Anda di halaman 1dari 7

BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Anggi Arum Sari


dr. Asyifa Zulinanda
dr. Fini Kolins
dr. Muhammad Afdhal
dr. Nopa Septia
dr. Safira Anis Silvia
Nama Wahana RS Awal Bros Sudirman PekanBaru
Topik : Kejang Demam
Tanggal Kasus : 25 November 2016
Nama Pasien : An. AHZ No RM : 323365
Pendamping :
Tanggal Presentasi : Agustus 2017 dr. Vandra Yovano
dr. Ryan Mutiara
Tempat Presentasi : RS Awal Bros Sudirman PekanBaru
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Anak laki-laki umur 3 tahun, demam tinggi disertai kejang

Tujuan : Mengidentifikasi Etiologi, Patofisiologi, Gejala Klinis dan Tata laksana


dari Kejang Demam
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : An. AHZ No RM : 323365

Data Utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Seorang anak laki-laki usia 3 tahun datang dengan keluhan demam yang sudah dirasakan
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam diukur sendiri dirumah dengan hasil
38.9C. Keluhan demam muncul tiba-tiba dan dirasakan terus meningkat. Keluhan bintik-
bintik kemerahan terlihat di tangan tidak ada. Keluhan rasa tidak nyaman di ulu hati dan
mual tidak ada. Penurunan nafsu makan ada. Keluhan muntah tidak ada. Keluhan sakit
kepala dan nyeri sendi tidak ada. Riwayat keluhan mimisan, gusi berdarah, muntah darah
dan BAB hitam tidak ada. Pagi ini pasien kejang satu kali dirumah dengan durasi 2
menit, kejang dikatakan seluruh tubuh pasien tidak sadarkan diri. Pasien dibawa ke UGD
RSAB saat di UGD RS pasien sudah tidak kejang. Pasien memiliki riwayat kejang
demam saat berusia 1 tahun.
2. Riwayat Pengobatan : Belum pernah diberikan obat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Pasien pernah mengalami keluhan serupa
4. Riwayat keluarga : Anggota keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
5. Riwayat Pekerjaan : Tidak bekerja
6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : tidak ada
7. Lain-lain:

Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi : - mmHg
Nadi : 120 x/mnt
Nafas : 26 x/mnt
Suhu : 38.9 0C
Kepala : Bentuk kepala normocephali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter pupil 2 mm,
refleks cahaya ada, mata tidak cekung
THT : Bentuk daun telinga dan hidung normal, Nyeri tekan tragus tidak ada, Faring tidak
hiperemis, Tonsil T1 l T1
Leher : Tidak ada Pembesaran Kelenjar Getah Bening

Paru :
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi dinding dada tidak ada
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, Suara tambahan ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis terlihat
Palpasi : Iktus teraba 2 jari medial ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi: S1-S2 normal, Reguler, murmur tidak ada, Gallop tidak ada.

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan regio epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik normal

Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat, CRT <2.

Diagnosis Kerja : Kejang Demam Sederhana


Pemeriksaan Penunjang :

10/08/2017
Hematologi
Hb : 11,7 gr/dl
Leukosit : 17.010 /mm3
Ht : 33.7 %
Trombosit : 270.000 /mm3

11/08/2017
Feses Rutin
Darah Samar : Negatif
Daftar Pustaka :
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985
3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27.1982
5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta. 2006.
6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis kejang demam
2. Identifikasi etiologi dari kejang demam
3. Mekanisme perjalanan penyakit kejang demam
4. Penanganan kejang demam di Rumah Sakit.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
I. Subjektif :
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun datang dengan keluhan kejang yang didahului demam
Keluhan Utama : Kejang yang didahului demam sebelum masuk Rumah Sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Demam sejak 1 hari yang lalu;
- Pasien kejang seluruh tubuh dengan penurunan kesadaran didahului demam tinggi.
Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)
Berdasarkan literatur :

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada
2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi
SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Definisi ini menyingkirkan kejang
yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Livingston (1954, 1963) membuat kriteria
dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston:
2. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
3. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
4. Kejang bersifat umum.
5. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
6. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
7. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
8. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
1. Objektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi : - mmHg
Nadi : 120 x/mnt
Nafas : 26 x/mnt
Suhu : 38.9 0C
Kepala : Bentuk kepala normocephali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor, diameter pupil 2 mm,
refleks cahaya ada kiri dan kanan, mata tidak cekung.
THT : Bentuk daun telinga dan hidung normal, Nyeri tekan tragus tidak ada, Faring tidak
hiperemis, Tonsil T1 : T1
Leher : Tekanan vena jugularis normal, Tidak ada Pembesaran Kelenjar Getah Bening

Paru :
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi dinding dada tidak ada
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler, suara tambahan ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 2 jari medial ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan regio epigastrium ada, Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Peristaltik normal
Ekstremitas : Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time <2

Berdasarkan literatur:
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, fokal atau atonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

2. Assessment
Keluhan yang ditemukan pada pasien :
Berdasarkan anamnesis :
- Demam sejak 1 hari yang lalu;
- Demam diukur dirumah 39C;
- Pasien hilang kesadaran, kemudian kejang seluruh tubuh kelonjotan;
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
- Keadaan umum : Sedang-berat
- Kesadaran : Somnolen
- Suhu 38.5
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
- a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
- b. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
- b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis.
3. Plan
Penatalaksanaan:
- Tirah Baring
- Stesolid 5mg s/d
- IVFD RL 10tpm.
- NS 0.9% + Phental 30mg dalam 30 menit/12jam
- Cefotaxim 3x400mg.
- Praxion 4x1cth.
- Prorys supp k/p suhu >38.

Tatalaksana berdasarkan Literature :

a. Penatalaksanaan Saat Kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian
diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3
0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

b. Pemberian Obat Pada Saat Demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.

2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.

Anda mungkin juga menyukai