Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Telinga tengah
biasanya steril, meskipun terdapat mikroba nasofaring dan faring. Secara
fisiologis terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba eutachius, enzim dan antibodi.
Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada
otitis media akut. Dengan demikian hilanglah sawar utama terhadap invasi
bakteri, dan spesies bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi
dalam telinga tengah, menyerang jaringan dan menimbulkan infeksi. Bakteri yang
seringkali ditemukan antara lain streptococcus pneumoniae, haemophilus
influenzae, dan streptococcus beta-hemolitikus. Sejauh ini streptococcus
pneumoniae merupakan organisme penyebab tersering pada semua kelompok
umur. Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah
dalam waktu yang singkat. OMSA terjadi karena faktor pertahanan tubuh
terganggu. Sumbatan tuba eustachi merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan. Di Amerika Serikat 70% anak anak mengalami
1 kali serangan OMSA sebelum usia 2 tahun.
Di Indonesia sendiri, belum ada data akurat yang menunjukkan angka
kejadian, insidensi, maupun prevalensi OMSA. OMSA merupakan penyakit yang
sering di jumpai dalam praktik sehari-hari yang umumnya diawali dengan infeksi
virus pada saluran pernapasan atas yang kemudian diikuti oleh invasi bakteri
piogenik di telinga tengah. Tingginya kasus OMSA di Indonesia ini perlu
menjadi perhatian khusus, sebab OMSA yang tidak ditangani secara adekuat dan
tetap bertahan dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih serius, yaitu Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK), yang merupakan salah satu gangguan
1
pendengaran. Usia merupakan salah satu faktor risiko yang cukup berkaitan
dengan OMSA. Pada anak-anak berusia 6 tahun ditemukan prevalensi OMSA
sebesar 4%. Kasus OMSA sangat banyak terjadi pada anak anak dibandingkan
dengan kalangan usia lainnya. Kondisi ini disebabkan oleh posisi tuba Eustachius
anak pada fase perkembangan telinga tengah cenderung lebih pendek, lebar, dan
terletak horizontal.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko OMSA yaitu infeksi saluran
napas atas, pajanan pada asap lingkungan, polusi iritan dan bahan -bahan alergen,
kurangnya waktu pemberian ASI esklusif dan pemberian makan dalam posisi
terlentang pada anak, riwayat OMSA pada keluarga, kelainan kepala dan wajah,
penurunan sistem imun, dan aliran balik dari lambung dan esophagus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga merupakan indra pendengaran, secara anatomi telinga dibagi
menjadi tiga bagian, yakni telinga luar, tengah, dan dalam.1

Gambar 1: Anatomi Telinga2

2.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari
tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk
huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam
3
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus
dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis
kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar
seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang
dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu
dan mencegah infeksi.1

2.1.2 Telinga Tengah1


Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis,tingkap
lonjong (oval window),tingkap bundar (round
window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian
atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah
Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu
bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane
timpani disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,
sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek
4
cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran
dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis
yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-
depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membrane timpani1.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.1
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak
pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang
berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat
pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus,
inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah1.

5
Gambar 2: Membran Timpani3

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran


eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan
tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan
membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika
terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang
baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama
antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani1.

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule1.

6
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap1.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti1.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang
membentuk organ corti1.

Gambar 3: Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang,


Telinga Dalam4

a. Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang
pada manusia panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk
2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan
modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di
dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum).
Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis

7
membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi:
skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah).
Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan
helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala
timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan
antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat
membrane yang dinamakan membrane reissner1.
Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang
dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian
membrane yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan
ligamentum spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat
terbentuknya endolimf1.

Gambar 4: Koklea
Sumber: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, 2006.
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf.
Pada membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat
alat korti. Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea sampai
keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan
frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada
rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea1.
8
Gambar 5: Organ korti4

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu


membrane tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis
dan berhubungan dengan alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti
dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang
mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan
(saluran) yang berisi kortilimf1.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan
peralatan duktus reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada
dinding medial cavum timpani menimbulkan penonjolan pada
dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan
promontorium1.

b. Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis
semisirkularis yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian
depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan dengan
membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus
dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus
utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus
yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada
9
bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus
endolimfatikus. Saluran ini buntu1.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi
oleh sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus,
terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan
macula utrikuli1.

c. Canalis Semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis
yang tegak lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat
kanalis bagian membran yang terbenam dalam perilimf. Kanalis
semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan
tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis
(lateralis) 1.
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan
fossa crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus
sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior
tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung
yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya
vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus
komunis1.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam
kanalis semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat
ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis membranasea
terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini
terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla1.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang
letaknya pada Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen
ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang
dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari
ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla1
10
2.1.4 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis3.

Gambar 6: Fisiologi Pendengaran3

11
2.2 Otitis Media Akut
2.2.1 Definisi
Otitis media adalah proses peradangan yang terjadi pada sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan
sel-sel mastoid. OMA dibagi menjadi beberapa stadium, yaitu oklusi tuba,
hiperemis, perforasi, supuratif dan resolusi. Otitis media ialah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid, dan sel mastoid.
OMA terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan
tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media.
Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu sehingga kuman masuk kedalam
telinga tengah dan terjadi peradangan.

2.2.2 Epidemiologi6
Studi di Amerika melaporkan prevalensi terjadinya OMA sekitar
17-20% 2 tahun pertama kehidupan.
Sebelum mencapai usia 3 tahun, 80% bayi sudah pernah setidaknya
mengalami satu episode otitis media akut dan hampir 50% pernah
mengalami setidaknya tiga atau lebih episode. Insidensi mulai berkurang
ketika melewati usia 6 tahun. Bayi dan anak-anak memiliki faktor risiko
yang lebih tinggi mengalami penyakit ini dan puncaknya pada usia 6-36
bulan. Alasan mengapa banyak terjadi pada usia tersebut dikarenakan
belum matangnya sistem imun, tuba eustachius lebih pendek dan lebih
datar dan juga kaya akan folikel limfoid dan adenoid di daerah nasofaring.

2.2.3 Etiologi8
1. Terpapar asap rokok. Orang tua anak yang merokok merupakan faktor
risiko dari otitis media.
2. Infeksi saluran nafas atas (rhinitis, nasofaringitis). Rhinitis dan
nasofaringitis biasanya dapat menyebabkan infeksi melalui
12
penyebaran kuman patogenik dari nasofaring ke telinga tengah
melalui tuba eustachius. Kehadiran infeksi virus terbukti
meningkatkan adhesi bakteri di dalam aringan nasofaringeal.
3. Tempat penitipan anak. Terdapat peningkatan signifikan dari angka
kejadian otitis media akut pada anak-anak yang berada di tempat
penitipan anak sehari-harinya.
4. Kecenderungan keluarga : termasuk rhinitis alergi, asma, alergi susu
sapi, penyakit atopik dan riwayat otitis media pada orang tua.
Patogenesis yang paling diterima yaitu penyakit tersebut
menyebabkan hipertrofi jaringan limfoid nasofaringeal dan adenoid
yang secara mekanis memblok tuba eustachius dan menyebabkan
disfungsi tuba eustachius dan berakhir menjadi otitis media.
5. Kurang lama dalam pemberian ASI dan pemberian susu botol. ASI
diketahui menurunkan insiden dari infeksi respiratori. ASI juga
mencegah kolonisasi patogen otitis melalui antibodi IgA selektif; dan
menurunkan jumlah sekresi terkontaminasi yang masuk ke telinga
tengah.
6. Penggunaan dot dan suka menggigit jari. (risk ratio = 1.24; 95% CI,
1.06 1.46; p = 0.008).
7. Keadaan rumah yang terlalu padat menyebabkan penyebaran kuman
infeksi lebih mudah.
8. Campak, pertusis, TBC dan imunosupresi. Anak-anak dengan
imunodefisiensi sejak lahir ataupun didapat memiliki kerusakan pada
fungsi fagosit ataupun sistem humoral. Infeksi dari traktus respirasi
termasuk otitis media biasanya dihubungkan dengan defek pada fungsi
kemotaksis, fagositosis atau pembunuhan kuman.
9. Sumbing langit-langit, Down sindrom dan defek lain pada kraniofasial
memiliki inisiden lebih tinggi mengalami disfungsi tuba Eustachius
dan otitis media dengan efusi.

13
2.2.4 Stadium OMSA
OMSA dibagi atas lima stadium, tergantung pada perubahan
mukosa telinga tengah, yaitu :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai
oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani
negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi
membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,
refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba
Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran
timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini.5

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran


timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,
edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.
Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi

14
berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.
Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara
yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua
belas jam sampai dengan satu hari5

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat


purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid.
Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan
sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu
gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan
pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah
dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan
baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya
nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi

15
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan
akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow
spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi
pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat
perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi5

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga


sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat
pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu
tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap
perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi
tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.

16
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu
setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis
media supuratif kronik5

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya
kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi
gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.
Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

2.2.5 Patogenensis
Otitis media akut sering diawali oleh infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba eustachius. Tuba
eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada
telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke
dalam telinga tengah melalui tuba eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba,
akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke
dalam telinga tengah. Bila tuba eustachius tersumbat, drainase telinga
tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di
telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-
17
mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan
adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imun pasien terhadap
infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi
lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-
tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran
timpani akibat tekanannya yang meninggi.

2.2.6 Gejala Klinis


Biasanya otitis media akut ditandai dengan nyeri pada telinga
(otalgia), demam, penurunan pendengaran dan sekret purulen (otorea)
melalui perforasi dari membaran timpani. Pada bayi, gejalanya non
spesifik dan mungkin terdapat iritabilitas, susah tidur, menjerit, anoreksia,
muntah, demam dan terkadang kejang. Menarik dan menggaruk telinga
terus-menerus merupakan tanda secara tidak langsung dari OMSA.

2.2.7 Pemeriksaan Klinik


Pemeriksaan klinik yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Auroskopi/Otoskopi
Auroskopi/Otoskopi dengan menggunakan lampu yang baru dan
dengan baterai penuh.Membran timpani juga harus bersih tanpa
ditutupi serumen untuk membuat diagnosis otitis media.
Penampakan gendang telinga pada OMSA berkembang dari injeksi
pembuluh darah dari gagang maleus dan sekitar perifernya menuju
pembengkakan (bulging) yang memerah dari gendang telinga dan
akhirnya terjadi perforasi dan keluar cairan. Cairan bisa saja serosa
atau mukopurulen. Pada kasus otitis media dengan efusi, melalui
ostoskop ditemukan gambaran bercak air atau cairan kekuningan di
telinga tengah.

18
Otoskopi pneumatik/Auroskopi pneumatik dengan bola karet
hisap dan tabung isap digunakan untuk menilai mobilitas membran
timpani. Otoskopi pneumatik diperlukan pada semua kasus dugaan
otitis media akut untuk menghindari diagnosis "hiperemis telinga".
Dalam kasus tersebut, terjadi penurunan mobilitas membran timpani
jika cairan menumpuk di telinga tengah.
Tympanometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi efusi
tapi bukan peradangan. Karena kanal kartilaginous yang kecil pada
bayi, timpanometri biasanya diperuntukkan bagi anak-anak di atas
usia 6 bulan.
Persiapan pasien :
1) Meminta pasien untuk duduk tegak lurus dengan kepala
condong ke depan
2) Untuk melihat telinga kiri, kepala pasien harus diputar ke kanan
dan sebaliknya
3) Teknik pemeriksaa telinga dengan menggunakan Otoskopi
4) Jari I dan II tangan kiri memegang daun telinga yang akan
diperiksa
5) Pemeriksa memegang otoskop dengan tangan kanan
Melakukan pemeriksaan telinga kanan dan kiri secra bergantian
melihat membrana tympani

Melakukan penilaian terhadap membran tympani:


1. Warna : Pink pucat (normal), merah (radang), putih (sklerosis)
2. Refleks cahaya : (+) atau (-)
3. Kontur : Bulging, perforasi, retraksi

b) Bakteriologi
Bakteri yang sering ditemukan pada OMSA adalah
Streptokokus pneumonie, H. influenza, dan Morexella kataralis.
Bakteri yang dijumpai pada OMSK yaitu E. Coli, Difteroid,
19
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga
biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya
adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza.
Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena adanya
perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar
yang masuk melalui perforasi tadi.

2.2.8 Tatalaksana
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakit.
Stadium oklusi
Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk
membuka tuba eustachius, sehingga tekanan negatif tengah hilang.
Untuk itu diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam
larutan fisiologik untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati antibiotik
diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus
atau alergi.
Stadium presupurasi
Terapi pada stadium presupuratif ialah antibiotika, obat tetes
hidung dan analgetika. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari
golongan penisilin dan ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat didalam
darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada
anak ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari,
dibari dalam 4 dosis atau amoksilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam
3 dosis atau eritromisin 40 mg/kg BB/hari.
20
Stadium supurasi
Pada stadium supuratif selain diberikan antibiotika idealnya harus
disertai dengan miringotomi bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.
Stadium perforasi
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan
kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari.
Stadium resolusi
Pada stadium resolusi maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani
menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir
diliang telinga luar melalui perforasi dimembran timpani. Kadang ini
dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah.
Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnyo sekret dari telinga tengah
lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subkutan. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu
setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut media
supuratif kronis. Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor risiko
yang dapat menyebabkan kegagalan terapi. Risiko tersebut digolongkan
menjadi risiko tinggi kegagalan terapi dan risiko rendah.

21
2.2.9 Komplikasi OMSA
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu
abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan
abses otak). Sekarang setelah ada antibiotik, semua jenis komplikasi itu
biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.

22
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identifikasi
Nama : Ny. N
Umur : 40 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Papua IV Perum PNS Blok AB No.7 RT 55
RW 16, 15 ULU SEBERANG ULU I Palembang.
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Kunjungan ke RS : 18 September 2017
No. RM : 54.35.50

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri sejak 1 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poli THT dengan keluhan nyeri telinga sebelah kiri
sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
terus menerus dan mengganggu aktivitas bahkan sampai membuat
tidurnya terganggu.
3 hari SMRS pasien mengaku telinga kirinya mengeluarkan cairan
berwarna putih susu seperti nanah, bau amis, os juga mengeluh
pendengarannya sedikit berkurang, serta gatal pada telinganya. Os juga
mengeluh demam naik turun. Os juga mengeluh terkadang pusing.
2 minggu yang lalu os mengatakan mengeluh batuk pilek ataupun
keluar cairan berwarna putih susu dan berbau dari telinga kanannya serta

23
keluar nanah. Os sering memiliki kebiasaan mengorek-ngorek telinganya
menggunakan cotton bad.
Os mengatakan baru ;pertama kali mengalami keluhan seperti ini,
dan os sebelumnya belum berobat untuk keluhan sekarang ini. Keluhan
yang dirasakan semakin lama semakin memberat sehingga os pergi ke poli
THT Rumah Sakit Palembang Bari.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal, riwayat trauma kepala
disangkal.

Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

3.3. Pemeriksaan fisik


a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : Normocephali, Konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP
5-2 cmH2O
Thoraks :

24
Cor : Ictus cordis tidak terlihat, BJ I & II (+) N, Murmur
(-), Gallop (-)
Pulmo : Simetris, vesikuler +/+ N, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba
Punggung : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Ekstremitas atas : Akral hangat (+)/(+), edema (-)/(-), CRT < 2
Ekstremitas bawah: Akral hangat (+)/(+), edema (-)/(-), CRT < 2

b. Status Lokalis
Telinga
Telinga Kanan Kiri
I. TelingaLuar
Regio Retroaurikula
- Abses - -
- Sikatrik - -
- Pembengkakan - -
- Fistula - -
- Jaringan Granulasi - -
Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep - -
- Fistula - -
- Lobulus Aksesorius - -
Aurikula
- Mikrotia - -
- Efusi Perikondrium - -
- Keloid - -
- Nyeri tarik aurikula - -
- Nyeritekan tragus - -
Meatus Akustikus Eksternus
- Lapang/sempit Lapang Lapang
- Odeme + -
- Hiperemis + -
- Pembengkakan + -
- Erosi - -
- Krusta - -
- Sekret + +
(serous/seromukous/mukopus/pus)
- Perdarahan - -
- Bekuan darah - -

25
- Cerumen plug + +
- Epithelial plug - -
- Jaringan Granulasi - -
- Debris - -
- Benda asing - -
- Sagging - -
- Exostosis - -
II. Membran timpani
- Warna
(putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
- Bentuk (oval/bulat) Bulat Bulat
- Refleks cahaya - +
- Retraksi + -
- Bulging - -
- Bulla - -
- Rupture - -
- Perforasi - -
(sentral/perifer/marginal/attic) - -
- Pulsasi - -
- Sekret - -
(serous/seromukous/mukopus/pus)
(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran T.A.K T.A.K
- Kolesteatoma - -
- Polip - -
- Jaringan granulasi - -

Gambaran membran timpani


Kanan Kiri

Normal Perforasi (+)

26
III. Teskhusus Kanan Kiri
1. Tesgarputala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3. TesFungsi Tuba Kanan Kiri


- TesValsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. TesKalori Kanan Kiri


- Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
- Tes aliran udara (-) (-)
- Tes penciuman Tidak Tidak
Teh dilakukan dilakukan
Kopi
Tembakau
II. Hidung luar Kanan Kiri
- Dorsum nasi t.a.k t.a.k
- Akar hidung t.a.k t.a.k
- Puncak hidung t.a.k t.a.k
- Sisi hidung t.a.k t.a.k
- Alanasi t.a.k t.a.k
- Deformitas (-) (-)

27
- Hematoma (-) (-)
- Pembengkakan (-) (-)
- Krepitasi (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Erosikulit (-) (-)
- Vulnus (-) (-)
- Ulkus (-) (-)
- Tumor (-) (-)
- Duktus nasolakrimalis Tidak Tidak
(Tersumat/tidaktersumbat) tersumbat tersumbat
III. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulumnasi
- Sikatrik (-) (-)
- Stenosis (-) (-)
- Atresia (-) (-)
- Furunkel (-) (-)
- Krustas (-) (-)
- Sekret (-) (-)
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh
- Sikatrik (-) (-)
- Ulkus (-) (-)
c. Cavumnasi (-) (-)
- Luasnya
- Sekret lapang lapang
(serous/seromukus/mukopus/ (-) (-)
Pus)
- Krusta

28
- Bekuan darah (-) (-)
- Perdarahan (-) (-)
- Benda asing (-) (-)
- Rinolit (-) (-)
- Polip (-) (-)
- Tumor (-) (-)
(lapang/cukup/sempit) (-) (-)
d. Konka Inferior
- Mukosa (erutropi/hipertrofi/atropi) erutropi erutropi
(basah/kering) kering kering
( licin/taklicin) tak licin tak licin
- Warna merah muda merah muda
(merahmuda/hiperemis/pucat/livid
e) (-) (-)
- Tumor
e. Konka media
- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi) erutropi erutropi
( basah/kering) kering kering
(licin/taklicin) tak licin tak licin
- Warna merah muda merah muda
(merahmuda/hiperemis/pucat/livid
e)
- Tumor (-) (-)

f. Konka Superior
- Mukosa eutropi eutropi
(erutropi/hipertropi/atropi) kering kering
( basah/kering) tak licin tak licin

29
(licin/taklicin)
- Warna merah muda merah muda
(merahmuda/hiperemis/pucat/livid
e)
- Tumor (-) (-)
g. Meatus medius
- lapang/sempit lapang lapang
- Sekret (-) (-)
(serous/seromukus/mukopus/
Pus )
- Polip (-) (-)
- Tumor (-) (-)
h. Meatus inferior
- lapang/sempit lapang lapang
- Sekret (-) (-)
(serous/seromukus/mukopus/
Pus)
- Polip (-) (-)
- Tumor (-) (-)
i. Septum nasi
- Mukosa eutropi eutropi
(erutropi/hipertropi/atropi) kering kering
( basah/kering) tak licin tak licin
(licin/tak licin)
- Warna merah muda merah muda
(merahmuda/hiperemis/pucat/livid
e)
- Tumor (-) (-)
- Deviasi (ringan/sedang/berat) (-) (-)
(kanan/kiri)

30
(Superior/inferior) (-) (-)
(Anterior/Posterior) (-) (-)
(bentuk C/bentuk S) (-) (-)
- Krista (-) (-)
- Spina (-) (-)
- Abses (-) (-)
- Hematoma (-) (-)
- Perforasi (-) (-)
- Erosi Septum Anterior (-) (-)

Gambar dinding lateral hidung dalam

Gambaran hidung dalam potongan frontal

2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


- Postnasal drip Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Mukosa (licin/taklicin) Tidak diperiksa Tidak diperiksa
(merahmuda/hiperemis)

31
- Adenoid Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Tumor Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Koana (sempit/lapang) Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Fossa Russenmullery Tidak diperiksa Tidak diperiksa
(tumor/tidak)
- Torus tobarius (licin/taklicin) Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Muara tuba Tidak diperiksa Tidak diperiksa
(tertutup/terbuka)

Gambaran hidung bagian posterior

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


- Nyeri tekan/ketok (-) (-)

32
- Infraorbitalis (-) (-)
- Frontalis (-) (-)
- Kantus medialis (-) (-)
- Pembengkakan (-) (-)
- Transluminasi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Region infraorbitalis Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Region palatum durum Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Tenggorokan
I. Rongga Mulut Kanan Kiri
- Lidahhiperemis/edema/ulkus/fissure t.a.k t.a.k
( mikroglosia/makroglosia)
( leukoplakia/gumma)
( papiloma/kista/ulkus)
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus) t.a.k t.a.k
- Bukal (hiperemis/edema) t.a.k t.a.k
(vesikel/ulkus/mukolel)
- Palatum durum (utuh/terbelah/pistel) t.a.k t.a.k
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasisi) t.a.k t.a.k
(striktur/ranula)
- Gigi-geligi (mikrodontia/makrodontia) t.a.k t.a.k
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II. Faring Kanan Kiri

33
- Pallatum molle t.a.k t.a.k
(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)
- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating) t.a.k t.a.k
- Pilar anterior t.a.k t.a.k
(hiperemis/edema/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
- Pilar posterior t.a.k t.a.k
(hiperemis/edema/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
- Dinding belakang faring (hiperemis/edema) t.a.k t.a.k
(granuler/ulkus)
(secret/membrane)
- Lateral band (menebal/tidak) t.a.k t.a.k
- Tonsil palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak)
(konsistensi kenyal/tidak)
(lekat/tidak)
(kriptalebar/tidak)
(detritus/membrane)
(hiperemis/edema)
(ulkus/tumor)

Gambaran rongga mulut dan faring

34
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

3.5. Diagnosis Banding


Otitis Media Akut stadium oklusi tuba eustachius
Otitis Media Akut stadium hiperemis

3.6. Diagnosis Kerja


Otitis Media Akut stadium oklusi tuba eustachius

3.7. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
Jangan melakukan aktivitas yang memungkinkan air masuk ke
telinga seperti berenang, berendam.

35
Pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering dan diingatkan
agar tidak menggaruk/membersihkan telinga dengan cotton bud
terlalu sering.
Makan makanan cukup nutrisi dan seimbang
Kontrol secara teratur ke dokter

2. Medikamentosa
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal lokal atau sistemik
dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imun
lokal dan sistemik. Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan
untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negatif dari
telinga tengah hilang.
Obat tetes HCl efedrin 01% dalam larutan fisiologik
Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid

3.8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Laporan kasus ini membahas tentang Tn.A.R aeorang laki-laki berusia 62


tahun, datang ke Poli THT Rumah Sakit Palembang Bari pada tanggal 17

36
September 2017 dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 2 hari yang lalu. .
Nyeri dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas bahkan sampai
membuat tidurnya terganggu.
1 hari SMRS pasien mengaku telinganya terasa penuh, berdenging, dan
pendengarannya sedikit berkurang, serta gatal pada telinganya, demam, demam
naik turun. Os juga mengeluh terkadang pusing-pusing. Os mengatakan tidak
mengeluh batuk pilek ataupun keluar cairan berwarna putih susu dan berbau dari
telinga kanannya serta keluar nanah. Os sering memiliki kebiasaan mengorek-
ngorek telinganya menggunakan cotton bad.
Os mengatakan baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini, dan os
sebelumnya belum berobat untuk keluhan sekarang ini. Keluhan yang dirasakan
semakin lama semakin memberat sehingga os pergi ke poli THT Rumah Sakit
Palembang Bari.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil pada telinga kanan meatus
austikus eksternus oedem, hiperemis, sekret dan cerumen plug. Pada pemeriksaan
membran timpani tampak retraksi.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini ditegakkan
diagnosis otitis media akut stadium oklusi tuba eustachius, hal ini sesuai dengan
gejala klinis dan pemeriksaan fisik dari otitis media akut. Otitis media adalah
peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA) adalah infeksi akut telinga
tengah dalam waktu yang singkat. OMA terjadi karena faktor pertahanan tubuh
terganggu. Sumbatan tuba eustachi merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan. Biasanya otitis media akut ditandai dengan nyeri
pada telinga (otalgia), demam, penurunan pendengaran dan sekret purulen
(otorea). Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam
telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi
dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.
37
Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain
retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.5
Penatalaksanaan pada kasus sudah sesuai dengan teori yang ada yakni
tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal lokal atau sistemik dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media
adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius, menghindari
perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imun lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka tuba
eustachius, sehingga tekanan negatif tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes
HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik. Selain itu sumber infeksi harus diobati
antibiotik diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau
alergi.

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan :

38
1. Pada kasus diagnosis dan tatalaksana sudah tepat
2. Gejala klinis pada pasien didapatkan nyeri pada telinga,demam,
demamnaik turun, pusing-pusing. Pada pemeriksaan fisik telinga kanan
meatus austikus eksternus oedem, hiperemis, sekret dan cerumen plug,
membran timpani tampak retraksi.
3. Tatalaksana pada kasus menghindari komplikasi, memperbaiki fungsi tuba
eustachius, menghindari perforasi membran timpani. Pada stadium oklusi
pengobatan diberikan obat tetes HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik.
Selain itu sumber infeksi harus diobati antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Liston, Stephen. 2014. Anatomi Telinga: Dalam Buku Ajar Penyakit THT,
BOIES. Jakarta EGC
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004.
3. Anderson, John. 2014. Fisiologi Pendengaran: Dalam Buku Ajar Penyakit
THT, BOIES. Jakarta EGC
39
4. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta: EGC
5. Djaafar. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI.
6. Youngs, Robin. 1993. Chronic Suppurative Otitis Media-Mucosal Disease,
Dalam: Disease of the Ear, 6th ed. London
7. Helmi. 2007. Perjalanan Penyakit dan Gambaran Klinik Otitis Media
Suppuratif Kronik, Pengobatan Non Operatif Otitis Media Supuratif. Jakarta:
Balai Penerbit FK-UI
8. Roeser, RJ., 1996. Audiology Desk Reference, A Guide to the Practice of
Audiology. New York: Thieme
9. Soetirto, Indro. 2007. Audiologi: Dalam Buku Ajaran Ilu kesehatan telinga,
hidung, tenggorokan, kepala, dan leher. Jakarta: FK UI
10. Millis R.P. 1997. Management of Chronic Suppurative Otitis Media, Dalam:
Scott-Browns otolaryngology 6th ed, vol.3, Butterworth-Heinemann Ltd.
11. Rastuti. 2007. Komplikasi OSMK: Dalam Buku Ajaran Ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorokan, kepala, dan leher. Jakarta: FK UI

40

Anda mungkin juga menyukai