Anda di halaman 1dari 6

NAMA : RISKA LESTARI

NIM : F1C114044

BIOAKTIFITAS

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa


L.) TERHADAP Escherichia coli, Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus DENGAN
METODE DIFUSI AGAR

Jurnal pertama yang saya ambil yaitu uji antibakteri dengan menggunakan metode difusi
agar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri bunga Rosella (Hisbiscus
Sabdariffa L.) dengan metode difusi agar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan
daya hambat antibakteri pada bunga Rosella (Hisbiscus Sabdariffa L.) Terhadap Escherichia coli,
Salmonella typhi Staphylococcus aureus dengan metode difusi agar, serta menentukan kesetaraan zat
uji dengan antibiotik pembanding.
Pada cara difusi agar digunakan media agar padat dan reservoir yang dapat berupa cakram
kertas, silinder atau cekungan yang dibuat pada media padat. Larutan uji akan berdifusi dari
pencadang ke permukaan media agar padat yang telah diinokulasi bakteri. Bakteri akan terhambat
pertumbuhannya dengan pengamatan berupa lingkaran atau zona disekeliling pencadang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metode difusi agar, yaitu :


a) Pradifusi, perbedaan waktu pradifusi mempengaruhi jarak difusi dari zat uji yaitu difusi antar
pencadang.
b) Ketebalan medium agar adalah penting untuk memperoleh sensitivitas yang optimal. Perbedaan
ketebalan media agar mempengaruhi difusi dari zat uji ke dalam agar, sehingga akan
mempengaruhi diameter hambat. Makin tebal media yang digunakan akan makin kecil diameter
hambat yang terjadi.
c) Kerapatan inokulum, ukuran inokulum merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi lebar
daerah hambat, jumlah inokulum yang lebih sedikit menyebabkan obat dapat berdifusi lebih jauh,
sehingga daerah yang dihasilkan lebih besar, sedangkan jika jumlah inokulum lebih besar maka
akan dihasilkan daerah hambat yang kecil.
d) Komposisi media agar, perubahan komposisi media dapat merubah sifat media sehingga jarak
difusi berubah. Media agar berpengaruh terhadap ukuran daerah hambat dalam hal mempengaruhi
aktivitas beberapa bakteri, mempengaruhi kecepatan difusi antibakteri dan mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan antibakteri.
e) Suhu inkubasi, kebanyakan bakteri tumbuh baik pada suhu 370C.
f) Waktu inkubasi disesuaikan dengan pertumbuhan bakteri, karena luas daerah hambat ditentukan
beberapa jam pertama, setelah diinokulasikan pada media agar, maka daerah hambat dapat
diamati segera setelah adanya pertumbuhan bakteri.
g) Pengaruh pH, adanya perbedaan pH media yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan jumlah
zat uji yang berdifusi, pH juga menentukan jumlah molekul zat uji yang mengion. Selain itu pH
berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri.

Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja, cara kerja dan ditentukan pula oleh
konsentrasi hambat minimum (KHM). Konsentrasi Hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi
minimum dari suatu zat yang mempunyai efek daya hambat pertumbuhan mikroorganisme.
Penetapan KHM dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (4) :
a) Cara cair
Pada cara ini digunakan media cair yang telah ditambahkan zat yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau jamur dengan pengenceran tertentu kemudian diinokulasikan biakan
bakteri atau jamur dalam jumlah yang sama. Respon zat uji ditandai dengan kejernihan atau
kekeruhan pada tabung setelah diinkubasi.
b) Cara padat
Pada cara ini digunakan media padat yang telah dicampur dengan larutan zat uji dengan berbagai
konsentrasi. Dengan cara ini satu cawan petri dapat digores lebih dari satu jenis mikroba untuk
memperoleh nilai KHM.

Dari hasil penapisan fitokimia tanaman uji bunga rosella (Hisbiscus sabdariffa L.) terdeteksi
adanya alkaloid, flavanoid, saponin dan tanin, diantara senyawa yang terdeteksi salah satunya
mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa bunga
rosella mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Pada penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) mulai dari konsentrasi 0,15 g/ml, 0,16 g/ml, 0,17 g/ml, 0,18 g/ml dan 0,19 g/ml menunjukkan
adanya pertumbuhan bakteri. Sedangkan pada konsentrasi 0,20 g/ml, 0,21 g/ml, 0,22 g/ml, 0,23 g/ml,
0,24 g/ml dan 0,25 g/ml tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Dengan menggunakan
metode difusi agar, diperoleh nilai KHM ekstrak etanol bunga rosella terhadap Escherichia coli,
Salmonella typhy dan Stapylococcus aureus sebesar 0,20 g/ml. Nilai kesetaraan ekstrak terhadap
antibiotik pembanding dilakukan pada berbagai konsentrasi mulai dari konsentrasi 1 g/ml, 0,8 g/ml,
0,6 g/ml, 0,4 g/ml dan 0,2 g/ml. Nilai kesetaraan 1 mg ekstrak etanol bunga Rosella (Hisbiscus
sabdariffa L.) setara dengan 0,000044 mg terhadap tetrasiklin hidroklorida untuk E. coli, 0,000221
mg, untuk S. typhy dan 0,000056 mg untuk S. aureus.
Uji Potensi Antimikroba Ekstrak N-Heksana Kulit Biji (Pericarp) Jambu Mete (Anacardium
Occidentale) Terhadap Bakteri Salmonella Enteritidis SP-1-PKH secara In Vitro

Jurnal kedua yang saya ambil yaitu uji antibakteri dengan menggunakan metode dilusi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antimikroba ekstrak n_Heksana kulit biji jambu mete
terhadap bakteri Salmonella enteritidis secara in vitro. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
dengan metode post test control design only yang dilakukan secara in vitro menngunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan diuji secara statistik menggunakan one way ANOVA, uji Tukey HSD, serta uji
korelasi-regresi dengan (:0.05).

Pengambilan kandungan aktif kulit biji mete dalam penelitian ini dilakukan dengan ekstraksi
menggunakan pelarut n-heksana. Penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa n-heksana bersifat
non polar, sehingga pelarut ini baik digunakan untuk bahan yang tidak larut air seperti minyak yang
terkandung dalam ekstrak kulit biji jambu mete. Berdasarkan uraian diatas, besar kemungkinan
bahwa ekstrak pericarp Jambu mete dapat digunakan sebagai antimikroba terhadap Salmonella
enteritidis. Untuk itu perlu dibuktikan efek ekstrak pericarp jambu mete dengan pelarut n-Heksana
sebagai antimikroba terhadap bakteri S.enteritidis secara in vitro, potensi antimikroba akan di uji
berdasarkan dengan KHM KBM dan pertumbuhan koloni pada pemberian berbagai konsentrasi
ekstrak.

Hasil dan Pembahasan

Kadar Hambat Minimal Ekstrak N-Heksana Kulit Biji Jambu Mete terhadap Salmonella
enteritidis
Uji potensi antimikroba ekstrak n-Heksana kulit biji jambu mete terhadap bakteri Salmonella
enteritidis menggunakan metode dilusi tabung. Hasil dari metode dilusi tabung adalah penentuan
nilai KHM dengan pengamatan terhadap tingkat kekeruhan. Menurut Dzen et al. (2003) penilaian
KHM metode dilusi dinilai dengan mengamati tingkat kekeruhan pada setiap tabung setelah
diinkubasi selama 18-24 jam yang ditunjukkan oleh warna tabung yang jernih. Tingkat kekeruhan ini
merupakan tanda awal dari potensi antimikroba ekstrak n-Heksana kulit biji jambu mete terhadap
bakteri Salmonella enteritidis.
Gambar 1. Hasil uji dilusi tabung ekstrak n-Heksana kulit biji jambu mete terhadap Salmonella
enteritidis
Berdasarkan pengamatan kekeruhan, KHM tidak dapat ditentukan karena warna ekstrak
keruh. Seharusnya penentuan KHM untuk ekstrak yang keruh menggunakan metode lain seperti uji
difusi cakram, atau uji dilusi agar, akan tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan uji tersebut karena
keterbatasan waktu. Selanjutnya penanaman pada media padat.

Perlakuan Jumlah Koloni (CFU/Plate) pada Ulangan ke- Rata-rata Standar


deviasi
1 2 3 4
25% 1410 1272 1237 1392 1327,75 86,094424
91
30% 649 599 707 666 655,25 44,709245
87
35% 229 324 343 387 320,75 66,615188
46
40% 12 13 13 24 15,5 5,6862407
03
45% 2 1 3 1 1,75* 0,8164965
81
50% 0 0 0 0 0 0
OI 1801 1755 1725 1788 1767,25 34,179672
32
Kadar bunuh minimal merupakan konsentrasi terendah yang memungkinkan pertumbuhan
koloni hanya < 0,1% dari original inoculum (Baron et al, 1994). 0,1% dari OI dalam penelitian ini
adalah 1,75 x 103 CFU/mL maka konsentrasi 25% dengan jumlah rata-rata koloni 1,25 x103 adalah
Kadar Bunuh Minimal dalam penelitian ini.

Berdasarkan regresi linier pada gambar 2, hubungan antara konsentrasi ekstrak pericarp
jambu mete dengan Jumlah koloni Salmonella enteritidis dapat dinyatakan dengan rumus Y = 1277
254,5X Y adalah jumlah koloni Salmonella enteritidis, sedangkan X adalah konsentrasi ekstrak
pericarp Jambu mete dengan pelarut n-Heksana. Hal ini dapat diartikan bahwa berarti tanpa
pemberian ekstrak pericarp Jambu mete maka jumlah koloni yang tumbuh akan cenderung
meningkat konstan sebesar 1,277 x 103 koloni dan pengaruh setiap 1% pemberian ekstrak pericarp
Jambu mete menyebabkan penurunan jumlah koloni Salmonella enteritidis sebesar 2,5 x 103 koloni.
Nilai R2 = 0,810 (81%) ini berarti bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak pericarp jambu mete
mempengaruhi sebesar 81% terhadap penurunan jumlah koloni Salmonella enteritidis SP-1-PKH.

Anda mungkin juga menyukai