Anda di halaman 1dari 11

Makalah Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan
hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan
pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang
benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr.
Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa
Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu
pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang
menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga
negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah
dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk
kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan
dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan latar belakang dari permasalahan
sebagai berikut:
1. Pengertian dari filsafat?
2. Bagaimana Rumusan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem?
3. Bagaimana Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental?
4. Bagaimana Intisari Sila-sila Pancasila?

BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani alphilein artinya cinta
dan shopos artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom (Nasution, 1973).
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama : Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian:
1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan ilmu, konsep pemikiran-pemikiran daripada
filsafat pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu.
Misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain sebagainya.
2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil
dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang tinggi dari persoalan yang
bersumber pada akal sehat.
Kedua : Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu
aktivitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan cara dan
metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu
sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya
merupakan suatu kumpulan dogma yang hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu
nilai tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat suatu proses yang dinamis dengan
menggunakan suatu metode tersendiri.
Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah, sebagai berikut:
1. Metafisika, membahas tentang hal-hal yang bereksistensi dibalik fisis, yang meliputi bidang-
bidang, antologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologi, membahas tentang hakikat pengetahuan.
3. Metodologi, membahas tentang hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4. Logika, membahas tentang filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang
benar.
5. Etika, membahas tentang moralitas, dan tingkah laku manusia.
6. Estetika, membahas tentang hakikat keindahan.

B. Rumusan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yaitu saling berhubungan, saling bekerja
sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Suatu kesatuan bagian-bagian.
2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3) Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4) Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5) Terjadi dalam suatu lingkungan yag kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada
hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Susunan sila-sila pancasila yang bersifat organis.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan Dasar Filsafat negara
berdasarkan lima sila yang masing-masing merupakan suatu azas kehidupan. Kesatuan sila-sila
Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat
dasar antologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat
manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur, susunan kodrat jasmani dan rohani, sifat
kodrat individu-makhluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Dasar epistemologi sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem
pengetahuan. Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat
menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu: 1) Logos yaitu rasionalitas atau penalaran, 2) Pathos
yaitu penghayatan, dan 3) Ethos yaitu kesusilaan. Dasar epitemologis Pancasila pada hakikatnya
tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai ideologi bersumber pada
nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Oleh karena itu dasar epistemologi tidak dapat
dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis
ontologis dari Pancasila maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan
epistemologi , yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
3. Dasar aksiologis sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hirarkinya.
Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai
material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun
dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada kedua macam sudut
pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberian nilai yaitu
manusia. Hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya
sesuatu itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, ini merupakan pandangan dari paham
objektivisme.
4. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem.
Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila yang umum
universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif serta realisasi
pengalaman Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila
satu sampai dengan lingkungan merupakan cita-cita harapan dan dambaan bangssa Indonesia
yang akan diwujudkannya. Sejak dahulu cita-cita tersebut telah didambakan oleh bangssa
Indonesia agar terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah rifah loh junawi, tentram karta
raharja. Dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan
setiap manusia.

C. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental


1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa pada hakekatnya
merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis fundamental dan menyeluruh.
Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila dijelaskan sebagai berikut.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa
dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan kemasyarakatan dan kebangsaan harus berdasarkan
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemirkiran filsafat
kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan
hidup manusia atau organisasi kemsyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal
society).
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan juga
subjektif. Artinya asensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal yaitu keutuhan,
kemanusiaan persatuan, kerakyatan dan keadilan. Sehingga kemungkinan dapat diterapkan pada
negara lain walaupun barang kali namanya bukan Pancasila. Artinya jika suatu negara
menggunakan prinsip filosofi bahwa negara ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
berkeadilan, maka negara tersebut pada hakekatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila
Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rumusan dari sila-sila Pancasila.
2. Inti nilai-nilai Pancasila.
3. Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa beradaan nilai-nilai
Pancasila itu tergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia.
Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Nilai-nilai Pancasila timbul dari Bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai kerohanian.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Fundamental.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia merupakan suatu sumber dari
segala hukum dalam negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD
1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara epersatuan,
yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi
segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara merupakan hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan
kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok
pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia
adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila
keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini mengandung arti bahwa negara
Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini
merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.

D. Intisari Sila-sila Pancasila


1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan sebagai
tujuan manusia serta sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, segala yang
berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, politik negara, pemerintahan negara,
hukum, dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan hak asasi warga negara harus
dijiwai nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan Yang adil dan Beradap
Sila kemanusiaan yang adil dan beradap secara sistematis didasari dan dijiwai ketiga sila
berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis
antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat
individu makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan berbagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradap terkandung nilai-nilai bahwa negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradap. Nilai
kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakekat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa
hakekat manusia harus adil dalam hubungan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil
terhadap masyarakat, bangsa dan negara, adil terhadap lingkungan serta adil terhadap Tuhan
yang Maha Esa.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
keempat sila lainnya, karena seluruh sila merupakan satu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila
persatuan Indonesia didasari dan diawali oleh sila ketuhanan yang Maha Esa dan kemanusia
yang adil dan beradab sert5a didasari dan dijiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh Himat dan
Kebijaksanaan dalam permusyawarata/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dalam persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat
kodrat manusia monodualitas yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, meningkatkan diri dalam satu
persatuan yang dilukiskan dalam suatu Bhinneka Tunggal Ika perbedaan bukannya untuk
dirincingkan menjadi konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang
saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersma untuk mewujudkan tujuan
bersama. Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuahanan yang Maha Esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, serta persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakekat negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sehingga dalam
dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokratis yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam
hidup negara, maka nilai demokrasi yang terkandung dalam sila keempat adalah;
(1) Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa
maupun secara moral terhadap Tuhan yang Maha Esa.
(2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
(3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
(4) Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan adalah
merupakan suatu bawaan kodrat manusia.
(5) Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku,
maupun agama.
(6) Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.
(7) Menjunjung tinggi atas musyawarah, sebagai moral kemanusiaan yang beradab.
(8) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan
bersama.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial dan seluruh rakyat Indonesia didasari dan
dijiwai oleh keempat sila yang di atas. Maka dalam sila kelima terkandung nilai keadilan yang
harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial) yaitu keadilan dalam hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat,
banga dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang haru terwujud dalam hidup bersama adalah
meliputi;
1. Keadilan distributif,
2. Keadilan legal (keadilan bertaat),
3. Keadilan komutatif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah
suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu
dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain,
apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan
Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

Inti sila-sila Pancasila meliputi:


Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial.
Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong Royong.
Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

B. Saran-saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatankesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid Darmadi, (2010), Pendidikan Pancasila, Konsep Dasar dan Implementasi, Alfabeta; Bandung.
144-163

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Sejarah Indonesia
    Makalah Sejarah Indonesia
    Dokumen13 halaman
    Makalah Sejarah Indonesia
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Wawancara Wirausaha Lontong Sayur
    Wawancara Wirausaha Lontong Sayur
    Dokumen2 halaman
    Wawancara Wirausaha Lontong Sayur
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Bab V-1
    Bab V-1
    Dokumen2 halaman
    Bab V-1
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Geografi
    Geografi
    Dokumen24 halaman
    Geografi
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Laporan Nabila
    Laporan Nabila
    Dokumen41 halaman
    Laporan Nabila
    Anonymous ITICls5kp
    Belum ada peringkat
  • Laporan Nabila
    Laporan Nabila
    Dokumen41 halaman
    Laporan Nabila
    Anonymous ITICls5kp
    Belum ada peringkat
  • Geografi
    Geografi
    Dokumen3 halaman
    Geografi
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Pen Gu Kuran
    Pen Gu Kuran
    Dokumen3 halaman
    Pen Gu Kuran
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Tugas 2 Sistem Proteksi
    Tugas 2 Sistem Proteksi
    Dokumen11 halaman
    Tugas 2 Sistem Proteksi
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Geografi
    Geografi
    Dokumen24 halaman
    Geografi
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Pengukuran
    Pengukuran
    Dokumen3 halaman
    Pengukuran
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Pen Gu Kuran
    Pen Gu Kuran
    Dokumen1 halaman
    Pen Gu Kuran
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Geografi
    Geografi
    Dokumen24 halaman
    Geografi
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Makalah Ham
    Makalah Ham
    Dokumen46 halaman
    Makalah Ham
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Tugas Dari Kelompok 2
    Tugas Dari Kelompok 2
    Dokumen8 halaman
    Tugas Dari Kelompok 2
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Makalah Agama Tentang Sholat
    Makalah Agama Tentang Sholat
    Dokumen12 halaman
    Makalah Agama Tentang Sholat
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Tugas Sampul
    Tugas Sampul
    Dokumen3 halaman
    Tugas Sampul
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Unit 2
    Unit 2
    Dokumen10 halaman
    Unit 2
    Mohammad Rizqi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bab 1
    Tugas Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Tugas Bab 1
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Prinsip Motor Sinkron Dan Power Factor
    Prinsip Motor Sinkron Dan Power Factor
    Dokumen7 halaman
    Prinsip Motor Sinkron Dan Power Factor
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Generator
    Generator
    Dokumen13 halaman
    Generator
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • KURVA
    KURVA
    Dokumen15 halaman
    KURVA
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat
  • Tugas 1
    Tugas 1
    Dokumen21 halaman
    Tugas 1
    Aditya Rizky Pratama
    Belum ada peringkat