaitkan dengan fungsi
kisaran normal (2)
ditingkatkan ke deviasi
ringan dari kisaran normal kognitif dan pengamatan dalam
(4) dengan indikator : pengaturan aktifitas
- Leher
Ambulasi
- Jari-jari (kanan)
- Pergelangan (kanan- - Monitoring vital sign sebelum dan
kiri) sesudah latihan
- Bahu (kanan-kiri) - Kaji kemampuan klien dalam
- Panggul mobilisasi
- Lutut (kanan-kiri) - Damping dan bantu klien dalam
latihan mobilisasi dan bantu ADL
klien
- Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
- Latih klien dalam pemenuhan
kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemmpuan
- Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang Teknik
ambulasi
- Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan bantun
jika diperlukan

Mobilitas

- Tentukan keterbatasan dalam


melakukan gerakan
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
dalam melakukan program latihan
- Tentukan tingkat motivasi pasien
untuk mempertahankan atau
mengembalikan mobilitas sendi
dan otot
- Dukung klien dan keluarga untuk
memandang keterbatasab dengan
realitas
- Pantau lokasi dan
ketidaknyamanan selama latihan
- Berikan analgesic sebelum
memulai latihan fisik
- Pantau pasien terhadap trauma
selama latihan
- Letakan klien pada posisi
teraupetik
- Atur posisi pasien dengan
kesejajaran tubuh yang benar
- Ubah posisi klien yang imobilisasi
minimal setial 2 jam, berdasarkan
jadwal spesifik
- Dukung latiha ROM aktif atau
pasif jika perlu

Peningkatan Latihan

- Yakinkan kesehatan psien


mengenai latihan fisik
- Anjurkan perasaan verbal tetang
latihan atau kebutuhan untuk
latihan
- Libatkan keluarga pasien dalam
perencanaan dan perawatan
program latihan
- Ajarkan pasien mengenai jenis
latihan yang tepat untuk tingkat
kesehatan, dalam berkolaborasi
dengan multidisiplin lain
- Beritahu klien tentang frekuensi
keinginan, alma dan intensitas
program latihan

5. Gangguan citra Dilakukan tindakan Body Image Enhancement


tubuh keperawatan diharapkan
- Kaji secara verbal dan nonverbal
masalah gangguan citra
respon klien terhadap tubuhnya
tubuh klien teratasi dengan
- Monitor frekuensi mengkritik
kriteria hasil sebagai berikut :
dirinya
Citra tubuh NOC ( 1200)
- Jekaskan tentang pengobatan,
dengan skala target
perawatan, kemajuan dan
outcome dipertahankan
prognosis penyakit
pada tidak pernah positif
- Dorong klien mengungkapkan
(1) ditingkatkan ke
perasaannya
konsisten positif (5)
- Identifkasi arti pengurangan
dengan indikator :
melalui alat bantu
- Gambaran diri
- Fasilitasi kontak dengan individu
- Kesusaian antara
lain dalam kelompok kecil
realita tubuh dan
gambaran tubuh Self-Esteem Enhancement
- Sikap terhadap
- Memantau laporan harga diri
menyentuh bagian
pasien
tubuh yang terkena
- Mendorong pasien untuk kekuatan
dampak
identitas
- Penyusuaian terhadap
- Membantu pasien untuk
fungsi tubuh
menemukan penerimaan diri
- Penyesuaian terhadap
- Membantu pasien untuk menerima
perubahan tubuh
ketergantuan yang sesuai pada
akibat cedera
yang lain
- Penyesuaian terhadap
- Reward atau memuji kemajuan
perubahan tubuh
pasien setiap mencapai tujuan
akibat pembedahan
- Penyesuaian terhadap - Memfasilitasi lingkungan dan
perubahan tubuh kegiatan yang akan meningkatkan
akibat proses penuaan harga diri

Anda mungkin juga menyukai