Anda di halaman 1dari 11

PAPER

HASIL OBSERVASI DI SMA ISLAM SAID NAUM

MATA KULIAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Dosen Pengampu : Dr. H. Fakhruddin Arbah, M.Pd

Disusun oleh:
Uza Sukmana : 7616-1404-53

PROGRAM PASCA SARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2014

0
BAB I
PENDAHULUAN

Bersandar pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu keharusan yang menjadi
wewenang pemerintah kabupaten/kota. Di sisi lain Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
Berdasarkan undang undang di atas sebenarnya sudah cukup menjadi rambu-
rambu bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Akan tetapi perlu adanya
standarisasi dan pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya membentuk
kesatuan referensi dalam mencapai pendidikan yang berkualitas. Standar pendidikan ini
telah diperkuat dengan adanya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Pemberian Otonomi Pendidikan yang luas kepada lembaga pendidikan di
Indonesia merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang
muncul dalam masyarakat, di samping sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan
secara umum dan sebagai sarana peningkatan efisiensi pemerataan pendidikan, peran
serta masyarakat dan akuntabilitas publik. Secara esensial, landasan filosofis otonomi
daerah adalah pemberdayaan dan kemandiriaan daerah menuju kematangan dan
kualitas masyarakat yang dicita-citakan.
Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di
sekolah agar dapat mengadopsi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai
komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada
di sekolah. Dalam kerangka inilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) tampil sebagai
alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan
suatu konsep yang menawarkan otonomi kepada sekolah dalam rangka meningkatkan
mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan
masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat
dan pemerintah.
MBS merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka
desentralisasi pendidikan yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan

1
yang lebih luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu
model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau
madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara
langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam
menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan
mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan karena MBS merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat
merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat,
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber
daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan
mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan
kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada
kelompok tertentu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI MBS DI SMA ISLAM SAID NAUM

A. Hasil Observasi
1. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah SMA Islam Said Naum
Tanah Abang, Jakarta.
SMA Islam Said Naum Tanah Abang, Jakarta, sekolah yang berdiri di tengah-
tengah kota besar ini memiliki visi : mewujudkan manusia yang beriman dan berakhlak
mulia serta berwawasan keilmuan. Sekolah ini memiliki tenaga pendidik yang
berjumlah 30 orang, jumlah peserta didik sebanyak 134 siswa/i, memeiliki 6 rombel,
yang terdiri dari dua rombel kelas X, dua rombel kelas XI, dan dua rombel kelas XII.
Sekolah ini, sudah menerapkan MBS sejak MBS mulai diterapkan yaitu sekitar tahun
2001, hal ini terlihat dari kemandirian sekolah dalam pembiayaan operasinal
sekolahnya, walaupun dalam mengejar peningkatan mutu masih jauh dari standar yang
ditetapkan pemerintah dikarenakan terkendala dana dan lain hal.
Dalam MBS sekurang-kurangnya ada tujuh komponen yang ditelaah diantaranya
adalah :
1. Manajemen Peserta Didik
Teknis perekrutan peserta didik di SMA Islam Said Naum tidak menggunakan
seleksi khusus, hanya melakukan seleksi untuk mengelompokan penjurusan
antara IPA atau IPS.
Jumlah siswa/i adalah 134 siswa/i dengan 6 rombel.
Mayoritas murid berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah.
Untuk penerimaan siswa sudah melalui standar MBS yaitu adanya
pendelegasian tugas dari kepala sekolah kepada beberapa guru sebagai panitia
penerimaan siswa baru.
Untuk masalah kesiswaan kepala sekolah sudah mendelegasikan tugas kepada
wakil kepala sekolah bagian kesiswaan.
2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Jumlah tenaga pengajar 30 orang

3
Tenaga pengajar /guru sudah mengajar sesuai dengan bidangnya masing
masing.
Untuk perekrutan tenaga pendidik melalui beberapa seleksi walaupun belum
baik.
3. Manajemen Kurikulum
Kurikulum 2013 sudah mulai diterapkan tahun ajaran 2014 di kelas X dan XI
Kendala yang dihadapai dalam penerapan kurikulum 2013 adalah pelatihan guru
yang masih kurang, serta sarana dan prasarana yang kuarang memadai.
Dalam penerapannya pada siswa, kurikulum 2013 menuntut keaktifan siswa.
Kendala lain adalah kebingungan guru dalam penilaian dalam kurikulum 2013
karena belum jelasnya petunjuk teknis sistem penilaian.
4. Manajemen Sarana Prasarana
Ketersedian gedung sekolah yang memadai, lingkungan sekolah yang asri
walaupun berada di pusat kota, ruang kelas yang memadai, lapangan, lab-
komputer, ruang osis, ruang UKS, perpustakaan, kafetaria, lab. Ibadah, dan
ruang guru, tempat piket dan sebagainya.
5. Manajemen Pembiayaan
Sumber utama pendanaan sekolah adalah dari SPP siswa
Sumber dana lain adalah dari pemerintah berupa dana operasional sekolah
berupa BOS.
Usaha lain dari yayasan berupa usaha parkiran
6. Manajemen Layanan Khusus
Tenaga khusus berupa BK sudah tersedia tapi jumlahnya yang tidak sesuai
dengan jumlah siswa, terdapat hanya satu guru BK, untuk menangani 134 siswa.
Untuk menghukum siswa sekolah bersama guru BK sudah menerapkan sistem
point bagi siswa/i yang melanggar.
Layanan kafetaria, UKS, perpustakaan, musholah / lab. Ibadah, keamanan,
tempat parkir sudah tersedia tersedia.
Lapangan olah raga dan bus sekolah belum tersedia.
7. Manajemen Partisipasi Masyarakat

4
Komite berjalan, walaupun hanya sekedar partisipasi orang tua wali murid, tugas
komite sebagai perantara masih belum berjalan sebagai mana mestinya.
Sekolah melakukan bakti sosial dan sunatan massal setiap tahun hal ini untuk
melakukan sosialisasi dengan masyarakat sekitar sekolah.

Hasil observasi menyimpulkan bahwa SMA Islam Said Naum, Tanah Abang, Jakarta.
Sudah menerapkan MBS walaupun masih ada beberapa kekurangan dibeberapa
komponen, adapun yang akan dibahas adalah manajeman sarana dan prasarana
pendidikan :
Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

1. Pengertian Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Pada dasarnya Sarana dan prasarana pendidikan terdiri dari dua unsur, yaitu sarana
dan prasarana. Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar
mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media
pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas
yang secara tidak langsung menunjang jalannya suatu proses pendidikan atau
pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika
dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah
untuk pangajaran biologi, halaman sekolah sebagai lapangan olahraga, komponen
tersebut merupakan sarana pendidikan.1[1]
Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24 tahun 2007, sarana adalah
perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah
fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara
lain gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan
yang termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju
sekolah dan lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar
mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.
2. Manajeman Sarana dan Prasarana Pendidikan

1[1] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, Teras, Yogyakarta, 2009, hal.115

5
Manajemen sarana dan prasarana merupakan suatu kegiatan untuk mengatur dan
mengelola sarana dan prasarana pendidikan secara efisien dan efektif dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Tim Pakar Manajemen Universitas
Negeri Malang, manajemen sarana dan prasarana adalah proses kerjasama
pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah
secara efektif dan efisisen. [2] (Bafadal,2003).
Menurut Rugaiyah (2011:63), Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan
pengelolaan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh sekolah dalam upaya
menunjang seluruh kegiatan baik kegiatan pembelajaran maupun kegiatan lain
sehingga seluruh kegiatan berjalan dengan lancar. Menurut Asmani (2012:15),
manajemen sarana dan prasarana adalah manajemen sarana sekolah dan sarana bagi
pembelajaran, yang meliputi ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru,
siswa serta penataan ruangan-ruangan yang dimiliki.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga
sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal
dan berarti pada jalannya proses pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan
( Mulyasa, 2011:50).
Dari defenisi yang telah disebutkan manajemen sarana dan prasarana pendidikan
adalah proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan
yang dimiliki oleh sekolah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisisen. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan, karena pegelolaan sarana dan prasarana yang baik
akan sangat mendukung untuk suksesnya proses belajar mengajar di sekolah.
3. Tujuan manajemen sarana prasarana pendidikan

Pada dasarnya manajemen sarana dan prasarana pendidikan memiliki tujuan


sebagai berikut :
Menciptakan sekolah atau madrasah yang bersih, rapi, indah, sehingga
menyenangkan bagi warga sekolah atau madrasah.
Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai baik secara kuantitatis
maupun kualitatif dan relevan dengan kepentingan pendidikan.

6
4. Prinsip-prinsip manajemen sarana prasarana pendidikan

Dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan, terdapat beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Prinsip-prinsip tersebut
menurut Bafadal (2003) adalah :
Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah
harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didaya gunakan oleh personil
sekolah dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah.
Prinsip efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasarana di sekolah harus
dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana
dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Demikian juga
pemakaiannya harus dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
Prinsip administratif, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah harus selalu memperhatikan UU, peraturan, instruksi, dan petunjuk
teknis yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.\
Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu manajemen sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah harus didelegasika kepada personel sekolah yang mampu
bertanggung jawab, apabila melibatkan banyak personil sekolah dalam
manajemennya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang
jelas untuk tiap personil sekolah.
Prinsip kekohesifan, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat
kompak.
5. Proses manajemen sarana prasarana pendidikan

Proses manajemen sarana prasarana pendidikan yang akan dibahas disini berkaitan
erat dengan :
1. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan/analisis kebutuhan
2. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
3. Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan
4. Penggunaan atau pemanfaatan sarana dan prasarana
5. Pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan

7
6. Penghapusan sarana dan prasarana sekolah
7. Pertanggungjawaban.
Penerapan MBS di SMA Said Naum dalam manajemen sarana dan prasarana
pendidikan sudah menerapkan standar proses pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan misalnya dalam perencanaan pengadaan / analisis kebutuhan, pengadaan
sarana dan prasarana, inventarisasi, penggunaan atau pemanfaatan, pengawasan dan
pemeliharaan, penghapusan sarana dan prasarana sekolah, dan pertanggungjawaban.
Namun pendelegasian tugas mengenai orang yang bertanggung jawab dalam
sarana dan prasarana masih belum jelas, yang ada hanya koordinator bidang sarana
dan prasarana, selain itu pemeliharaan dan pengawasan sarana dan prasarana masih
sangat minim karena kurangnya personil.
Sarana dan prasarana secara fisik hampir 75 % sudah memenuhi standar yang
diinginkan pemerintah pusat. Sarana yang tersedia di SMA Said Na,um diantaranya :
Laboratorium komputer, untuk pembelajaran wajib agar siswa mampu
mengoperasikan komputer dengan baik.
Usaha Kesehatan Sekolah, untuk menjaga kesehatan siswa.
Perpustakaan, disediakannya perpustakaan untuk menambah pengetahuan
siswa
Lab. Al-quran, untuk meningkatkan kemampuan siswa mengenai pemahaman
agama
Peralatan olahraga
Kantin,
Kamar mandi,
Halaman sekolah
Jalan menuju sekolah
Musola.
Tempat parkir
Dan lain-lain

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan MBS di SMA Islam Said Naum Tanah Abang, Jakarta sudah diterapkan
meski belum bisa dikatakan seutuhnya sudah MBS. Aspek kemadirian sekolah
terutama dalam masalah pembiayaan penyelenggaraan pendidikan sudah mencirikan
implementasi MBS. Di aspek yang lain belum keseluruhannya baik, karena dari semua
komponen Manajemen Berbasis Sekolah meski semuanya telah dilaksanakan namun
belum maksimal baru 70%, hal ini wajar dikarenakan kondisi keuangan dan tidak
semua faham tentang implementasi dari kurikulum pendidikan berbasis sekolah, hal ini
terbukti dari hasil observasi masih ada guru yang tidak tahu apa itu MBS.
B. Saran
Saran dari saya semoga implementasi MBS berjalan dengan sebagaimana mestinya
khususnya di SMA Islam Said Naum, dan umumnya di sekolah-sekolah lain, agara
sekolah sekolah yang berdiri memiliki mutu yang unggul dan mencetak generasi
bangsa yang unggul.

9
10

Anda mungkin juga menyukai