Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2 No.

2 : 175-181
ISSN : 2356-4113

Pengkajian Residu Tetrasiklin Dalam Daging Ayam Pedaging, Ayam


Kampung Dan Ayam Petelur Afkir Yang Dijual Di Kota Kupang

Consalesius A. Ngangguk1, Annytha I. R. Detha2, Diana A. Wuri2


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang
2
Departemen Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Nusa Cendana

ABSTRAK

Konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia meningkat 10% per tahun. Antibiotika
selama ini digunakan untuk pengobatan dan sebagai imbuhan pakan agar hewan ternak bebas
penyakit sehingga proses pertumbuhan ternak tidak terhambat. Untuk memastikan produk
pangan aman untuk dikonsumsi, Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan Batas
Maksimum Residu (BMR) yang tercantum dalam SNI 01- 6366-2000 yang menetapkan
bahwa batas cemaran residu golongan tetrasiklin pada produk hewan ternak yaitu sebesar
0,1mg/kg pada daging dan 0,05mg/kg pada telur. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui adanya kandungan residu tertrasiklin didalam daging ayam pedaging, ayam
kampung dan ayam petelur afkir yang dijual di Kota Kupang. Pengambilan sampel
menggunakan metode Purposive Sampling. Pengambilan sampel dilakukan di pasar
tradisional di Kota Kupang yaitu Pasar Inpres, Pasar Oeba dan Hypermart. Pemeriksaan
sampel akan dilakukan di Laboratorium Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP)
Bogor dengan Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotik pada daging ayam secara
Bioassay. Penelitian ini menggunakan 15 sampel daging dada ayam yang terdiri dari 5 daging
ayam pedaging, 5 daging ayam kampung, dan 5 daging ayam petelur afkir. Hasil pengujian
sampel menunjukan bahwa dari 15 sampel terdapat 2 sampel yang positif tetrasiklin yang
terdiri dari 1 sampel (20%) ayam kampung dan 1 sampel (20%) ayam petelur afkir. Sampel
yang berasal dari ayam pedaging, tidak ditemukan residu tetrasiklin.

Kata kunci : daging ayam, residu, tetrasiklin, purposive sampling, bioassay.

PENDAHULUAN

Daging ayam merupakan salah satu tahun 2013 mencapai 2,2 miliar ekor.
komoditas peternakan yang memiliki nilai Jumlah tersebut naik 15,79 %
gizi sejajar dengan nilai gizi daging dibandingkan konsumsi ayam ras
lainnya. Konsumsi daging ayam sepanjang 2012 sebanyak 1,9 miliar ekor
masyarakat Indonesia meningkat 10% per (Soegiyono, 2013).
tahun (Rumiati, 2003). Kebutuhan daging Pengawasan untuk menghasilkan
ayam ras broiler (ayam pedaging) daging ayam bermutu tinggi, bebas dari
cenderung meningkat setiap tahun. cemaran maupun residu bahan kimia
Peningkatan kebutuhan ini sejalan dengan terutama obat-obatan serta aman
situasi perekonomian Indonesia yang terus dikonsumsi sangat perlu dilakukan.
bertumbuh. Konsumsi ayam ras pada

175
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 175-1181

Antibiotika selama ini digunakan pedaging dapat menimbulkan residu


untuk dalam daging ayam.
pengobatan dan sebagai imbuhan pakan Oleh karena itu diperlukan
agar hewan ternak bebas penyakit agar pengawasan yang ketat sejak dari
proses pertumbuhan ternak tidak pembudidayaan, pemberian pakan dan
terhambat. obat-obatan, penanganan pasca panen,
Pemakaian antibiotika yang tidak penyimpanan dan pendistribusian sampai
beraturan dapat menyebabkan residu ke konsumen. Untuk memastikan produk
dalam jaringan organ yang dapat pangan aman untuk dikonsumsi, Badan
menyebabkan reaksi alergi, resistensi dan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan
mungkin keracunan sehingga cukup Batas Maksimum Residu (BMR) yang
berbahaya bagi kesehatan manusia tercantum dalam SNI 01- 6366-2000 yang
(Yuningsih, 2004). Contoh antibiotika menetapkan bahwa batas maksimum
yang digunakan ialah tetrasiklin yang residu golongan tetrasiklin pada produk
berfungsi sebagai antibakteri yang bekerja hewan ternak yaitu sebesar 0,1 mg/kg
secara bakteriostatik dan dapat mencegah pada daging dan 0,05 mg/kg pada telur.
penyakit yang ditimbulkan baik oleh Berdasarkan latar belakang yang ada,
bakteri gram positif maupun negatif. Hal maka perlu dilakukan kajian tentang
ini juga berarti tetrasiklin memiliki pengkajian residu tetrasiklin dalam daging
spektrum yang luas. (Castellari dan ayam pedaging, ayam kampung, dan ayam
Regueiro, 2003). Tetrasiklin yang petelur afkir yang dijual di Kota Kupang.
ditambahkan ke dalam pakan ayam

MATERI DAN METODE

Jenis Penelitian petelur afkir berumur 10 sampai 12 bulan


Jenis penelitian adalah penelitian sebanyak 5 ekor.
survei yang bersifat kualitatif yaitu untuk Pengambilan sampel dilakukan di
mengkaji residu tetrasiklin dalam daging pasar tradisional di Kota Kupang adalah
ayam pedaging, ayam kampung dan ayam Pasar Inpres, Pasar Oeba dan Hypermart.
petelur afkir yang dijual di Kota Kupang Dimana tempat ini menurut pengamatan
dilakukan dengan metode uji tapis peneliti merupakan tempat yang sering
(Screening Test) residu antibiotik pada dimanfaatkan oleh masyarakat Kota
daging ayam secara Bioassay. Kupang untuk mendapatkan ayam dengan
mudah. Lokasi pemeriksaan sampel akan
Metode Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai
Pengambilan sampel Pengujian Mutu Produk Peternakan
menggunakan metode Purposive Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan
Sampling. Purposive sampling merupakan pada bulan Oktober-November 2014.
teknik penarikan sampel yang didasarkan Objek penelitian pada ayam pedaging,
pada ciri atau karakteristik yang ayam kampung dan ayam petelur afkir
ditetapkan oleh peneliti. Karakteristik adalah daging bagian dada.
yang ditetapkan oleh peneliti adalah umur
dari sampel (ayam). Ayam pedaging Materi Penelitian
berumur 28 sampai 30 hari sebanyak 5 Penelitian ini menggunakan 15
ekor, ayam kampung berumur 9 sampai sampel yang diambil dari beberapa pasar
10 bulan sebanyak 5 ekor, dan ayam tradisional dan pasar modern di Kota
Ngangguk et al Jurnal Kajian Veteriner

176
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 175-1181

Kupang, yaitu 5 daging ayam pedaging, 5 Cara Pengujian Residu Antibiotik


daging ayam kampung, dan 5 daging Media agar dicairkan yang telah
ayam petelur afkir. dibuat dengan pemanasan, kemudian
diletakkan pada penangas air hingga
Prinsip pengujian metode uji tapis temperatur mencapai 55 C. 1 ml biakan
(Screening Test) residu antibiotik pada kuman uji vegetatif atau spora diteteskan
daging ayam secara Bioassay kedalam 100 ml media yang telah
Residu antibiotik akan dicairkan hingga merata. Kemudian
menghambat pertumbuhan dengan menggunakan pipet 8 ml media
mikroorganisme pada media agar. yang telah mengandung kuman uji atau
Penghambatan dapat dilihat dengan spora diteteskan kedalam setiap cawan
terbentuknya daerah hambatan disekitar petri sesuai dengan jenis golongan
kertas cakram. Besarnya diameter daerah antibiotika yang akan diuji.
hambatan menunjukkan konsentrasi residu Setiap jenis golongan antibiotika
antibiotik. menggunakan minimal 3 cawan petri
(triplo). Cawan petri ditempatkan pada
Alat dan bahan bidang yang datar sampai media
Alat yang digunakan dalam membeku. Larutan baku pembanding
penelitian adalah penangas air, autoklaf, yang telah disiapkan diteteskan ke dalam
lemari pendingin, timbangan analitik, kertas cakram atau yang sejenis sebanyak
inkubator (30 C), scalpel, magnet 75 l (diameter 8 mm) atau 100 l
pengaduk, pipet mikro 50-300 l, jangka (diameter 10 mm) dan biarkan sampai
sorong, ose, pinset, cawan Petri 100 x 12 menyerap seluruhnya sebelum diletakkan
mm, tabung reaksi 20 ml, tabung sentrifus pada media dalam cawan petri. Diteteskan
ukuran 50 ml, labu ukur 100 ml, gelas juga larutan dapar sebagai kontrol negatif.
ukur 500 ml, Erlenmeyer 500 ml, botol Masing-masing cawan petri ditempatkan
timbang ukuran 20 ml, pipet volumetrik pada bidang datar dalam ruangan dengan
dan botol media. temperatur kamar selama 1 jam. Dengan
Bahan yang digunakan dalam menggunakan inkubator, diinkubasikan
penelitian adalah pelarut dapar fosfat selama 16 jam sampai dengan 18 jam
sebagai kontrol negatif digunakan untuk golongan tetrasiklin pada
KH2PO4 dan Na2HPO4, Larutan baku temperatur 30 C.
pembanding oksitetrasiklin hidroklorida
untuk tetrasiklin sebagai kontrol positif, Cara menyatakan hasil
mikroorganisme uji dari bakteri Bacillus Diameter daerah hambatan yang
cereus American Type Culture Collection terbentuk di sekeliling kertas cakram
(ATCC) 11778 untuk golongan tetrasiklin, diamati dan diukur dengan menggunakan
Media agar B. cereus : yeast extract, jangka sorong. Hasil positif harus
kertas cakram (paper disc) yang steril membentuk daerah hambatan dari tepi
tebal (thick) yang mampu menyerap kertas cakram atau yang sejenis. Hasil
larutan minimal 75 l dengan diameter 8 negatif harus tidak membentuk daerah
mm atau 10 mm. hambatan.

177
Ngangguk et al Jurnal Kajian Veteriner

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keuntungan dari pengujian pengerjaannya singkat dan cepat, (4)


residu antibiotik dengan metode uji tapis deteksi capability (CC) dengan error
(screening test) secara bioassay yaitu: (1) probability () < 5%. Hasil pengujian
mudah digunakan dan ditangani, (2) biaya residu tetrasiklin disajikan pada Tabel 1.
tidak terlalu mahal, (3) waktu

Tabel 1. Hasil pengujian residu tetrasiklin pada daging ayam pedaging, ayam kampong
dan ayam petelur afkir yang dijual di Kota Kupang

Asal sampel Jenis Jenis sampel


Jumlah Hasil Metode uji
ayam sampel pengujian
residu
tetrasiklin
Pasar Oeba Pedaging Daging ayam 1 Negatif
Pasar Oeba Pedaging Daging ayam 1 Negatif
Pasar Inpres Pedaging Daging ayam 1 Negatif
Hypermart Pedaging Daging ayam 1 Negatif
Hypermart Pedaging Daging ayam 1 Negatif Bioassay
Pasar Oeba Kampung Daging ayam 1 Negatif SNI
Pasar Inpres Kampung Daging ayam 1 Negatif 7424:2008
Pasar Inpres Kampung Daging ayam 1 Negatif
Pasar Inpres Kampung Daging ayam 1 Negatif
Pasar Inpres Kampung Daging ayam 1 Positif
Pasar Petelur Daging ayam 1 Positif
Inpres
Pasar Inpres Petelur Daging ayam 1 Negatif
Pasar Inpres Petelur Daging ayam 1 Negatif
Pasar Oeba Petelur Daging ayam 1 Negatif
Pasar Oeba petelur Daging ayam 1 Negatif

yang lain ialah waktu pemeliharaan ayam


Sebanyak 5 sampel daging ayam pedaging yang relatif singkat, sehingga
pedaging yang diambil, tidak ditemukan pada saat ayam tersebut sakit saat
residu tetrasiklin. Hasil penelitian ini sama mencapai masa panen, peternak di Kota
dengan hasil penelitian di Ghana, dimana Kupang jarang memberikan pengobatan
tidak ditemukannya keberadaan residu karena masalah ekonomis.
tetrasiklin pada daging ayam pedaging, Persentase residu tetrasiklin pada
kemungkinan karena peternak ayam 5 sampel ayam kampung dan 5 sampel
pedaging sudah mengerti dalam ayam petelur afkir yang dijual di Kota
penggunaan antibiotik sesuai dengan masa Kupang masing-masing sebesar 20%.
henti obat (withdrawal time) dan dosis Ditemukan keberadaan residu tetrasiklin
yang tepat (Donkor, 2011). Masa henti dapat disebabkan karena peternak baik
obat untuk golongan tetrasiklin adalah 5 ayam kampung maupun ayam petelur di
hari sebelum dipotong. Kemungkinan Kota Kupang dan Kabupaten Kupang

178
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 175-1181

belum paham mengenai masa henti melebihi maximum residue limit (MRL)
(withdrawal time) tetrasiklin, artinya yang ditetapkan SNI (Standard Nasional
ternak dijual sebelum masa henti Indonesia) yakni 0,05 mg/kg.
tetrasiklin habis di dalam tubuh ternak dan
belum disekresikan secara sempurna. Bahaya Residu Tetrasiklin
Penggunaan antibiotik tidak didasari Bahaya Residu Tetrasiklin pada
peneguhan diagnosa yang benar dan tepat. Konsumen
Penyebab lainnya adalah kurangnya Keberadaan residu tetrasiklin
penyuluhan mengenai penggunaan dalam ayam kampung dan ayam petelur
antibiotik yang baik dan benar di afkir, memberikan informasi penting bagi
peternakan Kota Kupang dan Kabupaten masyarakat Kota Kupang. Sebagaimana
Kupang. Faktor lain yang tidak menutup yang diketahui, residu tetrasiklin ini dapat
kemungkinan karena desakan ekonomi, membahayakan bagi kesehatan manusia
yang berarti peternak menjual ternaknya yang mengkonsumsinya yang dapat
dengan sengaja untuk memenuhi menyebabkan reaksi alergi yaitu dapat
kebutuhannya (Murdiati, 1999). Kejadian mengakibatkan peningkatan kepekaan,
seperti ini sering ditemui karena peternak kemudian reaksi resistensi akibat
ayam kampung maupun ayam petelur di mengkonsumsi dalam konsentrasi rendah
Kota Kupang dan Kabupaten Kupang dalam jangka waktu yang lama.
tidak berpikir panjang akan dampak yang Adanya residu tetrasiklin yang
terjadi pada kesehatan masyarakat apabila telah ditemukan positif pada ayam
mengkonsumsi produk ternak yang kampung dan ayam petelur afkir yang
mengandung residu antibiotik. dijual di Kota Kupang akan berpotensi
Masa pemeliharaan ayam menyebabkan resistensi, alergi atau
kampung dan ayam petelur yang lebih keracunan. Berdasarkan hasil penelitian
lama, sehingga pada saat ayam kampung ini diperlukan pengawasan intensif oleh
maupun ayam petelur sakit, peternak di Dinas Peternakan Kota Kupang dan
Kota Kupang dan Kabupaten Kupang Kabupaten Kupang demi terjaminnya
kemungkinan memberikan pengobatan kesehatan pangan asal hewan. Selain itu
tanpa memperhatikan dosis anjuran dan juga diperlukan perhatian dari peternak
tidak dibawah pengawasan dokter hewan. ayam dalam mentaati pemakaian
Hal ini menyebabkan semakin tingginya antibiotik, termasuk mematuhi waktu
kadar residu tetrasiklin dalam tubuh ayam henti dari antibiotik yang digunakan pada
kampung maupun ayam petelur. Hal ini ternak ayam, baik ayam kampung maupun
berdampak pada saat pemotongan, kadar ayam petelur.
tetrasiklin tetap ada dalam tubuh ayam
kampung maupun ayam petelur afkir. Bahaya Residu Tetrasiklin pada Ayam
Penggunaan oksitetrasiklin Berdasarkan hasil penelitian yang
(turunan tetrasiklin) dapat meningkatkan telah dilakukan, maka residu tetrasiklin
produktivitas ayam petelur di lain pihak juga beresiko pada ayam. Penambahan
berdampak menimbulkan residu dalam antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan
telur. Hasil penelitian Hintono et al. dalam pakan dapat meningkatan
(2007) menunjukkan bahwa pemberian pertumbuhan hewan 4 sampai 8 % dan
oksitetrasiklin pada ayam petelur dengan meningkatkan konversi pakan dari 2
dosis 2 g/L air minum selama 7 hari menjadi 5 % (Ewing dan Cole, 1994).
berturut-turut dapat menimbulkan residu Konsentrasi antibiotika yang ditambahkan

179
Ngangguk et al Jurnal Kajian Veteriner

dalam pakan ternak merupakan dosis dalam dosis serta lama pemakaian
rendah yaitu berkisar 2,5 sampai 12,5 (Sjamsuhidayat et al., 1990).
mg/kg (Witte, 1998), namun hal ini
terbukti dapat memacu terjadinya Rekomendasi Penggunaan Tetrasiklin
resistensi bakteri patogen dan bakteri Dalam Bidang Peternakan
komensal dalam saluran pencernaan. Dari hasil yang ditemukan, maka
Akibatnya, dosis antibiotika sebagai diperlukan adanya peningkatan
pengobatan harus lebih ditingkatkan pemahaman pada peternak ayam di Kota
(Holmberg et al., 1987). Kupang tentang cara penggunaan
antibiotik yang telah ditetapkan oleh
Bahaya Residu Tetrasiklin pada Telur Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang
Ayam tercantum dalam SNI 01-6366-2000,
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa batas cemaran residu golongan
ditemukan positif residu tetrasiklin pada tetrasiklin pada produk hewan ternak yaitu
ayam petelur afkir yang dijual di Kota sebesar 0,1 mg/kg pada daging dan 0,05
Kupang. Ditemukan residu tetrasiklin mg/kg pada telur. Semua golongan
mampu diturunkan pada produk pangan tetrasiklin diabsorbsi di dalam plasma dan
hasil dari ayam petelur, yaitu telur. Ayam diikat oleh protein plasma dalam jumlah
petelur dalam proses produksinya akan yang bervariasi. Tetrasiklin secara luas
mengkonsumsi pakan yang mengandung didistribusikan ke jaringan tubuh setelah
tetrasiklin secara terus menerus sampai diaplikasikan secara oral atau intravena.
saat menghasilkan telur. Hal ini juga (Riviere & Spoo 2001a).
membahayakan masyarakat Kota Kupang Sebaiknya pemberian antibiotik
yang mengkonsumsi telur ayam, karena baik sebagai pengobatan maupun sebagai
ada kemungkinan terdapatnya residu pemacu pertumbuhan diberikan dalam
tertasiklin. pengawasan dokter hewan. Diperhatikan
Bahaya resistensi, residu juga waktu henti obat agar tidak
tetrasiklin dalam telur juga dapat menimbulkan residu bagi konsumen.
menimbulkan alergi, dan kemungkinan Penghentian pemberian makanan yang
keracunan. Timbulnya bakteri yang mengandung antibiotika beberapa hari
resisten tersebut disebabkan oleh sebelum ternak dipotong akan
pemakaian antibiotika yang tidak tepat menghilangkan tertimbunnya antibiotika
dalam jaringan (Anggorodi, 1985).

SIMPULAN

Ditemukan adanya residu tetrasiklin dalam daging ayam petelur afkir, maka sangat perlu
dilakukan pemeriksaan antibiotik pada telur ayam. Pemerintah daerah dapat meningkatkan
pengawasan terhadap mutu dan keamanan pangan asal hewan mulai dari peternakan hingga
ke konsumen, penggunaan antibiotik pada hewan ternak seharusnya di bawah pengawasan
dokter hewan agar tidak menimbulkan residu antibiotik pada produk pangan asal hewan,
penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap keamanan
pangan asal hewan. Saran agar penelitian berikutnya sampel yang diambil lebih banyak
sehingga dapat menggambarkan kondisi keamanan daging ayam dari residu tetrasiklin di
Kota Kupang.

180
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 175-1181

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2001, Standar Nasional Indonesia, Batas baksimum
cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal
hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jendral Bina
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008, Standar Nasional Indonesia, Metode uji tapis
(screening test) residu antibiotika pada daging, telur, dan susu secara bioassay.
Castellari M dan Reguiero, J. A. G. 2003, HPLC determination of tetracycline in lamb
muscle using an RP-C18 monolithic type column, Chromatographia 58:789-
792.
Donkor E. S. 2011, Investigation into the risk of exposure to antibiotic residues
contaminating meat and egg in Ghana, Food Cont 22:869-873.
Ewing and Cole. 1994, The living gut, An introduction to microorganisms in nutrition,
Context, Dungannon, Ireland.
Hintono, A.; M. Astuti; H. Wuryastuti dan E. S. Rahayu. 2007, Residu oksitetrasiklin
dan aktivitas antibakterinya dalam telur dari ayam yang diberi oksitetrasiklin
dengan dosis terapeutik lewat air minum, J. Pengembangan Peternakan Tropis
32(1):64-69.
Holmberg, S. D.; S. L. Solomon; and P. A. Blake, 1987, Health and economic impacts
of antimicrobial resistance. Rev. infect. Dis. 9 (6): 1065-1078.
Murdiati. 1999, Pemakaian obat hewan dan residu yang ditimbulkan dalam produk
peternakan, Di dalam: Prosiding Kongres Pertama Himpunan Toksikologi
Indonesia; Jakarta, 22-23 Februari 1999, Jakarta: Himpunan Toksikologi
Indonesia.
Riviere J. E. dan Spoo J. W. 2001a, Tetracycline antibiotics, Di dalam: Adams HR,
editor, Veterinary Pharmacology and Therapeutics, (ed) 8, Iowa: Iowa State
Univ Pr. hal 828-840.
Soegiyono. 2013, Permintaan Ayam Ras Broiler Naik 15,8% di 2013, Diakses tanggal
21 April 2014.
(http://www.livestockreview.com/2013/01/permintaan-akan-ayam-ras-broiler-
naik-158-di-2013/)
Witte.1998, Spread of plasmid-mediated nourseothricin resistance due to antibiotic
use in animal husbandry. J. Basic Microbiol. 26 (8): 461-466.
Yuningsih. 2004, Keberadaan residu antibiotika dalam produk peternakan (susu dan
daging), Di Dalam: Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan,
Bogor: Balai Penelitian Veteriner, Hal. 48-55.

181

Anda mungkin juga menyukai