Anda di halaman 1dari 42

MODUL 1

SKENARIO 1: KASUS HARI INI


SULIT SEKALI

Seorang dokter muda di FK UNAND pulang dari rumah sakit dengan letih sambil
berfikir kenapa hari ini kasusnya sulit sekali dan merasa kasihan kepada anak yang
menderitanya. Tadi pagi di poliklinik ada seorang anak rujukan dari pukesmas bernama Rudi
umur 8 tahun mogok sekolah karena diolok kawannya sebab ada perbedaan pada saluran
kencingnya.Setiap Rudi kencing celananya selalu basah oleh kencing sehingga berbau pesing.
Rudi memang lahir dengan perbedaan pada kelaminnya.Saat itu bidan mengatakan ada
kelainan pada jenis kelamin Rudi yang selama ini jarang ia temukan. Namun bidan tidak
merujuk Rudi ke rumah sakit. Rudi diasuh sebagai anak laki-laki dan jenis kelamin pada akte
kelahirannya laki-laki.
Pada pemeriksaan didapatkan fisis generalis normal, pertumbuhan normal,
perkembangannormal, saat ini sekolah di kelas 3 SD dengan prestasi menengah. Pada
pemeriksaan urogenital terlihat adanya skrotum bifidum, disertai hipospadia phenoskrotal,
adanya pembukaan seperti introitus vagina dengan ukuran kecil.Teraba gonad kiri volume 2
ml dan gonad kanan tidak teraba. Ukuran phallus 2,5 cm disertai ada khordae.
Dokter menjelaskan kepada ibuRudi bahwa saat ini belum bisa memastikan jenis
kelaminnya sebab terdapat gangguan diferensiasi genitalia antara lain mikropenis,
undencended testis dextra, khordae, hipospadia, skrotum bifidum.Butuh pemeriksaan lanjutan
seperti analisis kromosom (karyotyping) yang mungkin akan diikuti pemeriksaan lain seperti
gen SRY, hormonal, dan genitografi. Setelah semua pemeriksaan selesai, penentuan jenis
kelamin akan dibicarakan oleh tim Penyesuaian Jenis Kelamin yang terdiri dari beberapa
disiplin ilmu kedokteran yang berkompeten, psikolog, ahli agama, dan lainnya.
Banyak pertanyaan ibu Rudi yang juga menjadi pertanyaan besar bagi dokter muda
tersebut seperti apakah yang menyebabkan kelainan ini dan bagaimana kelainan ini terjadi.
Apakah anaknya akan jadi laki laki atau perempuan? Bagaimana dengan akte yang sudah
dibuat, bagaimana di sekolah nanti kalau ternyata dia perempuan, bagaimana kalau menikah,
apakah dia akan mempunyai anak dst.

Sebagai seorang dokter bagaimana anda bisa membantu menjawab tentang persoalan kelainan
pada Rudi ?
TERMINOLOGI

1. Skrotum bifidum: kantong yang berisi testis yang membelah menjadi dua bagian atau
terpisah.
2. Hipospadia phenoscrotal: hipospadi derajat 3 dimana pembukaan uretra terletak diantara
pertemuan penis dan skrotum.
3. Introitus vagina: lubang pintu masuk vagina.
4. Phallus: penis, alat kelamin pada laki-laki. Organ genitalia externa.
5. Chordae: melengkungnya penis ke arah bawah karena kelainan kongenital. Jaringan fibrosa
dari meatus sampai glans penis.
6. Mikropenis: keadaan dimana penis tidak berkembang, ukuran kecil.
7. UDT dextra: kegagalan menurunnya testis bagian kanan.
8. Genitografi: pemeriksaan radiografi untuk melihat genitalia interna.
9. Karyotyping: untuk mengetahui jenis kelamin/genitalia berdasarkan kromosom.
10. Gen SRY: sex determining region y, gen penentu jenis kelamin laki2 yang terdapat pada
kromosom Y.

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa setian Rudi kencing celananya selalu basah oleh kencingnya?


2. Mengapa terjadi perbedaan pada saluran kencing rudi dengan teman-temannya?
3. Apakah ada hubungan usia dengan jenis kelamin pada kasus ini?
4. Apakah ada hubungan penyakit rudi dengan prestasi disekolahnya saat ini?
5. Bagaimana hubungan kondisi fisik, pertumbuhan dan perkembangan normal rudi dengan
penyakitnya?
6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan urogenital pada rudi?
7. Mengapa dokter menjelaskan kepada ibu rudi bahwa ia belum bisa memastikan jenis
kelamin rudi?
8. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan analisis kromosom gen SRY, hormonal dan
genitografi?
9. Mengapa melibatkan multidisiplin ilmu?
10. Bagaimana cara menentukan jenis kelamin?
11. Apa yang menyebabkan kelainan pada rudi?
12. Apakah rudi akan memiliki anak?
13. Apakah tindakan selanjutnya apabila terjadi perbedaan kelamin dgn sebelumnya?

HIPOTESA

1. Mengapa setian Rudi kencing celananya selalu basah oleh kencingnya?


- Karena lubang kencing ektopik pada pertemuan ventral penis dan skrotum. Jadi
merembes ke penis bagian bawah.
- Terdapat hipospadia yang mana terbagi atas anterior, media dan posterior. Pada kasus
Rudi merupakan hipospadia posterior phenoskrotal.
- Pada bagian dorsum, di atas epispadia, di bawah hipospadia. Namun epispadia jarang
terjadi.
- Karena adanya kelainan SSP yaitu neurogenic bladder.

2. Mengapa terjadi perbedaan pada saluran kencing Rudi dengan teman2nya?


Terjadi kelainan pada trimester 1 (waktu terbentuknya genitalia). Genital berasal dari
paranefros dan mesonefros. Seharusnya skrotum menutup. Jika tidak, uretra akan bermuara
ke sepanjang ventral penis.

3. Apakah ada hubungan usia dengan jenis kelamin pada kasus ini?
Hubungannya yaitu pada tatalaksana, yaitu berupa psikososial seperti proses belajar.
Karena rudi masih berusia 8 tahun, ukuran penis juga mempengaruhi perkembangannya.

4. Apakah ada hubungan penyakit Rudi dengan prestasi disekolahnya saat ini?
- Prestasi menengah: dipengaruhi faktor IQ, bisa jadi rudi lahir prematur sehingga
prestasinya menengah.
- Faktor psikis : karena lingkungan yang tidak mendukung

5. Bagaimana hubungan kondisi fisik, pertumbuhan dan perkembangan normal Rudi dengan
penyakitnya?
Umur 8 tahun, perkembangan reproduksi belum dapat dipertimbangkan.
Perkembangan sensorik dan motorik masih normal karena yang tidak normal yaitu saluran
kencing dan reproduksinya. Bukan merupakan kelainan sistem endokrin.

6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan urogenital pada Rudi?


Skrotum bifidum dengan hipospadia phenoskrotal: ada masalah di traktus urinarius dan
genitalia externa.
Introtus vagina: terjadi pada CAH
Teraba gonad kiri 2 ml, gonad kanan tidak teraba: kiri normal, kanan mengalami UDT atau
kriptokismus krn faktor prematur.
Phallus: normalnya 4-5 cm.
Chordae: normalnya tidak ada. Kemungkinan sambungan oleh saluran kencing
DD: CAH, UDT, hipospadia

- CAH merupakan overmaskulinisasi pada perempuan, genitalia externa tampak seperti


laki-laki.
- Kemungkinan adanya kelainan hormon dan abnormalitas.
- Adanya defisiensi enzim 5a reduktase. Sehingga mengganggu perkembangan testis.
Normalnya, testis turun pada 6-7bulan.

7. Mengapa dokter menjelaskan kepada ibu rudi bahwa ia belum bisa memastikan jenis
kelamin Rudi?
Terdapat gangguan diferensiasi genitalia interna dan ext.
Ada hipospadia, skrotum bifida, UDT, mikropenis (kemungkinan klitoris yang membesar).
8. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan analisis kromosom gen SRY, hormonal dan
genitografi?
Karena kromosom gen SRY bertujuan untuk mengetahui apakah ada genY atau tidak.
Hormonal: untuk mengetahui kadar hormon manakah yang lebih dominan.
Genitografi: untuk mengetahui saluran interna. (lebih memastikan)

Pemeriksaan tes HCG untuk menentukan apakah rudi memiliki testis tapi tidak turun atau
memang tidak punya testis

9. Mengapa melibatkan multidisiplin ilmu?


Karena budaya, dan perubahan gender merupakan hal yang tabu.
Segi psikologis: karena usia 8 tahun perlu pendekatan psikolog dan dukungan keluarga.
Ahli agama: penggantian jenis kelamin tidak diperbolehkan oleh agama. Tapi operasi
penyempurnaan jenis kelamin diperbolehkan.

10. Bagaimana cara menentukan jenis kelamin?


Analisis kromosom: dengan gen SRY
Hormonal: jika hasil pemeriksaan lebih banyak testosteron laki2
Genitografi, HCG

Ditemukan minimal 7 sifat. 5 organik, 2 psikologi


Organik:
1. Kromosom
2. Jenis gonad
3. Morfologi kelamin
4. Morfologi genitalia interna
5. Hormon sex: faktor endokrin, mempengaruhi tanda seks skunder

Psikologi

1. Pengasuhan
2. Peranan orientasi

11. Apa yang menyebabkan kelainan pada rudi?


1. Faktor lingkungan: gg nutrisi, metabolic
2. Faktor genetik: menentukan gonad terbentuk, sex determinan
3. Faktor hormon: hormon yang akan bekerja, menentukan fenotip atau tampakan
genitalia ext. kalau ada gangguan, akan mengalami ambigus genitalia.

12. Apakah rudi akan memiliki anak?


- Tidak memiliki anak, karena ada chordae yang akan mengganggu hubungan seksual.
Tapi apabisa skrotum bifidum dikoreksi, bisa.
- Jika testis gagal turun sebelum usia 1 tahun harus sudah diberi tindakan. Testis butuh
suhu yang tepat untuk menjaga kualitas sperma. Jika sudah terjadi kerusakan testis,
maka tidak bisa menghasilkan sperma yang baik.

13. Apakah tindakan selanjutnya apabila terjadi perbedaan kelamin dgn sebelumnya?
Hipospadia: kontraindikasi untuk sirkumsisi, dapat dilakukan ureplasti.
UDT: terapi hormon gnrh (keberhasilan 21%) dan hcg (keberhasilan 19%) dilakukan pada
testis yang tidak tampak namun teraba
Secara hukum, bisa diganti akte kelahirannya.

SKEMA
LEARNING OBJECTIVES

1. HIPOSPADIA

Definisi

kelainan kongenital berupa muara uretra abnormal di bagian ventral penis dan sebelah proksimal
penis dari posisi normalnya di glans penis. biasanya sering diikuti adanya chordee

Epidemiologi

->3-5/1000 kelahiran hidup

Etiologi:

->akibat penyatuan lipatan uretra yang tidak sempurna pada usia janin 9-20 minggu

Faktor Risiko

-riwayat hipospadia pada ayah dan saudara laki-laki

-Assisted reproduction, berkaitan denan manipulasi hormonal selama dan setelah prosedur

-pajanan, konsumsi, atau aktivitas apapun yang tinggi estrogen

Klasifikasi

Browne membagi hipospadia dalam 3 bagian besar:

1. Hipospadia anterior

2. Hipospadia medius

3. Hipospadia posterior

70% kasus hipospadia merupakan tipe korona atau granular


Diagnosis

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

-keberadaan meatus yang lebih proksimal

-meatus di skrotum atau perineum

-glans mendatar dengan lekukan dangkal pada sisi ventral

-tidak ditemukan adanya prepusium di sisi ventral

-prepusium di sisi dorsal berlebihan dan panjang

lakukan juga oemeriksaan skrotum untuk melihat apakah UDT atau tidak

Pemriksaan penunjang:

-Lakukan pemeriksaan karyotyping untuk membedakan jenis kelamin


Tatalaksana

kontraindikasi sirkumsisi

tahapan-tahapan rekonstruksi:

-koreksi chordee(ortoplasty)

-membuat neouretra dari kulit penis (uretroplasty)

-membuat glans

rekonstruksi disarankan dilakukan saat anak usia pasekolah (<3 tahun) agar tidak mengganggu
kegiatan belajar pada saat operasi

operasi rekonstruksi hipospadia membutuhkan lebih dari sekali operasi

pada hipospadia yang disertai UDT, dianjurkan untuk melakukan uretroskopi praoperatif, guna
melihat adanya utrikulus prostatikus yang mungkin terdapat pada keraguan jenis kelamin

Prognosis

Hampir seluruh pasien yang sudah di tatalaksana operasi dengan baik dapat buang air kecil dengan
baik. tantangan utama dalam pelaksanaan nya adalah mencegah terbentuknya fistula uretrokutan
atau stenosis meatal dari tampilan hasil yang baik secara estetik.

2. RENAL AGENESIS

Definisi:

Renal Agenesis adalah kegagalan pembentukan ginjal pada saat perkembangan fetal. Renal Agenesis
(Agenesis Ginjal) pada umumnya dapat dalam bentuk unilateral, dengan terdapat salah satu
ginjal, atau bilateral yaitu tidak ada ginjal pada kedua daerah baik kiri maupun kanan. Dua tipe
dari Renal Agenesis ini memiliki perbedaan yang besar dalam hal perjalanan penyakit, dengan
tipe unilateral memiliki perjalanan yang lebih baik disbanding dengan tipe bilateral.

Epidemiologi:

Bilateral Renal Agenesis (BRA) terjadi kurang lebih 1 dari 4000 kelahiran. Dengan prevalensi
kejadian pada laki-laki jauh lebih besar daripada wanita. Unilateral Renal Agenesis (URA) lebih
sering terjadi, yaitu 1 dari 450-1000 kelahiran.

Etiologi:
Renal agenesis terjadi akibat abnormalitas pada embriologi ginjal, yaitu gagalnya tunas ureter
terbentuk, atau kegagalan dalam menginduksi blastema metanefros untuk bersama-sama
membentuk ginjal.

Manifestasi Klinik:

BRA:

Karakteristik khusus: Potter Face + Oligohidramnion

Potter face: Adanya lipatan kulit yang sangat jelas dari sisi medial masing-masing mata, ke arah
lateral bawah menuju pipi. Hidung tumpul, dan letak telinga rendah serta tertekan kearah kepala.
Dagu berceruk. Kulit kadang longgar dan tangan bisa terlihat seperti cakar.

Ciri-ciri lain:

BB bayi umumnya rendah. (1000-2500gr)

Sering disertai pulmonary hypoplasia, akibat oligohidramnion. Dinding rahim menekan ke


dinding thorax bayi sehingga perkembangan paru-paru tidak sempurna.

URA

Tidak ada karakteristik khusus. Cenderung asimptomatik, kecuali jika ditemukan pemeriksaan USG
atau terlihat abnormalitas pada genitalia eksterna yang terkait renal agenesis.

Pada ginjal yang ada, dapat terjadi glomerular hypertension, akibat beban kerja yang besar
ditanggung oleh satu ginjal.

Pemeriksaan Penunjang dan DIagnosis:

a. USG pada trimester ke 2 dan ke 3.


Dicurigai RA bila ditemukan: oligohidramnion berat (BRA). tidak adanya parenkim ginjal pada
satu sisi ataupun dua sisi

b. Penemuan gambaran paru-paru janin kecil dan diameter dada sempit (BRA)

c. USG Postnatal ginjal


Memastikan keberadaan ginjal dan VU pada bayi
Diagnosis banding: ginjal kecil atau MCDK bisa tampak seperti renal agenesis

Prognosis dan Tatalaksana:

Pada umumnya, bayi dengan BRA tidak bisa diselamatkan. 40% bayi lahir mati (stillborn). Bayi yang
lahir hidup, pada umumnya meninggal dalam 24-48 jam akibat distress pernapasan
Tergantung dari kesehatan paru-paru dan organ secara keseluruhan, dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan dialysis sampai bayi cukup besar untuk dilakukan transplantasi ginjal.

3. HORSESOE KIDNEY (GINJAL TAPAL KUDA)


A.DEFINISI
Ginjal tapal kuda merupakan jenis yang paling umum dari fusi anomali ginjal.Ginjal tapal
kuda adalah penyatuan kutub kutub ginjal (biasanya bagian bawah).Mereka saling
berhubungan melalui istmus yang berupa parenkim ginjal atau berupa jaringan fibrous
(band ). Letak ginjal tapal kuda lebih rendah daripada posisi yangnormal, dan istmus
letaknya setinggi vertebra lumbal 4 5.

B.ETIOLOGI
Dua teori tentang embrio dari horseshoe kidney telah diusulkan. Ajaran klasik fusi mekanik
berpendapat bahwa horseshoe kidney terbentuk selama organogenesis, kedua kutub
inferior pada awal pembentukan ginjal bergabung di garis tengah lebih rendah. Teori fusi
mekanik ini berlaku untuk horseshoe kidney dengan isthmus berserat (jaringan fibrous).
Studi baru berpendapat bahwa fusi abnormal dari jaringan yang berhubungan dengan
isthmus parenchymatous dari berbagai horseshoe kidney adalah hasil dari teratogenik
yang melibatkan migrasi abnormal sel-sel nefrogenik posterior yang kemudian bersatu
membentuk isthmus. Kejadian teratogenik mungkin juga berhubungan dengan
peningkatan insiden kongenital terkait dari neoplasma tertentu seperti Wilms tumor dan
tumor karsinogenik

C.EPIDIMIOLOGI
Ginjal tapal kuda(horseshoe kidney) merupakan anomali yang sering tanpa sengaja di jumpai
saat pemeriksaan. Di dalam suatu penelitian otopsi di dapat rata-rata 1 di dalam 600-800
kasus. Pada umumnya terjadi penggabungan pada pole bawah dan hanya sekitar 10%
terjadi pada pole atas. Pada lelaki lebih sering terjadi dari pada wanita dengan
perbandingan 2:1

D.PATOFISIOLOGI
Pada ginjal normal letak ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri dimana sumbu memanjang
kedua ginjal membentuk sudut yang menguncup ke kranial. Ginjal terbentuk dari
metenefros pada minggu ke 5 dari kehidupan embrional. Horseshoe kidney terjadi
sebagai akibat penyatuan dari renal blastema(nefroblast=tunas ginjal) yang terjadi pada
minggu ke 8 sampai ke 10 kehidupan embrio(organogenesis), biasanya pada pole bawah
dekat bifurkasio aorta .Pada masa pertumbuhan ginjal bergerak berputar 90 derajat dan
bergerak ke kranial menuju kedudukan normal. Apabila terjadi penyatuan pada pole
bawah isthmus terhalang oleh arteri mesenterica inferior sehingga tidak pada kedudukan
normalnya.
Letak kedua ginjal menjadi berdekatan dan sumbu memanjangnya sejajar dan menguncup ke
inferior. Horseshoe kidney yang di bentuk oleh 2 buah ginjal biasanya setiap ginjal
memiliki satu ureter, tetapi bila ada 3 atau 4 ginjal maka ureternya biasanya kembar,
dimana salah satu diantaranya mempunyai cabang penghubung ke pelvis ginjal di sisi
lain. Satu ureter untuk dua ginjal atau satu pelvis di hubungkan dengan pelvis di
seberangnya melalui kalises yang berdekatan letaknya. Double horseshoe kidney
sebenarnya merupakan gabungan antara 2 buah ginjal kembar (double kidney). Penderita
anomali ini biasanya tanpa keluhan bila timbul penyulit dapat terjadi hidronefrosis,
pielonefritis, hemeturi dan batu ginjal.
E.MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis yang terjadi akibat tekanan pada ureter yang menghubungkan kedua ginjal
(isthmus), yang mengakibatkan terjadinya obstruksi aliran kemih. Gejala bisa terjadi
hematuri dan kolik abdomen yang di sebabkan oleh hidronefrosis, penyakit infeksi dan
batu ginjal terutama setelah melakukan aktifitas yang berat. Jika tidak menimbulkan
komplikasi, anomali ini tidak akan menimbulkan gejala dan secara tidak sengaja
terdeteksi waktu melakukan pemeriksaan general chek up atau pemeriksaan saluran
kemih yang lainnya. Keluhan biasanya muncul disertai obstruksi pada ureteropelvis
junction atau refluks vesico ureter (VUR) berupa nyeri atau timbulnya massa pada
pinggang. Obstruksi dan VUR dapat menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih

F.DIAGNOSIS
Horseshoe kidney dengan USG dapat di diagnosis dimulai masa prenatal sampai dewasa.
Pada prenatal dengan melihat besar renal pelvic angle. Pada saat ini untuk mendiagnosa
horseshoe kidney dengan melihat isthmus dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG,
BNO-IVP, CT Scan dengan kontras, skintigrafi ginjal, renogram dan MRI. USG adalah
modalitas non invasif, cukup banyak tersedia, mudah dan relatif murah. Selain bentuk
gambaran yang khas dan jarang, tujuan referat ini untuk mengetahui kesulitan dan
keterbatasan dalam mendiagnosis horseshoe kidney dengan pemeriksaan USG pada
dewasa.Pada pencitraan nuklir dapat melihat adanya isthmus, biasa digunakan adalah
TC-99m dapat melihat struktur jaringan dan fungsi ginjal.

-Pyelography intravena (IVP) dan CT scan (CT scan dari perut dan panggul, dengan dan
tanpa kontras intravena) adalah studi radiologis terbaik awal untuk menentukan fungsi
anatomi ginjal.CT scan ini menunjukkan isthmus dari ginjal tapal kuda.
- CT scan atau ultrasonografi sangat membantu untuk keberadaan batu, massa, atau
hidronefrosis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Setelah ginjal tapal kuda didiagnosis atau dicurigai, laboratorium lebih lanjut dan evaluasi
pencitraan harus dilakukan untuk menilai status ginjal dan untuk mencari penyebab yang
dapat diobati patologi ginjal.
-Urine dengan kultur urin harus dilakukan. Kelainan sedimen urin harus
dievaluasi sebagai indikasi klinis. Infeksi harus dirawat.
-Serum kimia dengan kreatinin dianjurkan untuk menentukan fungsi ginjal

G.TATALAKSANA
Terapi medis sangat rentan penyakit ginjal karena itu di perlukan evaluasi metabolik
termasuk penilaian resiko kalsium, asam urat dan fosfor. Terapi bedah di dasarkan pada
proses penyakit dan operasi standard dan harus diperhatikan sistema vascular bila
pembedahan harus dilakukan.

H.PROGNOSIS
Horseshoe kidney umumnya memberikan hasil yang baik walaupun harus dilakukan
pembedahan.

I.DIAGNOSIS BANDING
Karena umumnya ditemukan tanpa sengaja dan tanpa keluhan yang khas, setelah dilakukan
pemeriksaan lanjut biasanya di curigai suatu ginjal kongenital seperti, ginjal ektopik,
fused renal

4. HYMEN IMPERFORATA

DEFINISI

Hymen imperforata/ Atresia hymen merupakan hymen dengan membrane yang solid tanpa lubang.
Hymen imperforata merupakan salah satu dari penyebab Pseudoamenorrhea / Cryptomenorrhea
(haid ada, tetapi darah haid tidak keluar) yang bersifat kongenital dan abnormalitas ini terjadi pada
bagian distal saluran genitalia wanita.

INSIDENSI

Insiden terjadinya hymen imperforata adalah sebesar 0.1% dari seluruh wanita usia pubertas.

GEJALA KLINIS

Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu akan terjadi molimeniamenstrualia
(nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap bulan. Sesekali hymen imperforata ditemukan
pada neonatus atau anak kecil. Vagina terisicairan (sekret) yang disebut hidrokolpos. Bila
diketahui sebelum pubertas, dan segera diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan
hymenektomi, maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan kumpulan dari sekresi
serviks. Kebanyakan pasien datang berobat pada usia 13-15 tahun, dimana gejala mulai tampak,
tetapi menstruasi tidak terjadi. Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua
yang terkumpul di vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala.

Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan
menonjol (hymen buldging)akibat meregangnya membran mukosa hymen. Keluhan yang timbul
pada pasien adalah rasa nyeri, kram pada perut selama menstruasi dan haid tidak keluar.Bila
keadaan ini dibiarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan
kanalis servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum uteri
(Hematometra).

Tekanan intra uterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga dapat memasuki tuba fallopi dan
menyebabkan hemotosalfing karena terbentuknya adhesi (perlengketan)pada fimbriae dan ujung
tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum
membentuk hematoperitoneum.

Gejala yang paling sering terjadi akibat over distensi vagina, diantaranya rasa sakit perut bagian bawah,
nyeri pelvis dan sakit di punggung bagian belakang.

Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang distensi ke uretra dan menghambat
pengosongan kandung kemih. Rasa sakit pada daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air
kecil menimbulkan disuria, urgensi, inkontinensia overflow, selain itu juga dapat disertai
penekanan pada rectum yang menimbulkan gangguan defekasi.
Gejala teraba massa di daerah supra pubik karena terjadinya pembesaran uterus,hematometra, distensi
kandung kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat terjadi iritasi menyebabkan peritonitis.

PENANGANAN

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan urinalisa.

PEMERIKSAAN IMAGING

Foto abdomen (BNO-IVP), USG abdomen serta MRI Abdominal dan pelvis dapat memberikan
gambaran imaging untuk uterovaginal anomaly
Dengan USG dapat segera didiagnosis hematokolpos atau hematometrokolpos, Selain itu,
transrectal ultrasonography dalam membantu delineating complex anatomy. Apabila dengan
USG tidak jelas, diperlukan pemeriksaan MRI.
USG dan MRI sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah ada kongenital
anomaly traktus urinaria yang menyertai.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN LAIN

Pemeriksaan Invasif tidak perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis sampai
terapi definitif dilakukan, meningat pasien akan merasa cemas (kebanyak pasien usia
muda/usia pubertas).
Laparoskopi direkomendasikan pada beberapa kasus tertentu untuk mengevakuasi
menstruasi retrograde yang memasuki rongga pelvik dan intra-abdominal. Prosedur ini
diharapkan dapat meminimalisir potensi terjadinya endometriosis sekunder pada usia
dewasa.

TINDAKAN PEMBEDAHAN

Apabila hymen imperfora tadi jumpai sebelum pubertas, membran hymen dilakukan insisi/
hymenotomi dengan cara sederhana dengan melakukan insisi silang (gambar 1) atau dilakukan
pada posisi 2, 4, 8 dan 10 arah jarum jam disebut insisi stellate(gambar 2)

Untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan stenosis yang mengakibatkan dispareunia, eksisi
jaringan jangan dilakukan terlalu dekat dengan mukosa vagina. Setelah dilakukan insisi akan
keluar darah berwarna merah tua kehitaman yang kental. Sebaiknya posisi pasien dibaringkan
dengan posisi fowler.

Selama 2-3 hari darah tetap akan mengalir, disertai dengan pengecilan vagina dan uterus. Selain itu,
pemberian antibiotik profilaksis juga diperlukan.

Evaluasi vagina dan uterus perlu dilakukan sampai 4-6 minggu paska pembedahan, bila uterus tidak
mengecil, perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi dan dilatasi serviks untuk memastikan drainase
uterus berjalan dengan lancar. Bila hematokolpo sebelum keluar, instrumen intrauterine jangan
dipergunakan karena bahya perforasi dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan.

BEBERAPA TEKNIK HYMENEKTOMI:

5. MIKROPENIS

Definisi

Seorang pria dikatakan memiliki mikropenis apabila panjang penisnya kurang dari 2,5 standar

deviasi (SD) rata-rata ukuran penis pria normal pada usia tertentu1. Acuan ukuran yang dapat
dipakai apabila ukuran penis kurang dari 2 cm saat kelahiran, 2,5 cm saat berusia satu tahun, 4 cm

pada masa pubertas, dan 10 cm di akhir masa pubertas atau saat dewasa4.

Ukuran penis anak yang mengalami mikropenis tidak lebih besar dari ibu jari. Umumnya,

panjang penis pada anak yang baru lahir mencapai 3-4 cm1. Sedangkan pada umur 1 tahun, rata-

rata panjang penis anak mencapai 3-5 cm. Jika ukuran kurang dari ukuran normal menandakan

anak mengalami mikropenis1.

Gambar 4. Gambaran mikropeniS

Embriologi

Seperti pada penyakit-penyakit kongenital lainya, pemahaman yang baik mengenai

embriologi dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai penyakitnya.

Dimulai pada usia kehamilan 8 minggu, hormon gonadotropin ibu yang berasal dari

plasenta mulai memberikan stimulasi produksi testosteron dari sel Leydig janin. Dengan

pengaruh dari hormon dihydrotestosteron, produk konversi dari testosteron, terjadilah


diferensiasi penis5. Tuberkulum genitalia berdiferensiasi menjadi glans penis, lipatan genitalia

menjadi batang penis, dan benjolan genitalia bergerak ke garis tengah (midline) untuk kemudian

menjadi skrotum5. Diferensiasi penis selesai pada usia kehamilan 12 minggu4,5. Selama trimester

kedua dan ketiga, pertumbuhan penis selesai dengan bantuan hormon androgen janin, yang

diproduksi karena stimulasi dari hipofisis janin. Terjadi pertumbuhan ukuran penis yang

signifikan sebesar hampir 20mm dari usia kehamilan 16 minggu sampai 38 minggu5. Maka dari

itu, keadaan mikropenis yang sesungguhnya terjadi karena gangguan hormon yang terjadi setelah

usia kehamilan 12 minggu4,5.

Anatomi dan Fisiologi

Anatomi
Gambar 6. Anatomi penis dan testiS

Yang termasuk organ reproduksi laki-laki adalah, testes, vas deferens, duktus

ejakulatorius, penis, dan kelenjar-kelenjar pendukung antar lain, prostat dan kelenjar

bulbouretra6. Secara garis besar, testes adalah organ yang berfungsi untuk memproduksi

testosteron dan spermatozoa. Setiap testis berukuran 4cm untuk panjangnya dan volume 20ml7.

Testes tersusun atas lobulus-lobulus yang banyak yang terbuat dari tubulus yang kompleks

(tubulus seminiferus) yang didukung oleh jaringan ikat lunak. Tubulus seminiferus

merepresentasikan sebesar 80-85% dari keseluruhan volume testes6. Tubulus yang terdiri dari

lapisan sel epitel yaitu, sel sertoli, yang membentuk dinding dari tubulus seminiferus. Sel leydig

yang dikelilingi oleh jaringan ikat adalah sel endokrin yang bertanggungjawab untuk produksi

hormon androgen yang paling penting dalam sirkulasi yaitu, testosteron. Produksi testosteron

dan spermatogenesis dikontrol oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Hipotalamus

memproduksi GnRH (gonadotropin releasing hormone), GnRh yang dihasilkan bergerak menuju

sistem portal hipotalamus-hipofisis untuk menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan 2

hormon gonadotropin, LH dan FSH. FSH menstimulasi sel sertoli untuk memproduksi paracrine

growth factor untuk mendukung terjadinya spermatogenesis. FSH juga menstimulasi produksi

inhibin sebagai respon dari spermatogenesis yang aktif. Androgen membantu spermatogenesis

melalui sel sertoli dan kadar androgen yang tinggi di testis sangat penting untuk

spermatogenesis. Sel Leydig menghasilkan testosteron dibawah stimulasi dari LH. Konsentrasi

testosteron di tubulus seminiferus adalah 80-100 kali lebih besar dibandingkan di sirkulasi6.

Testosteron yang berada di sirkulasi memberikan umpan balik negatif pada produksi LH dan

FSH oleh hipofisis dan pada produksi GnRH oleh hipotalamus7.

Kumpulan sel sertoli membentuk tight junction yang membentuk blood-testis barrier

yang fungsinya adalah membagi tubulus seminiferus menjadi 2 kompartemen untuk

perkembangan spermatozoa7. Kompartemen yang berada di bawah tight junction memiliki


kontak dengan sirkulasi dan merupakan sebuah ruangan dimana terjadi perkembangan

spermatogonia menjadi spermatosit primer. Fusngi sel sertoli antara lain, menciptakan

lingkungan untuk germ cell dapat berkembang menjadi dewasa, memberikan signal untuk

terjadinya spermatogenesis dan mempertahankan perkembangan spermatid, meregulasi kelenjar

hipofisis dan mengontrol spermatogenesis7. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sel sertoli bersama

dengan sel leydig merupakan 2 tipe sel yang memegang peran penting untuk fungsi testis.

Penis terdiri dari 2 kompartemen fungsional, korpus kavernosum dan korpus

spongiosum6. Korpus kavernosum adalah korpus yang berpasangan, strukturnya berbentuk

silinder dan merupakan bagian dari penis yang berfungsi untuk terjadinya ereksi6. Korpus

kavernosum memiliki lapisan yang keras pada bagian luarnya yang disebut tunica albuginea dan

jaringan sinusoid yang berbentuk seperti spons yang nantinya terisi oleh darah saat terjadi ereksi.

Jaringan sinusoid dipersarafi oleh nervus kavernosa yang merupakan saraf otonom yang berasal

dari pleksus hipogastrik dan berfungsi penting untuk ereksi. Pada bagian yang lebih rendah

terdapat korpus spongiosum yang mengelilingi uretra. Korpus spongiosum tidak mempunyai

lapisan tunika yang sama dengan korpus kavernosum, sehingga korpus spongiosum tidak

memberikan efek yang sama saat terjadi ereksi6.

Gambar 7. Korpus kavernosum dan spongiosum pada penis


Fisiologi

Testes mensekresikan 2 hormon steroid yaitu, testosteron dan dihidrotestosteron6.

Testosteron, sebuah hormon steroid dengan rantai C19, disintesis dari kolesterol oleh sel leydig di

testes dan dari androstenedion yang disekresi oleh korteks adrenal6. Mayoritas testosteron diikat

oleh sex-hormone-binding globulin (SHBG) dan sisanya terikat oleh albumin, hanya sekitar 2%

yang tidak terikat oleh apapun dan berada di sirkulasi6. SHBG disintesis di hati dan dapat

meningkat pada beberapa kondisi klinis. Efek dari peningkatan SHBG di sirkulasi adalah untuk

menurunkan bioavalaible dari fraksi testosteron sehingga, jika kadar total serum testosteron

normal, terjadi hypogonadism pada jaringan karena protein pengikat. Yang peling sering

menyebabkan peningkatan pada SHBG adalah disfungsi hati, hiperesterogenemia, obesitas dan

penuaan6.

Dihidrotestosteron adalah turunan dari sekresi langsung dari testes (sebanyak 20%) dan

dari konversi di jaringan perifer (sebanyak 80%)7. DHT berada di sirkulasi aliran darah.

Testosteron dan DHT yang berada di sirkulasi darah melewati membran dari sel target dan

masuk kedalam sitoplasma. Testosteron lalu dikonversi menjadi DHT yang lebih poten didalam

sel target. Testosteron atau DHT lalu berikatan dengan reseptor androgen dan membentuk

kompleks. Kompleks ini kemudian ditransport menuju nukleus sel target, dimana kompleks ini

akan berikatan dengan DNA dan menyebabkan sintesis mRNA.

Pada janin, androgen dibutuhkan untuk diferensiasi dan perkembangan normal dari alat

genitalia internal dan eksternal laki-laki6. Selama masa pubertas, androgen dibutuhkan untuk

pertumbuhan normal sturktur genitalia pria, termasuk skrotum, epididimis, vas deferens, vesikula

seminalis, prostat dan penis. Pada saat dewasa, androgen bersama dengan estrogen menyebabkan

pertumbuhan tulang dan otot yang cepat. Androgen juga berfungsi untuk perkembangan

karakteristik seks sekunder6. Pada orang dewasa juga membutuhkan androgen untuk stimulasi

eritropoiesis, empertahankan struktur tulang dan masa otot, serta mempertahankan libido dan

fungsi ereksi pada pria6.


Edstradiol diproduksi dari aromatisasi testosteron di sirkulasi perifer 6. Enzim aromatase

muncul dalam jumlah yang sangat banyak di jaringan lemak. Maka, obesitas dapat meningkatkan

konversi testosteron sehingga menyebabkan hiperesterogenemia, hipogonadisme dan penurunan

regulasi aksis hipotalamus-hipofisis-gonad7.

Etiologi

Mikropenis adalah sebuah kondisi yang merupakan akibat dari gangguan hormon yang

terjadi pada usia kehamilan setelah 12 minggu4,5. Mikropenis adalah sebuah anomali genitalia yang

terjadi karena defisensi hormon testosteron yang mngakibatkan pertumbuhan dan perkembangan

pernis terhambat.

Defisiensi hormon testosteron tidak hanya menyebabkan terhambatnya perkembangan

penis, tetapi juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lain

yang menjadi target dari hormon testosteron seperti, testis yang menjadi kecil. Pasien dengan

mikropenis harus diberikan pengawasan ketat terhadap gangguan endokrin lainnyan dan anomali

organ sistem saraf pusat. Pertumbuhan tulang yang terhambat, anosmia, kesulitan belajar, dan

defisiensi hormon adenokortikotropik dan thyrotropin memiliki hubungan dengan mikropenis4.

Secara garis besar, penyebab dari mikropenis dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar

yaitu, hypogonadotropic-hypogonadism (gangguan hipofisis/hipotalamus), gangguan testis, dan

idiopatik4.

1. Defisiensi sekresi testosteron

A. Hipergonadotropik-hipogonadisme (gangguan gonad primer).

Pada gangguan gonad primer terjadi produksi androgen yang tidak adekuat karena defisiensi salah satu

enzim sintesis testosteron. Ditandai dengan peningkatan konsentrasi gonadotropin yang disebabkan

tidak adanya umpan balik negatif dari steroid seks gonad. Penyebab terbanyak biasanya

dihubungkan dengan kelainan kariotipe dan somatik, seperti anorchia, sindrom Klinefelter dan Poly

X, disgenesis gonad, defek hormon luteinezing, defek genetik pada steroidogenesis testosteron,
sindrom Noonan, Trisomi 21, sindrom Robinow, sindrom Bardet Biedl, atau sindrom Laurence

Moon.

B. Hipogonadotropik-hipogonadisme (gangguan gonad sekunder).

Keadaan ini disebut juga gangguan gonad sekunder, sehingga diperlukan terapi pengganti (replacement

therapy) yang menetap (irreversible). Contoh gangguan gonad sekunder adalah sindrom Kallman,

defisiensi hormon pituitari lain, sindrom PraderWilli, sindrom LaurenceMoon, sindrom Bardet-

Biedl, dan sindrom Rud.

2. Defek pada aksi testosteron.

Kelainan yang termasuk defek aksis testeron adalah defisiensi hormon pertumbuhan atau insulin

like growth factor I, gangguan reseptor androgen, defisiensi 5reduktase dan sindrom fetal

hidantoin.

3. Idiopatik

Mikropenis idiopatik dapat ditegakkan jika fungsi jaras hipotalamus gonad normal, penambahan

panjang penis yang mendekati normal sebagai respon terhadap pemberian testosteron eksogen, dan

adanya maskulinisasi normal pada masa pubertas.

Obesitas juga memiliki pengaruh terhadap kejadian mikropenis. Status gizi merupakan

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan seksual seorang anak. Pertumbuhan dan

perkembangan penis dipengaruhi oleh hormon testosteron yang disekresi oleh sel Leydig di testis4.

Jika dikaitkan dengan metabolisme hormon, testosteron memiliki hubungan dengan metabolisme

lemak. Tebal lipatan lemak pada anak dengan obesitas di daerah mons pubis menunjukkan

konsentrasi timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak ini dapat meningkatkan produksi
kompleks aromatase yang akan mengkatalisasi perubahan testosteron menjadi estrogen4. Hal ini

menyebabkan anak dengan obesitas sering mengalami penurunan

kadar hormon testosteron, yang dapat menyebabkan mikropenis.

Patofisiologi

Pertumbuhan dan perkembangan penis terdiri dari 2 tahap, yaitu :

Tahap I (intrauterin)

Pada akhir formatif phase panjang penis hanya 3,5 mm. Oleh pengaruh testosteron penis

bertambah panjang 10 kali lipat sehingga pada saat lahir panjangnya 3,5 cm.

Tahap II (ekstrauterin)

Tahap ini sangat dipengaruhi oleh hormon testosteron (gangguan produksi, sekresi,

maupun kerja testosteron dapat memengaruhi morfogenesis dan/atau ukuran penis). Penyebab
mikropenis lebih banyak dipengaruhi oleh kejadian yang memengaruhi sekresi atau kerja

testosteron pada fase ke-2 perkembangan penis intrauterin.

Produksi testosteron fetus dan dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT) penting

untuk perkembangan pria normal. Pada masa awal gestasi, human chorionic gonadotropin (hCG)

plasenta merangsang perkembangan testis untuk menghasilkan testosteron melalui pengikatan

reseptor hormon LH9. Mendekati usia gestasi 14 minggu, axis hypothalamic-pituitary-gonadal

fetus aktif, dan produksi testosteron menurun dibawah pengaruh LH fetal 8,9. Oleh karena itu ,

pertumbuhan penis setelah trimester awal tergantung pada produksi testosteron fetal. Testosteron

dikonversi oleh enzim 5-reduktase untuk menjadi androgen DHT, yang mana bertanggung jawab

atas virilisasi genitalia eksterna pria9.

Sesaat setelah lahir, terjadi peningkatan pada hormon LH dan testosteron yang bertahan

selama 12 jam, setelah itu gonadotropin (LH-FSH) dan produksi testosteron menurun9. pada awal

umur 1 minggu, kadar gonadotropin dan testosteron mulai meningkat kembali sampai

kadar pubertas, memuncak pada umur 1-3 bulan, kemudian menurun hingga kadar prepubertas

pada usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, pertumbuhan penis berikutnya terjadi secara paralel dengan

pertumbuhan somatik umum8. Pertumbuhan hormon juga berperan dalam pertumbuhan penis

karena mikropenis telah diobservasi pada anak anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan.

Mikropenis dapat disebabkan oleh defek dimana saja sepanjang aksis hypothalamus-

hipofisis-gonad, defek pada kerja hormon androgen di organ perifer, defisiensi hormon

pertumbuhan, atau anomali struktur primer atau merupakan bagian dari sindrom genetik8.

Penyebab paling sering mikropenis adalah abnormalitas fungsi hipotalamus atau hipofisis 8. Pada

keadaan abnormalitas fungsi hipotalamus atau hipofisis, secara normal penis dapat berkembang

akibat efek hCG maternal dalam produksi testosteron fetal, tetapi pertumbuhan penis adekuat tidak

terjadi setelah usia gestasi 14 minggu ketika produksi testosteron tergantung pada sekresi LH

pituitari fetal9. Kegagalan produksi testosteron yang adekuat pada akhir masa gestasi akibat

gangguan testis primer dapat juga menyebabkan pertumbuhan penis yang tidak adekuat.
Mikropenis juga dapat terjadi pada anak dengan defek pada reseptor LH dan hormon biosintesis

testosteron seperti pada defisiensi hormon 17-hidroksisteroid dehidrogenase.

Defek pada kerja androgen termasuk defisiensi 5 reduktase (kegagalan konversi

testosteron menjadi DHT) dan parsial androgen insensitivity syndrome (PAIS) akibat defek

reseptor androgen. Namun, kebanyakan anak dengan kondisi ini memiliki derajat bervariasi

penyatuan labioskrotal inkomplit, menyebabkan hipospadia dan ambiguitas genital.

Saat mikropenis berkaitan dengan hipopituitarisme dan hipoadrenalisme, fetus dapat

berkembang menjadi hipoglikemia, abnormalitas elektrolit, hipotensi, dan syok8.

Bayi dengan hipoplasi nervus optik atau aplasia harus mendapat perhatian khusus sebab

defek ini dapat bermaksud defisiensi hormon-hormon hipofisis10. Hipoplasia nervus optik adalah

sebuah kelainan perkembangan sistem saraf. Diketahui bahwa hipoplasia nervus optik disebabkan

oleh adanya gangguan pada input inhibitorik atau peningkatan pada input eksitatorik pada GnRH,

yang menyebabkan gangguan sekresi hormon GnRH dan dapat terjadi pubertas prekoks. Pada pria,

mikropenis menjadi salah satu gejala gangguan pubertal yang paling sering ditemukan pada pasien

dengan hipoplasia nervus optik10.

Bayi-bayi yang bertahan pada periode awal kehidupan dapat menunjukan berbagai derajat

pertumbuhan buruk dan kegagalan pertumbuhan, bergantung pada potensi defisiensi hormon yang

berkaitan.

Defisiensi 5-reduktase pada Mikropenis

5-reduktase adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah testosteron menjadi

dihydrotestosterone (DHT), yang mana diyakini berfungsi dalam diferensiasi dan perkembangan

penis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Y. Z. Gad, menemukan bahwa terdapat

defisiensi enzim 5-reduktase pada pasien dengan ambigu genitalia dengan mikropenis

dibandingkan dengan pasien ambigu genitalia tanpa mikropenis11. Perubahan hormon testosteron

menjadi DHT oleh 5-reduktase memiliki peran besar pada maskulinisasi genitalia eksterna laki-
laki dan perkembangan penis. Gangguan pada fungsi 5-reduktase terjadi karena mutasi genetik,

yaitu gen 5-reduktase-2 yang terletak pada kromosom 2 lengan pendek11. Selain itu, dapat juga

disebabkan oleh defek pada reseptor androgen, dimana androgen berfungsi untuk memodulasi

enzim 5-reduktase11.

Pasien dengan resistensi androgen perifer yang disebabkan oleh 5-reduktase, akan

tampak lebih feminim atau akan mengalami ambigu genitalia eksterna yang berat.

Mutasi gen AR pada mikropenis

Sindrom insensitivitas androgen (AIS) atau yang dulu dikenal sebagai feminisasi testes

(testicular feminization), adalah sebuah kondisi X-linked resesif yang mengakibatkan kegagalan

maskulinisasi alat genitalia eksterna pria secara normal12. Kegagalan maskulinisasi ini dapat

muncul sebagai sindrom insesitivitas androgen total (CAIS) atau sindrom insensitivitas androgen

sebagian (PAIS), tergantung dari jumlah residu dari fungsi reseptor.

Dasar dari etiologi sindrom insensitivitas androgen adalah terjadinya mutasi pada gen

AR12. Gen AR ini berada di kromoson X lengan panjang. Mutasi pada gen AR ini dapat

menyebabkan berbagai macam gangguan fungsi, mulai dari hilangnya reseptor di permukaan sel

secara total dikarenakan proses sintesis protein yang tidak sempurna sampai pada, gangguan pada

afinitas ikatan substrat12. Gangguan pada afinitas ikatan substrat ini akan menyebabkan hilangnya

transmisi signal, meskipun jumlah reseptor pada permukaan sel mencukupi.

Kehilangan fungsi dari gen AR karena terjadinya mutasi berarti bahwa, walaupun sintesis

androgen berjalan baik dan jumlahnya mencukupi, tidak terjadi kejadian postreceptor yang

memediasi efek dari hormon androgen pada jaringan. Dengan kata lain, androgen yang dihasilkan

tidak dapat berfungsi di jaringan walaupun jumlah androgen dan reseptornya mencukupi. Hal ini

akan memunculkan manifestasi seperti, kegagalan maskulinisasi genitalia eksterna pria pada masa

prenatal, tidak tumbuhnya rambut pubis dan rambut ketiak, dan tidak terjadinya perubahan suara

pada masa pubertas.


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee et al, mutasi gen AR cukup jarang ditemukan

pada pasien dengan mikropenis12. Dari 45 orang dengan mikropenis pada penelitian, hanya 1 orang

yang ditemukan memiliki sindrom insensitivitas androgen12. Pada penelitian ini penemuan mutasi

gen AR yang jarang pada mikropenis adalah pada kelainan strukturalnya. Hal ini tentu tidak

mengejutkan karena, mikropenis merupakan penyakit yang bersifat heterogen, dipengaruhi oleh

faktor genetik dan faktor lingkungan. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan terhadap

fungsi-fungsi hormon hipofisis yang lain seperti tes untuk hormon hCG dan GnRH. Gangguan-

gangguan yang melibatkan produksi androgen di sel Leydig dan yang mengganggu kerja androgen

di genitalia eksterna pria, juga tidak terdeteksi dalam penelitian ini12. Hal ini menjelaskan bahwa

mungkin saja kelainan fungsional dari mutasi gen AR dapat ditemukan pada mikropenis

dibandingkan kelainan struktural.

Anamnesis

Hipoglikemia neonatus, sering pada 24 jam pertama kehidupan, berkaitan dengan

defisiensi hormon pituitari lainnya, termasuk pan-hypopituitarism, defisiensi hormon

pertumbuhan, dan insufisiensi adrenal4. Ciri lainnya dapat berkaitan dengan hipopituitarisme

selama masa neonatus, kelahiran sungsang, hipoplasia atau aplasia nervus optik, nistagmus, atau

defek midline, dan kolestasis dengan hiperbilirubinemia direk berkepanjangan.

Pertumbuhan yang buruk atau gagal tumbuh juga berkaitan dengan defisiensi hormon

pituitari lainnya. Indera penciuman yang abnormal (anosmia atau hyposmia) memberi kesan

Kallmann syndrome (hypogonadotropic-hypogonadism dengan olfaktori yang abnormal)4.

Pada riwayat keluarga ditemukan adanya riwayat lahir mati atau hipospadia,

kriptorkidismus, infertilitas, atau kelainan kongenital ke arah kelainan genetik yang diturunkan4.

Pada riwayat obstetrik ditemukan penurunan gerakan janin atau otot bayi yang lemas waktu

dilahirkan, pada sindrom Prader-Willi4.

Pemeriksaan Fisik
Mikropenis adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada laki-laki yang memiliki

kromosom seks XY4. Karakteristik mikropenis pada pemeriksaan fisik adalah terlihat penis yang

berukuran kecil dan terdapat penyatuan kulit dibagian tengah penis. Mikropenis dapat

menunjukkan keadaan teregang atau flaccid, tergantung pada panjang batang penis atau saat

dilakukan pemeriksaan penis sedang ereksi atau tidak ereksi.

Pada mikropenis ditemukan skrotum dan dalam keadaan baik. tetapi terkadang dapat

ditemukan skrotum yang perkembangannya tidak sempurna (hypoplastic)4. Dapat juga ditemukan

testes didalam skrotum, tetapi sering ditemukan tidak berfungsi dengan baik4.

Dapat juga dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya dismorfik atau defek kongenital

lainnya. Termasuk juga dapat dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya cleft lip atau cleft

palatum4.

Pertumbuhan pasien juga harus diperhatikan. Perkembangan yang abnormal dapat

mengindikasikan defisiensi hormon pertumbuhan dengan atau tanpa defisiensi hormon hipofisis.

Pengukuran stretched penile length

Mikropenis dapat ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata 2.5 SD4. Cara

mengukur penis sebaiknya dilakukan dalam keadaan penis diregang (stretched)13. Inspeksi

keadaan genitalia secara umum harus dilakukan sebelum pengukuran dimulai. Penderita

dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glans penis dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari,

ditarik secara vertikal sejauh mungkin. Kemudian diukur panjang penis mulai dari basis penis

(pubis) hingga glans penis, preputium tidak ikut diukur13.

Hasil pengukuran tersebut akan dibandingkan dengan ukuran panjang penis secara statistik

menurut usia anak. Bila hasil pengukuran penis anak dibawah 2.5 SD maka panjang penis anak

tersebut termasuk dalam mikropenis13. Bila panjang penis anak tersebut berada diantara 2.5 SD

dan ukuran normal sesuai usianya maka termasuk dalam penis kecil (small penis)13.
Gambar 12. Cara mengukur panjang penis teregang (SPL)
Gambar 13. Nilai normal SPL menurut umur

Laboratorium

Analisis kromosom direkomendasikan untuk konfirmasi kromosom seks dan untuk

mengevaluasi adanya keterkaitan sindrom genetik4. Bila dicurigai adanya Prader-Willi syndrome,

pada analisis kromosom ditemukan delesi pita 15q11-13 secara paternal (70%), disomy

unipaternal maternal (25%), atau defek methylation-specific paternal (5%)4.

Peneriksaan serum hormon gonadotropin, testosteron, DHT, dan prekursor testosteron

juga dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar hormon pituitari lainnya juga perlu untuk diperiksa.

Pemeriksaan ini dapat membantu mengetahui sudah berada pada level mana penyebab mikropenis

pada aksis hypothalamic-pituitary. Pemeriksaan fungsi testis juga perlu dilakukan untuk

mengevaluasi fungsi endokrin secara sentral. Serum testosteron diperiksa sebelum dan sesudah

diberikan hCG4. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan hCG secara intramuskular dengan

dosis 1.000 units untuk 3 hari atau 1.500 units setiap 2 hari selama 14 hari 4. Kadar testosteron <

300 ng/dL mengindikasikan adanya disgenesis gonad4. Jika kadar LH dan FSH meningkat dan

tidak ada peningkatan kada testosteron setelah diberikan hCG, maka dapat dipikirkan adanya

insufisiensi testis4. Sebagai tambahan, pemeriksaan 17-hydroxyprogesterone,

dehydroepiandrosterone dan androstenedione sebelum atau setelah stimulasi hCG daapt

dilakukan untuk mencari gangguan enzim dalam pembentukan testosteron

Inhibin B and AMH, yang juga dikenal sebagai Mullerian-inhibiting hormone, diproduksi

oleh sel sertoli fungsional dan pemeriksaan kadarnya di darah dapat mendeteksi fungsi jaringan

testis. Kadar AMH yang rendah dan kadar inhibin B normal mengindikasikan adanya sindrom

duktus Mullerian persisten4.

Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, kadar growth hormone dan kortisol dapat diukur

setelah stimulasi glukagon. Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, ukur kadar tiroid total dan

free thyroxine (T4) untuk mencari adanya hypothyroidism. Kadar Thyrotropin-stimulating


hormone (TSH) rendah pada hypothyroidism sekunder dan tersier.

Pencitraan

Pada keadaan ambiguitas genital, USG pelvis dapat dilakuka. Adanya uterus dan ovarium

menguatkan sebagai bayi perempuan yang virilisasi (46,XX)4. Jika mencurigai hipopituitarisme,

MRI kepala harus dilakukan untuk mengevaluasi daerah hipotalamus dan pituitari. Pada Kallmann

syndrome, abnormalitas sistem olfaktorius dapat terlihat. MRI kepala juga dapat digunakan untuk

mendeteksi adanya defek struktur midline, seperti pada pituitary stalk dysplasia syndrome. Jika

dicurigai terdapat diabetes insipidus sentral dapat ditemukan hilangnya bright spot dari hipofisis

pada MRI.

Tata Laksana

Tujuan tata laksana mikropenis adalah untuk menambah ukuran penis sehingga dapat

mencapai ukuran normal sesuai dengan usianya dan tidak menyebabkan malu saat pasien dilihat

oleh orang lain. Selain itu juga, untuk membuat pasien memiliki fungsi seksual normal, dan juga

untuk membuat pasien mampu buang air kecil dengan berdiri.

Terapi testosteron

Testosteron mengatur perkembangan dan pemeliharaan organ seks pria dan karakteristik

sekunder seks pria. Testosteron juga berperan dalam menghasilkan efek sistem anabolik untuk

meningkatkan erythropoietin, produksi protein, dan retensi kalsium.

Terapi testosteron diberikan dalam jangka waktu pendek untuk mengevaluasi respon dari

perkembangan penis. Testosteron dapat diberikan secara intramuskular atau topikal 4. Dosis yang

diberikan adalah 4 dosis 25mg testosteron testosteron ccypionate atau enanthate 1 kali pemberian

setiap 3 minggu selama 3 bulan4. Terapi testosteron secara luas ditemukan efektif dalam mengobati

mikropenis akibat defisiensi testosteron dan memiliki efek samping yang minimal. Namun, pada
pemberian testosteron dapat terjadi peningkatan laju pertumbuhan dan peningkatan bone age4.

Pada tahun 1999, Bin-Abbas et al menunjukan bahwa 1 atau 2 dari 3 injeksi testosteron

(25-50 mg) di berikan dalam interval 4 minggu pada masa infant atau masa anak cukup

meningkatkan ukuran penis mencapai ukuran sesuai usia. Regimen yang digunakan testosteron

cypionate atau enanthate (Andro-LA, Delatest, Depo-Testosterone) dengan dosis,

Pemberian pada Dosis/Administrasi Durasi

Bayi 25 mg (IM) 1x/bulan dalam 3-6 bulan

Anak 50 mg (IM) 1x/bulan dalam 3-6 bulan

Inisiasi Pubertas 40-50mg/m2/dosis (IM) Setiap bulan

Fase pertumbuhan akhir 100mg/m2/dosis (IM) Setiap bulan

Pemeliharaan virilisasi 100mg/ m2/dosis (IM) Setiap 2 minggu

Umumnya respon yang baik adalah peningkatan 100% pada panjang penis4. Tetapi, ada

beberapa penelitian yang menganggap peningkatan 3.5 cm pada panjang penis setelah injeksi

testosteron termasuk respon yang baik.

Terapi testosteron topikal cukup efektif pada masa infant. Arisaka et al menemukan

adanya peningkatan pada panjang penis pada 50 anak, anatara usia 5 bulan sampai 8 tahun, yang

diberikan krim testosteron 5% selama 30 hari15. Testosteron yang diabsorbsi oleh kulit dapat

meningkatkan stimulasi sekresi hormon pertumbuhan (GH) oleh kelenjar hipofisis dan

meningkatkan pertumbuhan tulang dengan meningkatkan produksi insulin-like growth factor-115.


Terapi 5- dihydrotestosterone (DHT) topikal

Pada pasien masa prapubertas dengan insensitifitas androgen, pemberian gel DHT secara

topikal pada regio periskrotal 3 kali dalam sehari selama 5 minggu menunjukkan peningkatan

kadar serum DHT4. Terapi ini juga efektif pada pasien dengan 5-reductase deficiency. Efek

samping yang dilaporkan dari penggunaan terapi ini minimal, seperti iritasi kulit ringan. Terapi ini

dapat menjadi alternatif pada pasien yang tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi

testosteron.

Pemberian LH-FSH

Pemberian LH-FSH rekombinan pada pasien dengan hypogonadotropic-hypogonadism

menunjukkan peningkatan panjang penis walaupun tidak terlalu signifikan4. Main et al melaporkan

terdapat peningkatan panjang penis sebesar 1.6-2.4 cm dan 170% peningkatan volume testis yang

dievaluasi dengan USG pada pasien dengan mikropenis yang diberikan rekombinan LH-FSH

secara subkutan 20 dan 21.3 IU 2 kali dalam seminggu selama 6 bulan. Terdapat juga peningkatan

kadar hormon LH, FSH dan inhibin B. Efek samping pemberian terapi ini adalah, peningkatan

pertumbuhan rambut tubuh, peningkatan pigmentasi dan muntah interniten.

Pembedahan

Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak mencapai panjang

penis yang adekuat sesuai umur setelah pemberian terapi hormonal atau obat14. Pembedahan

rekonstruksi yang pertama kali dilakukan pada pasien mikropenis, dilaporkan oleh Hinman pada

awal tahun 197014. Pada tahun 1980 ditemukan teknik pembedahan baru dimana, rekonstruksi

dilakukan dengan mengganti bagian fasikutaneus penis dengan arteri radialis di lengan14. Beberapa

teknik lainnya juga diperkenalkan seperti mengganti dengan bagian osteokutaneus fibula, scapula,

dinding abdomen bagian suprapubik, dan otot rektus abdominis vertikal, namun teknik yang paling
banyak digunakan adalah yang berasal dari arteri radialis di lengan14.

Penegasan jenis kelamin dapat dilakuakn dengan teknik pembedahan genitoplasty14.

Karena kebanyakan anak laki-laki dengan mikropenis dan descended testes sensitif terhadap

terapi testosteron, dipertimbangkan genitoplasty hanya pada keadaan ekstrim yang mana terjadi

insensitivitas testosteron4,14.

Sirkumsisi sebaiknya dihindari, atau paling tidak ditunda4, hingga evaluasi yang tepat,

penegasan jenis kelamin, dan terapi selesai. Bila berkaitan dengan pertumbuhan penis, terapi

testosteron dapat memudahkan sirkumsisi.

Prognosis

Prognosis laki-laki dengan mikropenis akibat defisiensi gonadotropin atau testosteron biasanya baik.
Individu ini secara umum memberi respon baik terhadap terapi testosterone dan berfungsi normal
sebagai seorang yang dewasa. Namun, walaupun ukuran penis berpotensi memiliki ukuran yang
mendekati normal dan sensitif, infertilitas biasanya dapat terjadi. Prognosis lebih buruk
ditemukan pada anak dengan insensitivitas androgen, terutama dengan ambiguitas genital.

6. FIMOSIS

A. Definisi

Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal
sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena
terdapt adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.

B. Etiologi

1. Pada fimosis kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya jaringan


parut di prepusium yang biasanya muncul karena sebelumnya terdapat
balanopostitis.

2. Ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.


C. Patologi

Pada fimosis dapat terjadi 2 penyulit yaitu balanopostitis kronik dan residif serta
kesulitan miksi. Pada balanopostitis terjadi peradangan pada permukaan preputium dan
glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan
prepusium. Hal ini dapat diperparah lagi dengan balanopostitis sukar sembuh karena tindak
hygiene biasa untuk membersihkan glans dan permukaan dalam prepusium tidak dapat
dilakukan. Sudah tentu retensi smegma akan berperan dalam proses ini. Risiko
perkembangan malignitas kulit glans penis atau dalam prepusium sangat meningkat pada
fimosis.

D. Manifestasi Klinis

Sulit kencing, pancaran urin mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis


pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urin. Hygiene local yang kurang bersih
menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis
(balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopostitis).

E. Prinsip Diagnosis

Diagnosis phimosis terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan tidak ada tes
laboratorium atau pencitraan yang diperlukan. Pemeriksaan penunjang mungkin
diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau infeksi kulit pada genital. Disini dokter
harus mampu membedakan phimosis fisiologis dan phimosis patologis. Penilaian derajat
keparahan phimosis harus dilakukan.

Meuli dkk. menilai keparahan phimosis dalam 4 derajat , yaitu :

derajat I : preputium sepenuhnya dapat diretraksi, dengan cincin stenotik pada shaft penis

derajat II : preputium dapat diretraksi sebagian dengan eksposure parsial pada glans
derajat III : preputium dapat di retraksi sebagian dengan eksposure pada meatus saja

derajat IV : preputium tidak dapat diretraksi sama sekali.

Klasifikasi lain dari keparahan phimosis dikemukakan oleh Kikiros dkk. yaitu sebagai
berikut ;

derajat 0 : preputium bisa diretraksi penuh

derajat 1 : preputium dapat diretraksi penuh tapi preputium tegang di belakang glans

derajat 2 : eksposure parsial glans

derajat 3 : retraksi parsial dengan eksposure hanya pada meatus

derajat 4 : retraksi dapat dilakukan sedikit sekali dengan glans dan meatus tidak
terekspose sama sekali

derajat 5 : sama sekali tidak bisa retraksi.

F. Tatalaksana

1. Dilatasi dan Stretching

Dalam hal ini, retraksi preputium secara lembut dapat dilakukan oleh seorang dokter pada
pasien rawat jalan. Adhesiolisis tanpa pembedahan ini merupakan tindakan yang efektif, murah
dan pengobatan yang aman untuk phimosis . Campuran eutektik anestesi lokal (EMLA) dapat
digunakan sebelum upaya release adhesi preputium . He dan zhou menggunakan balon kateter
yang dirancang khusus dengan menggunakan anestesi lokal pada 512 anak laki-laki dan 100%
berhasil. Teknik ini sederhana, aman, murah, tidak menyakitkan dan memberikan efek trama
lebih ringan daripada sirkumsisi. Hal ini ditemukan lebih menguntungkan digunakan pada
terapi anak-anak tanpa fibrosis atau infeksi . Terapi kombinasi menggunakan peregangan
(stretching) dan steroid topikal juga telah membuahkan hasil yang memuaskan.

2. Alternatif Bedah konservatif

Merupakan terapi alternatif konservatif selain sirkumsisi dengan banyak komplikasi,


masalah dan risiko . Preputioplasty adalah istilah medis untuk operasi plastik pada preputium
phimosis. Prosedur ini memiliki penyembuhan keluhan nyeri yang lebih cepat, morbiditas yang
lebih sedikit, biaya yang lebih ringan dan menyediakan preservasi lebih pada kulit preputium,
menjaga erotis dan fungsi fisiologis seksual . Kelemahannya adalah phimosis dapat kambuh
kembali . Dorsal slit dengan transversal closure banyak direkomendasikan karena merupakan
tindakan yang simpel dan hasilnya memuaskan. Prosedur lateral yang dijelaskan oleh Lane dan
South memberikan kosmetik yang memuaskan. Frenulotomy dan meatoplasty juga
memberikan hasil yang baik. Beberapa prosedur seperti Y and V plasty (Ebbehoj prosedur)
merupakan prosedur yang kompleks dan memerlukan keahlian khusus. Oleh karena itu
prosedur ini tidak banyak dipakai.

3. Sirkumsisi

Dalam hal ini, preputium benar-benar dipotong. Sirkumsisi adalah salah satu operasi tertua
yang dikenal manusia yang berawal dari upacara keagamaan. Namun secara bertahap menjadi
prosedur rutin pada neonatus di Amerika Serikat dan di beberapa negara eropa sehubungan
dengan kebersihan penis yang dilaporkan dapat mencegah kanker. Sirkumsisi akan
menyembuhkan dan mencegah kekambuhan phimosis . Hal ini juga mencegah episode lebih
lanjut dari balanoposthitis dan menurunkan kejadian infeksi saluran kemih . Komplikasinya
antara lain berupa nyeri, penyembuhan luka yang relative lebih lama, perdarahan, infeksi,
trauma psikologis dan biaya yang lebih tinggi .

Selain itu, sirkumsisi dapat menyebabkan pembentukan keloid, meskipun sangat jarang terjadi.
Kemungkinan penurunan seksual pada laki-laki yang dilakukan sirkumsisi dan pasangannya
telah dilaporkan karena hilangnya jaringan sensitif seksual. Dengan munculnya prosedur bedah
plastik yang lebih baru untuk phimosis, sirkumsisi banyak ditinggalkan di eropa dan amerika.
Sirkumsisi harus dihindari pada anak-anak dengan anomali genital dimana preputium mungkin
diperlukan untuk operasi korektif di kemudian hari.

4. Terapi lain

Pemberian antibiotik, injeksi steroid intralesi, terapi laser karbondioksida, dan


preputioplasty radial atau dengan injeksi intralesi steroid semuanya telah dijelaskan sebagai
terapi untuk phimosis, tetapi tidak ada percobaan terkontrol acak yang tepat dari keberhasilan
mereka dan hasil jangka panjangnya.

G. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat fimosis, yaitu :

Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih


Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi
sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
kerusakan pada ginjal.
Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.
7. AMBIGUS GENITALIA

1. Disorders of Gonadal Differentiation


Seminiferous tubule dysgenesis (Klinefelter syndrome)
46,XX male
Syndromes of gonadal dysgenesis
Turner syndrome
Pure gonadal dysgenesis
Mixed gonadal dysgenesis
Partial gonadal dysgenesis (dysgenetic male pseudohermaphroditism)
Bilateral vanishing testis/testicular regression syndromes
2. Ovotesticular DSD (True Hermaphroditism)
3. 46,XX DSD (Masculinized Female)
Congenital adrenal hyperplasia (21-hydroxylase, 11-hydroxylase, 3-hydroxysteroid
dehydrogenase deficiencies)
Maternal androgens
4. 46,XY DSD (Undermasculinized Male)
Leydig cell agenesis, unresponsiveness
Disorders of testosterone biosynthesis
Variants of congenital adrenal hyperplasia affecting corticosteroid and testosterone synthesis
StAR deficiency (congenital lipoid adrenal hyperplasia)
Cytochrome P450 oxidoreductase (POR) deficiency
3-Hydroxysteroid dehydrogenase deficiency
17-Hydroxylase deficiency
Disorders of testosterone biosynthesis
17,20-Lyase deficiency
17-Hydroxysteroid oxidoreductase deficiency
Disorders of androgen-dependent target tissue
Androgen receptor and postreceptor defects
Syndrome of complete (severe) androgen insensitivity
Syndrome of partial androgen insensitivity
Mild androgen insensitivity syndrome (MAIS)
Disorders of testosterone metabolism by peripheral tissues
5-Reductase deficiency
Disorders of synthesis, secretion, or response to mullerian inhibiting substance
Persistent mullerian duct syndrome
5. Unclassified Forms
In females
Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser syndrome

Sindrom Klinefelter

Menggambarkan kelainan paling lazim dalam diferensiasi seksual dengan angka kejadian
1:600. Dikatakan menderita sindrom Klinefelter jika memiliki sedikitnya satu kromosom Y
dan sedikitnya dua kromosom X.

Kelainan ini terjadi akibat terjadinya nondisjuction pada saat meiosis


Pada 47 XXY dewasa, tubulus seminiferus mengalami degenerasi dan digantikan oleh jaringan
hyalin. Hasilnya testis kecil padat. Sel Leydig bergerombol di beberapa tempat dan jumlahnya
diperkirakan kurang dari normal. Kadar testosteron serum rendah dari normal dan kadar
gonadotropin meningkat. Estradiol plasma cenderung meningkat dan menyebabkan
ginekomastia. Sebagian besar azoospermia, dan adanya sperma menandakan adanya mozaik
46 XY / 47 XXY

Produksi androgen yang rendah menyebabkan ciri sekunder tidak muncul. Perkembangan otot
buruk. Distribusi lemak menyerupai perempuan. Rambut pubis dan aksilla mungkin normal
tetapi rambut wajah minim. Pasien bertubuh tinggi dari rerata karena panjang kaki yang
disproporsional.

Tatalaksana berupa terapi hormon testosteron, reduction mammoplasty, penapisan tumor testis
dan karsinoma mammae.

Risk of Germ Cell Malignancy According to Diagnosis


RISK GROUP DISORDER MALIGNANCY RISK, %
High GD*(+Y) intra-abdominal 15-35
PAIS nonscrotal 50
Frasier 60
Denys-Drash (+Y) 40
Intermediate Turner (+Y) 12
17-hydroxysteroid 28
GD (+Y) scrotal Unknown
PAIS scrotal gonad Unknown
Low CAIS 2
Ovotesticular DSD 3
Turner (-Y) 1
*Gonadal dysgenesis (including not further specified, 46,XY, 46,X/46,XY, mixed, partial,
and complete).
GBY region positive, including the TSPY (testis-specific protein Y encoded) gene.
CAIS, complete androgen insensitivity syndrome; PAIS, partial androgen insensitivity
syndrome.
From Lee PA, Houk CP, Ahmed F, et al. Consensus statement on management of intersex
disorders. Pediatrics 2006;118:e488e500.

Gangguan pada reseptor androgen merupakan penyebab paling lazim pada 46 XY DSD.

Androgen Insensitivity Syndrome

Angka kejadian 1:20.000 1:60.000 kelahiran dan diturunkan terkait kromosom X

Dibagi menjadi dua tipe yaitu komplet dan parsial.

Pada yang komplet, ditemukan fenotipe genitalia eksterna perempuan tanpa derivat duktus
Mullerian, karyotipe 46 XY, dan terdapat testes bilateral serta tidak ada rambut pubis maupun
rambut aksilla. Oleh karena derivat duktus Mullerian tidak ada, praktis ovarium dan uterus
tidak ada, sehingga pasien akan datang dengan keluhan berupa amenorrhea primer. Dapat pula
ditemukan hernia inguinalis yang berisi testis.

Tatalaksana dapat berupa orchiectomy setelah pubertas, terapi hormon estrogen/progestin


siklik, vaginoplasty.

Pada yang parsial, ditemukan genitalia ambigu dengan berbagai derajat. Pada kasus klasik
didapat laki-laki dengan hipoospadia perineoskrotal, kriptorkidismus, struktur duktus Wolffian
yang rudimenter, ginekomastia, dan infertilitas. Tatalaksana berupa penyesuaian jenis kelamin
mengacu pada derajat virilisasi genitalia eksterna.

8. UNDENSENSUS TESTIS
1. DEFINISI

Undescended testis (UDT) atau kryptorkismus merupakan kondisi ketika testis tidak
berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur
penurunan testis yang normal. UDT adalah kelainan kongenital tersering yang ditemukan
pada anak laki-laki.

2. EPIDEMIOLOGI
Insidens dari UDT bisa mencapai 3-6% pada bayi yang lahir cukup umur dan bisa
meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT
unilateral.

3. PATOFISIOLOGI/ETIOLOGI
A. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan
mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum
akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika testis telah berada di
kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi.
B. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis
tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin.
C. Defisiensi stimulasi hormonal/endokrin
Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet.
Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adekuatnya
HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel
Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.

4. FAKTOR RESIKO
A. BBLR (kurang 2500 mg)
B. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
C. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
D. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
E. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
F. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

5. GEJALA KLINIS

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai
testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas.
Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis
maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis.

6. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


A. Anamnesis
Tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri testis
karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada anamnesis,
tentukan:
Tentukan apakah tesetis pernah teraba di skrotum atau tidak
Riwayat operasi daerah inguinal
Riwayat prenatal: terapi hormonal pada inu, kehamilan kembar, prematuritas
Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, pubertas prekoks
B. Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Penentuan lokasi testis.
2. Penentuan apakah testis palpabel.
Bila palpable, ada beberapa kemungkinan yaitu testis retraktil, UDT, testis ektopik, serta
sindrom ascending testis. Bila impalpable, kemungkinannya ialah intrakanalikuler,
intraabdominal, atrofi testis, dan agenesis

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang
diperlukan. Seperti:
A. Pemeriksaan laboratorium
- Pada pasien 3 bulan atau kurang dilakukan pemeriksaan LF, FSH, dan
testosteron untuk menentukan ada testis atau tidak
- Pada pasien diatas 3 bulan dapat dilakukan tes stimulasi hCG
B. Pemeriksaan imajing
Pemeriksaan USG, CT, dan MRI dapat mendeteksi daerah inguinal, akan tetapi testis
didaerah ini juga cukup palpable. Akurasi USG dan CT akan menurun menjadi 0-
50% pada kasus testis intraabdomen, sedangkan MRI memiliki akurasi mencapai
90%.

8. DIAGNOSIS BANDING
A. Testis retraktil
B. Anorkismus
C. Testis atrofi
D. Testis ektopik

9. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya,
baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika
dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2
tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk
melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Medikamentosa Obat yang sering
dipergunakan adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.
- Operasi
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah:
A. Mempertahankan fertilitas
B. Mencegah timbulnya degenerasi maligna
C. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum
pubik
D. Mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis
E. Melakukan koreksi hernia
F. Psikologis

Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam


skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.
DAFTAR REFERENSI
1. Urologi. Basuki B Purnomo Spesialis Urologi SMF/Lab Ilmu Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar
Fakultas Kedokteran Univ. Brawijaya Malang. 2003 2003.
2. Buku: Embriologi Kedokteran Langman (Edisi 12), Oleh: T. W. Sadler, Penerbit: EGC
3. Djuanda A. 2013. Ilmu Kulit dan Kelamin
4. Doyoung W, Hidayat S. Buku Ajar Ilmu Bedah.
5. Harrisons Principal Internal Medicine 18th ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Anda mungkin juga menyukai