Bab I Ii
Bab I Ii
A. Latar Belakang
Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit yang terjadi karena terputusnya
komunikasi antara saraf dan otot. Penyakit kronis ini biasanya ditandai dengan
lemahnya otot dan kelelahan. (Smeltzer, 2010).
Insiden dari myasthenia gravis perempuan lebih sering menderita myasthenia
gravis dari pada laki-laki, dan penyakit ini cenderung berkembang pada usia awal (20
sampai 40 tahun, sebaliknya 60 sampai 70 tahun pada laki-laki. (Smeltzer, 2010).
Komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh myasthenia gravis dapat menimbulkan
krisis miasthenic. Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang
terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini
dapat menyebabkan gagal pernapasan akut. Prognosis dari myasthenia gravis sendiri
apabila tanpa pengobatan angka kematian myasthenia gravis mencapai 25-31%,
myasthenia gravis yang mendapat pengobatan angka kematian mencapai 4%,
sedangkan sebanyak 40% hanya gejala okuler.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun
lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa
menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta
perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah
tersebut. Oleh karena itu penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan myasthenia gravis.
Hasil dari pengkajian yang telah dilakukan terhadap klien didapatkan hasil klien
masuk RSDK tanggal 12 September 2017 dengan keluhan sesak napas, sulit menelan
dan kelemahan pada anggota gerak. ketika di IGD didapatkan hasil pemeriksaan fisik
yaitu: TD 157/71 mmHg, HR: 77 x/menit, RR: 25x/menit, suhu: 360C. Setelah klien
dari IGD klien dirawat di ICU RSUP Karidi selama 2 hari dan lansung dipindahkan
ke HCU selama 5 hari. Setelah kondisi klien stabil klien dipindahkan ke ruangan
perawatan yaitu Rajawali 3A hasil pengkajian selama diruang Rajawali 3A
didapatkan hasil antara lain TD=140/70mmHg, HR=90x/menit, RR=26x/menit,
Suhu=36,80C, terpasang nasal kanul 3lpm, terdapat sianosis bibir, terdengar suara
tambahan ronchi di bagian bawah paru-paru, kekuatan otot ekstremias atas dan bawah
3|3 (pergerakan melawan gravitasi namun tidak melawan tahanan). Kemudian hasil
dari pengkajian kebutuhan dasar manusia ADL semuanya dibantu oleh keluarga,
aman nyaman klien mengatakan nyeri (P=nyeri bertambah saat begerak, Q=nyeri
seperti cenut-cenut, R=nyeri ditulang belakang, S=Skala nyeri 6, T=nyeri terus-
menerus), Skor Morse Fall=55 (resiko tinggi).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Ny. S (42 tahun) dengan Myasthenia Gravis.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini antara lain:
a. Melakukan pengkajian pada Ny. S (42 tahun) dengan Myasthenia Gravis
b. Menentukan masalah keperawatan yang tepat pada Ny. S (42 tahun) dengan
Myasthenia Gravis
c. Melakukan implementasi keperawatan pada Ny. S (42 tahun) dengan
Myasthenia Gravis
d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada Ny. S (42 tahun) dengan
Myasthenia Gravis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Myasthenia gravis (MG) merupakan gangguan autoimmune yang
mempengaruhi persimpangan myoneral. Antibodi mengarahkan reseptor asetilkolin
namun mengalami gangguan transmisi impuls melewati persimpangan myoneural.
Oleh karena itu, hanya sedikit reseptor yang masih dapat terstimulasi, hasilnya adalah
kelemahan otot yang semakin luas dengan aktivitas yang berkelanjutan. Myasthenia
gravis merupakan penyakit yang terjadi karena terputusnya komunikasi antara saraf
dan otot.
Penyakit kronis ini biasanya ditandai dengan lemahnya otot dan kelelahan.
(Smeltzer, 2010). Perempuan lebih sering menderita myasthenia gravis dari pada laki-
laki, dan penyakit ini cenderung berkembang pada usia awal (20 sampai 40 tahun,
sebaliknya 60 samapi 70 tahun pada laki-laki. (Smeltzer, 2010).
B. Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui, tetapi kemungkinan terjadi karena
gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin pada persimpangan neuromuskular
akibat reaksi autoimun. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan
kelemahan otot. Etiologi dari Myasthenia gravis antara lain:
1. Autoimun
2. Kelenjar timus yang abnormal
C. Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan
kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan
pada otot-otot lain selain otot okular
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat
kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan
pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain
otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dalam derajat ringan
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial.
Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding
tube tanpa dilakukan intubasi
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Klasifikasi menurut Osserman ada 4 tipe:
1. Ocular myasthenia: Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia
sangat ringan dan tidak ada kematian.
2. Generalized myasthenia
a) Mild generalized myasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot
skelet dan bulber. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap otot
baik.
b) Moderate myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat
tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
a) Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemaha hebat dari otot-otot pernapasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi
thymoma.
b) Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek.
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis.
Secara sederhana, Myasthenia gravis juga dapat dikelompokkan seperti dibawah ini:
1. Myasthenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.
2. Myasthenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk
mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuh pun dapat ikut
menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
3. Myasthenia gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot
oculobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.
D. Patofisiologi
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor (AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada
jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan
oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada
pasien. Pengurangan jumlah AChR ini dapat disebabkan karena proses auto-immun
di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR
dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR
bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis.
Myasthenia Gravis menyebabkan tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap
AchR. Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B,
karena sel B yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, hal lain menunjukkan
bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada
patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
E. Manifestasi Klinis
Myasthenia gravis (MG) merupakan gangguan motorik tanpa efek pada sensasi
atau koordinasi. Adapun manifestasi klinis dari myasthenia gravis adalah sebagai
berikut:
1. Salah satu atau kedua kelopak mata yang turun
2. Penglihatan ganda atau kabur
3. Perubahan kualitas suara, menjadi sengau atau pelan
4. Sulit menelan dan mengunyah, tersedak
5. Sulit bernapas, terutama saat beraktivitas atau berbaring. Kelemahan umum yang
mempengaruhi semua ekstremitas dan otot intercosta, menyebabkan menurunnya
kapasitas vital dan kegagalan pernapasan. (Smeltzer, 2010)
6. Ekspresi wajah yang terbatas, misalnya sulit tersenyum
7. Melemahnya otot tangan, kaki, dan leher. Gejala ini akan memicu gangguan
mobilitas, seperti pincang atau kesulitan mengangkat barang.
F. Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila
otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator
untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung.
Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan
pneumonia. Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk
riwayat penyakit sebelumnya (misalnya, infeksi virus pada pernapasan), pasca
operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih
(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan neurologi
Kondisi saraf diperiksa dengan menguji refleks, kekuatan otot, koordinasi, serta
keseimbangan.
2. Tes darah
Untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang menghambat atau merusak reseptor
otot.
3. Uji edrofonium (Tensilon)
Injeksi edrofonium digunakan untuk mngonfirmasi diagnosis (apakah atropin
dapat menyebabkan efek samping). Meningkatkan kekuatan otot dapat
menghasilkan hasil yang positif dan biasanya mengonfirmasi diagnosis. Obat
edrofonium chloride akan disuntikkan untuk mencegah hancurnya senyawa.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI dapat mendemonstrasikan pembesaran kelenjar timus.
5. EMG (Electromyography)
EMG digunakan untuk mengukur potensial electrical dari sel otot
H. Penatalaksaan Medis
1. Plasmaferesis
Darah dialirkan ke dalam mesin yang akan menyingkirkan antibodi penghalang
sinyal dari saraf ke otot.
2. Imunoglobulin
Memasukkan antibodi normal dari darah pendonor melalui infus sehingga kinerja
sistem kekbalan tubuh penderita berubah.
3. Timektomi
Operasi pengangkatan kelenjar timus
I. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan status
2. Keluhan utama: kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan: diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan
presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan
kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien
mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat
menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik:
a) B1(breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut,
kelemahan otot diafragma
b) B2(bleeding) : hipotensi /hipertensi, takikardi /bradikardi
c) B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,
jatuhnya mata atau dipoblia
d) B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih
e) B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan, disfagia, dan peristaltik usus
turun, hipersalivasi, hipersekresi
f) B6(bone) : gangguan aktifitas/mobilitas fisik, kelemahan otot yang
berlebih
J. Pathways
Gangguan autoimun yang
merusak reseptor asetikolin
Keusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya resepor normal membrane postsinaps pada sambungan
neuromuskular
Penurunan hubungan
neuromuscular
Kelemahan otot
Otot-otot okular Otot wajah, laring, faring Otot volunter Otot Pernapasan
Oxygen Therapy
Mobilitas
Peningkatan Latihan