Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia kerja dikenal sektor industri formal dan non formal. Sektor
informal dan formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubungan kerja atau
kontrak kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya
berdasarkan perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas
majikan dan buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan
tenaga kerja di segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal.
Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sector formal, pada
umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sector informal
belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sector informal
sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan, dan
tempat kerja jika ditinjau dari ketiganya, tidak jauh berbeda.
Dalam makalah ini mencoba mengamati kegiatan K3 di sector informal
dengan mengamati kondisi tempat kerja, alat pelindung diri, pengetahuan K3, dan
faslitas kesehatan di kegiatan sector informal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari
makalah ini yaitu ;
1. Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.
2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pada usaha pembuat kusen,pintu
dan jendela?.
3. Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pada usaha pembuat
kusen,pintu dan jendela?
4. Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada
industry pembuat kusen,pintu dan jendela?.
5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri
pembuat kusen,pintu dan jendela?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya usaha pembuatan
kusen,pintu dan jendela.
3. Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya usaha pembuatan
kusen,pintu dan jendela.
4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada
industry usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada
industri usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Lokasi
1. Sejarah Pendirian
Industri sektor informal yang diteliti yaitu industri mebel pembuatan pintu,
jendela dan kusen. Industri ini terletak di Jl. Mustapa Dg.Bunga, No.1
Kel.Romang Polong, Kec.Somba Opu, Kab. Gowa. Pemilik atas nama Bapak
Sudirman, didirikan pada bulan 5 tahun 2004 letaknya didekat rumah pemilik.
Usaha ini didirikan karena adanya dorongan dari keluarga yang sudah lebih dulu
menjalankan usaha ini. Pada awalnya hanya pemilik yang bertindak sebagai
pekerja. Setahun kemudian mulailah ada pekerja yang direkrut. Luas tempat kerja
8x5 m2.
2. Tenaga Kerja
Orang yang bekerja sejak didirikannya hingga sekarang telah berganti. Untuk
saat ini, Jumlah tenaga kerja di ditempat tersebut adalah 2 orang. Berdasarkan
hasil wawancara mereka bekerja empat tahun yang lalu.
3. Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada
diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995).
Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun
teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor
produksi yang ada.
Proses pembuatan pintu, jendela dan kusen adalah sama. Baik bahan maupun
alat yang digunakan. Berikut ini adalah proses pembuatannya:
a. Penyediaan bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan mebel tersebut diatas adalah
kayu bayam dan kayu samarindah. Pencarian dan pemilihan bahan dilakukan
sendiri oleh pemilik industri. Ada beberapa tempat penyediaan bahan yang sudah
bekerja sama dengan pemilik industri.
Setelah bahan yang dibutuhkan didapatkan, selanjutnya pengangkutan
bahan. Pengangkutan bahan ini dilakukan sendiri. Berdasarkan hasil wawancara
pada saat pengangkutan sering dikeluhkan sakit pada bagian tangan dan
punggung. Karena kayu tersebut diangkat sendiri ke atas mobil tanpa
menggunakan alat pelindung diri. Setelah pengangkutan bahan, dan tiba di lokasi
kerja bahan tersebut diturunkan ke tempat penyimpanan yang tidak jauh dari
lokasi kerja. Dan penurunan bahan tersebut dilakukan kembali oleh pemiliknya
sendiri. Keluhan yang sering dirasakan sama dengan ketika menaikkan bahan
tersebut. Selain itu pemilik mengatakan bahwa bahan yang diturunkan dari mobil
terkadang menyederai tangannya. Hal ini karena tidak menggunakan alat
pelindung diri seperti handskun. Berdasarkan hasil wawancara, APD tidak
digunakan karena menurutnya APD membuat dirinya repot. Selain itu
keselamatan dan kesehatan kerjanya dianggap tidak penting karena selama bekerja
menurutnya tidak terjadi apa-apa.
b. Penggeregajian
Alat yang digunakan untuk menggeregaji yaitu mesin scap. Proses ini
bertujuan memotong bahan untuk menyesuaikan ukuran yang dibutuhkan untuk
pembuatan kusen, jendela dan pintu. Proses dilakukan oleh tenaga kerja di tempat
tersebut dalam keadaan berdiri ataupun jongkok. Dari hasil wawancara tidak ada
keluhan apapun yang dirasakan. Meskipun dari proses ini potensi yang dapat
terjadi yaitu debu dari bahan yang digeregaji namun tenaga kerja meminimalasir
bahaya kesehatan yang ada dengan menggunakan masker. suara dari alat tersebut
juga menimbulkan kebisingan. Namun menurutnya suara tersebut tidak
mengganggu dirinya.
c. Pengetaman
Bahan yang sudah digeregaji selanjutnya diketam dengan menggunakan
ketam meja. Alat ini bertujuan untuk menghaluskan bahan. Posisi ketika
mengetam yaitu berdiri atau jongkok. Potensi yang mungkin terjadi yaitu Cedera
di tangan, debu dari hasil ketaman, dan suara bising dari alat.
d. Pemakuan
Bahan yang telah dihaluskan selanjutnya dipaku. Proses ini untuk
menyatukan bahan agar membentuk jendela, pintu atau kusen yang telah dipesan
orang. Posisi ketika pemakuan yaitu membungkuk atau jonkok. Potensi bahaya
yang mungkin terjadi yaitu cedera pada tangan ketika pemakuan jika tidak
dilakukan dengan hati-hati.
e. Pemerataan
Setelah pemakuan dilakukan pemerataan dengan menggunakan ketam
listrik. Proses ini bertujuan untuk meratakan setiap sudut yang telah dimodel.
Posisi ketika pemeraataan yaitu membungkuk. Potensi bahaya yang mungkin
terjadi yaitu debu hasil pemerataan dan suara bising yang ditimbulkan oleh mesin
pemerataan.
f. Profil
Proses ini bertujuan untuk memperindah setiap sudut yang telah dibentuk.
Posisi ketika melakukan profil yaitu membungkuk. Alat tersebut juga
mengasilkan debu yang dapat memepengaruhi kesehatan pekerja.
g. Pengantaran
Proses ini dilakukan oleh pemilik usaha untuk mengantarkan pesanan ke
tempat tujuan. Pesanan tersebut dturunkan sendiri oleh pengantar.

B. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi alam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha- usaha preventif
dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguangangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-
penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam
macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal
Occupational Safety and Health.

2. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja


Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990):
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
Dalam UU No. 1 tahun 1970 dinyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan
kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. memberikan pertolongan pada waktu kecelakaan
f. memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, gas, hembusan
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
n. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaan menjadi bertambah tinggi.

3. Kecelakaan kerja

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998


tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud
dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara
umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab
langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes).
a. Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
a) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
b) kurangnya/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
c) stress
d) motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
a) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
b) tidak cukup rekayasa (engineering)
c) tidak cukup pembelian/pengadaan barang
d) tidak cukup perawatan (maintenance)
e) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang/
f) tidak cukup standard-standard kerja
g) penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1. Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu
tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003)
:
a) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak
memenuhi syarat.
b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak
c) Terlalu sesak/sempit
d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
h) Bising
i) Paparan radiasi
j) Ventilasi dan penerangan yang kurang
2. Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah
tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan,
misalnya (Budiono, Sugeng, 2003):
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
4. Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi
diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human
(factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono,
Sugeng, 2003).
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih,
Yuliani, 2002) ;
a. Pembebanan kerja fisik
Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan
maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur
kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum
bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang
dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali
mengangkat atau mengangkut.
b. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik.
Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin
dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk
membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat
duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri
pekerja. Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
1) Berdiri
a) Tinggi badan berdiri
b) Tinggi bahu
c) Tinggi siku
d) Tinggi pinggul
e) Depa
f) Panjang lengan
2) Duduk
a) Tinggi duduk
b) Panjang lengan atas
c) Panjang lengan bawah dan tangan
d) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
e) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
3) Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a) Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b) Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20
cm lebih tinggi dari siku.
c) Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm
lebih rendah dari siku.

c. Mengangkat dan mengangkut


Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan
mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh,
lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan
kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai alat utama untuk
mengangkat dan mengangkut.
d. Sistem manusia mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan
kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal
dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang
digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang
diperhatikan, misalnya :
1) adanya informasi yang komunikatif
2) tombol dan alat pengendali baik
3) perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya.
e. Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan. Semakin
berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan. Selain itu
pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja wanita. Dalam
hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.
1) Pekerja Pria
a) Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
b) Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
c) Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
2) Pekerja Wanita
a) Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
b) Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
c) Pekerjaan berat : 2600 kal/hari

f. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat,
pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan
dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam.
Dengan waktu istirahat jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan
waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama
antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang
berulang (repetitive).
g. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor
lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang
berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.
h. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes
kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.
i. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan
mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan
warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
a) biru ; jarak jauh dan sejuk
b) hijau ; menyegarkan
c) merah ; dekat, hangat, merangsang
d) orange ; sangat dekat, merangsang.
j. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan
diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan
kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

C. Tinjauan Umum Pembuatan Kusen,Pintu dan Jendela


Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan
pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job
security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut
dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri
kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan
saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal,
biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan
diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang
kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki
lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar,
buruh tani dan lainnya.( fatmawati,2012).
Kusen adalah bagian yang sama penting dari sebuah rumah tinggal atau
gedung. Kusen pintu merupakan bingkai tempat "bergantung" sang pintu dan juga
berfungsi sebagai "rumah" bagi perangkat kunci si alat pengaman. Begitu juga
dengan kusen jendela. Tidak hanya di kawasan tropis seperti Indonesia, juga di
sebagian besar belahan Bumi ini, umumnya rumah tinggal menggunakan kusen
yang seperti halnya daun pintu itu sendiri-terbuat dari material kayu. Selain dapat
beradaptasi terhadap berbagai macam cuaca, material kayu sangat memenuhi
persyaratan artistik karena mudah dibentuk bermacam model yang variatif.
Proses pembuatannya melalui beberapa tahap yaitu mulai dari pemilihan
jenis kayu yang dibutuhkan, kemudian mengantarkan kayu ke lokasi pembuatan,
penggeregajian, pengetaman, pemakuan, pemerataan, profil, kemudian sampai
pada tahap akhir yaitu mengantarkannya ketempat pemesanan. Dalam proses
tersebut tanpa pekerja sadari, berpotensi terhadap kesehatan dan keselamatan
kerjanya.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Begitu pula dengan
pengetahuan tentang K3.
Dari hasil wawancara baik dari pemilik usaha dan pekerja mengatakan
bahwa tidak pernah mendengar tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
Meskipun demikian mereka berpendapat bahwa kesehatan dan keselamatan kerja
adalah bagaimana agar kita terhindar dari penyakit akibat bekerja. Dari pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka mengetahui tujuan kesehatan dan
keselamatan kerja meskipun tidak pernah mendengarnya. Pendapat tersebut sesuai
dengan tujuan K3 menurut Rachman,1990 yaitu agar tenaga kerja dan setiap
orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

B. Kondisi Lingkungan Kerja


Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, dapat diklasifikasikan potensi
bahaya dari usaha pembuatan pintu, kusen dan jendela ini berdasarkan lingkungan
kerjanya.
1. Potensial Hazard Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran,
iklim (cuaca ) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang
berhubungan di tempat kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan potensial
hazard lingkungan fisik dari usaha pembuatan pintu, jendela dan kusen yaitu
kebisingan, cahaya, dan debu.

a. Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmennaker, 1999). Sesuai
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 adalah 85 desi
Bell A( dBA ), untuk waktu pemajanan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan lebih
dari 140 dBA walaupun sesaat pemajanan tidak diperkenankan.
Suara bising yang terdapat dalam proses pembuatan pintu, jendela dan
kusen berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin penggeregajian, mesin
pengetaman, ketam tangan listrik dan profil, Namun, dari hasil wawancara yang
telah dilakukan suara bising dari mesin tersebut menurutnya tidak menganggu
pengerjaanya karena telah terbiasa. Dan selama bekerja menurutnya tidak ada
kelainan pada alat pendengaran. Meskipun, pada saat pengamatan suara yang
dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising yang akan mempengaruhi kesehatan
apabila melewati nilai ambang batas.
b. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek
yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan
dapat dibagi menjadi :
1) Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga
dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu
ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-
kurangnya 1/6 daripada luas lantai.Sumber pencahayaan alami kadang dirasa
kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena
intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama
saat siang hari.
2) Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya
selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan
sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak
mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara
tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah
sebagai berikut:
a) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail
serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.
b) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.
c) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.
d) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata,
tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
e) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
Untuk pembuatan pintu, jendela dan kusen dibutuhkan paling sedikit
mepunyai penerangan 200 luks. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan usaha
ini menggunakan 2 sumber penerangan yaitu pencahayaan alami yang digunakan
pada siang hari dan pencahayaan buatan yang digunakan pada malam hari.
c. Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang
berukuran 0,1 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang
dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi
diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog.
(putraprabu.wordpress.com)
Partikel debu yang dihasilkan dari proses pembuatan pintu, jendela dan
kusen berasal dari proses penggeregajian, pengetaman, dan profil. Namun bahaya
dari partikel tersebut diminimalisir dengan penggunaan masker.
2. Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis
Potensial hazard lingkungan fisiologis dari usaha pembuatan kusen,pintu
dan jendela adalah egonomi. Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti
menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada
umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang
(re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software). Perangkat keras berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools,
alat peraga/display, conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkat lunak lebih
berkaitan dengan sistem kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan
jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan pembuatan pintu, jendela dan kusen, ergonomic
juga mempunyai peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada
saat bekerja. Berdasarkan hasil wawancara, pada saat pesanan banyak menuntut
pekerja untuk bekerja lebih dari hari biasanya. Menurutnya keadaan tersebut
membuatnya merasa lelah ketika berdiri lama pada saat pengetaman. Namun, jika
hal itu dialami maka pekerja langsung berstirahat. Dan melanjutkan pekerjaanya
setelah merasa membaik. Menurut informan dalam pengerjaannya tidak ada waktu
yang menentu. Tergantung dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka,
pekerja dapat bekerja hingga larut malam.

C. Penggunaan Alat Pelindung Diri


Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya.(
http://id.wikipedia.org/wiki/Alatpelindungdiri).
Dalam usaha pembuatan pintu, jendela, dan kusen ini, penggunaan alat
pelindung diri masih perlu ditingkatkan. Pekerja hanya menggunakan masker
karena menurutnya hanya debu yang berbahaya bagi dirinya. Sementara
kebisingan hanya dianggap hal yang biasa sehingga tidak digunakan APD seperti
ear plug atau ear mup (sumbat telinga). Selain itu pada saat pangangkatan bahan
seharusnya menggunakan sarung tangan untuk mengurangi bahaya yang dapat
menyederai tangan. Karena menurut informan terkadang bahan atau kayu yang
diangkat meyederai tangannya. Namun hal tersebut menurtnya biasa saja. Bahkan
menurutnya jika menggunakan APD membuatnya repot.

D. Pencegahan / Pengendalian Kecelakaan Kerja dan PAK


Menurut pengakuan informan,untuk mencegah atau mengendalikan
kecelakaan kerja di tempat usahanya dilakukan dengan cara istirahat jika
merasakan kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan
yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya.

E. Fasilitas Kesehatan
Usaha ini tidak memiliki fasilitas kesehatan. Untuk menangani jika terjadi
kecelakaan kerja di tempat ini, pekerja langsung di bawa ke puskesmas. Biaya
penanganan dan penanggulangan kesehatan bila ada kecelakaan ditanggung oleh
pemilik usaha.
Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat
peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air
minum yang cukup.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal
khususnya di industri pembuatan kusen,pintu, dan jendela dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan
tenaga kerja masih minim. Hal ini karena mereka tidak pernah mendengar tentang
kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial
bahaya bagi keselamatan kerja. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (
kebisingan, pencahayaan, dan debu ), potensial hazard lingkungan fisiologis (
ergonomi ). Tidak ada potensial hazard lingkungan kimi,biologi dan psikologi (
stress kerja )
3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, pekerja sudah menggunakan masker untuk
mencegah debu memasuki saluran pernapasan. Namun masih perlu ditingkatkan
karena pada lingkungan kerja itu, tidak hanya debu yang berbahaya bagi
kesehatan namun, kebisingan dan saat pengangkatan kayupun berpotensi
membahyakan keselamatan kerja. Walaupun tidak semua sumber bahaya
diproteksi tapi setidaknya sudah ada upaya preventif yang dilakukan.
4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu beristirahat jika
merasakan kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan
yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya.
5. Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat peristirahatan,
kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang
cukup.

B. Saran
Berdasarkan hasil observasi, perlindungan K3 di sector informal masih lemah.
Sektor informal memiliki beberapa kelemahan dalam perlindungan K3 karena
keterbatasan factor ekonomi dan social budaya. Seharusnya, perlindungan K3 tidak
membedakan antara sector formal dan informal. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain pendataan dan monitoring, sosialisasi K3 melalui pelatihan, dan bantuan jaminan
kesehatan yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012. Pengertian Dan Proses Produksi. Di akses dari:
http// Yprawira.wordpress.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Mohamad yani.2006.Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sektor Informal. Di akses dari:


http//repository.ipb.ac.pdf. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Putra Prabu.2008. Dampak Partikulat Terhadap Kesehatan. Di akses dari: http//


putraprabu.wordpress.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Ragil setiyabudi, SKM.2010.Kesehatan dan keselamatan kerja di


lingkungan industri. Di akses dari: http// thebachtiar.wordpress.com. Pada
tanggal 30 maret 2012.

Zein Property.2011.Kusen Pintu dan Jendela; Pembuatan, Pemasangan dan Finishing.


Di akses dari: http//Depeloverdankontraktor.blogspot.com. Pada tanggal 30 Maret
2012.

oleh Andi Ismawati


Diposkan oleh Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin di 09.13
Makalah K3 Industri Sektor Informal "Pedagang Gorengan"

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di Indonesia
semakin berkembang pesat juga.Tidak hanya industri formal tapi perkembangan
industry informal juga semakin berkembang pesat. Bertolak dari
perkembangangan industry penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga harus
menjadi perhatian.
Namun dalam penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri formal
jauh lebih baik dibanding industri nonformal. Dalam sektor formal institusinya
jelas yaitu institusi formal, ada perjanjian ketenagakerjaan serta program
perlindungan K3 sudah ada dan diterapkan. Sedangkan industry nonformal masih
jauh dari yang diharapkan.
Menyadari pentingnya K3 bagi semua orang di manapun berada maupun
bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di
era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik
pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan
dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja
yang baik jelas mangkir kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan
perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga
kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan
akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja
akan meningkat. Untuk itu berbagai upaya hendaknya dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk juga penelitian-
penelitian dari perguruan tinggi guna mencari solusi terbaik untuk
memperbaikinya.
Oleh karna jumlah penjual gorengan terutama di kota Makassar ini yang
hanya bekerja dimalam hari membuatku tertarik untuk melakukan penilaian
terhadap pontensial bahaya yang ada pada lingkungan kerja tersebut.
Tak dapat dipungkiri bahwa bahaya yang ada di lingkungan kerja sektor
informal menimbulkan resiko yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dalam
bekerja baik itu ringan, sedang maupun berat. Selama ini banyak pekerja sektor
informal belum mendapat perlindungan dan jaminan hidup layak saat dalam
bekerja.

B. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui faktor risiko pada usaha gorengan
Untuk mengetahui pengendalian faktor resiko pada usaha tersebut dan APD yang
digunakan
Untuk mengetahui pengetahuan pemilik usaha gorengan tentang K3
Untuk mengetahui falisitas kesehatan yang di disediakan pada usaha gorengan

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah Bagaimana gambaran lingkungan kerja serta potensi hazard di penjual
gorengan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GAMBARAN LOKASI
Usaha gorengan milik Bapak Jamal berada di Jalan Paccerakkang, Daya
Makassar Sulawesi Selatan. Tempat usahanya berupa gerobak sederhana dengan
berbagai jenis gorengan yang siap makan, dengan peralatan sederhana, seperti
kompor gas, baskom berisi bahan-bahan gorengan.
1. Sejarah Pendirian
Sesuai dengan kebutuhan manusia sehari-hari, makanan merupakan salah satu
kebutuhan primer. Karena semakin berkembangnya zaman, permintaan terhadap
makanan semakin banyak, khususnya makanan cepat saji. Bertolak dari hal itu,
maka usaha pedagang makanan semakin berkembang pula. Walaupun usaha ini
masih bertahap industri rumahan, tetapi banyak juga yang mencoba peruntungan
dalam usaha menjual gorengan.
Adapun sejarah berdirinya, usaha ini (gorengan) mulai dijalankan pada tahun
2011. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring berjalannya
waktu langganan semakin banyak sehingga usaha ini masih bisa bertahan sampai
sekarang.
Lokasi dari pedagang gorengan ini cukup strategis karena berada di tepi jalan
raya. Selain itu, akses transportasi juga cukup lancar. Para pembeli dapat langsung
membeli gorengan, saat mereka melintas di Jalan Paccerakkang tersebut.
1. Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah
tenaga kerja dari usaha ini hanya dua orang yaitu pemilik usaha itu sendiri
bersama dengan Ibu Ika, istrinya.
Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu tergantung dari lakunya
jualan . Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu tak
lebih dari 8 jam kerja setiap hari. Buka dari pukul 17.00 sore.
2. Proses Produksi
a. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk,
ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan
bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama.
Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :
Sayuran, meliputi kol, wortel.
Tahu dan tempe
Pisang (untuk pisang molen)
Tepung terigu
b. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan
ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan
mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir.
Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Minyak goreng;.
c. Uraian Proses Produksi
Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau
jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan
baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara,
metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja,
mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk
produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu
barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses
produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material,
tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.
Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang
digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1. Proses produksi yang terus menerus (Continue)
2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent)
Dalam aktivitas produksinya sehari-hari usaha gorengan menggunakan jenis
proses produksi yang terputus-putus Intermittent. Hal ini dikarenakan kegiatan
produksi dari usaha tersebut berlangsung untuk memenuhi permintaan atau
pesanan dari konsumen/ pembeli.
Secara umum, proses produksi pada pedagang gorengan adalah :
1. Memotong-motong bahan ;
2. Mencampur dengan bumbu;
3. Di goreng.
a. Tinjauan Umum
Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan
mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sebisa mungkin dan sedini
mungkin, kecelakaan/ POTENSIAL kecelakaan kerja harus dicegah/ dihilangkan,
atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan
kerja di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh
komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai
bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan. Secara umum penyebab kecelakaan
di tempat kerja adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan (fatigue)
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman
(unsafe working condition)
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
(pre-cause) adalah kurangnya training
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Aktifitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala
sesuatu yang ada di tempat kerja/ berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/
berPOTENSIALmenjadi sumber kecelakaan/ cedera/ penyakit/ dan kematian
disebut dengan Bahaya/ Risiko. Secara garis besar, bahaya/ risiko
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Bahaya/ risiko lingkungan
Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu,
kualitas udara, kebisingan, panas/ termal, cahaya dan pencahayaan. dll.
2. Bahaya/ risiko pekerjaan/ tugas
Misalnya: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual, peralatan dan
perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor ergonomi, bahan/ material kerja
3. Bahaya/ risiko manusia
Kejahatan di tempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerjaan itu sendiri yang
berbahaya, umur pekerja, Personal Protective Equipment, kelelahan dan stress
dalam pekerjaan, pelatihan, dsb Berdasarkan "derajad keparahannya", bahaya-
bahaya di atas dibagi ke dalam empat kelas, yaitu:
1. Extreme risk
2. High risk
3. Moderate risk
4. Low risk
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip
pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/ bersama-sama untuk
mengurangi/ menghilangkan tingkat bahaya, yaitu:
a. Penggantian/ substitution atau yang dikenal sebagai engineering control.
b. Eliminasi
c. Pengendalian teknis / rekayasa mesin
d. Pengendalian administratif/ administrative controls
e. Perlengkapan perlindungan personnel/ Personnel Protective Equipment/ PPE
Istilah ergonomic berasal dari bshasa latin yaitu Ergon(kerja) dan
Nomos(hokum alam)
Ergonomic adalah satu ilmu yang peduli akan adanya keserasian manusia dengan
pekerjanya . ergonomic bertujuan membuat pekerjaan, peralatan, informasi, dan
lingkkungan yang serasi satu sama lainnya. (Agus Wibisono. 2011)

b. Tinjauan Khusus
Selama ini banyak pekerja sektor informal yang belum mendapat
perlindungan dan jaminan hidup layak saat dalam bekerja. Ketika mengalami
kecelakaan saat bekerja, si pekerja informal menanggung sendiri biaya berobat.
Keselamatan raga maupun jiwa mereka tak ada yang menjamin.
Begitu pun saat mereka jatuh sakit atau memasuki hari tua, nasib pekerja
informal tak ubahnya seperti anak tiri. Ketika pekerja formal mendapat bantuan
dari jamsostek saat menebus biaya berobat, seorang pekerja informal menanggung
sendiri sehingga beban hidup terasa bertambah berat. Bagi mereka yang mampu
tak menjadi masalah, tetapi untuk pekerja dengan penghasilan pas-pasan, tentu ini
menjadi taruhan bagi kesejahteraan mereka. Pekerja informal tentu berbeda
dengan mereka yang bekerja di sektor formal. Jumlah tenaga kerja Indonesia di
sektor informal cenderung menurun akibat semakin banyaknya pengusaha
menerapkan sistem outsourcing atau buruh kontrak. Kondisi sekarang ini, jumlah
pekerja di sektor informal mencapai sekitar 63 juta atau sekitar 63 persen dari
keseluruhan angkatan kerja. Angka ini menurun dibanding sepuluh tahun yang
lalu, karena sudah banyak yang beralih ke tenaga kontrak.
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi
diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human
(faktor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono,
Sugeng, 2003)
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan
diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan
kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.
Pedagang gorengan adalah salah satu jenis pedagang makanan siap saji
yang digoreng. Dalam usaha gorengan ini terdapat resiko dan bahaya bagi
pekerjanya. Bahaya (Hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab
kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, prose kerja, dan atau aspek lainnya dari
lingkungan kerja.

BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGETAHUAN TENTANG K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.Tapi cenderung tidak mengaplikasikan, karena faktor
kebiasaan.

B. KONDISI LINGKUNGAN KERJA


1. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIK
Faktor fisik yang terdapat pada usaha gorengan yaitu suhu yang panas dari
penggorengan
2. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN KIMIA
Api yang berpotensi untuk mengakibatkan luka bakar dan juga minyak akan
membuat lingkungan kerja jadi licin. Dan minyak panas pada penggorengan akan
menyebabkan tangan melepuh.
3. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIOLOGI
Tidak ergonomis. Karena selama mereka bekerja mereka terus saja berdiri.
4. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN BIOLOGI
Karena posisi usaha gorengan berada di pinggir jalan, debu akibat asap kendaraan
dan debu-debu lainnya dapat hinggap pada jajanan tersebut.
C. PENGGUNAAN APD
Pengelolah usaha gorengan itu sama sekali tidak menggunakan alat
pelindung diri karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan
mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan
pada usaha gorengan ini adalah menggunakan penjepit ketika masukkan adonan
kedalam penggorengan. Penggunaan celemek dan penutup kepala juga dapat
digunakan untuk menghindari cipratan minyak panas pada kepala dan tubuh.
D. PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA DAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yaitu :
1. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak
ketika hendak membereskan jualan dan penggunaan alas kaki untuk mencegah
pedagang tergelincir;
2. Menggunakan penjepit ketika memasukan adonan kedalam penggorengan
3. Hygiene pribadi juga harus diperhatikan oleh penjamah makanan, seperti, tidak
membiarkan kuku panjang, agar tidak ada kuman yang terkontaminasi dengan
kuku;
4. Jika tidak ada pembeli, istirahatlah dengan kata lain duduk.

E. FASILITAS KESEHATAN
Oleh karena usaha tersebut adalah usaha kecil jadi tidak ada fasilitas khusus
yang menjamin keamanan hidupnya. Jika terjadi kecelakaan, mereka sendiri yang
melakukan pertolongan pertama jika tidak sembuh barulah mereka ke puskesmas
atau rumah sakit. Bahkan di tempat kerjanya tidak tersedia kotak P3K. Dengan
demikian jika terjadi kecelakaan kerja mereka hanya melakukan tindakan
pertolongan pertama sesuia pengetahuan yang mereka miliki.

BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Usaha gorengan milik Bapak Jamal berada di Jalan Paccerakkang, Daya
Makassar Sulawesi Selatan memiliki kondisi lingkungan kerja yang memberikan
kontribusi terhadap beberapa potensial hazard. Seperti ; potensial hazard
lingkungan fisik ( panas ), potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ),
serta potensial hazard lingkungan biologi ( mikroorganisme dan debu ).
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan (fatigue)
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman
(unsafe working condition)
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab
awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Mengenai fasilitas kesehatan bisa dikatakan tidak ada bahkan kotak P3K
2. SARAN
Bagi pengusaha gorengan di harapkan membiasan menggunakan alat pelindung
diri agar mengurangi lecet atau kecelakaan pada saat memasukkan adonan dan
posisi pada saat kerja harus diperhatikan kenyamanan dan keamanannya bagi
tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja.


Jakarta : dian rakyat
Suardi, Rudi. 2007. Sistem manajemen dan kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta : PPM
Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendikia
Press
Oleh St. Hardianty Salam (70200109080)
Diposkan oleh Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin di 06.17

Makalah K3 Industri Sektor Informal "Pedagang Martabak"

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering
muncul diperkotaan masih dirasakan kurang jelas, karena kegiatan-kegiatan
perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor formalterorganisir,
terdaftar, dan dilindungi oleh hukumdimasukkan kedalam sektor informal, yaitu
suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang seringkali
tercakup dalam istilah umum usaha sendiri. Dengan kata lain, sektor informal
merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan
sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang
persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.
Agar tetap dapat bertahan hidup ( survive ), para migran yang tinggal dikota
melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai
sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan
daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki
penghasilan tetapi rendah dan tidak tetap.
Belum ada pembagian yang jelas antara jenis dan tempat kerja dari kegiatan
pekerjaan formal dan informal. Sementara ini sekotr informal dan formal
dibedakan karena ketidakberadaannya hubllngan kerja atau kontrak kerja yang
jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan
perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga
kerja), dengan minimnya perlindungan K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan
tenaga kerja di segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal.
Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sector formal, pada
umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sector informal
belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sector informal
sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan, dan
tempat kerja Bila ditinjau dari ketiganya, nampaknya tidak jauh berbeda. Namun
bila dilihat kondisi tempat kerja dan K3 nya sangat berbeda (sangat berbeda).
Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara manual apabila
tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan kerja.

B. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya pedagang martabak
3. Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya pedagang
martabak.
4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada
pedagang martabak.
5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada
pedagang martabak

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari
makalah ini yaitu ;
1. Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.
2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pedagang martabak?.
3. Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pedagang martabak?.
4. Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada
pedagang martabak?.
5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada
pedagang martabak?.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. GAMBARAN LOKASI
Usaha Martabak Gudang Rasa berada di Jalan Paccerakkang, Daya
Makassar Sulawesi Selatan. Tempat usahanya berupa gerobak sederhana dengan
berbagai jenis bahan pembuat martabak dan peralatan menggoreng seperti kompor
dan penggorengan.

1. Sejarah Pendirian
Produksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang penting untuk
memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Cara
produksi pangan yang baik sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri
pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui
cara produksi pangan yang baik industri pangan dapat menghasilkan pangan yang
bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan
pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat
niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan
berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang
menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka
masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan
bahaya yang mengancam kesehatan.(BPOM; 2004).
Adapun sejarah berdirinya, usaha Martabak Gudang Rasa mulai dijalankan
pada tahun 2008. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring
berjalannya waktu langganan konsumen semakin banyak sehingga usaha ini
masih bisa bertahan sampai sekarang dan mampu membuka cabangnya dimana-
mana.
Lokasi dari Martabak Gudang Rasa ini cukup strategis karena berada di
pinggir jalan raya. Selain itu, akses transportasi juga cukup lancar.

2. Jumlah Tenaga Kerja


Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan,
jumlah tenaga kerja dari usaha ini ada 3 orang yaitu penanggung jawab cabang
usaha, Mas Fajar, beserta 2 orang anggotanya, Kevin dan Iwan. Ketentuan jam
kerja pada usaha ini tidak menentu tergantung dari banyaknya pesanan. Namun,
berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu kurang 8 jam kerja
setiap hari. Mulai buka pukul 17.00 (5 sore) sampai pukul 24.00 (12 malam).
3. Proses Produksi
a. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk,
ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan
bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama.
Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :
Tepung, sebagai bahan dasar pembuat adonan,
Telur,
b. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan
ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan
mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir.
Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Isian martabak, seperti jamur, telur, sosis, daging ayam.
Daun bawang.

c. Uraian Proses Produksi


Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau
jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan
baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara,
metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja,
mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk
produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu
barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses
produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material,
tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.
Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang
digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1. Proses produksi yang terus menerus (Continue)
2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent)
Dalam aktivitas produksinya sehari-hari Martabak Gudang Rasa
menggunakan jenis proses produksi yang terputus-putus Intermittent. Hal ini
dikarenakan kegiatan produksi tersebut berlangsung untuk memenuhi permintaan
atau tergantung pesanan dari konsumen. Proses produksi Martabak Gudang
Rasa adalah sebagai berikut :

Pesanan konsumen
Pengemasan dan transaksi
Pembuatan isian martabak
Pembuatan kulit martabak dari adonan
penggorengan
Adonan di isi dengan isian martabak

B. TINJAUAN UMUM
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas
kerja yang optimal.
Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara
pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis
dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua
lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan
bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

Kapsitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik
serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seseorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya secara baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi
lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dll) dapat merupakan
beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibatnya.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan.
Penyakit akibat kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dewasa ini terhadap
kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya
kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Juga masih terdapat
pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-penyakit
akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja,
sudah membuat sutuasi terkendalikan.
Walaupun merupakan langkah yang penting namun hal ini bukan
memecahkan masalah yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap membiarkan
lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi
untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak
berubah' Hanya dengan "diagnosa" dan "pengobatan/ penyembuhan" dari
lingkungan kerja, yang dalam hal ini disetarakan berturut-turut dengan
"pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif" dari bahaya-bahaya kesehatan
yang ada dapat membuat lingkungan kerja yang sebelumnya tidak sehat menjadi
sehat.
Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya
dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja
utamanya terhadap para pekerja, ditempuh 3 langkah utama yaitu : Pengenalan
lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja dan pengendalian lingkungan dari
berbagai bahaya dan resiko kerja.
1. Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan dilingkungan kerja
biasanya pada waktu survai pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal
("walk-through survey"), yang salah satu langkah dasar yang pertama-tama harus
dilakukan dalam upaya program kesehatan kerja. Beberapa diantara bahaya dan
resiko tersebut dapat dengan mudah dikenali, seperti masalah kebisingan disuatu
tempat, bilamana sebuah percakapan sulit untuk didengar, atau masalah panas
disekitar tungku pembakaran atau peleburan yang dengan segara dapat kita
rasakan. Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti
zat-zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi tanpa adanya
tanda-tanda sebelumnya. Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko lingkungan
kerja dengan baik dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu
didapatkan segala informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan,
bahan baku dan bahan tambahan lainnya, hasil antara hasil akhir hasil sampingan
serta limbah yang dihasilkan. Kemungkinankemungkinan terbentuknya zat-zat
kimia yang berbahaya secara tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain
yang harus diperhatikan pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua
bahaya-bahaya dilingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensial
terpapar, sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta pengandaliannya dapat
dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada.
2. Evaluasi Lingkungan kerja
Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang berbahaya
dilingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya serta memberikan
gambaran cakupan besar dan luasnya pemajanan. Tingkat pemajanan dari
zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja yang terkendali selama survai
pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan atau kuantitatif, melalui
berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan, penentuan indeks tekanan
panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat kimia dan
partikelpartikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-lain. Hanya setelah didapatkan
gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses pemajanan kemudian dapat
dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku, maka penilaian dari
bahaya atau resiko yang sebenarnya terdapat dilingkungan kerja yang telah
tercapai.
Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan.
Beberapa contoh perilaku dan sikap tersebut adalah :
Merokok, terlebih lagi bekerja sambil merokok.
Pola makan yang tidak terartur dan tidak seimbang.
Ceroboh dan tidak mengindahkan aturan kerja yang berlaku misalnya menolak
anjuran menggunakan alat pelindung diri, bercanda dengan teman sekerja pada
waktu bekerja.
Menggunakan obat-obat terlarang atau minum-minuman keras (bir atau sejenis
minuman beralkohol lainnya).
Dan Lain-lain.

C. TINJAUAN KHUSUS
Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan
pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job
security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut
dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri
kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan
saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal,
biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan
diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang
kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki
lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar,
buruh tani dan lainnya. ( Fatmawati,2012).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan
ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaanya.
2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh
pemerintah.
3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian.
4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah
dengan tempat tinggal.
5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.
6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.
7. Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara
luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan.
Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994)
menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang
dikenal sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-
kecilan. Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha
lain secara kecil-kecilan.
Sedangkan menurut Simanjuntak (1985) dalam DepKes RI (1994), sector
informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar
sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak
orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang
tidak ketat.
2. Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha
kecilkecilan.
3. Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan Terbatas
atau CV.
4. Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal
relatif lebih mudah daripada formal.
Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau
membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja
dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup
menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya
penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat
ini berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang
memunculkan usaha sektor informal (DepKes RI, 1994).
Pedagang Martabak Gudang Rasa adalah salah satu usaha makanan cepat
saji yang menyajikan berbagai jenis varian martabak.
Dalam usaha Martabak Gudang Rasa terdapat resiko dan bahaya bagi
pekerjanya. Bahaya (Hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab
kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, prose kerja, dan atau aspek lainnya dari
lingkungan kerja. Sedangkan resiko adalah peluang atau sesuatu hal yang
berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan
karena bahaya.

BAB III
PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.Tapi karena faktor kebiasaan, hal tersebut tidak dihiraukan
bahkan tidak diaplikasikan.
2. Kondisi Lingkungan Kerja
a. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIK
Faktor fisik yang terdapat pada usaha Martabak Gudang Rasa yaitu suhu yang
panas dari penggorengan.
b. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN KIMIA
Api yang berpotensi untuk mengakibatkan luka bakar dan minyak akan membuat
lingkungan kerja jadi licin. Dan minyak panas pada penggorengan akan
menyebabkan tangan melepuh.
c. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIOLOGI
Tidak ergonomis. Karena selama mereka bekerja mereka terus saja berdiri.
d. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN BIOLOGI
Karena posisi usaha martabak berada di pinggir jalan, debu akibat asap kendaraan
dan debu-debu lainnya dapat hinggap pada jajanan tersebut.
3. Penggunaan APD
Pengelolah usaha Martabak Gudang Rasa itu sama sekali tidak
menggunakan alat pelindung diri karena menurutnya hanya dapat memperlambat
pekerjaanya dan mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang
harus digunakan pada usaha martabak ini adalah menggunakan celemek saat
menggoreng dan sarung tangan saat membuat adonan. APD lain yang dapat
digunakan adalah penutup kepala untuk menghindarkan kotoran dari kepala
masuk dalam makanan.
4. Pengendalian Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yaitu :
1. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak
ketika hendak membereskan jualan
2. Menggunakan celemek ketika menggoreng
3. Jika tidak ada pembeli, istirahatlah dengan kata lain duduk.
4. Hygiene pribadi juga harus diperhatikan oleh penjamah makanan, seperti, tidak
membiarkan kuku panjang, penggunaan celemek, alas kaki, serta penutup kepala

BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal


khususnya di industri penjahit dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pekerja di
industri ini masih kurang memadai karena dia sedikit tahu tentang kesehatannya
saja tanpa memperhatikan aspek keselamatannya.
2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial
hazard. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas), potensial hazard
lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard lingkungan biologi
(debu dan mikroorganisme)
3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor kebiasaan.
4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika pekerja
merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat sejenak.Ini dapat
mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat kelelahan. Membersihkan lantai atau
permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan
jualan Menggunakan celemek ketika menggoreng

A. Saran
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
disampaikan penulis yaitu untuk pemerintah agar lebih memperhatikan penerapan
kesehatan dan keselamatan kerja di industri khususnya industri sektor informal.
Dan kepada pengusaha ini sebaiknya menmperhatikan hygiene dan aspek
sanitasinya.

DAFTAR PUSTAKA

(http://www.pondokinfo.com/index.php/pondok-realita/45-masyarakat/64-sektor-
informal-permasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html
health.blogspot.com/2012/01/usaha-kesehatan-kerja-bagi-pekerja.html
Pdf-kesehatan dan keselamatan kerja-sektor informal
Suardi, Rudi. 2007. Sistem manajemen dan kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta : PPM
Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendikia
Press
Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ( Hiperkes ). Jakarta :
sagung seto

Oleh : Ani Muliyani (70200109015)


Diposkan oleh Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin di 05.46
Makalah K3 Industri Sektor Informal "USAHA PEMBUATAN
PINTU,JENDELA DAN KUSEN"

Anda mungkin juga menyukai