Seorang dokter muda di FK UNAND pulang dari rumah sakit dengan letih sambil
berfikir kenapa hari ini kasusnya sulit sekali dan merasa kasihan kepada anak yang
menderitanya. Tadi pagi di poliklinik ada seorang anak rujukan dari pukesmas bernama Rudi
umur 8 tahun mogok sekolah karena diolok kawannya sebab ada perbedaan pada saluran
kencingnya.Setiap Rudi kencing celananya selalu basah oleh kencing sehingga berbau pesing.
Rudi memang lahir dengan perbedaan pada kelaminnya.Saat itu bidan mengatakan ada
kelainan pada jenis kelamin Rudi yang selama ini jarang ia temukan. Namun bidan tidak
merujuk Rudi ke rumah sakit. Rudi diasuh sebagai anak laki-laki dan jenis kelamin pada akte
kelahirannya laki-laki.
Pada pemeriksaan didapatkan fisis generalis normal, pertumbuhan normal,
perkembangannormal, saat ini sekolah di kelas 3 SD dengan prestasi menengah. Pada
pemeriksaan urogenital terlihat adanya skrotum bifidum, disertai hipospadia phenoskrotal,
adanya pembukaan seperti introitus vagina dengan ukuran kecil.Teraba gonad kiri volume 2
ml dan gonad kanan tidak teraba. Ukuran phallus 2,5 cm disertai ada khordae.
Dokter menjelaskan kepada ibuRudi bahwa saat ini belum bisa memastikan jenis
kelaminnya sebab terdapat gangguan diferensiasi genitalia antara lain mikropenis,
undencended testis dextra, khordae, hipospadia, skrotum bifidum.Butuh pemeriksaan lanjutan
seperti analisis kromosom (karyotyping) yang mungkin akan diikuti pemeriksaan lain seperti
gen SRY, hormonal, dan genitografi. Setelah semua pemeriksaan selesai, penentuan jenis
kelamin akan dibicarakan oleh tim Penyesuaian Jenis Kelamin yang terdiri dari beberapa
disiplin ilmu kedokteran yang berkompeten, psikolog, ahli agama, dan lainnya.
Banyak pertanyaan ibu Rudi yang juga menjadi pertanyaan besar bagi dokter muda
tersebut seperti apakah yang menyebabkan kelainan ini dan bagaimana kelainan ini terjadi.
Apakah anaknya akan jadi laki laki atau perempuan? Bagaimana dengan akte yang sudah
dibuat, bagaimana di sekolah nanti kalau ternyata dia perempuan, bagaimana kalau menikah,
apakah dia akan mempunyai anak dst.
Sebagai seorang dokter bagaimana anda bisa membantu menjawab tentang persoalan kelainan
pada Rudi ?
TERMINOLOGI
1. Skrotum bifidum: kantong yang berisi testis yang membelah menjadi dua bagian atau
terpisah.
2. Hipospadia phenoscrotal: hipospadi derajat 3 dimana pembukaan uretra terletak diantara
pertemuan penis dan skrotum.
3. Introitus vagina: lubang pintu masuk vagina.
4. Phallus: penis, alat kelamin pada laki-laki. Organ genitalia externa.
5. Chordae: melengkungnya penis ke arah bawah karena kelainan kongenital. Jaringan fibrosa
dari meatus sampai glans penis.
6. Mikropenis: keadaan dimana penis tidak berkembang, ukuran kecil.
7. UDT dextra: kegagalan menurunnya testis bagian kanan.
8. Genitografi: pemeriksaan radiografi untuk melihat genitalia interna.
9. Karyotyping: untuk mengetahui jenis kelamin/genitalia berdasarkan kromosom.
10. Gen SRY: sex determining region y, gen penentu jenis kelamin laki2 yang terdapat pada
kromosom Y.
RUMUSAN MASALAH
HIPOTESA
3. Apakah ada hubungan usia dengan jenis kelamin pada kasus ini?
Hubungannya yaitu pada tatalaksana, yaitu berupa psikososial seperti proses belajar.
Karena rudi masih berusia 8 tahun, ukuran penis juga mempengaruhi perkembangannya.
4. Apakah ada hubungan penyakit Rudi dengan prestasi disekolahnya saat ini?
- Prestasi menengah: dipengaruhi faktor IQ, bisa jadi rudi lahir prematur sehingga
prestasinya menengah.
- Faktor psikis : karena lingkungan yang tidak mendukung
5. Bagaimana hubungan kondisi fisik, pertumbuhan dan perkembangan normal Rudi dengan
penyakitnya?
Umur 8 tahun, perkembangan reproduksi belum dapat dipertimbangkan.
Perkembangan sensorik dan motorik masih normal karena yang tidak normal yaitu saluran
kencing dan reproduksinya. Bukan merupakan kelainan sistem endokrin.
7. Mengapa dokter menjelaskan kepada ibu rudi bahwa ia belum bisa memastikan jenis
kelamin Rudi?
Terdapat gangguan diferensiasi genitalia interna dan ext.
Ada hipospadia, skrotum bifida, UDT, mikropenis (kemungkinan klitoris yang membesar).
8. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan analisis kromosom gen SRY, hormonal dan
genitografi?
Karena kromosom gen SRY bertujuan untuk mengetahui apakah ada genY atau tidak.
Hormonal: untuk mengetahui kadar hormon manakah yang lebih dominan.
Genitografi: untuk mengetahui saluran interna. (lebih memastikan)
Pemeriksaan tes HCG untuk menentukan apakah rudi memiliki testis tapi tidak turun atau
memang tidak punya testis
Psikologi
1. Pengasuhan
2. Peranan orientasi
13. Apakah tindakan selanjutnya apabila terjadi perbedaan kelamin dgn sebelumnya?
Hipospadia: kontraindikasi untuk sirkumsisi, dapat dilakukan ureplasti.
UDT: terapi hormon gnrh (keberhasilan 21%) dan hcg (keberhasilan 19%) dilakukan pada
testis yang tidak tampak namun teraba
Secara hukum, bisa diganti akte kelahirannya.
SKEMA
LEARNING OBJECTIVES
1. HIPOSPADIA
Definisi
kelainan kongenital berupa muara uretra abnormal di bagian ventral penis dan sebelah proksimal
penis dari posisi normalnya di glans penis. biasanya sering diikuti adanya chordee
Epidemiologi
Etiologi:
->akibat penyatuan lipatan uretra yang tidak sempurna pada usia janin 9-20 minggu
Faktor Risiko
-Assisted reproduction, berkaitan denan manipulasi hormonal selama dan setelah prosedur
Klasifikasi
1. Hipospadia anterior
2. Hipospadia medius
3. Hipospadia posterior
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
lakukan juga oemeriksaan skrotum untuk melihat apakah UDT atau tidak
Pemriksaan penunjang:
kontraindikasi sirkumsisi
tahapan-tahapan rekonstruksi:
-koreksi chordee(ortoplasty)
-membuat glans
rekonstruksi disarankan dilakukan saat anak usia pasekolah (<3 tahun) agar tidak mengganggu
kegiatan belajar pada saat operasi
pada hipospadia yang disertai UDT, dianjurkan untuk melakukan uretroskopi praoperatif, guna
melihat adanya utrikulus prostatikus yang mungkin terdapat pada keraguan jenis kelamin
Prognosis
Hampir seluruh pasien yang sudah di tatalaksana operasi dengan baik dapat buang air kecil dengan
baik. tantangan utama dalam pelaksanaan nya adalah mencegah terbentuknya fistula uretrokutan
atau stenosis meatal dari tampilan hasil yang baik secara estetik.
2. RENAL AGENESIS
Definisi:
Renal Agenesis adalah kegagalan pembentukan ginjal pada saat perkembangan fetal. Renal Agenesis
(Agenesis Ginjal) pada umumnya dapat dalam bentuk unilateral, dengan terdapat salah satu
ginjal, atau bilateral yaitu tidak ada ginjal pada kedua daerah baik kiri maupun kanan. Dua tipe
dari Renal Agenesis ini memiliki perbedaan yang besar dalam hal perjalanan penyakit, dengan
tipe unilateral memiliki perjalanan yang lebih baik disbanding dengan tipe bilateral.
Epidemiologi:
Bilateral Renal Agenesis (BRA) terjadi kurang lebih 1 dari 4000 kelahiran. Dengan prevalensi
kejadian pada laki-laki jauh lebih besar daripada wanita. Unilateral Renal Agenesis (URA) lebih
sering terjadi, yaitu 1 dari 450-1000 kelahiran.
Etiologi:
Renal agenesis terjadi akibat abnormalitas pada embriologi ginjal, yaitu gagalnya tunas ureter
terbentuk, atau kegagalan dalam menginduksi blastema metanefros untuk bersama-sama
membentuk ginjal.
Manifestasi Klinik:
BRA:
Potter face: Adanya lipatan kulit yang sangat jelas dari sisi medial masing-masing mata, ke arah
lateral bawah menuju pipi. Hidung tumpul, dan letak telinga rendah serta tertekan kearah kepala.
Dagu berceruk. Kulit kadang longgar dan tangan bisa terlihat seperti cakar.
Ciri-ciri lain:
URA
Tidak ada karakteristik khusus. Cenderung asimptomatik, kecuali jika ditemukan pemeriksaan USG
atau terlihat abnormalitas pada genitalia eksterna yang terkait renal agenesis.
Pada ginjal yang ada, dapat terjadi glomerular hypertension, akibat beban kerja yang besar
ditanggung oleh satu ginjal.
b. Penemuan gambaran paru-paru janin kecil dan diameter dada sempit (BRA)
Pada umumnya, bayi dengan BRA tidak bisa diselamatkan. 40% bayi lahir mati (stillborn). Bayi yang
lahir hidup, pada umumnya meninggal dalam 24-48 jam akibat distress pernapasan
Tergantung dari kesehatan paru-paru dan organ secara keseluruhan, dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan dialysis sampai bayi cukup besar untuk dilakukan transplantasi ginjal.
B.ETIOLOGI
Dua teori tentang embrio dari horseshoe kidney telah diusulkan. Ajaran klasik fusi mekanik
berpendapat bahwa horseshoe kidney terbentuk selama organogenesis, kedua kutub
inferior pada awal pembentukan ginjal bergabung di garis tengah lebih rendah. Teori fusi
mekanik ini berlaku untuk horseshoe kidney dengan isthmus berserat (jaringan fibrous).
Studi baru berpendapat bahwa fusi abnormal dari jaringan yang berhubungan dengan
isthmus parenchymatous dari berbagai horseshoe kidney adalah hasil dari teratogenik
yang melibatkan migrasi abnormal sel-sel nefrogenik posterior yang kemudian bersatu
membentuk isthmus. Kejadian teratogenik mungkin juga berhubungan dengan
peningkatan insiden kongenital terkait dari neoplasma tertentu seperti Wilms tumor dan
tumor karsinogenik
C.EPIDIMIOLOGI
Ginjal tapal kuda(horseshoe kidney) merupakan anomali yang sering tanpa sengaja di jumpai
saat pemeriksaan. Di dalam suatu penelitian otopsi di dapat rata-rata 1 di dalam 600-800
kasus. Pada umumnya terjadi penggabungan pada pole bawah dan hanya sekitar 10%
terjadi pada pole atas. Pada lelaki lebih sering terjadi dari pada wanita dengan
perbandingan 2:1
D.PATOFISIOLOGI
Pada ginjal normal letak ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri dimana sumbu memanjang
kedua ginjal membentuk sudut yang menguncup ke kranial. Ginjal terbentuk dari
metenefros pada minggu ke 5 dari kehidupan embrional. Horseshoe kidney terjadi
sebagai akibat penyatuan dari renal blastema(nefroblast=tunas ginjal) yang terjadi pada
minggu ke 8 sampai ke 10 kehidupan embrio(organogenesis), biasanya pada pole bawah
dekat bifurkasio aorta .Pada masa pertumbuhan ginjal bergerak berputar 90 derajat dan
bergerak ke kranial menuju kedudukan normal. Apabila terjadi penyatuan pada pole
bawah isthmus terhalang oleh arteri mesenterica inferior sehingga tidak pada kedudukan
normalnya.
Letak kedua ginjal menjadi berdekatan dan sumbu memanjangnya sejajar dan menguncup ke
inferior. Horseshoe kidney yang di bentuk oleh 2 buah ginjal biasanya setiap ginjal
memiliki satu ureter, tetapi bila ada 3 atau 4 ginjal maka ureternya biasanya kembar,
dimana salah satu diantaranya mempunyai cabang penghubung ke pelvis ginjal di sisi
lain. Satu ureter untuk dua ginjal atau satu pelvis di hubungkan dengan pelvis di
seberangnya melalui kalises yang berdekatan letaknya. Double horseshoe kidney
sebenarnya merupakan gabungan antara 2 buah ginjal kembar (double kidney). Penderita
anomali ini biasanya tanpa keluhan bila timbul penyulit dapat terjadi hidronefrosis,
pielonefritis, hemeturi dan batu ginjal.
E.MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis yang terjadi akibat tekanan pada ureter yang menghubungkan kedua ginjal
(isthmus), yang mengakibatkan terjadinya obstruksi aliran kemih. Gejala bisa terjadi
hematuri dan kolik abdomen yang di sebabkan oleh hidronefrosis, penyakit infeksi dan
batu ginjal terutama setelah melakukan aktifitas yang berat. Jika tidak menimbulkan
komplikasi, anomali ini tidak akan menimbulkan gejala dan secara tidak sengaja
terdeteksi waktu melakukan pemeriksaan general chek up atau pemeriksaan saluran
kemih yang lainnya. Keluhan biasanya muncul disertai obstruksi pada ureteropelvis
junction atau refluks vesico ureter (VUR) berupa nyeri atau timbulnya massa pada
pinggang. Obstruksi dan VUR dapat menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih
F.DIAGNOSIS
Horseshoe kidney dengan USG dapat di diagnosis dimulai masa prenatal sampai dewasa.
Pada prenatal dengan melihat besar renal pelvic angle. Pada saat ini untuk mendiagnosa
horseshoe kidney dengan melihat isthmus dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG,
BNO-IVP, CT Scan dengan kontras, skintigrafi ginjal, renogram dan MRI. USG adalah
modalitas non invasif, cukup banyak tersedia, mudah dan relatif murah. Selain bentuk
gambaran yang khas dan jarang, tujuan referat ini untuk mengetahui kesulitan dan
keterbatasan dalam mendiagnosis horseshoe kidney dengan pemeriksaan USG pada
dewasa.Pada pencitraan nuklir dapat melihat adanya isthmus, biasa digunakan adalah
TC-99m dapat melihat struktur jaringan dan fungsi ginjal.
-Pyelography intravena (IVP) dan CT scan (CT scan dari perut dan panggul, dengan dan
tanpa kontras intravena) adalah studi radiologis terbaik awal untuk menentukan fungsi
anatomi ginjal.CT scan ini menunjukkan isthmus dari ginjal tapal kuda.
- CT scan atau ultrasonografi sangat membantu untuk keberadaan batu, massa, atau
hidronefrosis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Setelah ginjal tapal kuda didiagnosis atau dicurigai, laboratorium lebih lanjut dan evaluasi
pencitraan harus dilakukan untuk menilai status ginjal dan untuk mencari penyebab yang
dapat diobati patologi ginjal.
-Urine dengan kultur urin harus dilakukan. Kelainan sedimen urin harus
dievaluasi sebagai indikasi klinis. Infeksi harus dirawat.
-Serum kimia dengan kreatinin dianjurkan untuk menentukan fungsi ginjal
G.TATALAKSANA
Terapi medis sangat rentan penyakit ginjal karena itu di perlukan evaluasi metabolik
termasuk penilaian resiko kalsium, asam urat dan fosfor. Terapi bedah di dasarkan pada
proses penyakit dan operasi standard dan harus diperhatikan sistema vascular bila
pembedahan harus dilakukan.
H.PROGNOSIS
Horseshoe kidney umumnya memberikan hasil yang baik walaupun harus dilakukan
pembedahan.
I.DIAGNOSIS BANDING
Karena umumnya ditemukan tanpa sengaja dan tanpa keluhan yang khas, setelah dilakukan
pemeriksaan lanjut biasanya di curigai suatu ginjal kongenital seperti, ginjal ektopik,
fused renal
4. HYMEN IMPERFORATA
DEFINISI
Hymen imperforata/ Atresia hymen merupakan hymen dengan membrane yang solid tanpa lubang.
Hymen imperforata merupakan salah satu dari penyebab Pseudoamenorrhea / Cryptomenorrhea
(haid ada, tetapi darah haid tidak keluar) yang bersifat kongenital dan abnormalitas ini terjadi pada
bagian distal saluran genitalia wanita.
INSIDENSI
Insiden terjadinya hymen imperforata adalah sebesar 0.1% dari seluruh wanita usia pubertas.
GEJALA KLINIS
Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu akan terjadi molimeniamenstrualia
(nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap bulan. Sesekali hymen imperforata ditemukan
pada neonatus atau anak kecil. Vagina terisicairan (sekret) yang disebut hidrokolpos. Bila
diketahui sebelum pubertas, dan segera diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan
hymenektomi, maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan kumpulan dari sekresi
serviks. Kebanyakan pasien datang berobat pada usia 13-15 tahun, dimana gejala mulai tampak,
tetapi menstruasi tidak terjadi. Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua
yang terkumpul di vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala.
Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan
menonjol (hymen buldging)akibat meregangnya membran mukosa hymen. Keluhan yang timbul
pada pasien adalah rasa nyeri, kram pada perut selama menstruasi dan haid tidak keluar.Bila
keadaan ini dibiarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan
kanalis servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum uteri
(Hematometra).
Tekanan intra uterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga dapat memasuki tuba fallopi dan
menyebabkan hemotosalfing karena terbentuknya adhesi (perlengketan)pada fimbriae dan ujung
tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum
membentuk hematoperitoneum.
Gejala yang paling sering terjadi akibat over distensi vagina, diantaranya rasa sakit perut bagian bawah,
nyeri pelvis dan sakit di punggung bagian belakang.
Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang distensi ke uretra dan menghambat
pengosongan kandung kemih. Rasa sakit pada daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air
kecil menimbulkan disuria, urgensi, inkontinensia overflow, selain itu juga dapat disertai
penekanan pada rectum yang menimbulkan gangguan defekasi.
Gejala teraba massa di daerah supra pubik karena terjadinya pembesaran uterus,hematometra, distensi
kandung kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat terjadi iritasi menyebabkan peritonitis.
PENANGANAN
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan urinalisa.
PEMERIKSAAN IMAGING
Foto abdomen (BNO-IVP), USG abdomen serta MRI Abdominal dan pelvis dapat memberikan
gambaran imaging untuk uterovaginal anomaly
Dengan USG dapat segera didiagnosis hematokolpos atau hematometrokolpos, Selain itu,
transrectal ultrasonography dalam membantu delineating complex anatomy. Apabila dengan
USG tidak jelas, diperlukan pemeriksaan MRI.
USG dan MRI sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah ada kongenital
anomaly traktus urinaria yang menyertai.
Pemeriksaan Invasif tidak perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis sampai
terapi definitif dilakukan, meningat pasien akan merasa cemas (kebanyak pasien usia
muda/usia pubertas).
Laparoskopi direkomendasikan pada beberapa kasus tertentu untuk mengevakuasi
menstruasi retrograde yang memasuki rongga pelvik dan intra-abdominal. Prosedur ini
diharapkan dapat meminimalisir potensi terjadinya endometriosis sekunder pada usia
dewasa.
TINDAKAN PEMBEDAHAN
Apabila hymen imperfora tadi jumpai sebelum pubertas, membran hymen dilakukan insisi/
hymenotomi dengan cara sederhana dengan melakukan insisi silang (gambar 1) atau dilakukan
pada posisi 2, 4, 8 dan 10 arah jarum jam disebut insisi stellate(gambar 2)
Untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan stenosis yang mengakibatkan dispareunia, eksisi
jaringan jangan dilakukan terlalu dekat dengan mukosa vagina. Setelah dilakukan insisi akan
keluar darah berwarna merah tua kehitaman yang kental. Sebaiknya posisi pasien dibaringkan
dengan posisi fowler.
Selama 2-3 hari darah tetap akan mengalir, disertai dengan pengecilan vagina dan uterus. Selain itu,
pemberian antibiotik profilaksis juga diperlukan.
Evaluasi vagina dan uterus perlu dilakukan sampai 4-6 minggu paska pembedahan, bila uterus tidak
mengecil, perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi dan dilatasi serviks untuk memastikan drainase
uterus berjalan dengan lancar. Bila hematokolpo sebelum keluar, instrumen intrauterine jangan
dipergunakan karena bahya perforasi dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan.
5. MIKROPENIS
Definisi
Seorang pria dikatakan memiliki mikropenis apabila panjang penisnya kurang dari 2,5 standar
deviasi (SD) rata-rata ukuran penis pria normal pada usia tertentu1. Acuan ukuran yang dapat
dipakai apabila ukuran penis kurang dari 2 cm saat kelahiran, 2,5 cm saat berusia satu tahun, 4 cm
pada masa pubertas, dan 10 cm di akhir masa pubertas atau saat dewasa4.
Ukuran penis anak yang mengalami mikropenis tidak lebih besar dari ibu jari. Umumnya,
panjang penis pada anak yang baru lahir mencapai 3-4 cm1. Sedangkan pada umur 1 tahun, rata-
rata panjang penis anak mencapai 3-5 cm. Jika ukuran kurang dari ukuran normal menandakan
Embriologi
Dimulai pada usia kehamilan 8 minggu, hormon gonadotropin ibu yang berasal dari
plasenta mulai memberikan stimulasi produksi testosteron dari sel Leydig janin. Dengan
menjadi batang penis, dan benjolan genitalia bergerak ke garis tengah (midline) untuk kemudian
menjadi skrotum5. Diferensiasi penis selesai pada usia kehamilan 12 minggu4,5. Selama trimester
kedua dan ketiga, pertumbuhan penis selesai dengan bantuan hormon androgen janin, yang
diproduksi karena stimulasi dari hipofisis janin. Terjadi pertumbuhan ukuran penis yang
signifikan sebesar hampir 20mm dari usia kehamilan 16 minggu sampai 38 minggu5. Maka dari
itu, keadaan mikropenis yang sesungguhnya terjadi karena gangguan hormon yang terjadi setelah
Anatomi
Gambar 6. Anatomi penis dan testiS
Yang termasuk organ reproduksi laki-laki adalah, testes, vas deferens, duktus
ejakulatorius, penis, dan kelenjar-kelenjar pendukung antar lain, prostat dan kelenjar
bulbouretra6. Secara garis besar, testes adalah organ yang berfungsi untuk memproduksi
testosteron dan spermatozoa. Setiap testis berukuran 4cm untuk panjangnya dan volume 20ml7.
Testes tersusun atas lobulus-lobulus yang banyak yang terbuat dari tubulus yang kompleks
(tubulus seminiferus) yang didukung oleh jaringan ikat lunak. Tubulus seminiferus
merepresentasikan sebesar 80-85% dari keseluruhan volume testes6. Tubulus yang terdiri dari
lapisan sel epitel yaitu, sel sertoli, yang membentuk dinding dari tubulus seminiferus. Sel leydig
yang dikelilingi oleh jaringan ikat adalah sel endokrin yang bertanggungjawab untuk produksi
hormon androgen yang paling penting dalam sirkulasi yaitu, testosteron. Produksi testosteron
memproduksi GnRH (gonadotropin releasing hormone), GnRh yang dihasilkan bergerak menuju
hormon gonadotropin, LH dan FSH. FSH menstimulasi sel sertoli untuk memproduksi paracrine
growth factor untuk mendukung terjadinya spermatogenesis. FSH juga menstimulasi produksi
inhibin sebagai respon dari spermatogenesis yang aktif. Androgen membantu spermatogenesis
melalui sel sertoli dan kadar androgen yang tinggi di testis sangat penting untuk
spermatogenesis. Sel Leydig menghasilkan testosteron dibawah stimulasi dari LH. Konsentrasi
testosteron di tubulus seminiferus adalah 80-100 kali lebih besar dibandingkan di sirkulasi6.
Testosteron yang berada di sirkulasi memberikan umpan balik negatif pada produksi LH dan
Kumpulan sel sertoli membentuk tight junction yang membentuk blood-testis barrier
spermatogonia menjadi spermatosit primer. Fusngi sel sertoli antara lain, menciptakan
lingkungan untuk germ cell dapat berkembang menjadi dewasa, memberikan signal untuk
hipofisis dan mengontrol spermatogenesis7. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sel sertoli bersama
dengan sel leydig merupakan 2 tipe sel yang memegang peran penting untuk fungsi testis.
silinder dan merupakan bagian dari penis yang berfungsi untuk terjadinya ereksi6. Korpus
kavernosum memiliki lapisan yang keras pada bagian luarnya yang disebut tunica albuginea dan
jaringan sinusoid yang berbentuk seperti spons yang nantinya terisi oleh darah saat terjadi ereksi.
Jaringan sinusoid dipersarafi oleh nervus kavernosa yang merupakan saraf otonom yang berasal
dari pleksus hipogastrik dan berfungsi penting untuk ereksi. Pada bagian yang lebih rendah
terdapat korpus spongiosum yang mengelilingi uretra. Korpus spongiosum tidak mempunyai
lapisan tunika yang sama dengan korpus kavernosum, sehingga korpus spongiosum tidak
Testosteron, sebuah hormon steroid dengan rantai C19, disintesis dari kolesterol oleh sel leydig di
testes dan dari androstenedion yang disekresi oleh korteks adrenal6. Mayoritas testosteron diikat
oleh sex-hormone-binding globulin (SHBG) dan sisanya terikat oleh albumin, hanya sekitar 2%
yang tidak terikat oleh apapun dan berada di sirkulasi6. SHBG disintesis di hati dan dapat
meningkat pada beberapa kondisi klinis. Efek dari peningkatan SHBG di sirkulasi adalah untuk
menurunkan bioavalaible dari fraksi testosteron sehingga, jika kadar total serum testosteron
normal, terjadi hypogonadism pada jaringan karena protein pengikat. Yang peling sering
menyebabkan peningkatan pada SHBG adalah disfungsi hati, hiperesterogenemia, obesitas dan
penuaan6.
Dihidrotestosteron adalah turunan dari sekresi langsung dari testes (sebanyak 20%) dan
dari konversi di jaringan perifer (sebanyak 80%)7. DHT berada di sirkulasi aliran darah.
Testosteron dan DHT yang berada di sirkulasi darah melewati membran dari sel target dan
masuk kedalam sitoplasma. Testosteron lalu dikonversi menjadi DHT yang lebih poten didalam
sel target. Testosteron atau DHT lalu berikatan dengan reseptor androgen dan membentuk
kompleks. Kompleks ini kemudian ditransport menuju nukleus sel target, dimana kompleks ini
Pada janin, androgen dibutuhkan untuk diferensiasi dan perkembangan normal dari alat
genitalia internal dan eksternal laki-laki6. Selama masa pubertas, androgen dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal sturktur genitalia pria, termasuk skrotum, epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, prostat dan penis. Pada saat dewasa, androgen bersama dengan estrogen menyebabkan
pertumbuhan tulang dan otot yang cepat. Androgen juga berfungsi untuk perkembangan
karakteristik seks sekunder6. Pada orang dewasa juga membutuhkan androgen untuk stimulasi
eritropoiesis, empertahankan struktur tulang dan masa otot, serta mempertahankan libido dan
muncul dalam jumlah yang sangat banyak di jaringan lemak. Maka, obesitas dapat meningkatkan
Etiologi
Mikropenis adalah sebuah kondisi yang merupakan akibat dari gangguan hormon yang
terjadi pada usia kehamilan setelah 12 minggu4,5. Mikropenis adalah sebuah anomali genitalia yang
terjadi karena defisensi hormon testosteron yang mngakibatkan pertumbuhan dan perkembangan
pernis terhambat.
penis, tetapi juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lain
yang menjadi target dari hormon testosteron seperti, testis yang menjadi kecil. Pasien dengan
mikropenis harus diberikan pengawasan ketat terhadap gangguan endokrin lainnyan dan anomali
organ sistem saraf pusat. Pertumbuhan tulang yang terhambat, anosmia, kesulitan belajar, dan
Secara garis besar, penyebab dari mikropenis dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar
idiopatik4.
Pada gangguan gonad primer terjadi produksi androgen yang tidak adekuat karena defisiensi salah satu
enzim sintesis testosteron. Ditandai dengan peningkatan konsentrasi gonadotropin yang disebabkan
tidak adanya umpan balik negatif dari steroid seks gonad. Penyebab terbanyak biasanya
dihubungkan dengan kelainan kariotipe dan somatik, seperti anorchia, sindrom Klinefelter dan Poly
X, disgenesis gonad, defek hormon luteinezing, defek genetik pada steroidogenesis testosteron,
sindrom Noonan, Trisomi 21, sindrom Robinow, sindrom Bardet Biedl, atau sindrom Laurence
Moon.
Keadaan ini disebut juga gangguan gonad sekunder, sehingga diperlukan terapi pengganti (replacement
therapy) yang menetap (irreversible). Contoh gangguan gonad sekunder adalah sindrom Kallman,
defisiensi hormon pituitari lain, sindrom PraderWilli, sindrom LaurenceMoon, sindrom Bardet-
Kelainan yang termasuk defek aksis testeron adalah defisiensi hormon pertumbuhan atau insulin
like growth factor I, gangguan reseptor androgen, defisiensi 5reduktase dan sindrom fetal
hidantoin.
3. Idiopatik
Mikropenis idiopatik dapat ditegakkan jika fungsi jaras hipotalamus gonad normal, penambahan
panjang penis yang mendekati normal sebagai respon terhadap pemberian testosteron eksogen, dan
Obesitas juga memiliki pengaruh terhadap kejadian mikropenis. Status gizi merupakan
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan seksual seorang anak. Pertumbuhan dan
perkembangan penis dipengaruhi oleh hormon testosteron yang disekresi oleh sel Leydig di testis4.
Jika dikaitkan dengan metabolisme hormon, testosteron memiliki hubungan dengan metabolisme
lemak. Tebal lipatan lemak pada anak dengan obesitas di daerah mons pubis menunjukkan
konsentrasi timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak ini dapat meningkatkan produksi
kompleks aromatase yang akan mengkatalisasi perubahan testosteron menjadi estrogen4. Hal ini
Patofisiologi
Tahap I (intrauterin)
Pada akhir formatif phase panjang penis hanya 3,5 mm. Oleh pengaruh testosteron penis
bertambah panjang 10 kali lipat sehingga pada saat lahir panjangnya 3,5 cm.
Tahap II (ekstrauterin)
Tahap ini sangat dipengaruhi oleh hormon testosteron (gangguan produksi, sekresi,
maupun kerja testosteron dapat memengaruhi morfogenesis dan/atau ukuran penis). Penyebab
mikropenis lebih banyak dipengaruhi oleh kejadian yang memengaruhi sekresi atau kerja
untuk perkembangan pria normal. Pada masa awal gestasi, human chorionic gonadotropin (hCG)
fetus aktif, dan produksi testosteron menurun dibawah pengaruh LH fetal 8,9. Oleh karena itu ,
pertumbuhan penis setelah trimester awal tergantung pada produksi testosteron fetal. Testosteron
dikonversi oleh enzim 5-reduktase untuk menjadi androgen DHT, yang mana bertanggung jawab
Sesaat setelah lahir, terjadi peningkatan pada hormon LH dan testosteron yang bertahan
selama 12 jam, setelah itu gonadotropin (LH-FSH) dan produksi testosteron menurun9. pada awal
umur 1 minggu, kadar gonadotropin dan testosteron mulai meningkat kembali sampai
kadar pubertas, memuncak pada umur 1-3 bulan, kemudian menurun hingga kadar prepubertas
pada usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, pertumbuhan penis berikutnya terjadi secara paralel dengan
pertumbuhan somatik umum8. Pertumbuhan hormon juga berperan dalam pertumbuhan penis
karena mikropenis telah diobservasi pada anak anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan.
Mikropenis dapat disebabkan oleh defek dimana saja sepanjang aksis hypothalamus-
hipofisis-gonad, defek pada kerja hormon androgen di organ perifer, defisiensi hormon
pertumbuhan, atau anomali struktur primer atau merupakan bagian dari sindrom genetik8.
Penyebab paling sering mikropenis adalah abnormalitas fungsi hipotalamus atau hipofisis 8. Pada
keadaan abnormalitas fungsi hipotalamus atau hipofisis, secara normal penis dapat berkembang
akibat efek hCG maternal dalam produksi testosteron fetal, tetapi pertumbuhan penis adekuat tidak
terjadi setelah usia gestasi 14 minggu ketika produksi testosteron tergantung pada sekresi LH
pituitari fetal9. Kegagalan produksi testosteron yang adekuat pada akhir masa gestasi akibat
gangguan testis primer dapat juga menyebabkan pertumbuhan penis yang tidak adekuat.
Mikropenis juga dapat terjadi pada anak dengan defek pada reseptor LH dan hormon biosintesis
testosteron menjadi DHT) dan parsial androgen insensitivity syndrome (PAIS) akibat defek
reseptor androgen. Namun, kebanyakan anak dengan kondisi ini memiliki derajat bervariasi
Bayi dengan hipoplasi nervus optik atau aplasia harus mendapat perhatian khusus sebab
defek ini dapat bermaksud defisiensi hormon-hormon hipofisis10. Hipoplasia nervus optik adalah
sebuah kelainan perkembangan sistem saraf. Diketahui bahwa hipoplasia nervus optik disebabkan
oleh adanya gangguan pada input inhibitorik atau peningkatan pada input eksitatorik pada GnRH,
yang menyebabkan gangguan sekresi hormon GnRH dan dapat terjadi pubertas prekoks. Pada pria,
mikropenis menjadi salah satu gejala gangguan pubertal yang paling sering ditemukan pada pasien
Bayi-bayi yang bertahan pada periode awal kehidupan dapat menunjukan berbagai derajat
pertumbuhan buruk dan kegagalan pertumbuhan, bergantung pada potensi defisiensi hormon yang
berkaitan.
dihydrotestosterone (DHT), yang mana diyakini berfungsi dalam diferensiasi dan perkembangan
penis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Y. Z. Gad, menemukan bahwa terdapat
defisiensi enzim 5-reduktase pada pasien dengan ambigu genitalia dengan mikropenis
dibandingkan dengan pasien ambigu genitalia tanpa mikropenis11. Perubahan hormon testosteron
menjadi DHT oleh 5-reduktase memiliki peran besar pada maskulinisasi genitalia eksterna laki-
laki dan perkembangan penis. Gangguan pada fungsi 5-reduktase terjadi karena mutasi genetik,
yaitu gen 5-reduktase-2 yang terletak pada kromosom 2 lengan pendek11. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh defek pada reseptor androgen, dimana androgen berfungsi untuk memodulasi
enzim 5-reduktase11.
Pasien dengan resistensi androgen perifer yang disebabkan oleh 5-reduktase, akan
tampak lebih feminim atau akan mengalami ambigu genitalia eksterna yang berat.
Sindrom insensitivitas androgen (AIS) atau yang dulu dikenal sebagai feminisasi testes
(testicular feminization), adalah sebuah kondisi X-linked resesif yang mengakibatkan kegagalan
maskulinisasi alat genitalia eksterna pria secara normal12. Kegagalan maskulinisasi ini dapat
muncul sebagai sindrom insesitivitas androgen total (CAIS) atau sindrom insensitivitas androgen
Dasar dari etiologi sindrom insensitivitas androgen adalah terjadinya mutasi pada gen
AR12. Gen AR ini berada di kromoson X lengan panjang. Mutasi pada gen AR ini dapat
menyebabkan berbagai macam gangguan fungsi, mulai dari hilangnya reseptor di permukaan sel
secara total dikarenakan proses sintesis protein yang tidak sempurna sampai pada, gangguan pada
afinitas ikatan substrat12. Gangguan pada afinitas ikatan substrat ini akan menyebabkan hilangnya
Kehilangan fungsi dari gen AR karena terjadinya mutasi berarti bahwa, walaupun sintesis
androgen berjalan baik dan jumlahnya mencukupi, tidak terjadi kejadian postreceptor yang
memediasi efek dari hormon androgen pada jaringan. Dengan kata lain, androgen yang dihasilkan
tidak dapat berfungsi di jaringan walaupun jumlah androgen dan reseptornya mencukupi. Hal ini
akan memunculkan manifestasi seperti, kegagalan maskulinisasi genitalia eksterna pria pada masa
prenatal, tidak tumbuhnya rambut pubis dan rambut ketiak, dan tidak terjadinya perubahan suara
pada pasien dengan mikropenis12. Dari 45 orang dengan mikropenis pada penelitian, hanya 1 orang
yang ditemukan memiliki sindrom insensitivitas androgen12. Pada penelitian ini penemuan mutasi
gen AR yang jarang pada mikropenis adalah pada kelainan strukturalnya. Hal ini tentu tidak
mengejutkan karena, mikropenis merupakan penyakit yang bersifat heterogen, dipengaruhi oleh
faktor genetik dan faktor lingkungan. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan terhadap
fungsi-fungsi hormon hipofisis yang lain seperti tes untuk hormon hCG dan GnRH. Gangguan-
gangguan yang melibatkan produksi androgen di sel Leydig dan yang mengganggu kerja androgen
di genitalia eksterna pria, juga tidak terdeteksi dalam penelitian ini12. Hal ini menjelaskan bahwa
mungkin saja kelainan fungsional dari mutasi gen AR dapat ditemukan pada mikropenis
Anamnesis
pertumbuhan, dan insufisiensi adrenal4. Ciri lainnya dapat berkaitan dengan hipopituitarisme
selama masa neonatus, kelahiran sungsang, hipoplasia atau aplasia nervus optik, nistagmus, atau
Pertumbuhan yang buruk atau gagal tumbuh juga berkaitan dengan defisiensi hormon
pituitari lainnya. Indera penciuman yang abnormal (anosmia atau hyposmia) memberi kesan
Pada riwayat keluarga ditemukan adanya riwayat lahir mati atau hipospadia,
kriptorkidismus, infertilitas, atau kelainan kongenital ke arah kelainan genetik yang diturunkan4.
Pada riwayat obstetrik ditemukan penurunan gerakan janin atau otot bayi yang lemas waktu
Pemeriksaan Fisik
Mikropenis adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada laki-laki yang memiliki
kromosom seks XY4. Karakteristik mikropenis pada pemeriksaan fisik adalah terlihat penis yang
berukuran kecil dan terdapat penyatuan kulit dibagian tengah penis. Mikropenis dapat
menunjukkan keadaan teregang atau flaccid, tergantung pada panjang batang penis atau saat
Pada mikropenis ditemukan skrotum dan dalam keadaan baik. tetapi terkadang dapat
ditemukan skrotum yang perkembangannya tidak sempurna (hypoplastic)4. Dapat juga ditemukan
testes didalam skrotum, tetapi sering ditemukan tidak berfungsi dengan baik4.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya dismorfik atau defek kongenital
lainnya. Termasuk juga dapat dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya cleft lip atau cleft
palatum4.
mengindikasikan defisiensi hormon pertumbuhan dengan atau tanpa defisiensi hormon hipofisis.
Mikropenis dapat ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata 2.5 SD4. Cara
mengukur penis sebaiknya dilakukan dalam keadaan penis diregang (stretched)13. Inspeksi
keadaan genitalia secara umum harus dilakukan sebelum pengukuran dimulai. Penderita
dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glans penis dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari,
ditarik secara vertikal sejauh mungkin. Kemudian diukur panjang penis mulai dari basis penis
Hasil pengukuran tersebut akan dibandingkan dengan ukuran panjang penis secara statistik
menurut usia anak. Bila hasil pengukuran penis anak dibawah 2.5 SD maka panjang penis anak
tersebut termasuk dalam mikropenis13. Bila panjang penis anak tersebut berada diantara 2.5 SD
dan ukuran normal sesuai usianya maka termasuk dalam penis kecil (small penis)13.
Gambar 12. Cara mengukur panjang penis teregang (SPL)
Gambar 13. Nilai normal SPL menurut umur
Laboratorium
mengevaluasi adanya keterkaitan sindrom genetik4. Bila dicurigai adanya Prader-Willi syndrome,
pada analisis kromosom ditemukan delesi pita 15q11-13 secara paternal (70%), disomy
juga dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar hormon pituitari lainnya juga perlu untuk diperiksa.
Pemeriksaan ini dapat membantu mengetahui sudah berada pada level mana penyebab mikropenis
pada aksis hypothalamic-pituitary. Pemeriksaan fungsi testis juga perlu dilakukan untuk
mengevaluasi fungsi endokrin secara sentral. Serum testosteron diperiksa sebelum dan sesudah
diberikan hCG4. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan hCG secara intramuskular dengan
dosis 1.000 units untuk 3 hari atau 1.500 units setiap 2 hari selama 14 hari 4. Kadar testosteron <
300 ng/dL mengindikasikan adanya disgenesis gonad4. Jika kadar LH dan FSH meningkat dan
tidak ada peningkatan kada testosteron setelah diberikan hCG, maka dapat dipikirkan adanya
Inhibin B and AMH, yang juga dikenal sebagai Mullerian-inhibiting hormone, diproduksi
oleh sel sertoli fungsional dan pemeriksaan kadarnya di darah dapat mendeteksi fungsi jaringan
testis. Kadar AMH yang rendah dan kadar inhibin B normal mengindikasikan adanya sindrom
Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, kadar growth hormone dan kortisol dapat diukur
setelah stimulasi glukagon. Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, ukur kadar tiroid total dan
Pencitraan
Pada keadaan ambiguitas genital, USG pelvis dapat dilakuka. Adanya uterus dan ovarium
menguatkan sebagai bayi perempuan yang virilisasi (46,XX)4. Jika mencurigai hipopituitarisme,
MRI kepala harus dilakukan untuk mengevaluasi daerah hipotalamus dan pituitari. Pada Kallmann
syndrome, abnormalitas sistem olfaktorius dapat terlihat. MRI kepala juga dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya defek struktur midline, seperti pada pituitary stalk dysplasia syndrome. Jika
dicurigai terdapat diabetes insipidus sentral dapat ditemukan hilangnya bright spot dari hipofisis
pada MRI.
Tata Laksana
Tujuan tata laksana mikropenis adalah untuk menambah ukuran penis sehingga dapat
mencapai ukuran normal sesuai dengan usianya dan tidak menyebabkan malu saat pasien dilihat
oleh orang lain. Selain itu juga, untuk membuat pasien memiliki fungsi seksual normal, dan juga
Terapi testosteron
Testosteron mengatur perkembangan dan pemeliharaan organ seks pria dan karakteristik
sekunder seks pria. Testosteron juga berperan dalam menghasilkan efek sistem anabolik untuk
Terapi testosteron diberikan dalam jangka waktu pendek untuk mengevaluasi respon dari
perkembangan penis. Testosteron dapat diberikan secara intramuskular atau topikal 4. Dosis yang
diberikan adalah 4 dosis 25mg testosteron testosteron ccypionate atau enanthate 1 kali pemberian
setiap 3 minggu selama 3 bulan4. Terapi testosteron secara luas ditemukan efektif dalam mengobati
mikropenis akibat defisiensi testosteron dan memiliki efek samping yang minimal. Namun, pada
pemberian testosteron dapat terjadi peningkatan laju pertumbuhan dan peningkatan bone age4.
Pada tahun 1999, Bin-Abbas et al menunjukan bahwa 1 atau 2 dari 3 injeksi testosteron
(25-50 mg) di berikan dalam interval 4 minggu pada masa infant atau masa anak cukup
meningkatkan ukuran penis mencapai ukuran sesuai usia. Regimen yang digunakan testosteron
Umumnya respon yang baik adalah peningkatan 100% pada panjang penis4. Tetapi, ada
beberapa penelitian yang menganggap peningkatan 3.5 cm pada panjang penis setelah injeksi
Terapi testosteron topikal cukup efektif pada masa infant. Arisaka et al menemukan
adanya peningkatan pada panjang penis pada 50 anak, anatara usia 5 bulan sampai 8 tahun, yang
diberikan krim testosteron 5% selama 30 hari15. Testosteron yang diabsorbsi oleh kulit dapat
meningkatkan stimulasi sekresi hormon pertumbuhan (GH) oleh kelenjar hipofisis dan
Pada pasien masa prapubertas dengan insensitifitas androgen, pemberian gel DHT secara
topikal pada regio periskrotal 3 kali dalam sehari selama 5 minggu menunjukkan peningkatan
kadar serum DHT4. Terapi ini juga efektif pada pasien dengan 5-reductase deficiency. Efek
samping yang dilaporkan dari penggunaan terapi ini minimal, seperti iritasi kulit ringan. Terapi ini
dapat menjadi alternatif pada pasien yang tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi
testosteron.
Pemberian LH-FSH
menunjukkan peningkatan panjang penis walaupun tidak terlalu signifikan4. Main et al melaporkan
terdapat peningkatan panjang penis sebesar 1.6-2.4 cm dan 170% peningkatan volume testis yang
dievaluasi dengan USG pada pasien dengan mikropenis yang diberikan rekombinan LH-FSH
secara subkutan 20 dan 21.3 IU 2 kali dalam seminggu selama 6 bulan. Terdapat juga peningkatan
kadar hormon LH, FSH dan inhibin B. Efek samping pemberian terapi ini adalah, peningkatan
Pembedahan
Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak mencapai panjang
penis yang adekuat sesuai umur setelah pemberian terapi hormonal atau obat14. Pembedahan
rekonstruksi yang pertama kali dilakukan pada pasien mikropenis, dilaporkan oleh Hinman pada
awal tahun 197014. Pada tahun 1980 ditemukan teknik pembedahan baru dimana, rekonstruksi
dilakukan dengan mengganti bagian fasikutaneus penis dengan arteri radialis di lengan14. Beberapa
teknik lainnya juga diperkenalkan seperti mengganti dengan bagian osteokutaneus fibula, scapula,
dinding abdomen bagian suprapubik, dan otot rektus abdominis vertikal, namun teknik yang paling
banyak digunakan adalah yang berasal dari arteri radialis di lengan14.
Karena kebanyakan anak laki-laki dengan mikropenis dan descended testes sensitif terhadap
terapi testosteron, dipertimbangkan genitoplasty hanya pada keadaan ekstrim yang mana terjadi
insensitivitas testosteron4,14.
Sirkumsisi sebaiknya dihindari, atau paling tidak ditunda4, hingga evaluasi yang tepat,
penegasan jenis kelamin, dan terapi selesai. Bila berkaitan dengan pertumbuhan penis, terapi
Prognosis
Prognosis laki-laki dengan mikropenis akibat defisiensi gonadotropin atau testosteron biasanya baik.
Individu ini secara umum memberi respon baik terhadap terapi testosterone dan berfungsi normal
sebagai seorang yang dewasa. Namun, walaupun ukuran penis berpotensi memiliki ukuran yang
mendekati normal dan sensitif, infertilitas biasanya dapat terjadi. Prognosis lebih buruk
ditemukan pada anak dengan insensitivitas androgen, terutama dengan ambiguitas genital.
6. FIMOSIS
A. Definisi
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal
sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena
terdapt adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.
B. Etiologi
Pada fimosis dapat terjadi 2 penyulit yaitu balanopostitis kronik dan residif serta
kesulitan miksi. Pada balanopostitis terjadi peradangan pada permukaan preputium dan
glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan
prepusium. Hal ini dapat diperparah lagi dengan balanopostitis sukar sembuh karena tindak
hygiene biasa untuk membersihkan glans dan permukaan dalam prepusium tidak dapat
dilakukan. Sudah tentu retensi smegma akan berperan dalam proses ini. Risiko
perkembangan malignitas kulit glans penis atau dalam prepusium sangat meningkat pada
fimosis.
D. Manifestasi Klinis
E. Prinsip Diagnosis
Diagnosis phimosis terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan tidak ada tes
laboratorium atau pencitraan yang diperlukan. Pemeriksaan penunjang mungkin
diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau infeksi kulit pada genital. Disini dokter
harus mampu membedakan phimosis fisiologis dan phimosis patologis. Penilaian derajat
keparahan phimosis harus dilakukan.
derajat I : preputium sepenuhnya dapat diretraksi, dengan cincin stenotik pada shaft penis
derajat II : preputium dapat diretraksi sebagian dengan eksposure parsial pada glans
derajat III : preputium dapat di retraksi sebagian dengan eksposure pada meatus saja
Klasifikasi lain dari keparahan phimosis dikemukakan oleh Kikiros dkk. yaitu sebagai
berikut ;
derajat 1 : preputium dapat diretraksi penuh tapi preputium tegang di belakang glans
derajat 4 : retraksi dapat dilakukan sedikit sekali dengan glans dan meatus tidak
terekspose sama sekali
F. Tatalaksana
Dalam hal ini, retraksi preputium secara lembut dapat dilakukan oleh seorang dokter pada
pasien rawat jalan. Adhesiolisis tanpa pembedahan ini merupakan tindakan yang efektif, murah
dan pengobatan yang aman untuk phimosis . Campuran eutektik anestesi lokal (EMLA) dapat
digunakan sebelum upaya release adhesi preputium . He dan zhou menggunakan balon kateter
yang dirancang khusus dengan menggunakan anestesi lokal pada 512 anak laki-laki dan 100%
berhasil. Teknik ini sederhana, aman, murah, tidak menyakitkan dan memberikan efek trama
lebih ringan daripada sirkumsisi. Hal ini ditemukan lebih menguntungkan digunakan pada
terapi anak-anak tanpa fibrosis atau infeksi . Terapi kombinasi menggunakan peregangan
(stretching) dan steroid topikal juga telah membuahkan hasil yang memuaskan.
3. Sirkumsisi
Dalam hal ini, preputium benar-benar dipotong. Sirkumsisi adalah salah satu operasi tertua
yang dikenal manusia yang berawal dari upacara keagamaan. Namun secara bertahap menjadi
prosedur rutin pada neonatus di Amerika Serikat dan di beberapa negara eropa sehubungan
dengan kebersihan penis yang dilaporkan dapat mencegah kanker. Sirkumsisi akan
menyembuhkan dan mencegah kekambuhan phimosis . Hal ini juga mencegah episode lebih
lanjut dari balanoposthitis dan menurunkan kejadian infeksi saluran kemih . Komplikasinya
antara lain berupa nyeri, penyembuhan luka yang relative lebih lama, perdarahan, infeksi,
trauma psikologis dan biaya yang lebih tinggi .
Selain itu, sirkumsisi dapat menyebabkan pembentukan keloid, meskipun sangat jarang terjadi.
Kemungkinan penurunan seksual pada laki-laki yang dilakukan sirkumsisi dan pasangannya
telah dilaporkan karena hilangnya jaringan sensitif seksual. Dengan munculnya prosedur bedah
plastik yang lebih baru untuk phimosis, sirkumsisi banyak ditinggalkan di eropa dan amerika.
Sirkumsisi harus dihindari pada anak-anak dengan anomali genital dimana preputium mungkin
diperlukan untuk operasi korektif di kemudian hari.
4. Terapi lain
G. Komplikasi
Sindrom Klinefelter
Menggambarkan kelainan paling lazim dalam diferensiasi seksual dengan angka kejadian
1:600. Dikatakan menderita sindrom Klinefelter jika memiliki sedikitnya satu kromosom Y
dan sedikitnya dua kromosom X.
Produksi androgen yang rendah menyebabkan ciri sekunder tidak muncul. Perkembangan otot
buruk. Distribusi lemak menyerupai perempuan. Rambut pubis dan aksilla mungkin normal
tetapi rambut wajah minim. Pasien bertubuh tinggi dari rerata karena panjang kaki yang
disproporsional.
Tatalaksana berupa terapi hormon testosteron, reduction mammoplasty, penapisan tumor testis
dan karsinoma mammae.
Gangguan pada reseptor androgen merupakan penyebab paling lazim pada 46 XY DSD.
Pada yang komplet, ditemukan fenotipe genitalia eksterna perempuan tanpa derivat duktus
Mullerian, karyotipe 46 XY, dan terdapat testes bilateral serta tidak ada rambut pubis maupun
rambut aksilla. Oleh karena derivat duktus Mullerian tidak ada, praktis ovarium dan uterus
tidak ada, sehingga pasien akan datang dengan keluhan berupa amenorrhea primer. Dapat pula
ditemukan hernia inguinalis yang berisi testis.
Pada yang parsial, ditemukan genitalia ambigu dengan berbagai derajat. Pada kasus klasik
didapat laki-laki dengan hipoospadia perineoskrotal, kriptorkidismus, struktur duktus Wolffian
yang rudimenter, ginekomastia, dan infertilitas. Tatalaksana berupa penyesuaian jenis kelamin
mengacu pada derajat virilisasi genitalia eksterna.
8. UNDENSENSUS TESTIS
1. DEFINISI
Undescended testis (UDT) atau kryptorkismus merupakan kondisi ketika testis tidak
berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur
penurunan testis yang normal. UDT adalah kelainan kongenital tersering yang ditemukan
pada anak laki-laki.
2. EPIDEMIOLOGI
Insidens dari UDT bisa mencapai 3-6% pada bayi yang lahir cukup umur dan bisa
meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT
unilateral.
3. PATOFISIOLOGI/ETIOLOGI
A. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan
mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum
akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika testis telah berada di
kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi.
B. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis
tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin.
C. Defisiensi stimulasi hormonal/endokrin
Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet.
Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adekuatnya
HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel
Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
4. FAKTOR RESIKO
A. BBLR (kurang 2500 mg)
B. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
C. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
D. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
E. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
F. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT
5. GEJALA KLINIS
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai
testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas.
Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis
maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang
diperlukan. Seperti:
A. Pemeriksaan laboratorium
- Pada pasien 3 bulan atau kurang dilakukan pemeriksaan LF, FSH, dan
testosteron untuk menentukan ada testis atau tidak
- Pada pasien diatas 3 bulan dapat dilakukan tes stimulasi hCG
B. Pemeriksaan imajing
Pemeriksaan USG, CT, dan MRI dapat mendeteksi daerah inguinal, akan tetapi testis
didaerah ini juga cukup palpable. Akurasi USG dan CT akan menurun menjadi 0-
50% pada kasus testis intraabdomen, sedangkan MRI memiliki akurasi mencapai
90%.
8. DIAGNOSIS BANDING
A. Testis retraktil
B. Anorkismus
C. Testis atrofi
D. Testis ektopik
9. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya,
baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika
dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2
tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk
melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Medikamentosa Obat yang sering
dipergunakan adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.
- Operasi
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah:
A. Mempertahankan fertilitas
B. Mencegah timbulnya degenerasi maligna
C. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum
pubik
D. Mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis
E. Melakukan koreksi hernia
F. Psikologis