Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan
ekonomi dan memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan
pendapatan. Dalam undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Berkaitan dengan perspektif tersebut, pembangunan kesehatan
berbanding lurus dengan pembangunan ekonomi. Untuk itu, pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia.
Belum tercapainya “Indonesia Sehat” sebagaimana yang dikehendaki
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ditandai dengan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang masih tinggi, masih
banyak dijumpai anak balita yang pendek (stunting), dan berbagai masalah
gizi. Selain itu, penyakit menular seperti AIDS, Tuberkulosis dan Malaria
masih tinggi prevalensinya, sedangkan penyakit tidak menular seperti
Hipertensi, Diabetes, Kanker, dan Gangguan Jiwa terus bertambah.
Peningkatan dana dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan baik dalam hal
jumlah, jenis, mutu, maupun pemerataannya belum dapat sepenuhnya
mengimbangi peningkatan kebutuhan tenaga kesehatan.
Agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan
efisien, maka upaya pencapaian “Indonesia sehat” dalam kurun waktu 2015-
2019 diselenggarakan secara terintegrasi mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan sampai evaluasinya. Sasaran difokuskan kepada
keluarga, dengan dihidupkannya kembali “Pendekatan Keluarga”. Permenkes
RI No. 39 tahun 2016 menyatakan bahwa Program “Indonesia Sehat” dengan

1
“Pendekatan Keluarga” dilaksanakan oleh puskesmas. Puskesmas melakukan
pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga; membuat dan mengelola
pangkalan data Puskesmas; menganalisis, merumuskan intervensi masalah
kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas; melaksanakan kunjungan
rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif;
melaksanakan pelayanan kesehatan dalam dan luar gedung melalui
pendekatan siklus hidup; dan melaksanakan sistem informasi dan pelaporan
puskesmas
Program keluarga sehat memiliki 3 instrumen penilaian yang
mencakup program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS), dan Rumah sehat. Keluarga Sadar Gizi Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan
mengatasi masalah gizi setiap 2 anggotanya. Suatu keluarga disebut Kadarzi
apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan
menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja
kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif), makan beraneka
ragam, menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi (TTD, kapsul
Vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat. Menurut Kepmen Kimpraswil No: 403/KPTS/M/2002,
rumah adalah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan
faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia, maka perlu
diciptakan kondisi yang dapat mendorong pembangunan perumahan untuk
menjaga kelangsungan penyediaan perumahan bagi seluruh lapisan. Rumah
Sehat merupakan rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan
bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar
kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan,

2
dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi
fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial
budaya seperti arsitektur lokal, dan cara hidup.
Proses pengambilan dan pengelolaan data kesehatan padakepala
keluarga di Desa Tegal Kembang, RT 007 RW 005, Pajang, Laweyan,
Surakartawilayah Puskesmas PajangSurakarta ditemukan prioritas masalah
yaitu masih tinggi angka kasus hipertensi, terutama kasus hipertensi dengan
pengobatan tidak teratur. Sehingga hal ini mendorong penulis untuk
mengidentifikasi dan melakukan analisis masalah terkait masih tingginya
angka kejadian hipertensi di wilayah Puskesmas Pajang Surakarta.

A. Tujuan
Tujuan dilakukan penulisan laporan ini, adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prioritas masalah di Desa Tegal Kembang, RT 007 RW
005, Pajang, Laweyan, Surakarta wilayah Puskesmas PajangSurakarta.
2. Mengetahui penyebab tingginya angka kejadian hipertensi di Desa
Tegal Kembang, RT 007 RW 005, Pajang, Laweyan, Surakarta wilayah
Puskesmas PajangSurakarta.
3. Menganalisis Problem Solving Cycle terkait tingginya angka kejadian
hipertensidi Desa Tegal Kembang, RT 007 RW 005, Pajang, Laweyan,
Surakarta wilayah Puskesmas PajangSurakarta.

B. Manfaat
Manfaat penulisan ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagi Dokter Muda Fakultas Kedokteran UNS, dapat mengetahui cara
penyusunan dan penerapan Problem Solving Cycle tingginya angka
kejadian hipertensi.
2. Bagi puskesmas, laporan ini diharapkan memberi manfaat sebagai
bahan untuk evaluasi kinerja puskesmas dan masukan perencanaan
kebijakan program layanan kesehatan masyarakat.

BAB II
PROFIL PUSKESMAS

3
A. Data Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Pajang terletak di Jalan Sidoluhur Selatan No. 29
RT. 3 RW 4 Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan Kota Surakarta,
mempunyai 4 (empat) kelurahan binaan yaitu Kelurahan Pajang, Kelurahan
Sondakan, Kelurahan Laweyan, dan Kelurahan Karangasem. Di wilayah
kerja Puskesmas Pajang terdapat 3 buah Puskesmas Pembantu (Puskesmas
Pembantu Laweyan, Karangasem, dan Kapulogo).
Luas wilayah 2.065 m2 yang berupa tanah dataran rendah dengan
jumlah penduduk 47.393 jiwa.
Batas - batas wilayah kerja UPT Puskesmas Pajang sebagai berikut :
1. Utara : Kelurahan Karangasem berbatasan dengan Kecamatan
Colomadu, Kabupaten Karanganyar
2. Selatan : Kelurahan Pajang berbatasan dengan Kecamatan
Grogol, Kabupaten Sukoharjo
3. Timur : Kelurahan Sondakan dan Laweyan berbatasan dengan
Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta
4. Barat : Kelurahan Pajang berbatasan dengan Kelurahan Makam
Haji danKelurahan Karangasem berbatasan dengan
Kelurahan Gonilan Kecamatan Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo

B. Peta Wilayah UPT Puskesmas Pajang


1. KELURAHAN PAJANG

4
~ Puskesmas Induk (RW IV) Pajang
~ Pustu (RW VII dan X) Pajang

2. KELURAHAN LAWEYAN

3. KELURAHAN SONDAKAN

4. KELURAHAN KARANGASEM

5
= Puskesmas Pembantu Karangasem

C. Data Kependudukan dan Fasilitas Kesehatan


Wilayah kerja UPT Puskesmas Pajang mempunyai jumlah penduduk
47.393 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 14.818 KK.

Tabel 2.1Data jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis


kelamin

Sumber: Bank Data Kelurahan 2016

D. Hasil Pencapaian Indikator Kinerja per November Tahun 2017

Tabel 2.2 Tabel hasil pencapaian indikator kinerja per November tahun 2017
Sampai
Target Pembila Penyeb
No Indikator Satuan Noverm Capaian
2017 ng ut
ber

KIA

1 Angka kematian ibu per 52.28 47.93 0 791 0.0%


100.000
kelahiran

6
hidup
Prosentase ibu hamil
2 mendapatkan pelayanan Persen 100% 100 836 836 100%
antenatal sesuai standar
Cakupan komplikasi kebidanan
3 persen 99.1% 91 222 222 100%
yang ditangan
Prosentase ibu bersalin
4 mendapatkan pelayanan persen 100% 92 793 793 100%
persalinan sesuai standar
Cakupan pertolongan persalinan
5 oleh tenaga kesehatan yang Persen 93.5% 86 793 893 88.80%
memiliki kompetensi kebidanan
6 Cakupan pelayanan nifas Persen 93.5% 86 793 893 88.80%
Per 1000
7 Angka kematian bayi kelahiran 2.61% 2 6 791 7.59%
hidup
Prosentase bayi baru lahir
8 mendapatkan pelayanan persen 100% 100 791 791 100.0%
kesehatan sesuai standar
Persentase bayi baru lahir
9 mendapat Inisiasi Menyusu Persen 46 42 336 791 42
Dini (IMD)
Cakupan neonatus dengan
10 persen 83.5% 92 12 71 16.9%
komplikasi yang ditangani
11 Cakupan kunjungan bayi persen 98% 90 775 850 91%
per 1.000
12 Angka kematian balita kelahiran 3.45 3 6 791 7.6
hidup

13 Cakupan pelayanan anak balita persen 100% 92 2330 2550 91%

Prosentase anak usia 0-59 bulan


14 mendapatkan pelayanan Persen 100% 92 2930 2930 100.0%
kesehatan sesuai standar
GIZI MASYARAKAT
Prevalensi anemia pada ibu
15 Persen 33 30 46 592 8
hamil
16 Prevalensi bumil KEK Persen 2.71 2 2 638 0
Bayi dengan Berat Badan Lahir
17 Persen 2.70 2 17 850 2
Rendah (BBLR)
18 Persentase bayi usia kurang dari Persen 76.5 70 316 339 93
6 bulan yang mendapat ASI

7
Eksklusif
Prevalensi Gizi Buruk pada
19 Persen 0.005 0 0 3400 0
Balita
Prevalensi kekurangan gizi
20 Persen 1.43 1 26 3400 0.76
(underweight) pada anak balita
Prevalensi stunting (pendek dan
21 Persen 3.52 3 19 1531 1.24
sangat pendek) anak baduta
Cakupan balita gizi buruk
22 Persen 100 92 0 0 0
mendapat perawatan
Persentase remaja puteri yang
23 mendapat Tablet Tambah Darah Persen 20 18 628 2271 27.65
(TTD)
Persentase balita ditimbang
24 Persen 77 71 2622 3400 77.12
berat badannya (D/S)
UKP
Cakupan skrining kesehatan
25 siswa Pendidikan Dasar Kelas 1 persen 100% 92 6739 6739 100%
dan kelas 7
Cakupan skrining kesehatan &
pelayanan kesehatan reproduksi
26 Persen 100% 9292 24344 32201 76%
penduduk dewasa (usia 15-59
tahun)
Cakupan skrining kesehatan
27 Persen 100% 8035 4328 186%
lansia

P2

28 Angka Kematian DBD Persen ≤1% ≤1% 0 0 0

Per
29 Angka kesakitan DBD 100.000 48 44 8 48103 17
penduduk
Cakupan penemuan dan
30 penanganan penderita penyakit Persen 100% 92 8 8 100.0%
DBD
per 1.000
31 Angka kesakitan malaria penduduk 0 0 0 0 0.0%
.
per
32 Angka kesakitan TB 100.000 124 114 13 48103 27%
penduduk
33 Angka Penemuan pasien TB Persen 324 297 13 48103 27%

8
(CNR)
Presentase orang dengan TB
34 mendapatkan pelayanan TB Persen 100% 92 0 13 0%
sesuai standar
Proporsi kasus TB yang berhasil
35 diobati dalam program DOTS Persen 94.61% 87 13 13 100%
(process rate)
Presentase orang berisiko HIV
36 mendapatkan pemeriksaan HIV Persen 100% 92 430 430 100.0%
sesuai standar
per
Angka penemuan kasus baru
37 100.000 <5 <5 1 1 100%
kusta
penduduk
Angka penemuan kasus diare
38 Persen 93% 85 38 612 6.21%
balita
Persentase Diare KLB dapat
39 Persen 100% 92 0 0 0.0%
ditangani < 24 jam
Angka penemuan kasus
40 Persen 56% 51 1 340 0%
Pneumonia Balita
Persentase anak usia 0 sampai
41 11 bulan yang mendapat Persen 97.7% 90 765 844 91%
imunisasi dasar lengkap
Cakupan Desa/ kelurahan
42 Universal Child Immunization Persen 100% 92 4 4 100.0%
(UCI)
Cakupan Desa/Kelurahan
Mengalami KLB yang
43 Dilakukan Penyelidikan Persen 100% 92 0 4 0.0%
Epidemiologi <
24 jam

PTM

Proporsi kasus hipertensi di


44 Persen 23% 21 321 2119 15%
fasilitas pelayanan kesehatan
Proporsi kasus Diabetes Melitus
45 (DM) di Fasilitas Pelayanan Persen 20% 18 116 870 13%
Kesehatan dasar
Prevalensi berat badan lebih dan
46 obesitas pada penduduk usia Persen 17% 16 35 31038 0.11%
18+ tahun
Prevalensi merokok pada usia
47 Persen 5.2% 5 79 17065 0.46%
≤ 18 tahun
Persentase Penderita Hipertensi
48 mendapat Pelayanan Kesehatan Persen 100% 100 3007 3007 100.0%
sesuai standar

9
Persentase penderita Diabetes
49 Mellitus mendapat Pelayanan Persen 100% 100 1165 1165 100.0%
Kesehatan sesuai standar
KESEHATAN JIWA
Upaya Kesehatan Jiwa Pada
Orang Dengan Gangguan Jiwa
50 Persen 100% 100 63 63 100.0%
Berat/Presentase penanganan
kasus gangguan jiwa berat
KESLING
Proporsi Tempat-tempat Umum
51 Persen 96.5% 88 78 78 100%
(TTU) memenuhi syarat
Proporsi TPM memenuhi
52 Persen 94% 86 44 45 97.78%
syarat
Desa/kalurahan melakukan desa/kelu 52.94
53 49 4 4 100%
STBM rahan
Cakupan Inspeksi Pangan
54 Setiap Anak di Satuan Persen 100% 92 29 29 100.0%
Pendidikan Dasar
MANAJEMEN
Proporsi Puskesmas
55 persen 94% 86 1 1 100%
terakreditasi
Persentase kecukupan sarana
56 untuk admministrasi Persen 100% 100 1 1 100%
perkantoran
Persentase kecukupan sarana
57 Persen 100% 100 1 1 100%
aparatur
Proporsi Puskesmas yang
58 menerapkan pola tata kelola Persen 100% 100 1 1 100.0%
BLUD
Proporsi deteksi dini kesehatan
59 Persen 100 92 34103 34103 100
masyarakat
Persentase ketersediaan obat
60 Persen 85% 78 20 20 100%
dan vaksin di Puskesmas
Presentase makanan yang
61 Persen 88% 81 75 85 88%
memenuhi syarat
Persentase kunjungan rawat
62 Persen 37.1 34 19319 48103 40.16%
jalan di Puskesmas
Jumlah kunjungan puskesmas
63 Orang 150 138 44982 275 164
orang per hari

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pendekatan Keluarga


Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam
gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di
wilayah kerjanya. Dalam pelaksanaannya, Pendekatan Keluarga terintegrasi
dengan seluruh program di Puskesmas. Dengan melakukan kunjungan rumah
dari satu keluarga ke keluarga lain secara rutin dan terjadwal, Puskesmas akan
mengenali masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga secara
menyeluruh. Tujuan kegiatan kunjungan rumah antara lain:
1. Pendataan/pengumpulan data Profil Kesehatan Keluarga dan peremajaan
(updating) pangkalan datanya.
2. Promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif.
3. Menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk
pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.

B. Langkah-langkah Pendekatan Keluarga


Pembina Keluarga melakukan pendataan kesehatan di keluarga
menggunakan formulir Prokesga (tercetak/manual) dan elektronik (aplikasi
Keluarga Sehat). Data tersebut oleh tenaga pengelola data Puskesmas
dimasukkan ke pangkalan data serta melakukan pengolahan data. Data
keluarga diolah untuk menghitung Indeks Keluarga Sehat (IKS). Tim
manajemen Puskesmas bersama pembina keluarga dan penanggung jawab
program-program menganalisa data yang telah diolah tersebut, merumuskan
intervensi terhadap masalah kesehatan dan menyusun rencana tindak lanjut
yang akan dilaksanakan Puskesmas. Kemudian Pembina Keluarga melakukan
penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah dan juga melaksanakan
pengorganisasian masyarakat dan pembinaan UKBM. Selain itu dilaksanakan

11
pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) oleh tenaga kesehatan
Puskesmas sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.

C. Definisi Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah


di dalam arteri. Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi
adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar
negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki
tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 80
mmHg, pada pemeriksaan yang berulang(American Heart Association, 2017).

Tabel 3.1 Klasifikasi hipertensi


Diastolik
Klasifikasi Sistolik (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 dan/ atau < 80
Normal tinggi 120 – 129 dan/ atau < 80
Hipertensi derajat 1 130 – 139 dan/ atau 80 – 89
Hipertensi derajat 2 ≥140 – 179 dan/ atau ≥ 90

Sumber: AHA, 2017

D. Etiologi Hipertensi
Hipertensi primer didefinisikan jika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi, sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara
genetik dan interaksi lingkungan. Biasanya hipertensi esensial terjadi pada usia
antara 25-55 tahun dan jarang pada usia di bawah 20 tahun. Hipertensi
sekunder dapat disebabkan oleh sleep apnea, obat-obatan, gangguan ginjal,
coarctation aorta, pheochromocytoma, penyakit tiroid dan paratiroid.
Penjelasan hipertensi sekunder adalah sebagai berikut :
1. Penyakit ginjal

12
Penyakit ginjal adalah penyebab terbanyak pada hipertensi
sekunder. Kebanyakan kasus berhubungan dengan peningkatan volume
intravaskular atau peningkatan sistem renin-angiotensin-alodesteron.
2. Renal vascular hypertension
Arteri stenosis ginjal dapat muncul pada 1-2 % pasien hipertensi.
Penyebabnya pada orang muda adalah fibromuscular hyperplasia.
Penyakit pembuluh darah ginjal yang lain adalah karena aterosklerosis
stenosis dari arteri renal proksimal. Mekanisme hipertensinya
berhubungan dengan peningkatan renin berlebih karena pengurangan
dari aliran darah ke ginjal.
3. Hiperaldosteron primer
Penyakit ini timbul karena sekresi yang berlebihan dari aldosteron
oeh korteks adrenal.Pada pasien hipertensi dengan hipokalemia karena
pengeluaran kalium yang berlebih melalui urin (biasanya > 40 mEq/L).
4. Sindrom Cushing
Pada penderita sindroma Cushing, hipertensi timbul sekitar 75-85
%. Patogenesis tentang terjadinya hipertensi pada sindrom Cushing
mungkin dihubungkan dengan retensi garam dan air dari efek
mineralocorticoid karena glukokortikoid berlebih.
5. Pheochromocytoma
Tumor yang mensekresikan katekolamin yang berada di medula
adrenal dan menyebabkan hipertensi sekitar 0,05 %.
6. Coarctation of the aorta
Coarctation of the aorta merupakan penyakit jantung kongenital
tersering yang menyebabkan hipertensi.Insiden sekitar 1-8 per 1000
kelahiran.

E. Faktor Risiko Hipertensi

1. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan

13
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi
dalam keluarga.
2. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Semakin tinggi berat badan,
semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi jaringan. Volume darah meningkat di dalam pembuluh darah dan
terjadi peningkatan tekanan dinding arteri.
3. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
4. Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih
otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
5. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak
lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

14
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
6. Merokok
Zat-zat kimia pada rokok dapat menyebaban kerusakan pada dinding
arteri yang menyebabkan penyempitan arteri sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah.
7. Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik didefinsikan jika tiga dari kriteria terpenuhi: lingkar
perut membesar (pria: > 100 cm, wanita: 90 cm), gula puasa darah
terganggu (normal < 126 md/dl), peningkatan tekanan darah 130/85 mmHg,
trigliserida plasma 150 mg/dl, atau kolesterol HDL <40 mg/dL, <50 mg/dL
pada wanita. Di hipotesiskan bahwa resistensi insulin mungkin merupakan
patofisiologi teradinya sindroma metabolic (Nuraini, 2015).

F. Gejala Hipertensi
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan

3. Mual

4. Muntah

5. Sesak nafas

6. Gelisah

15
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan


bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

G. Pemeriksaan untuk Penegakan Diagnosis Hipertensi


Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana
yang akan diambil.
Gambar 3.1 Algoritma diagnosis hipertensi

Sumber: PERKI, 2015

1. Pemeriksaan Dasar

16
Pengukuran tekanan darah yang sesuai standar dilakukan tidak hanya
sekali, bila perlu dapat pada lebih dari sekali kunjungan. Syarat standar
pengukuran tekanan darah :
a. Diukur setelah pasien duduk dan istirahat beberapa menit di ruangan
yang tenang.
b. Cuff standar yaitu dengan balon 12 – 13 cm lebar dan panjang 35 cm,
orang gemuk atau anak perlu alat yang sesuai dan dipasang setinggi
jantung.
c. Tekanan sistolik adalah suara fase I dan tekanan diastolik adalah fase V.
d. Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan
kelainan pembuluh darah perifer.
e. Harus diukur juga tekanan darah sewaktu berdiri pada manula, pasien
DM, atau keadaan yang sering timbul hipotensi ortostatik.
2. Pemeriksaan Mencari Faktor Risiko
Faktor risiko penting untuk menentukan risiko hipertensi dan
stratifikasi terhadap kejadian komplikasi kardiovaskular, yaitu :
a. Risiko untuk stratifikasi

1) Derajat hipertensi
2) Wanita > 65 tahun
3) Laki-laki > 55 tahun
4) Perokok
5) Kolesterol total > 250 mg% (6,5 mmol/L)
6) Diabetes mellitus
7) Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular lain

17
b. Risiko lain yang mempengaruhi prognosis
1) Kolesterol HDL rendah
2) Kolesterol LDL meningkat
3) Mikroalbuminaria pada diabetes mellitus
4) Toleransi glukosa terganggu
5) Obesitas
6) Tidak berolahraga (secondary lifestyle)
7) Fibrinogen meningkat
8) Kelompok resiko tinggi tertentu; sosioekonomi, ras, geografik
c. Kerusakan organ sasaran
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Proteinuria / kreatinin 1,2 – 2,0 mg%
3) Penyempitan a.retina local / umum
4) Tanda aterosklerosis pada a.karotis, a.iliaka, aorta
d. Tanda klinis kelainan dengan penyakit
1) Penyakit serebrovaskular, yaitu stroke iskemik, perdarahan serebral,
dan TIA
2) Penyakit jantung, yaitu infark miokard, angina pectoris,
revaskularisasi koroner, gagal jantung kongestif
3) Retinopati hipertensi lanjut, yaitu perdarahan atau eksudat, edema
papil
4) Penyakit ginjal, yaitu nefropati diabetic dan GGK (kreatinin >2 mg %)
5) Penyakit lain, seperti diseksi aneurisma dan penyakit arteri
(simtomatik)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin harus dilakukan seperti :
a. Tes darah rutin
b. Hemoglobin dan hematokrit
c. Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
d. Kimia darah untuk kalium (serum), kreatinin (serum), gula darah puasa,
total kolesterol
e. Elektrokardiogram
f. Ekokardiogram
g. Radiologi: foto toraks
h. Sesuai penyakit penyerta
i. Kolesterol total serum, kolesterol HDL serum, LDL serum, kolesterol
trigliserida serum (puasa).
j. Asam urat serum
k. Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
l. Ekokardiografi bila diduga KOS (kerusakan organ sasaran), seperti
adanya LVH
m. Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
n. Ultrasonografi ginjal bila diduga adanya kelainan ginjal
o. Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
p. Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata.

19
H. Tatalaksana Hipertensi
1. Non Farmakologi
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan
risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi
derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup
sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan adalah (Perki, 2015) :
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari
diabetes dan dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak
jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan
cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang,
diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk
asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan
darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga
secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan
pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol
lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,

20
dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.
2. Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan
hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu
diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,
yaitu :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai


guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by
theAmerican Society of Hypertension and the International Society
ofHypertension 2013.

Gambar 3.2 Algoritma tatalaksana hipertensi

21
Sumber: JNC 8, 2014
I. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ
dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas
pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang
sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan
gagal ginjal. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan
kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner
dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang

22
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan
kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan
serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal
sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut
seperti pada hipertensi maligna. (Nuraini, 2015)
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
1. Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan
oleh hipertensi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-
arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga
dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset
cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam
ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan
neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.

2. Kardiovaskuler
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada
akhirnya dapat menjadi infark.
3. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan

23
protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat
dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama
terjadi pada hipertensi kronik.
4. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi
tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat
ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah
yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata
akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat
penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati
hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya
dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir. (Franklin et al., 2010)

BAB IV
ANALISA MASALAH

A. Identifikasi Masalah
Hasil survey keluarga sehat di RT 007RW 005 Kelurahan Pajang
disajikan dalam Tabel 3.1. surveyorks pajangks
Tabel 4.1 Rekapitulasi IKS di RT 007RW 005 Kelurahan Pajang Tahun 2018

RT.
No Indikator 007RW.
005
1 Keluarga mengikuti program KB *) 55 %
∑ Keluarga Bernilai Y 11
∑ Keluarga Bernilai “N” 9
∑ Keluarga Bernilai T 9
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 20

24
2 Persalinan Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan 100 %
∑ Keluarga Bernilai Y 4
∑ Keluarga Bernilai “N” 25
∑ Keluarga Bernilai T 0
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 4
3 Bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap *) N/A
∑ Keluarga Bernilai Y 0
∑ Keluarga Bernilai “N” 29
∑ Keluarga Bernilai T 0
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 0
4 Bayi mendapatkan ASI Eksklusif N/A
∑ Keluarga Bernilai Y 0
∑ Keluarga Bernilai “N” 29
∑ Keluarga Bernilai T 0
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 0
5 Pertumbuhan Balita dipantau 33.33 %
∑ Keluarga Bernilai Y 1
∑ Keluarga Bernilai “N” 26
∑ Keluarga Bernilai T 2
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 3
6 Penderita TB Paru yang berobat sesuai standar N/A
∑ Keluarga Bernilai Y 0
∑ Keluarga Bernilai “N” 1
∑ Keluarga Bernilai T 28
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 28
7 Penderita hipertensi yang berobat teratur 14.28 %
∑ Keluarga Bernilai Y 2
∑ Keluarga Bernilai “N” 14
∑ Keluarga Bernilai T 13
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 14
8 Penderita gangguan jiwa berat, diobati dan tidak
N/A
ditelantarkan
∑ Keluarga Bernilai Y 0
∑ Keluarga Bernilai “N” 29
∑ Keluarga Bernilai T 0
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 0
9 Anggota keluarga tidak ada yang merokok *) 55.17%
∑ Keluarga Bernilai Y 16
∑ Keluarga Bernilai “N” 0
∑ Keluarga Bernilai T 13
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 29
10 Keluarga sudah menjadi anggota JKN 89.65 %

25
∑ Keluarga Bernilai Y 26
∑ Keluarga Bernilai “N” 0
∑ Keluarga Bernilai T 3
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 29
11 Keluarga memiliki akses/menggunakan sarana air
96.55%
bersih
∑ Keluarga Bernilai Y 28
∑ Keluarga Bernilai “N” 0
∑ Keluarga Bernilai T 1
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 29
12 Keluarga memiliki akses/menggunakan jamban
96.55 %
keluarga
∑ Keluarga Bernilai Y 28
∑ Keluarga Bernilai “N” 0
∑ Keluarga Bernilai T 1
∑ Keluarga– ∑ Keluarga bernilai “N” 29
Indeks Keluarga Sehat (IKS) 0,1724
∑ Keluarga dengan IKS > 0,800 7
∑ Keluarga 29

B. Penetapan Prioritas Masalah


Metode yang digunakan dalam penetapan prioritas masalah adalah
menggunakan beberapa kriteria berdasarkan: (a) Insidensi (b) Prevalensi (c)
Case Fatality Rate (CFR) (d) Kemudahan diatasi (e) Dampak sosial ekonomi
dan (g) Persepsi masyarakat. Masing-masing kriteria tersebut diberi skor
dengan nilai ordinal, antara angka 1 (terendah) sampai dengan angka 5
(tertinggi). Nilai akhir atau total didapatkan dari penjumlahan antara nilai
Skor masing-masing kriteria atau masalah. Perkalian dilakukan
apabila terdapat keraguan manakala ditemui perbedaan skor tersebut terlalu
tipis jika dijumlahkan.

Tabel 4.2 Prioritas Masalah


CF Tot Peringk
No. Masalah CI P K D PM
R al at

26
Terdapatnya jumlah keluarga
1 1 1 1 3 5 3 14 VI
yang tidak mengikuti KB
Terdapatnya bayi yang tidak
2 3 3 1 3 4 4 20 III
mendapat ASI eksklusif
Terdapatnya penderita TB
3 yang tidak berobat sesuai 4 4 3 3 5 5 24 II
standar
Terdapatnya penderita
4 hipertensi yang tidak berobat 5 5 4 5 4 5 28 I
sesuai standar
Terdapatnya masyarakat
5 yang tidak terdaftar 1 2 1 5 5 5 19 IV
kepersertaan JKN
Terdapatnya jumlah keluarga
yang tidak memiliki
6 1 2 1 3 5 3 15 V
akses/menggunakan sarana
air bersih

Keterangan :
CI : Cummulative Incidence
P : Prevalensi
CFR : Case fatality rate
K : Kemudahan untuk diatasi
D : Dampak sosial ekonomi
PM : Presepsi masyarakat

Dari hasil analisis pelaksanaan program kerja di UPT Puskesmas Pajang


menggunakan metode tersebut dapat disimpulkan bahwa prioritas permasalahan
yang perlu mendapat perhatian segera adalah masalah terdapatnya penderita
hipertensi yang tidak berobat sesuai standar.

C. Identifikasi Penyebab Masalah dengan Teori Tulang Ikan


Penetapan prioritas masalah hipertensi dilanjutkan dengan peninjauan
penyebab masalah.Analisis tinjauan penyebab masalah didapatkan melalui
hasil wawancara narasumber mengenai rendahnya penderita hipertensi yang

27
Kurangnya kesadaran
masyarakat menghadiri
penyuluhan dari tenaga
kesehatan

berobat sesuai standar. Penyebab masalah tersebut disajikan dalam diagram

tulang ikan (fishbone diagram) pada Gambar 4.1.

MAN MONEY METHOD


Biaya Sulitnya kontrol
Terbatasnya penemuan
transportasi Biaya untuk rutin dan
jumlah tenaga kasus oleh
ke faslitas membeli tensi berkelanjutan
kesehatan untuk nakes
kesehatan mandiri
kurang
mengontrol

Kurangnya pengetahuan tentang


bahayahipertensi
Kurang dukungan
keluarga Kurangnya ketelitian tenaga
Rendahnya penderita
kesehatan saat perekapan data
hipertensi yang berobat
sesuai standar

Maraknya obat
Terbatasnya yang dijual bebas
waktu bagi Pengukuran alat
Banyak makanan
tenaga kesehatan tensi tidak di
siap saji dan
setiap rumah
berpengawet
Sulit makan sehingga sulit
teratur buah dan untuk cek
sayur

MINUTE MARKET MACHINE

Gambar 4.1 Analisis Penyebab Masalah Hipertensi dengan Diagram Tulang Ikan

28
Berdasarkan diagram tulang ikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa
penyebab masalah yang berperan terhadap kasus hipertensi di wilayah RT 007RW
005 Kelurahan Pajang. Penyebab masalah dijabarkan sebagai berikut:
1. Man
Permasalah di bidang sumber daya manusia adalah keterbatasan
jumlah tenaga kesehatan untuk menjaring penderita hipertensi, memberikan
penyuluhan dan kontrol rutin kepada masyarakat. Permasalah dari pihak
penderita sendiri berupa kurangnya pengetahuan mengenai hipertensi dan
bahayanya sehingga kurang kesadaran untuk menjalankan pola hidup sehat
dan kontrol mandiri. Selain itu, dukungan dari keluarga untuk turut ikut serta
dalam permasalahan penderita masih kurang.
2. Method
Permasalahan metode untuk penyelesaian kasus hipertensi adalah
sulitnya kontrol rutin kepada setiap pasien hipertensi. Kurangnya kesadaran
masyarakat menghadiri penyuluhan yang diselenggarakan oleh dari tenaga
kesehatan.

3. Money
Biaya transportasi cukup tinggi perlu dikeluarkan untuk kontrol ke fasilitas
kesehatan.
4. Time
Permasalahan dari segi waktu adalah keterbatasan waktu bagi tenaga
kesehatan.
5. Market
Maraknya obat-obatan yang dijual bebas dan mudah didapatkan membuat
penderita hipertensi untuk malas berobat ke layanan kesehatan dan hanya
meminum obat apabila ada keluhan. Dan juga rendahnya pola hidup sehat
menyebabkan hipertensi yang tidak terkontrol.
6. Machine
Kontrol rutin tekanan darah mandiri sulit dilakukan apabila tidak
tersedia alat ukur tekanan darah di rumah.
D. Penetepan Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi penyebab-penyebab masalah tingginya kasus
hipertensi, dapat ditentukan masalah spesifik untuk penentuan alternatif jalan
keluar, tersaji dalam tabel 4.3.

29
Tabel 4.3Alternatif Jalan Keluar
Masalah Penyebab Alternatif Jalan Keluar
Terbatasnya jumlah Kurangnya jumlah tenaga 1. Pertemuan kader dan
tenaga kesehatan kesehatan anggota keluarga
dalam penjaringan untuk pelatihan,
penderita hipertensi koordinasi, dan
dan untuk refreshing.
memberikan 2. Kerja sama dengan
penyuluhan serta pihak luar.
kontrol rutin

Sulitnya kontrol 1. Tidak dapat kontrol 1. Giatkan kader khusus


rutin dan mandiri kasus hipertensi
berkelanjutan 2. Kurangnya transportasi ke 2. Meningkatkan peran
fasilitas kesehatan serta anggota keluarga

Kurangnya alat 1. Tidak setiap rumah 1. Edukasi untuk


pengukuran tensi. memiliki tensi untuk melakukan
pengukuran mandiri pengukuran tensi
berkala di pos lansia
Terbatasnya waktu 1. Kesulitan membagi 1. Pembelajaran untuk
bagi tenaga waktu pasien kontrol mandiri
kesehatan 2. Pemberdayaan kader
untuk mengontrol

Kurangnya 1. Terdapatnya tingkat 1. Penyuluhan lebih


pengetahuan pendidikan interaktif contohnya
masyarakat tentang masyarakatyang kurang melalui video, senam,
hipertensi dan dan pamphlet oleh
bahayanya kader.
2. Mendorong gerakan
kepedulian
masyarakat dan
keluarga
Sumber: Data Primer, 2018

Pemilihan Alternatif Intervensi yang Terbaik


Alternatif jalan keluar terhadap masalah selanjutnya dinilai dari beberapa
sudut pandang sehingga didapatkan ututan pemilihan intervensi yang terbaik.
Pemilihan intervensi terbaik dari berbagai alternatif jalan keluar atas masalah

30
tingginya hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pajang tersaji dalam tabel tabel
4.4.
Tabel 4.4 Pemilihan Alternatif Intervensi yang Terbaik
Tot
No Alternatif Intervensi E B D O DU PS KP
al
Pertemuan kader dan
anggota keluarga untuk
1 4 2 3 3 2 3 4 21
pelatihan, koordinasi, dan
refreshing

Kerja sama dengan pihak


2 3 2 3 2 4 2 5 21
luar

Giatkan kader khusus


3 kasus hipertensi untuk 4 4 3 3 3 3 2 22
kujungan ke rumah

Meningkatkan peran serta


4 anggota keluarga agar 4 4 3 2 2 2 3 20
penderita rutin kontrol

Edukasi untuk melakukan


5 pengukuran tensi berkala 4 3 2 2 3 3 4 21
di pos lansia

Pembelajaran untuk pasien


6 3 3 4 2 2 3 3 20
kontrol mandiri

Pemberdayaan kader untuk


7 5 4 4 2 4 4 3 26
mengontrol

Penyuluhan lebih interaktif


contohnya melalui video,
8 5 2 4 4 3 4 4 26
senam, dan pamflet oleh
kader.
Mendorong gerakan
kepedulian masyarakat dan
9 5 5 4 2 5 4 4 29
keluarga terhadap
hipertensi
Keterangan Sumber: Data Primer, 2018
E : Efektivitas
B : Biaya yang diperlukan
D : Dampak yang tidak diinginkan (efek)
O : Onset / mula kerja efek yang diharapkan

31
DU : Durasi manfaat efek yang diharapkan
PS : Penerimaan sosial
KP : Komitmen Politis
Kriteria : 1 = sangat rendah; 2 : rendah; 3 : sedang; 4 : tinggi; 5 : sangat tinggi
Berdasarkan analisis tabel 4.4, Mendorong gerakan kepedulian masyarakat
dan keluarga terhadap hipertensi mendapatkan skor tertinggi, sehingga menjadi
pilihan untuk intervensi terhadap masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pajang
Surakarta.

E. Analisis SWOT dalam Manajemen Strategik Program


Analisis SWOT adalah suatu akronim dari strength (kekuatan),
weakness (kelemahan) dari lingkungan internal organisasi, serta opportunity
(kesempatan/peluang) dan threat (ancaman/rintangan) dari lingkungan
eksternal organisasi. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan
antara faktor eksternal dengan faktor internal organisasi untuk
memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis ini berguna untuk
menganalisis faktor-faktor internal organisasi layanan kesehatan yang
memberi andil terhadap kualitas layanan kesehatan atau salah satu
komponennya dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal organisasi
layanan kesehatan.
Unsur-unsur dari analisis SWOT sebagai berikut (Sulaeman, 2015) :
1. Kekuatan
Kekuatan (Strength) adalah faktor-faktor kekuatan internal yang
dimiliki oleh organisasi layanan kesehatan, seperti kompetensi khusus
yang dimiliki organisasi layanan kesehatan, sehingga memiliki keunggulan
kompetitif di pasaran.
2. Kelemahan
Kelemahan (Weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan internal
dalam hal sumber daya, keterampilan, kemampuan dan produk jasa
layanan kesehatan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan
kinerja organisasi layanan kesehatan. Kelemahan ini apabila berhasil

32
diatasi akan berpengaruh dalam memperlancar aktivitas dan
mengembangkan organisasi layanan kesehatan dalam mencapai tujuan.
3. Kesempatan
Kesempatan (Opportunity) adalah peluang yang bersifat positif yang
dihadapi oleh suatu puskesmas yang apabila dapat dimanfaatkan akan
besar peranannya dalam mencapai tujuan puskesmas.
4. Hambatan
Hambatan (Threat) adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi
oleh suatu puskesmas yang apabila berhasil diatasi akan besar peranannya
dalam mencapai tujuan puskesmas.

33
Tabel 4.5 Analisis SWOT Program Penanggulangan Hipertensi
S (Strength) W (Weakness)
Internal 1. Terdapat poli lansia 1. Terbatasnya jumlah
terpisah tenaga kesehatan
2. Posyandu lansia aktif 2. Cakupan wilayah
kerja puskesmas yang
terlalu luas
3. Program kerja terlalu
banyak

Eksternal

O (Opportunity) Strategi SO Strategi WO


1. Kerjasama dengan 1. Mengadakan 1. Membangun
kader kesehatan pertemuan rutin kerjasama yang lebih
terjalin baik dengan kader baik antar tenaga
2. Terdapat kerjasama kesehatan kesehatan, kader, dan
yang baik antara 2. Melatih kader masyarakat.
penyedia kesehatan hipertensi di setiap RT 2. Pemilihan program
dengan pejabat untuk mengontrol rutin kerja yang efektif
struktural di tiap pasien hipertensi
RT/RW 3. Membuat gerakan
3. Bantuan dari luar peduli hipertensi
puskesmas 4. Memasang pamflet
di pos lansia
5. Membagikan
pamflet kontrol
tekanan darah kepada
masyarakat
T (Threat) Strategi ST Strategi WT
1. Masih rendahnya 1. Membuat penyuluhan 1. Memberikan
pendidikan, yang lebih interaktif reward kepada kader
pengetahuan, dan 2. Memanfaatkan kader yang berperan aktif
kesadaran masyarakat hipertensi sebaik- membantu kontrol
akan hipertensi baiknya. rutin pasien
2. Kondisi ekonomi hipertensi.
masyarakat yang
sebagian besar
termasuk golongan
menengah ke bawah

34
BAB V
PLAN OF ACTION

Dari hasil pemilihan prioritasintervensi yang terbaik terhadap masyarakat


RT 007RW 005 Kelurahan Pajangadalah memberi dorongan gerakan kepedulian
keluarga mengenai hipertensi, seperti dibentuknya gerakan keluarga peduli
hipertensi. Maka dari itu perlu disusun Plan of Action(POA) yang komprehensif,
efektif dan efisien. Berikut adalah beberapa perencanaan untuk meningkatkan
jumlah penderita hipertensi yang berobat sesuai standar:
Tabel 5.1. POA Masalah Rendahnya Penderita Hipertensi yang Berobat Sesuai
Standar
Kegiatan Sasaran Target
Membentuk dan melatih Kader kesehatan di Kader dapat
kader hipertensi di setiap wilayah kerja Puskesmas berpartisipasi dengan
RT untuk menjaring Pajang baik sehingga jumlah
penderita hipertensi dan penderita yang tidak
mengontrol rutin berobat sesuai standar
penderita hipertensi menurun
Penyuluhan mengenai Seluruh masyarakat Meningkatnya kesadaran
bahaya hipertensi, pola terutama penderita penderita hipertensi untuk
hidup sehat dan hipertensi kontrol rutin dan
pentingnya kontrol secara menerapkan pola hidup
rutin bagi penderita sehat
hipertensi dengan cara
yang lebih interaktif
Pemberdayaan Seluruh masyarakat Meningkatnya kesadaran
masyarakat dengan terutama keluarga keluarga untuk
membuat gerakan peduli penderita hipertensi mendukung penderita
hipertensi hipertensi

35
BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Berdasarkan analisis prioritas masalah di RT 007 RW 005 Kelurahan


Pajang adalah rendahnya penderita hipertensi yang berobat sesuai
standar.
2. Penyebab permasalahan tersebut yaitu kurangnya dukungan keluarga
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengontrol tensi secara
rutin dan bahaya komplikasi dari hipertensi..
3. Setelah dilakukan analisis penyebab dan berbagai alternatif jalan
keluar maka didapatkan solusi membuat gerakan Peduli Hipertensi.

B. SARAN

1. Menggalakkan kegiatan penyuluhan secara rutin di masyarakat


mengenai pentingnya mengecek tensi secara rutin dan komplikasi dari
hipertensioleh tenaga medis dan paramedis yang ada.
2. Peningkatan program promosi kesehatan yang lebih interaktif
3. Melakukan evaluasi programuntuk dilakukan perbaikan secara terus
menerus.

36

Anda mungkin juga menyukai