Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN 16 TAHUN DENGAN CLOSE FRACTURE


DISTAL RADIUS ULNA (S) SMITH TYPE DAN CLOSE FRACTURE
ANKLE (D) WEBER TYPE B AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS

Oleh:
Ana Erdina
G99162148

Pembimbing:
dr. Udi Herunefi H., Sp.B., Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH ORTHOPEDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Sumberan, Japoh, Sragen, Jawa Tengah
No. RM : 0139xxxx
Masuk rumah sakit : 9 Oktober 2017
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Nyeri pada tangan kiri dan kaki kanan setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
1 jam SMRS pasien sedang berkendara menuju sekolah, pasien
berusaha menghindari mobil yang berhenti mendadak di tengah jalan, tetapi
tetap menyenggol mobil. Pasien terjatuh dengan posisi tidak diketahui.
Helm masih terpasang. Setelah kejadian, pasien mengeluh nyeri pada
tangan kiri dan kaki kanan. Pusing (-), mual (-), muntah (-), pingsan (-),
kejang (-). Oleh penolong pasien dibawa ke RSDM.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat Merokok : (-)
Riwayat Minum Alkohol : (-)

2
Riwayat Olahraga : disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar. Pasien berobat menggunakan pembiayaan
mandiri (pasien umum).

7. Anamnesis Sistemik
Kepala : pusing (-)
Mata : pandangan kabur (-/-), pandangan dobel (-/-)
Hidung : pilek (-/-), mimisan (-/-), hidung tersumbat (-)
Telinga : pendengaran kurang (-/-), keluar cairan (-/-), denging (-/-)
Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah
(-), bibir pecah-pecah (-)
Tenggorokan : nyeri telan (-)
Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Cardiovascular : nyeri dada (-), kaki bengkak (-), keringat dingin (-),
berdebar (-)
Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), perut terasa panas (-), kembung (-),
sebah (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB
lendir darah (-), BAB sulit (-)
Genitourinaria : BAK warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)

Ekstremitas : lihat status lokalis

C. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
1. Airway : bebas
2. Breathing : spontan, pergerakan dinding dada kanan sama dengan kiri,
RR = 22 x/menit
3. Circulation : Tekanan darah : 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit
4. Disability : GCS E4V5M6, pupil isokor (3 mm / 3 mm), reflek
cahaya (+/+)
5. Exposure : suhu 36,4 C, jejas (+) lihat status lokalis

Secondary Survey
1. Keadaan Umum
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Derajat kesadaran : compos mentis
- Derajat gizi : gizi normal
2. Kulit

3
Kulit sawo matang, kering, ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-)
3. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),alopesia (-)
luka (-), atrofi m. temporalis(-)
4. Mata
Oedema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
5. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
6. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (+)
7. Telinga
Normotia, sejajar, sekret (-)
8. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
9. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak
meningkat
10. Toraks
Bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)
11. Abdomen
Inspeksi : Perut distended (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
12. Ekstremitas : Jejas (+) lihat status lokalis
Akraldingin Edema

- - - -

- - - -
13. Genital urinaria

4
BAK warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)

5
14. Status Lokalis
Regio Antebrachii (s)
Look : skin intak, vulnus (-), swelling (+), deformitas (+)
Feel : NVD (-), NT (+), diskontinuitas (+)
Movement : ROM elbow terbatas nyeri, ROM wrist terbatas nyeri
Regio Ankle (d)
Look : skin intak, swelling (+), deformitas (+)
Feel : NVD (-), NT (+) , krepitasi (+)
Movement : ROM ankle terbatas nyeri

D. ASSESMENT I
Suspek close fracture wrist joint (s)
Suspek close fracture ankle (d)

E. PLANNING I
Head up 30o
Oksigen 3 lpm
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi metamizole 1 gram/8 jam
Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam
Immobilisasi dengan pemasangan spalk
Rontgen cruris (d), calcaneus (d), antebrachii (s), wrist joint (s)
Cek laboratorium darah lengkap

6
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium Darah (9 Oktober 2017)
Hb : 11.2 g/dl
Hct : 38 %
AL : 18.7 ribu/ul
AT : 302 ribu/ul
AE : 4.9 juta/ul
PT : 12.9 detik
APTT : 27.4 detik
Albumin : 3.7 g/dl
Creatinin : 0.5 mg/dl
Ureum : 19 mg/dl
Na : 139 mmol/L
K : 3,8 mmol/L
Cl : 110 mmol/L

2. Radiologi
Foto Wrist Kiri AP/Lat (9 Oktober 2017)

Kesimpulan :
Fraktur distal radius sinistra

Foto Cruris Kanan AP/Lat (9 Oktober 2017)

7
Kesimpulan :
Fraktur complete transverse di maleolus lateral os fibula dekstra
Foto Calcaneus Kanan AP/Lat (9 Oktober 2017)

Kesimpulan :
Fraktur tuberositas calcaneus dekstra
G. Assesment II
1. Closed fracture distal radius ulna (s) smith type
2. Closed fracture ankle (d) Weber Type B
H. Plan II
Pro ORIF regio distal radius ulna (s) dan regio ankle (d)

8
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur Radius Ulna


Pada ulna dan radius sagat penting gerakan-gerakan pronasi dan
supinasi. Untuk mengatur gerakan ini diperlukan otot-otot supinator, pronator
teres dan pronator kuadratus. Yang bergerak supinasi-pronasi (rotasi) adalah
radius.
1. Mekanisme Trauma
Umumnya trauma yang terjadi pada antebrachii adalah trauma
langsung, dimana radius-ulna patah satu level yaitu biasanya pada
sepertinga tengah dan biasanya garis patahnya transversal. Tetapi bisa pula
terjadi trauma tak langsung yang akan menyebabkan level garis patah pada
radius dan ulna tak sama dan bentuk garis patahnya juga dapat berupa
oblik atau spiral.
2. Gejala Klinik
Patah radius ulna mudah dilihat, adanya deformitas di daerah yang
patah, bengkak, angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi), pemendekan.
3. Radiologi
Pada foto antebrachii AP/Lateral jelas terlihat garis patahnya, level
garis patahnya serta dislokasinya.

4. Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup. Prinsipnya dengan melakukan traksi
kearah distal dan mengembalikan posisi tangan yang sudah berubah akibat
rotasi. Untuk menempatkan posisi tangan dalam arah yang benar, harus
dilihat letak garis patahnya. Kalau garis patahnya terletak sepertiga

9
proksimal, posisi fragmen proksimal selalu dalam posisi supinasi karena
kerja otot-otot supinator. Maka untuk mendapatkan kesegarisan yang baik,
fragmen distal diletakkan dalam posisi supinasi. Kalau letak garis
patahnya di sepertiga tengah, posisi radius dalam posisi netral akibat kerja
otot-otot supinator dan otot pronator seimbang. Maka posisi bagian distal
diletakkan dalam posisi netral. Kalau letak garis patahnya sepertiga distal,
radius selalu dalam posisi pronasi karena kerja otot-otot pronator
kuadratus, posisi seluruh lengan harus dalam posisi pronasi.
Setelah ditentukan kedudukannya, baru dilakukan immobilisasi
dengan gips sirkular di atas siku. Gips dipertahankan 6 minggu. Kalau
hasil reposisi tertutup tidak baik, dilakukan tindakan operasi atau reposisi
terbuka dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.
5. Komplikasi
Mal union, Delayed union, Non union
B. Fraktur Radius Distal
Fraktur Radius distal paling sering terjadi pada cedera ortopedi,
sekitar 74% dari seluruh cedera lengan bawah dan seperenam dari seluruh
kasus fraktur di bagian kegawatdaruratan; 50% mencakup sendi radiocarpal
dan radioulnar. Fraktur distal radius lebih sering ditemukan pada wanita.
Fraktur ini terbagi menjadi dua kategori: penderita usia muda yang
mengalami cedera berkekuatan tinggi dan penderita usia tua yang terjatuh.
1. Patofisiologi
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan
biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan
sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal.
Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat
dari samping menyerupai garpu. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)
Benturan mengena di sepanjang lengan bawah dengan posisi
pergelangan tangan berekstensi. Tulang mengalami fraktur pada
sambungan kortikokanselosa dan fragmen distal remuk ke dalam ekstensi

10
dan pergeseran dorsal. (Apley & Solomon, 1995) Garis fraktur berada
kira-kira 3 cm proksimal prosesus styloideus radii. Posisi fragmen distal
miring ke dorsal, overlapping dan bergeser ke radial, sehingga secara
klasik digambarkan seperti garpu terbalik (dinner fork deformity)
(Armis,2000).
2. Klasifikasi
Sistem Klasifikasi Frykman
Tipe I : Fraktur ekstra-artikular
Tipe II : Fraktur ekstra-artikular dengan fraktur styloid ulna
Tipe III : Keterlibatan radiokarpal artilkular
Tipe IV : Keterlibatan radiokarpal articular dengan fraktur styloid
ulna
Tipe V : Keterlibatan radioulnar
Tipe VI : Keterlibatan radioulnar dengan fraktur styloid ulna
Tipe VII : Keterlibatan radioulnar dan radiokarpal
Tipe VIII : Keterlibatan radioulnar dan radiokarpal dengan fraktur
styloid ulna

Fraktur distal radius dapat dibagi dalam:


a. Fraktur Colles
b. Fraktur Smith
c. Fraktur Barton

a. Fraktur Colles

11
Fraktur terjadi pada metafisis distal radius. Kebanyakan
dijumpai pada penderita-penderita wanita usia > 50 tahun, karena
tulang pada wanita setelah usia tersebut mengalami osteoporosis post
menopause.

1) Mekanisme Trauma
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha
menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi atau jatuh bertumpu
pada telapak tangan dengan tangan dalam posisi dorsofleksi. Gaya
akan diteruskan ke daerah metafisis distal radius yang akan
menyebabkan fraktur radius sepertiga distal dimana garis patahnya
berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.
Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi ke arah dorsal,
radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur
avulsi dari processus styloid ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke
dorsal dan gerakan ke arah distal menyebabkan subluksasi sendi radio
ulna distal.
2) Gejala Klinik
Pada inspeksi bentuk khas yang dapat dilihat seperti sendok
makan (dinner fork deformity). Gambaran ini terjadi karena adanya
angulasi dan pergeseran ke dorsal, deviasi radial, supinasi dan impaksi
ke arah proksimal. Gejala-gejala yang lain seperti lazimnya gejala
patah tulang, ada pembengkakan, nyeri gerak, nyeri tekan, deformitas.

12
Gambar Dinner Fork Deformity
3) Radiologi
Pada foto antebrachii tampak fraktur distal radius dengan jarak
1 inci dari sendi pergelangan tangan, angulasi dorsal pada fragmen
distal, pergeseran ke dorsal pada fragmen distal, dan terdapat dengan
fraktur prosesus styloideus ulna. Pada gambaran radiologis juga dapat
diklasifikasikan stabil dan tidak stabil. Stabil bila terjadi satu garis;
tidak stabil bila patahnya komunitif.

Gambar X-ray Fraktur Colles


4) Penatalaksanaan
Jika tidak dirawat, fraktur ini akan menyatu dengan angulasi ke
belakang (backward angulation), kehilangan fungsi supinasi,
kelemahan genggaman, dan kehilangan fungsi deviasi ulna. Fungsional
lengan bawah masih baik.
Pada fraktur displaced, fraktur ini harus dimanipulasi ke posisi
yang baik dengan menarik tangan ke arah distal, memfleksikan sendi
pergelangan tangan, dan menarik tangan ke arah deviasi ulnar. Setelah
direduksi, gips diletakkan dari siku hingga ke sendi

13
metacarpophalangeal, tepat dimana terdapat garis kulit proksimal pada
telapak tangan. Jari-jari dan jari jempol harus dibiarkan bebas
bergerak. Pasien disuruh kembali lagi antara 7 hingga 10 hari
kemudian dan dilakukan radiografi untuk memeriksa posisi. Jika posisi
fragmen beranjak, manipulasi lanjutan harus dilakukan. Fisioterapi
turut harus dimulai sekiranya pasien masih tidak menggunakan tangan
dan bahunya. Gips dikekalkan selama 4 minggu dimana dalam tempoh
tersebut harus ada pergerakan penuh dari jari-jari, jempol, siku, dan
bahu.
Pada fraktur impacted yang berada dalam posisi baik, kadang-
kadang impact terjadi dalam posisi yang dapat diterima dengan sedikit
angulasi ke belakang. Fraktur seperti ini tidak memerlukan manipulasi
lanjutan namun adalah lebih baik untuk dipasangkan gips selama 2
minggu untuk mengelakkan pergeseranyang tidak disengajakan.
5) Komplikasi
Sering dapat berupa kekakuan jari-jari tangan, kekakuan sendi
bahu, mal union subluksasio sendi radio-ulnar distal. Jarang terjadi
atrofi Suddeck, rupture tendon ekstensor polisis longus, sindrom karpal
tunnel
Pada atrofi Suddeck, tangan menjadi kaku, biru, dan dingin
akibat reflex sympathetic dystrophy yang disebabkan oleh gangguan
sensoris dan otonom pada tulang dan pembuluh darah. Hal ini sering
terjadi pada pasien yang tidak menggerakkan jari-jarinya dan bisa juga
turut terjadi pada bahu setelah terjadi fraktur pada lengan bawah.
Kerusakan pada nervus medianus bisa terjadi akibat fraktur
Colles dan bisa menyebakan kompresi pada saraf tersebut. Simptom
ini akan menghilang setelah frakturnya menyatu namun dekompresi
harus dilakukan untuk mengurangi simptom. Ruptur tendon longus
pollicis ekstensor bisa terjadi akibat pergerakan dari pinggir tajam dari
tulang yang patah di daerah dorsal pergelangan tangan. Pasien akan
mengeluhkan jempolnya tidak bisa diangkat.

14
b. Fraktur Smith
Lebih jarang terjadi dibandingkan fraktur colles. Kadang-
kadang diistilahkan sebagai reverse colles fracture walaupun tidak
tepat.

Gambar X-ray Fraktur Smith


1) Mekanisme Trauma
Penderita jatuh, tangan menahan badan, sedang posisi tangan
dalam volar fleksi pada pergelangan tangan, pronasi. Garis patah
biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
2) Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dalam anestesi lokal atau anestesi umum.
Posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi supinasi (kebalikan
dari posisi colles). Diimobilisasi dalam gips sirkular di bawah siku
selama 4-6 minggu. Jika tidak berhasil, dapat difiksasi dengan plate.
C. Fraktur Ankle
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan
istilah yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle
fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki
sedang bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan
tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki. Fraktur
yang parah dapat terjadi pada dislokasi pergelangan kaki. Fraktur ankle itu
sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus lateralis (fibula)
dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan sendi yang

15
kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh
maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur
sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott. Fraktur pada
pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang mengalami kecelakaan
(kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak sendi pergelangan kaki
hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar
fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan di luar bidang
tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah
pergelangan kaki. Bagian-bagian yang sering menimbulkan fraktur dan
fraktur dislokasi yaitu gaya abduksi, adduksi, endorotasi atau eksorotasi.
1. Epidemiologi
Insidens sering terjadi pada :
a. Fraktur pergelangan kaki menduduki posisi kedua sebagai fraktur yang
sering ditemukan.
b. Fraktur pada anak-anak pada umunya melibatkan lempeng
pertumbuhan.
c. Fraktur pada remaja (Fraktur Tillaux) memiliki pola khusus karena
penutupan parsial pada lempeng pertumbuhan.
d. Angka kejadian fraktur ini lebih tinggi pada kelompok dewasa muda.
2. Etiologi
Fraktur pergelangan kaki paling sering terjadi pada trauma akut,
seperti jatuh, salah langkah, atau cedera saat berolahraga. Lesi patologis
jarang menyebabkan fraktur pergelangan kaki. Kondisi yang berkaitan
dengan fraktur pergelangan kaki antara lain keseleo pergelangan kaki
(sprain ankle) dan keseleo PTT (sprain PTT).
3. Klasifikasi
Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis
terjadinya pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting
untuk tindakan pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi
yang sering dipakai adalah klasifikasi dari DanisWeber yang berdasarkan
pada level fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari AO serta Lange-

16
Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi Danis Weber
adalah sebagai berikut :
a. Weber type A
Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis yang
disebabkan adduksi atau abduksi. Medial maleolus dapat fraktur atau
deltoid ligamen robek.
b. Weber type B
Fraktur oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis.
Disebabkan cedera dengan pedis external rotasi syndesmosisnya intak
tapi biasanya struktur dibagikan medial ruptur juga.
c. Weber type C
Fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 bila 1/3 distal
dan C2 bila lebih tinggi lagi. Disebabkan abduksi saja atau kombinasi
abduksi dan external rotasi. Syndsmosis & membrana interosseus
robek juga.
4. Patofisiologi
Penyelidikan-penyelidikan mekanisme trauma pada sendi
talocrural ini telah dilakukan sejak lama sekali. Tapi baru setelah tahun
1942 oleh penemuan-penemuan berdasarkan penyelidikan eksperimentil
pada preparat-preparat anatomik, Lauge Hansen dari Denmark berhasil
melakukan pembagian dari jenis-jenis trauma serta berdasarkan pembagian
ini hampir semua fraktur serta trauma dapat dibagi dalam 5 dasar
mekanismenya.
a. Trauma supinasi/Eversi
Dalam jenis ini termasuk lebih dari 60% dari fraktur sekitar
sendi talocrural.
b. Trauma Pronasi/Eversi
Tidak begitu sering, hanya kurang lebih 7 -- 8% fraktur sekitar
sendi talocrural.
c. Trauma Supinasi/Adduksi
Antara 9 -- 15% dari fraktur sendir talocrural termasuk
golongan ini.
d. Trauma Pronasi/Abduksi

17
Sekitar 6 -- 17% fraktur sendi talocrural.
e. Trauma Pronasi/Dorsifleksi
Sangat jarang terjadi tapi perlu disebutkan.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat
terjadi dalam beberapa macam trauma:
a. Trauma abduksi
Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus
lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang
bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
b. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis
yang bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya.
Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan
pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
c. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma
abduksi dan terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang
disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada
maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan
dislokasi talus.
d. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian
depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur
komunitif disertai dengan robekan diastasis.
Banyak pengarang telah melakukan penyelidikan pada material
klinis mereka berdasarkan pembagian dari Lauge Hansen ini. Satu hal
yang penting yang dapat selalu ditarik dari dasar pembagian ini adalah kita
dapat mengenal mekanismenya dari trauma dan kemudian setelah melihat
penemuan radiologik , menghubungkan trauma yang terdapat pada
ligamen-ligamennya. Mengenai trauma inversi juga telah dilakukan
penyelidikan-penyelidikan eksperimentil dan memang dapat dihasilkan
secara eksperimentil tapi suatu trauma inversi hampir tidak pernah akan
ditemukan dalam kehidupan sehari- hari. Perlu ditekankan kembali bahwa
sprain , robekan ligamen serta patah tulang pada sendi talocrural adalah

18
suatu kesatuan etiologi. Kekuatan-kekuatan indirek yang sama, tergantung
dari kedudukan kaki pada saat itu serta arah rotasi sendi talocrural/yang
bekerja pada setiap jenis trauma. Kekuatan indirek ini sebenarnya kecil,
dibanding dengan panjang lever yang misalnya satu meter sudah dapat
menimbulkan fraktur.
Lesis menemukan bahwa untuk fulcrum 1 m cukup kekuatan
sebanyak 5 - 8 kg saja. Sedangkan suatu kekuatan direk yang diperlukan
untuk menyebabkan kerusakan yang sama, harus kurang lebih 100 kali
lebih kuat.

Gambar Posisi Kaki Dorsofleksi


Pada gambar di atas, kaki dalam keadaan netral atau dorsifleksi.
Bila trauma menimbulkan rotasi eksternal yang hebat maka ligamentum
tibiofibular anterior akan teregang. Bila rotasi terjadi terus menerus maka
kerusakan ligamentum deltoid dapat terjadi.

Gambar Posisi Kaki Plantar Fleksi Maksimal


Pada gambar di atas, kaki dalatn keadaan plantar fleksi maksimal.
Bila trauma menimbulkan rotasi eksterna yang hebat maka dapat tcrjadi
ruptur dari ligamentum talofibular, disertai luxasi antcrior dari talus.

19
Gambar Fraktur Maleolus Lateralis
Pada gambar di atas, fraktur maleolus lateralis yang terjadi bila
trauma menimbulkan rotasi eksterna dan abduksi yang hebat memutar os
talus dan mendorong melcolus latcral ke posterior Bila trauma cukup kuat
ruptur dari ligamentum dcltoid anterior (tibiotalar dan tibio navicular)
serta ligamentum tibiofibular anterior dapat tcrjadi
5. Diagnosa Klinis
Diagnosa pasti mengenai trauma pada sendi talocrural tidak dapat
didasarkan secara radiologik saja, karena pemeriksaan ini hanya akan
memberikan keterangan yang sedikit sekali mengenai kerusakan pada
ligamenta. Diagnosa pada sendi talocrural membutuhkan palpasi secara
metodik oleh karena kebanyakan struktur yang penting berada langsung
dibawah permukaan kulit. Lakukanlah palpasi pertama pada daerah yang
paling tidak memberikan rasa nyeri, dan singkirkan kemungkinan adanya
kerusakan dengan tidak terdapatnya nyeri tekan setempat serta tidak
adanya pernbengkakan pada daerah tersebut. Misalnya kedua malleoli
dapat diraba, dan bilamana tidak memberi rasa nyeri pada penekanan maka
kemungkinan fraktur pada kedua nya kecil sekali. Ligamenta yang mudah
diperiksa antara lain adalah :
a. Medial ligamen. Komponen fibulocalcaneal serta talofibular anterior
dari ligamen lateral.
b. Ligamen tibiofibular inferior. Bilamana ligamenta ini tidak nyeri pada
perabaan dan dapat ditegangkan tanpa memberi rasa sakit,
kemungkinan kerusakan adalah kecil.

20
Pada setiap pemeriksaan, lingkup gerak sendi harus diperiksa
secara teliti. Batasan dari gerak atau adanya rasa nyeri harus
diperhatikan. Untuk mengetahui stabilitas sendi talocrural perlu
hubungan talus dengan kedua tangkai garpu malleolar diperiksa.
Penting pula diingat bahwa nyeri daerah ini mungkin juga disebabkan
oleh karena terdapatnya fraktur pada os calcaneus atau pada basis os
metatarsal ke lima.
6. Gejala Klinis
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali
dan tak dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada
pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan
adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada
ligamen.
Nyeri pada pergelangan kaki dan ketidakmampuan menahan berat
tubuh. Deformitas dapat timbul bersama dengan fraktur/dislokasi. Sering
juga ditemukan pembengkakan dan ekimosis.
7. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian primer (ABCDE) dan pengkajian sekunder. Palpasi pada
daerah yang terpengaruh dan menginspeksi tiap patahan pada kulit atau
tenting. Memeriksa pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibia posterior dan
semua saraf sensoris maupun motoris pada kaki. Cederan inverse pada
pergelangan kaki dapat menyebabkan palsy nervus peroneus. Memeriksa
ada tidaknya pembengkakan yang parah dan kemungkinan terjadinya
sindrom kompartemen pada kaki.
8. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik perlu dilakukan bilamana dicurigai adanya
patah tulang atau disangka adanya suatu robekan ligamen. Biasanya
pemotretan dari dua sudut, anteroposterior dan lateral sudah akan
memberikan jawaban adanya hal-hal tersebut. Pandangan oblique tidak
banyak dapat menambah keterangan lain. Untuk mendapatkan pandangan
yang lebih baik mengenai permukaan sendi talocrural, suatu pandangan

21
anteroposterior dengan kaki dalam inversi dapat dilakukan. Suatu stress X-
ray dapat dibuat untuk melihat berapa luas robekan dari ligamen, hal ini
terutama berguna untuk ligamenta lateral. Diastasis sendi (syndesmosis)
tibiofibular distal penting sekali untuk dikenali. Tapi tidak ada suatu cara
khusus untuk melihat luasnya diastasis ini. Suatu fraktur fibula diatas
permukaan sendi talocrural (dapat sampai setinggi 1/3 proksimal fibula)
secara tersendiri (tanpa fraktur tibia pada ketinggian yang sama), selalu
harus diperhatikan akan kemungkinan adanya suatu diastasis. Diastasis
juga jelas bila ada subluksasi talus menjauhi malleolus medialis. Tapi bila
tidak terdapat subluksasi ini, belum berarti tidak adanya suatu diastasis.

Gambar Rotgen Fraktur Ankle


9. Penatalaksanaan Fraktur Ankle
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup
Tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
b. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan,
pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri, status neurovaskuler
(misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau, latihan
isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah
Langkah Umum
a. Analgesik dan elevasi adalah terapi yang harus dilakukan.

22
b. Semua fraktur pergelangan kaki harus dipasangi splint dalam posisi
netral.
c. Fraktur fibula yang terisolasi atau fraktur malleolus media yang tak
bergeser harus dipasangi casting below-the-knee.
d. Fraktur stabil harus diterapi secara fungsional dengan splint udara dan
peningkatan fungsi weightbearing secara bertahap.
e. Kesesuaian sendi pergelangan kaki penting untuk dipikirkan ketika
melakukan reduksi pada arthritis post-trauma.
f. Dislokasi harus secepatnya di reduksi dengan menggunakan sedasi yang
sesuai.
g. Pasien yang mengalami fraktur terbuka harus dimasukan ke ruang
operasi untuk dilakukan irigasi, debridement, dan fiksasi dalam jangka
waktu 8 jam.
h. Pasien dilarang bertumpu pada pergelangan kaki yang mengalami
fraktur hingga tidak ada lagi nyeri dan tanda-tanda penyembuhan
fraktur telah tampak pada gambaran radiologis.
i. Fraktur bimalleolar atau fraktur fibula dengan cedera ligament media
atau cedera syndesmosis hanya dapat diterapi dengan melakukan
operasi.
Aktivitas
a. Pergelangan kaki harus diangkat untuk mengurangi pembengkakan.
b. Weight bearing dan ROM yang lebih dini sangat penting dilakukan
untuk mencegah kekakuan.
Perawatan
Penggosokan pada splint atau cast sebaiknya tidak dilakukan.

Terapi khusus
ROM pada sendi MTP dan, kemudian, pada pergelangan kaki dan
pertengahan kaki penting dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
mengurangi parut jaringan lunak.
Medikamentosa
a. Lini Pertama : Analgesik
b. Operasi

23
Selain persoalan yang terdapat mengenai tindakan operatip pada
fraktur yang tidak stabil ada beberapa trauma pada sendi talocrural yang
memang merupakan indikasi untuk tindakan operatip, seperti:
1) Fraktur Malleolus medialis dengan interposisi jaringan lunak.
2) Diastasis syndesmosis Tibiofibular inferior (distal).
3) Fraktur Posterior marginal (VOLKMAN Striangle) daritibia,
bilamana lebih dari 1/3 permukaan sendi.
4) Fraktur Anterior marginal dari Tibia (Pronation/dorsiflexion injury).
Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting
diingat bahwa tindakan operatip pada penderita, dimana harus
dijelaskan bahwa tujuannya adalah mendapatkan sendi yang sebaik
mungkin dan kemauan penderita untuk melatih setelah operasi akan
memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak. Dengan
menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun
operatip adalah suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai
trauma pada persendian talocrural dalam karangan ini telah diuraikan.
Untuk menentukan ada tidaknya cedera medial, kita dapat
melakukan eksternal rotasi disertai penekanan. Fraktur fibula biasanya
ditangani dengan plat melalui pendekatan insisi lateral (kita dapat
menggunakan plat lateral atau posterior yang bersifat antiglide). Fraktur
malleolar medial dapat distabilisasi dengan sekrup kompresi. Sebuah
plat penopang dapat digunakan untuk mengatasi fraktur vertical. Cedera
sindesmosis yang bersifat tidak stabil pada tes fluoroskopis harus
ditangani dengan fiksasi sekrup sindesmosis. Fraktur terbuka atau tidak
stabil membutuhkan sebuah fiksator eksternal dengan atau tanpa
internal fiksasi.
Follow Up
a. Gambaran radiografi pasien harus di-follow up tiap 1-2 minggu
b. Setelah splint awal dilepaskan, pasien sebaiknya dipasangi cast below-
the-knee atau moon boot selama 4 minggu.
c. Setelah itu gambaran radiografi di-follow up lagi tiap 6 minggu hingga
fraktur sembuh.
Rujukan

24
Fraktur tidak stabil atau yang bergeser harus segera dirujuk ke
dokter spesialis ortopedi.
10. Prognosis
a. Pada fraktur yang parah, lepuhan dapat timbul dan menyebabkan
gangguan pada integritas kulit.
b. Lesi tendon peroneal dapat disebabkan oleh plat posterior antiglide.
c. Piranti keras yang menyakitkan harus dilepaskan segera setelah fraktur
sembuh.
d. Sindrom kompartemen.
e. Fraktur terbuka dapat mengalami infeksi dan membutuhkan irigasi dan
deridemen
f. Nonunion,sering membtuhkan operasi fusi.
g. Malunion, kadang-kadang membutuhkan osteotomy korektif
h. Pada pasien tua memiliki tulang osteoporotik, yang menyulitkan proses
operasi.
i. Lebih rentan mengalami kerusakan kulit atau luka, dan membutuhkan
terapi khusus untuk memastikan asupan darah tetap lancar.
j. Artritis pasca-trauma
11. Komplikasi
a. Vaskuler
b. Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi
gangguan pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan
reposisi secepatnya.
c. Malunion
d. Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.
e. Osteoartritis
f. Algodistrofi, adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri,
terdapat pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki.
Dapat terjadi perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
g. Kekakuan yang hebat pada sendi

25
DAFTAR PUSTAKA

Apley A.G. et al: Apleys System of Orthopaedics and Fractures, 7 th edition.


Butterworth Heinemann, 1993, p. 699-712
Apley. Alan Graham, Solomon. Louis. Apleys System of Orthopedics and
Fractures. Butterworth-Heinemann
Bucholz et al: Orthopaedic Decisiton Making, BC Dekker Inc. 1984 p. 62-68
Dios.RR. Distal Radial Frakture Imaging. Access from www.emedicine.com
Fractures in Adults Charles A. Rockwood Jr. & David P. Green, 2nd ed, 1984
Hoynak. Bryan.C. Wrist Fracture in Emergency Medicine. Access from
www.emedicine.com
Mansjoer,A,. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media Aesculapius.
Jakarta : 2000
Nelson. David L. Distal Fractures of the Radius. Access from
www.emedicine.com
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Malang: Yarsif Watampone:
2003
Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R;
Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.
Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah
Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.
Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C;
Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip
Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.
Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi,
Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.
Sjamsuhidayat.R,. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2. Jakarta. EGC : 2004

26

Anda mungkin juga menyukai