Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN INDIVIDU

SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh:
Ana Erdina G99162148

Pembimbing:
dr. Niken Yuliani Untari

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD KOTA SURAKARTA
SURAKARTA
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PEMBELAJARAN DI RUMAH


SAKIT UMUM DERAH KOTA SURAKARTA:
SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA SURAKARTA

Oleh:
Ana Erdina G99162068

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari : Senin
Tanggal :19 Maret 2018

Mengetahui,
Pemimpin BLUD RSUD Kota Surakarta Pembimbing

dr. Willy Handoko Widjaja, MARS dr. Niken Yuliani Untari


NIK. 19520925 201401 1 051 NIP. 19780813 200701 2008

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan individu
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di RSUD Kota Surakarta.
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran UNS. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hartono dr.,M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. dr. Eti Poncorini, M.Pd selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. dr. Willy Handoko Widjaja, MARS selaku Pemimpin RSUD Kota Surakarta.
4. dr. Niken Yuliani Untari selaku staff pembimbing dokter muda di RSUD Kota
Surakarta.
5. Seluruh staff di RSUD Kota Surakarta.

Surakarta, 19 Maret 2018

iii
DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………………….. . i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
1. Definisi Sistem Rujukan ........................................................... 3
2. Tujuan Sistem Rujukan............................................................. 3
3. Ketentuan Umum Sistem Rujukan .......................................... 4
4. Tatacara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang .................. 5
5. Forum Komunikasi antar Fasilitas Kesehatan ......................... 7
6. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang ........ 8
7. Alur Sistem Rujukan Berjenjang .............................................. 8
8. Alur Pelayanan Kesehatan Era JKN ......................................... 10
BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................. 11
BAB IV. PENUTUP ...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18
LAMPIRAN .................................................................................................. 19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa
operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014. Tujuan
diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan
oleh BPJS Kesehatan dan stakeholder terkait tentu perlu mengetahui prosedur dan
kebijakan pelayanan dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
haknya. Untuk itu pedoman penggunaan fasilitas daripada jaminan kesehatan
perlu diberikan baik dalam bentuk edukasi maupun fisik buku oleh pengelola
dengan harapan dapat membantu pemahaman tentang hak dan kewajiban
stakeholder terkait baik Dokter/Dokter Gigi yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
Peserta BPJS Kesehatan maupun pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang
program Jaminan Kesehatan Nasional.
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan
berdaya guna (efisien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit
pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Pelaksanaan sistem
rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu
pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam
pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan
tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke
tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor

1
pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan
berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat.
Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan bahwa
beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak ada
keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada
dukungan peraturan (Standar Kesehatan Nasional, 2009).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM RUJUKAN
1. Definisi Sistem Rujukan
Pengertian sistem rujukan menurut Permenkes No 1 tahun 2012,
merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
satu/lebih kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dari unit
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara
horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara
vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal
(komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas
pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi
oleh wilayah administrasi. Syarat syarat tertentu harus dipenuhi sebelum
system rujukan dapat berfungsi secara tepat, seperti :
a. Kesadaran masyarakat dalam masalah kesehatan
b. Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang adekuat dalam
strategi pendekatan resiko dan sistem rujukan
c. Setiap unit tindakan harus memiliki peralatan yang tepat
d. Komunikasi dan transportasi yang mudah harus tersedia
2. Tujuan Sistem Rujukan
Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu,
cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
a. Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam
rangka menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan gawat darurat
yang terkait dengan kematian ibu maternal dan bayi.

3
b. Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah
kerja puskesmas. (Jannah, 2014)
3. Ketentuan Umum Sistem Rujukan
a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan
dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan
subspesialistik yang dilakukan oleh dokter subspesialis atau dokter
gigi subspesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan subspesialistik.
e. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan
sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak
sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan.
g. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas
kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama.
h. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
i. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien

4
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap.
j. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat
pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
atau sebaliknya.
k. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
subspesialistik;
2) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan.
l. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
1) Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi
dan kewenangannya;
2) Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
3) Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
4) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana,
peralatan dan/atau ketenagaan. (BPJS, 2014)

4. Tatacara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang


a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai kebutuhan medis, yaitu:
1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama

5
2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan olehspesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia
di faskes tersier.
c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
1) Terjadi keadaan gawat darurat; kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku
2) Bencana; kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan
atau Pemerintah Daerah
3) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
4) Pertimbangan geografis; dan
5) Pertimbangan ketersediaan fasilitas
d. Pelayanan oleh bidan dan perawat
1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
e. Rujukan Parsial

6
1) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di faskes tersebut.
2) Rujukan parsial dapat berupa:
a) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
b) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
3) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
(BPJS, 2014)
5. Forum Komunikasi antar Fasilitas Kesehatan
Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka
perlu dibentuk forum komunikasi antar fasilitas kesehatan baik faskes
yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar
fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar
fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasimengenai ketersediaan sarana
dan prasaranaserta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan
serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima
pasien sesuai dengan kebutuhan medis.
b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap
kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan
perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing
Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan
menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes. Tugas PIC
Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka
pelayanan rujukan. (BPJS, 2014)

7
6. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang
Dalam pelaksanaannya, tentu sistem rujukan harus selalu dalam
pengawasan oleh masing-masing penanggung jawab fasilitas-fasilitas
terkait seperti berikut:
a. Kepala Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab
atas pembinaan danpengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
b. Kepala Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab
atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat kedua.
c. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan
rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga. (BPJS, 2014)
7. Alur Sistem Rujukan Berjenjang

Gambar 2.1. Alur sistem rujukan berjenjang. (BPJS, 2014)

8
Gambar 2.2. Fasilitas-fasilitas kesehatan sesuai alur sistem rujukan berjenjang
(Pokja, 2015)

Gambar 2.3. Prioritas pada sistem pelayanan kesehatan rujukan.

9
8. Alur Pelayanan Kesehatan Era JKN

Gambar 2.4. Alur pelayanan kesehatan era JKN. (BPJS, 2014)

10
BAB III
PEMBAHASAN

Pada umumnya, proses rujukan yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum


Daerah (RSUD) Kota Surakarta sudah berjalan sesuai prosedur. RSUD Kota
Surakarta yang merupakan rumah sakit tipe C milik pemerintah Kota Surakarta
berperan sebagai Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat 2 menerima
maupun merujuk pasien dari PPK tingkat yang lain. Dalam pelaksanaan
teknisnya, RSUD Kota Surakarta menerima pasien rujukan dari fasilitas layanan
kesehatan terutama tingkat pertama/primer, yaitu puskesmas dan dokter keluarga
yang bekerja sama dengan BPJS. Jenis pasien yang dilayani di RSUD Kota
Surakarta terdiri dari pasien umum, pasien peserta JKN/BPJS (baik PBI maupun
non PBI) dan pasien peserta Jamkesda Karanganyar. Memang ada beberapa
pasien Jamkesda Karanganyar yang memeriksakan diri dengan membawa rujukan
dari puskesmas/dokter keluarga Karanganyar ke RSUD Kota Surakarta karena
letak RSUD ini di daerah Ngipang yang dekat dengan daerah Karanganyar.
Selanjutnya, RSUD Kota Surakarta dapat merujuk pasien ke rumah sakit tipe B,
meliputi Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta, dan Rumah Sakit Dr OEN Solo Baru, serta rumah sakit tipe A, yaitu
RSUD Dr. Moewardi. Untuk metode rujukan yang digunakan saat ini adalah
berupa surat rujukan tertulis disertai dengan bukti rujukan online. Metode ini
sudah berjalan sesuai prosedur di RSUD Kota Surakarta.
Mengenai sistem rujukan di RSUD Kota Surakarta yang juga terkait
dengan jaminan kesehatan,masih sering ditemui beberapa masalah. Salah satu
contohnya adalah pasien yang datang ke poli tidak membawa persyaratan secara
lengkap, seperti surat rujukan dari puskesmas/dokter keluarga, fotokopi kartu
BPJS, fotokopi kartu keluarga, dan fotokopi KTP. Pasien kerap kali lupa
membawa persyaratan yang diperlukan. Hal ini dapat menghambat pelayanan dan
menyebabkan pasien yang mau datang berobat tidak dapat dilayani segera karena
harus melengkapi semua persyaratan terlebih dahulu. Untuk mengatasi masalah
ini, perlu ada edukasi yang optimal dari petugas di bagian pendaftaran tentang

11
pentingnya memenuhi semua persyaratan untuk bisa mendapat claim dari BPJS.
Selain itu dari pihak pasien pun harus didapatkan kepedulian dan kesadaran yang
tinggi untuk mau memenuhi semua persyaratan yang ada.
Sistem rujukan berjenjang diberlakukan salah satunya agar terjadi
pemerataan pasien, sehingga pasien tidak menumpuk di satu tingkat pelayanan
kesehatan. Pelayanan tingkat primer, sekunder, maupun tersier telah memiliki
standar dan cakupan pelayanan masing-masing. Namun, pada kenyataannya masih
ada pasien yang datang ke poli PPK tingkat 2 dengan permasalahan atau diagnosis
penyakit yang seharusnya cukup untuk ditangani di PPK tingkat 1. Untuk itu, dari
RSUD kota Surakarta meminta konfirmasi ke PPK tingkat 1 terlebih dahulu. Jika
ini memang murni karena kesalahan diagnosis dari PPK tingkat 1 maka pasien
tetap dilayani dengan biaya ditanggung oleh PPK tingkat 1 sebagai bentuk
tanggung jawab atas kelalaiannya karena biaya tidak mendapat claim dari BPJS di
PPK tingkat 2. Namun, ada juga kasus dimana rujukan tersebut dibuat karena
pasien memaksa untuk dirujuk, maka pasien akan dikembalikan ke PPK tingkat 1.
Atau pasien tetap dilayani sebagai pasien umum. Hal ini dilakukan agar PPK
tingkat 1 lebih memperhatikan kriteria pasien yang dapat dirujuk dan juga
menghindari penumpukan pasien di PPK tingkat 2.
Selain itu, juga terdapat masalah tentang kasus gigi. Dari BPJS telah
menetapkan dokter keluarga untuk setiap anggota JKN. Namun pada kartu tidak
tertera layanan dokter gigi untuk PPK tingkat 1. Sedangkan kasus gigi tidak dapat
ditangani oleh dokter keluarga sebagai dokter umum. Akhirnya dokter umum
akan merujuk pasien kasus gigi ke PPK tingkat 2. Masalahnya diagnosis pasien
tersebut seharusnya dapat ditangani di PPK tingkat 1. Untuk masalah seperti ini,
RSUD kota Surakarta akan memberikan surat pengantar ke BPJS agar pasien
tersebut mendapat dokter gigi untuk PPK tingkat 1.
Permasalahan lain terkait sistem rujukan dengan jaminan kesehatan adalah
pasien yang datang ke IGD. Seperti yang sudah dipaparkan dalam tinjauan
pustaka, pasien gawat darurat tidak perlu mengikuti alur sistem rujukan
berjenjang. Pasien dengan BPJS dapat ditangani dengan pelayanan IGD jika
diagnosisnya sesuai dengan daftar diagnosis gawat darurat dari BPJS. Masalah

12
pada pasien yang datang ke IGD terjadi apabila pasien dengan jaminan kesehatan
BPJS, meminta penanganan gawat darurat, dan setelah diperiksa ternyata tidak
didapatkan diagnosis pada pasien yang sesuai dengan kriteria kegawatdaruratan
dari BPJS. Di satu sisi, tidak baik rasanya menolak pasien yang meminta
penanganan. Namun di sisi lain, jika RS memberikan pelayanan maka RS tidak
akan bisa mengajukan claim pada BPJS untuk mendapatkan penggantian
pendanaan. Maka, pasien harus dimotivasi untuk membayar seperti pasien umum,
karena di sini kartu BPJSnya tidak dapat digunakan. Permasalahan lain muncul
jika sampai pasien pada akhirnya tetap tidak bersedia untuk membayar namun
tetap meminta pelayanan karena keterbatasan pengetahuannya mengenai regulasi-
regulasi BPJS. Jika pasien tetap tidak ingin membayar, maka tenaga kesehatan
memotivasi pasien untuk meminta rujukan dari PPK tingkat 1 untuk kemudian
mendaftar ke Poliklinik RSUD Kota Surakarta, bukan melalui IGD, dengan itu
kartu BPJSnya bisa digunakan dan pasien tidak perlu membayar umum. Disinilah
pemahaman petugas kesehatan mengenai hal-hal teknis serta komunikasi yang
baik dengan pasien perlu dilakukan, agar dapat memberikan pelayanan yang
benar-benar terbaik bagi pasien.
Contoh permasalahan lain di IGD yang sering kali tidak terpikirkan namun
menjadi beban tersendiri adalah ketika pasien tersebut merupakan gelandangan
dan fakir miskin yang tidak terdaftar sebagai pasien BPJS. Hanya ada 7 RS di
Provinsi Jawa Tengah yang mendapatkan dana dari Kemenkes untuk menangani
pasien seperti ini, seperti RSUD Dr. Moewardi dan RSJ Surakarta. Namun ketika
pasien ini dirujuk ke RSUD Dr Moewardi, RSUD Dr. Moewardi menolak karena
kasus penyakit pasien tersebut seharusnya dapat ditangani oleh RSUD Kota
Surakarta sebagai layanan kesehatan sekunder. Akibatnya dana untuk menangani
pasien ini ditanggung oleh RSUD Kota Surakarta. Pasien seperti ini perlu
didiskusikan dengan banyak pihak terkait mengenai sistem rujukan dan
pembiayaannya sehingga pasien dapat ditangani dengan baik dan pihak rumah
sakit tidak ada yang dirugikan.
Sejauh pengamatan, yang menjadi kelemahan dalam sistem rujukan di
RSUD Kota Surakarta adalah pada sistem rujukan balik. Seharusnya pada setiap

13
rujukan yang masuk ke RSUD Kota Surakarta, perlu diberikan rujukan balik
kepada puskesmas/dokter keluarga yang merujuk, baik untuk memberi informasi
bahwa pasien tersebut sudah diterima dan akan dirawat di RSUD Kota Surakarta
dengan diagnosis tertentu, maupun untuk merujuk kembali pasien ke
puskesmas/dokter keluarga yang bersangkutan karena kondisi pasien sudah dapat
ditangani oleh layanan kesehatan primer. Demikian pula belum adanya sistem
rujukan balik apabila pasien dirujuk dari RSUD Kota Surakarta ke fasilitas
kesehatan tersier, seperti ke RSUD Dr. Moewardi. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak tenaga medis yang belum menyadari tentang pentingnya rujukan balik.
Rujukan balik menjamin komunikasi yang baik antar sesama pelaku kesehatan.
Rujukan balik juga dapat menjadi wadah transfer informasi antar sesama tenaga
medis yang bersangkutan. Namun seringkali kendala rujukan balik juga terletak
pada pasien yang tidak mau dikembalikan untuk dirawat di layanan kesehatan di
bawahnya, seperti di puskesmas. Masih ada paradigma di masyarakat bahwa
layanan kesehatan di puskesmas dengan ditangani dokter umum tidak sebagus
layanan kesehatan di rumah sakit yang ditangani oleh dokter spesialis. Apabila
menemui keadaan seperti ini, pihak dokter RSUD Kota Surakarta harus bersikap
tegas dan memberikan informasi yang cukup bahwa dokter umum di puskesmas
cakap sesuai dengan kompetensinya.
Seperti yang sudah kita ketahui dari tinjauan pustaka, rujukan vertikal dari
tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi
dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
Dalam hal ini, RSUD Kota Surakarta juga sudah melakukan sesuai dengan
prosedur yang ada. Dari beberapa Poli yang kami kunjungi, kami mendapati
bahwa dokter di RSUD Kota Surakarta akan merujuk pasien ke PPK tingkat 3 jika
memang diperlukan rujukan, atau dengan kata lain memang karena terdapat
keterbatasan kompetensi, fasilitas, tenaga, peralatan, dan lain-lain.

14
Permasalahan terkait sistem rujukan berjenjang dan jaminan kesehatan ini
pada dasarnya sangat kompleks dan menyangkut banyak pihak, namun sebagian
besar bisa ditangani dengan pemahaman teknis-teknis kecil oleh tenaga kesehatan,
dan tentunya kerja sama yang baik dengan pihak keluarga serta penyedia
pelayanan kesehatan yang lain.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada umumnya, proses rujukan yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Kota Surakarta sudah berjalan sesuai prosedur. Namun
masih ada beberapa hambatan dan permasalahanantara lain, kurangnya
sosialisasi tentang persyaratan administrasi rujukan, kurangnya
pemahaman masyarakat tentang ketentuan sistem rujukan, kesalahan
merujuk karena tidak memenuhi kriteria diagnosis dan tanpa indikasi,
belum ada pembagian dokter gigi pada PPK tingkat 1, dan belum ada
kebijakan untuk gelandangan yang tidak terdaftar JKN.
2. RSUD Kota Surakarta melayani pasien rujukan BPJS sesuai dengan
regional yang telah ditetapkan, kecuali kasus kegawatdaruratan.
3. Rujukan balik masih kurang berjalan dengan baik

B. Saran
1. Perlunya sosialisasi dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan kepada
masyarakat tentang persyaratan administrasi rujukan dan ketentuan sistem
rujukan
2. Perlunya dilakukan evaluasi oleh dinas kesehatan setempat kepada seluruh
tenaga kesehatan baik tingkat primer maupun tingkat lanjutan, untuk
menyamakan persepsi atas suatu penyakit, dan memberi batasan yang jelas
pada suatu penyakit, sehingga rujukan dapat tepat sasaran
3. Perlu adanya pelaporan dan masukan untuk BPJS terkait pembagian dokter
gigi untuk PPK tingkat 1 dan kasus gelandangan yang tidak mempunyai
JKN agar BPJS dapat menambahkan aturan dan kebijakan khusus
4. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang regionalisasi sistem
rujukan, dan perlunya sosialisasi untuk merubah paradigma masyarakat
tentang kualitas PPK 1, seperti Puskesmas sehingga sistem rujukan

16
berjenjang dapat berjalan dengan baik di masyarakat, dan tidak terjadi
penumpukan pasien di rumah sakit.
5. Masalah rujukan balik yang saat ini masih menjadi kendala transfer
pengetahuan antara pelayanan sekunder dengan pelayanan primer
hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009). Sistem Kesehatan Nasional.


Jakarta. http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/KEPMENKES_374-
2009_TTG_SKN-2009.pdf - diunduh Februari 2016

Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2011. Petunjuk Teknis Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Barat.https://servicedeliveryighealth.files.wordpress.com/2011/12/buku_ru
jukanbinder.pdf diunduh Februari 2016

Hatmoko. 2006. Sistem pelayanan kesehatan dasar Puskesmas. Samarinda,


Universitas Mulawarman.

Idris, Fachmi (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: BPJS


Kesehatan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Sistem Rujukan Terstruktur


dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional
(Regionalisasi Sistem Rujukan). Jakarta.

Permenkes. 2012a. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 001


tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan.
http://www.rsstroke.com/files/peraturan/BUK/2012/PMK_No_001_Ttg_Si
stem_Rujukan_Pelayanan_Kesehatan_Perorangan.pdf - diunduh Februari
2016

Pranoko & Dhanabhalan (2012). Sistem Rujukan Puskesmas Batealit Jepara.


Semarang.

Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN (2014). Buku Pegangan
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Jakarta.

18
LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Rujukan Eksternal

19
Lampiran 2 Formulir Rujukan Internal

20
Lampiran 3 Contoh Bukti Rujukan Online

21

Anda mungkin juga menyukai