Anda di halaman 1dari 16

MINI CX

VERTIGO

Diajukan kepada Yth:

dr. H. Zamroni, Sp.S

Muhammad Irfan Rizaldy

NIP 20174011105

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
1. IDENTITAS
Nama : Tn. A Y
Usia : 51 th
Alamat : Ngupasan Yogyakarta
Tanggal Periksa : Jumat, 6 Oktober 2017

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri kepala dan pusing yang berputar .
b. RPS

Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan pusing yang berputar. Pasien sudah
mengalami kondisi seperti ini sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengalami mual yang hebat
tetapi tidak muntah. Pusing akan bertambah ketika pasien berubah posisi berbaring lalu
duduk dan saat pergerakan posisi kepala dan saat kecemasan tentang strokenya mncul,
mual (+), muntah (-), kebas sekitar mulut (-), kebas separuh badan (-), kelemahan anggota
gerak yang bertambah (-), telinga berdenging (+).,terutama kiri).

c. RPD
Post SNH stroke, Hipertensi
d. RPK
Hipertensi pada keluarga
e. Riwayat Pribadi
Pasien tidak merokok atau minum alcohol.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
TD = 152/84 mmHg
T = 36,6 C
HR = 100 kpm
RR = 22 kpm
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Cukup

b. Status Psikiatri
Kesadaran : Compos Mentis
Kuantitatif : GCS 15 (mata, bicara, motorik) = 4,5,6
Kualitatif :Tingkah laku tenang
Orientasi :(tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik
Jalan Pikiran : Koheren
Kemampuan Bicara : lancar (+)
Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-), flaccid (-), bradikinesia (-)

c. Status Internus
Kulit : Turgor kulit normal
Kelenjar getah bening : KGB leher, aksila, dan inguinal DBN
Thoraks : Normothoraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus normal, kiri = kanan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : rhonki (-/-), wheezing (-/-)

d. Status Neurologis
1) Kepala : normocephal, simetris (+)
Px nervi cranialis
a) N. I (Olfactorius) : penciuman normal
b) N. II (Opticus)
Visus : tidak dilakukan
Pengenalan warna : normal
Medan penglihatan : normal +/+, hemianopsia -/-
Px fundus okuli : tidak dilakukan
c) N. III (Occulomotorius), N. IV (Trochlearis), & N. VI (Abducen)
Ptosis (-/-), nistagmus (+/+), exoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-)
Gerak bola mata ke atas : normal/normal
Gerak bola mata ke bawah : normal/normal
Gerak bola mata ke medial : normal/normal
Pupil : isokor
Strabismus : (-/-)
Diplopia : (+/+)
Reflek cahaya langsung : (+/+)
Reflek akomodatif : (+/+)

d) N. V (Trigeminus)

Motorik : menggigit (+), membuka mulut (+)


Sensorik : sensibilitas atas (+/+), tengah (+/+), bawah (+/+)
Reflek : masseter (-), zygomaticus (-/-)

e) N. VII (Facialis)

Mengerutkan dahi : positif


Kedipan mata : kanan = kiri
Sudut mulut : simetris
Mengerutkan alis : simetris
Menutup mata : +/+
Lakrimasi : tidak dilakukan
Daya kecap lidah 2/3 depan : tidak dilakukan

f) N. VIII (Vestibulocochlearis)

Mendengar suara gesekan tangan : (+/+)


Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes Weber : tidak dilakukan
Tes Schwabach : tidak dilakukan

g) N. IX (Glossopharyngeus)
Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
Reflek muntah : tidak dilakukan
Sengau : (-)

h) N. X (Vagus)

Nadi : teraba/teraba
Bersuara : bisa dipahami
Menelan : normal
i) N. XI (Accessorius)
Memalingkan kepala : (+/+)
Mengangkat bahu : simetris
Atrofi otot bahu : (-/-)
j) N. XII (Hipoglossus)
Sikap lidah : normal
Artikulasi : jelas
Tremor lidah : (-)
Atrofi otot lidah : (-)
Fasikulasi lidah : (-)

Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial :


Pupil : Isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+

2) Badan
Pulmo : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 reguler
Abdomen : BU (+), timpani (+)
3) Ekstremitas
+5 +5
Kekuatan : +5 +5

Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Sensibilitas : kiri : normal / kanan : nornal
+2 +2
Refleks Fisiologis : +2 +2


Refleks Patologis :


Klonus :

e. Tes Fungsi Koordinasi


Tandem Gait : (+)
Rhomberg Test : tutup mata (+)
Tes Tunjuk Hidung : (+)
Diadochokinesis : tidak dilakukan
Dysmetria : tidak dilakukan
Nystagmus: : horizontal (+), vertical (-), pendular (-)
Uji Dix-Hallpike : tidak dilakukan

f. Fungsi Vegetatif
Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-) Defekasi
: inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)

4. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis :Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Diagnosis Topis :Terdapat kelainan di organ vestibuler
Diagnosis Etiologi :Psikogenik
5. TERAPI
Betahistine
clopidogrel
6. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien vertigo perifer baik.
BAB II
DASAR TEORI
A. DEFINISI

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.

B. ETIOLOGY
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab vertigo dan agar mempermudah mengingatnya
dapat disingkat menjadi VERTIGO:
V=Vaskuler (vertebrobasilar insufficiency, stroke, migraine, hypotensi, anemia,
hypoglycaemi, menieres disease).
E=Epilepsy
R=Receiving any treatment (antibiotics, cardiac drugs, antihypertensive drugs,
sedative and tranquillisers, aspirin)
T=Tumor (Primary seperti acoustic neuroma dan glioma atau metastatic), Trauma
dan Thyroid
I=Infection (bakteri atau viral)
G=Glial disease (multiple sclerosis, radang SSp)
O=Ocular disease or imbalance

Sedangkan pada kasus BPPV, penyebab adalah sebagai berikut:

Idiopatik (penyebab terbanyak)


Psikis
Trauma kepala sekitar
Insufisiensi vertebrobasiler
Menieres disease
Vestibular neuritis

C. PATOFISIOLOGI
Vertigo muncul ketika ada kelainan masukan sensoris yang berasal dari ketiga reseptor,
vestibular (canalis semisirkularis), visus (retina) dan propioseptik (tendon, sendi dan
sensibilitas dalam). Apabila masukan sensoris tidak seimbang antara sisi kiri dan kanan
karena defisit vestibular unilateral tidak seimbang dan membangkitkan respon dari saraf
otonom, otot penggerak mata dan penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness). Rangsangan
tersebut juga meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan memacu pelepasan CRF
(corticotropin releasing faktor). CRF dapat mengubah keseimbangan kearah dominasi
saraf simpatik terhadap parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo. Selanjutnya ketika
keseimbangan berubah kearah parasimpatik sebagai akibat hubungan reciprocal
inhibition antar saraf simpatik dan parasimpatik, maka gejala mual dan muntahakan
muncul. Bila rangsangan diulang-ulang maka jumlah ion Ca dalam sel pre sinap akan
kian berkurang, bersamaan dengan menyempitnya kanal Ca (kalsium) yang mempersulit
masuknya ion Ca (Ca influk).
BPPV diduga disebabkan oleh perpindahan otokonia kristal (Kristal karbonat Ca yang
biasanya tertanam di sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di
saluran setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang
terlepas didalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-batu tersebut
merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat pada kupula. Ketika
batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal semisirkular dari telinga dalam.

Alasan terlepasnya Kristal kalsium dari macula belum diketahui secara pasti. Debris
kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti trauma atau infeksi virus,
tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa didahului trauma atau penyakit lainnya.
Demineralisasi tulang pada lansia juga dapat mempengaruhi pathogenesis

D. MANIFESTASI KLINIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan
objektif (signs) dan gangguan alat keseimbangan tubuh
Gejala subjektif
o Pusing, rasa kepala ringan
o Rasa terapung, terayun
o Mual
Gejala objektif
o Keringat dingin
o Pucat
o Muntah
o Nistagmus

Perbedaan vertigo perifer dan vertigo central:

Gejala Perifer Sentral pasien


Awitan Mendadak Perlahan Mendadak
Mual, Muntah Berat Bervariasi Gejala mual
hebat
Gejala tinnituis Sering Jarang Selalu pada
telinga kiri
Gejala Neurologik Jarang Sering -
Imbalance Ringan sampai Berat, tidak bisa Masih bisa jalan
sedang, bisa jalan berdiri atau jalan
Pengaruh gerakan + - +

E. DIAGNOSIS
a. ANAMNESIS
Bentuk vertigo: melayang, goyang berputar, dsb.
Keadaan yang memprovokasi: perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan.
Profil waktu: akut, paroksismal, kronik
Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin atau salisilat.
Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, penyakit paru.
Adanya nyeri kepala.
Adanya kelemahan anggota gerak.
b. PEMERIKSAAN FISIK
Umum: keadaan umum, anemia, tekanan darah berbarng dan tegak, nadi, jantung,
paru dan abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum:
Kesadaran
Saraf-saraf otak: visus, kampus, okulomotor, sensori di uka, otot wajah,
pendengaran dan menelan.

Pemeriksaan mata:

Pada mata dalam posisi netral bila ada nistagmus disebut nistagmus
spontan.
Bila pada mata melirik kekiri dan kanan lalu timbul gerakan nistagmus,
maka dapat disebut nistagmus horizontal. Nistagmus jenis ini banyak
ditemukan di vertigo perifer.

Uji Dix-Hallpike: bertujuan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional


paroksismal maka untuk membangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan
posisi:

Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring


terlentang dengan kepala tergantung diujung meja dan cepat-cepat kepala
disuruh menengok kekiri (10-20 derajat) pertahankan selam 10-15 detik,
liat adanya nistagmus kemudian kembali ke posisi duduk dan liat adanya
nistagmus dalam 10-15 detik
Ulangi pemeriksaan tersebut dengan kepala menengok ke kanan. Pada
pasien tanpa vertigo tidak timbul nystagmus dan tidak ada keluhan
ruangan berputar.

Pemeriksaan Keseimbangan dan Fungsi Cerebellum:

Rhomberg test: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-


mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
Tandem Gait: pasien berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
Tes tunjuk hidung: pasien diminta menutup mata dan meluruskan
lengannya kesamping, kemudian ia disuruh menyentuh hidungnya dengan
telunjuk. Pada lesi serebral telunjuk tidak sampai di hidung tetapi
melewatinya dan sampai di pipi.
Tes Heel to shin: pasien diminta untuk tidur pada posisi supine, minta
klien menggesekkan tumit telapak kaki kiri sepanjang tulang tibia tungkai
kanan dari bawah lutut sampai ke pergelangan kaki. Ulangi pada kaki
kanan.
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia darah, urin dan pemeriksaan
lain sesuai indikasi.
Pemeriksaan radiologi: Foto tulang tengkorak leher
Pemeriksaan neurofisiologi: EEG, EMG
Pemeriksaan Neuro-imaging: CT Scan kepala, pnemoensefalografi,
Tronscronial Doppler

F. PENATALAKSANAAN
a. NON FARMAKOLOGIS
BPPV adalah suatu penyakit yang dapat sembuh secara spontan dalam beberapa
bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian
terapi Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi
risiko jatuh pada pasien. Beberapa efek samping dari melakukan maneuver adalah
mual, muntah, vertigo dan nistagmus dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena
adanya debris otolith yang tersumbat saat berpindah. Setelah melakukan manuver
pasien harus duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke
posisi awalnya pada macula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan:
1. Manuver Epley

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertical.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45
derajat, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi
sebaliknya dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahankan 30-60 deetik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.

2. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan


posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 45 derajat ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi.
3. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 360 derajat, yang dimulai dari posisi supinasi lalu
pasien menolehkan kepala 90 derajat ke sisi yang sehat, diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke
bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian
menoleh lagi 90 derajat dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu
kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama
15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.
4. Forced Prolonged Positional
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi
telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.
5. Brandt-Daroff
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk dirumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap ada gejala vertigo setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini
juga dapat membantu menerapkan beberapa posisi sehingga dapat
menjadi kebiasaan.

b. FARMAKOLOGIS
1. Ca-entry blocker: dapat mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan
menekan pelepasan glutmat, menekan aktivitas NMDA special channel
dan bekerja langsung sebagai depressor labirin. Ex. flunarisin 3x 5-10
mg/hari
2. Antihistamin: memberi efek antikolinergik dan merangsang inhibisi n.
vestibularis. Ex. Cinnarizine 3x25 mg/hari, Dimenhidrinat 3x50 mg/hari
3. Histaminik: dapat menghambat neuron polisinaptik pada n. vesetibularis
lateralis. Ex. Betahistine 3x8mg
4. Fenotiazine: obat ini berkerja pada kemoreseptor trigger zone dan pusat
muntah di Medulla oblongata. Ex. Chlorpromazine 3x25 mg/hr
5. Benzodiazepine: golongan obat ini dapat menurunkan resting activity
neuron pada n. vestibularis.

s
Daftar Pustaka

Daroff, Robert B, Gerald M. Fenichel, Joseph Jankovic, John C. Mazziotta. 2012. Bradleys
Neurology in Clinical Practice. Elsevier Saunders. P 645-667.

Gilman, Sid, William J Herdman, Hadi Manji, Sean Connolly, Neil Dorward, Neil Kitchen, et.
al. 2010. Oxford Medical Handbook of Neurology. Oxford University Press.

Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA, Kusumastuti K.(eds.).
Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.

KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.


2001. Hal 93-94

Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189

Anda mungkin juga menyukai