Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan Pasien adalah hal penting yang terdapat di rumah sakit , pasien dengan masalah
kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah
sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang setingkat, Rumah sakit adalah organisasi yang
berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya
pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk
profesi maupun non profesi. Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan
yang diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam macam asuhan yang merupakan bagian dari
suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan.
Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan
yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan
dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang kerumah sakit harus
dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan
yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan
dari para profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang
efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan

PANDUAN
pemenuhan hak pasien.Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali
dengan baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian
pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukanke pelayanan yang tepat baik di dalam
maupun keluar rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.

PELAYANAN PASIEN
Rumah Sakit Bermutu, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui
penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap,
ruang tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai
kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit
adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan),
Rumah Sakit Airlangga Jombang
nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah
pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium,
penata rontgen, fisioterapis. Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya
rumah sakit yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan
memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis yang memberikan
pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan
administrasi manajemen.
B. TUJUAN
Maksud dari Sasaran.

1
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan secara langsung maupun
tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut terdiri dari :
1.3.1. Pelayanan medis
A. Pelayanan rawat inap
B. Pelayanan rawat jalan
C. Instalasi gawat darurat
D. Poliklinik
E. Pelayanan kamar operasi
1.3.2. Pelayanan non medis
A. Bagian kebersihan
B. Bagain laundry
C. Instalasi gizi
D. Bagian maintenance
E. Instalasi farmasi
F. Instalansi rekam medis

1.4 LANDASAN HUKUM


1.4.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1.4.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1.4.3 Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
1.4.4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1.4.5 PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
1.4.6 Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006

2
BAB II
DEFINISI

A. PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK SEMUA PASIEN


Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan,
kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan
bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk
mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan
koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien.
Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini termasuk :
1. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;
2. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
3. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
4. Penuntasan asuhan pasien; dan
5. Perencanaan tindak lanjut.
Banyak praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis rehabilitasi,
dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi
pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran tersebut ditentukan
oleh lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill) khususindividu,
pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa
dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat
kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang
setingkat mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara
khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja,
dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai
tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang
sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan
dikembangkan secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam:
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas kemampuan pasien
untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh praktisi yang
kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama di seluruh
rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang
setingkat diseluruh rumah sakit.

3
f. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang efisien dan sehingga
mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk asuhan di seluruh rumah sakit.
Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus dicatat dalam
berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan perjalanan asuhan yang dialami pasien di RS,
mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume Pulang.Pencatatan dalam berkas rekam medis
mengikuti kaidah Problem Oriented Medical Record (POMR) yaitu dengan pola S (subyektif,
keterangan/keluhan pasien), O (objektif, fakta yang ditemukan pada pasien melalui pemeriksaan fisik
dan penunjang), A (analisis, merupakan kesimpulan/diagnose yang dibuat berdasarkan S dan O) dan P
(plan, rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien).

B. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN RISIKO TINGGI


1. Pengertian
Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan peralatan
bhd, penyakit menular atau imunosuppressed, peralatan dialysis, peralatan pengikat atau
restraint, ketergantungan bantuan dan pengobatan kemoterapi.
2. Kebijakan
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena
umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan
dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak
mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang asuhannya.
Demikian pula, pasienyang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami proses
asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien. Rumah sakit juga menyediakan
berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko tinggi karena memerlukan
peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa
(pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten
dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
a. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit;
b. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai;
c. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi
dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan dalam daftar
prosedur. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari
suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis vena dalam,
ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara
melakukan pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai.Yang
termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi:

4
a. pasien gawat darurat
b. pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit
c. pemberian darah dan produk darah.
d. pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma.
e. pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya menurun .
f. pasien dialisis (cuci darah)
g. penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /
penghalang.
h. pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko
diperlakukan kasar/ kejam.
i. pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang berisiko tinggi.

C. MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI


1. Pengertian
Nutrisi adalah makanan yang dikonsumsi untuk bertahan hidup, tumbuh, berkembang
dan sebagai sumber energi untuk beraktivitas. Seluruh nutrisi yang dibutuhkan tubuh terdapat
dalam makanan. Terapi nutrisi itu sendiri diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan
fungsi tubuh yang terganggu akibat kekurangan nutrisi.
2. Kebijakan
Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan proses
pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien, budaya pasien dan preferensi
diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin. Pasien berpartisipasi dalam perencanaan
dan seleksi makanan, dan keluarga pasien dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam
menyediakan makanan, konsisten dengan budaya, agama, dan tradisi dan praktik lain.
Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana asuhan, DPJP atau pemberi pelayanan
lainnya yang kompeten memesan makanan atau nutrien lain yang sesuai bagi pasien. Bila
keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi
tentang makanan yang dilarang atau kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana
pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan. Bila mungkin,
pasien ditawarkan berbagai macam makanan yang konsisten dengan status gizinya.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko nutrisional.
Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk asesmen lebih lanjut. Bila ternyata ada risiko
nutrisional, dibuat rencana terapi gizi. Tingkat kemajuan pasien dimonitor dan dicatat dalam
rekam medisnya. Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu keluarga pasien, bekerjasama
merencanakan dan memberikan terapi gizi. Hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait
nutrisi pasien adalah :
a. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
b. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan makanan
dan dicatat.
c. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta kebutuhan
pasien

5
d. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan
pelayanannya
e. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang pembatasan
diet pasien
f. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
g. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
h. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
i. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai permintaan khusus
pasien terkait waktu.
j. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku
k. Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada risiko
nutrisional, mendapat terapi gizi.
l. Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan memonitor
terapi gizi.
m. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
n. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.

D. PENGELOLAAN PELAYANAN RASA NYERI


1. Pengertian
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP),nyeri adalah suatu
pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya injuri (Ardinata,
2007). Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil pembedahan.
Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda beda.Lokasi pembedahan
mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien. Nyeri
pasca operasi tidak hanya terjadi setelah operasi besar, tetapi juga setelah operasi kecil.
Selain faktor fisiologis, nyeri juga dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan mengenai
operasi (dimensi afektif), yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap intensitas
nyeri (dimensi sensorik). Meskipun semua pasien post operasi mengalami sensasi rasa nyeri,
ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi perilaku), latar belakang budaya
(dimensi sosiokultural) (Suza, 2007).Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau
menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai
intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak
dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua
individu yang mengalami nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik
pada seorang individu (Potter & Perry, 2006).
2. Kebijakan
a. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkantempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan
waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:

6
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada
kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh didaerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf
pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu
yang lama.
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian
timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola nyeri ada
yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu
nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis yang terus-menerus terasa
makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.

7
Nyeri akut Nyeri kronis
1. Waktu kurang dari enam bulan 1. Waktu lebih dari enam bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 2. Daerah nyeri menyebar
3. Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, 3. Nyeri terasa tumpul seperti
disayat, dicubit. ngilu, linu.
4. Respon sistem saraf simpatis : 4. Respon sistem saraf
takikardi, peningkatan respirasi, parasimpatis : penurunan
peningkatan tekanan darah, pucat, tekanan darah, bradikardia, kulit
lembab, berkeringat, dan dilatasi kering, panas, dan pupil
pupil. konstriksi.
5. Penampilan klien tampak cemas, 5. Penampilan klien tampak depresi
gelisah, dan terjadi ketegangan otot. dan menarik diri.
Tabel 2.1. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

e. Penyebab Rasa Nyeri


Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
1) Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena
ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun
luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena
pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri pada
peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
2) Psikis: Trauma psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan akibat
trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

f. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2006) adalah:
1) Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri
dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Kemampuan klien
lansia untuk menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin
mengenai bagian tubuh yang sama.
2) Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis
kelamin. Misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi
yang sama.

8
3) Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima
oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
4) Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan
nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat hilang akan menyebabkan psikosis dan
gangguan kepribadian.
5) Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan
datang.
6) Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Nyeri
seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang
lelap dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan.

g. Strategi Penatalaksanaan Nyeri


Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara farmakologis maupun
secara nonfarmakologis.
1) Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgesik dan anestesi. Analgesik merupakan metode yang
umum untuk mengatasi nyeri. Anestesi lokal dan regional, anestesi lokal adalah
suatu keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian tubuh. Analgesia Epidural
adalah suatu anestesia lokal dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri
pascaoperasi akut, nyeri persalian dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya
yang berhubungan dengan kanker (Potter & Perry, 2006).
2) Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat
rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari
beberapa teknik diantaranya adalah:
a) Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
b) Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang dipercaya
dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang

9
mendukung rasa nyeri (Tamsuri, 2007). Teknik relaksasi dapat dilakukan
dengan cara melakukan teknik relaksasi napas.

Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang mana


perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam
untuk mengurangi nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas
dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan
dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup,
dua, tiga) dan ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat
mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras
bersama pasien pada awalnya.
Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi
yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur
senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal bantal
menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan
dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan
pelan-pelan memandang sekeliling ruangan.Untuk melestarikan muka, pasien
dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor
(Priharjo, 2002).
Menurut Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain: Penurunan nadi,
tekanan darah, dan pernapasan, penurunan konsumsi oksigen, penurunan
ketegangan otot, peningkatan kesadaran global, kurang perhatian terhadap
stimulus lingkungan, tidak ada perubahan posisi yang volunteer, perasaan
damai dan sejahtera, periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
c) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu
(Smeltzer & Bare, 2002)
d) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer & Bare, 2002).

E. PELAYANAN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)


1. Pengertian
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat mengalami
gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau memerlukan
bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual dan budaya yang
berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat
diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau
membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.

10
a. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses
penderitaan/sekarat pasien.
b. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin
memburuk
c. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit.
d. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel.
e. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron otak
yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal,
paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
f. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isisaraf/neuronal
intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.
g. Alat Bantu Napas (Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian
atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
h. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
i. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
j. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup (Witholding life
support).
k. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju(consent) atau ijin
dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary)
terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi yang cukup(informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
l. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada resipien.
m. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mepertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

2. Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani
dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus sadar akan uniknya
kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya. Perhatian terhadap kenyamanan dan
martabat pasien mengarahkan semua aspek asuhan slama stadium akhir hidup. Asuhan akhir
kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
a. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan keluarga
b. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
c. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya

11
d. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
e. Memberikan respon pada masalah masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari asien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang
unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5, Maksud dan Tujuan). Rumah Sakit
mengevaluasi mutu asuhan akhir kehidupan, berdasarkan evaluasi (serta persepsi)
keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.

3. Kebijakan
a. Aspek Keperawatan
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik yang aktual
dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal dunia atau mati.
Seseorang dinyatakan meninggal/ mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit,
dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang
ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Menurut
Elisabeth Kbler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :
1) Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan
dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan Mekanis pertahanan yang acap kali
ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2) Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan. Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan
mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya
pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi
dari frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian,bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung
oleh karena kemarahannya.
3) Bargaining ( fase tawar menawar ).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit
lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan
macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu,

12
dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh
hidupku untuk melayaniMu."
4) Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita
merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5) Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataanyang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami
berbagai masalah baikfisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
a) Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hypoksia, akumulasi sekret,nadiireguler.
b) Problem eliminasi;
Konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang
diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi ,inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (missal Ca
Colon), retensiurin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau
kondisi penyakit misal trauma medulla spinalis, oliguria terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal.
c) Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah,cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
d) Problem suhu
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut
e) Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati
kematian,menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan
kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f) Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkann kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan
g) Problem kulit dan mobilitas

13
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga
pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h) Masalahpsikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaan marah dan putus asa.

b. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death.
Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial.Terkait hal ini,
memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga
mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh,sehingga mereka akan memberikan
perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien tersebut.
c. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin
masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan tetapi banyak
pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO)sebagai pengganti MO dalam
penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup
terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilemma terutama
bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya
penyembuhan dan hanya akan menambah penderitaan pasien. Keluarga menginginkan
sebuah proses di mana berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak
lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat
penyakit yangmendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan
bantuan hidup (withdrowing life support)atau menunda bantuan hidup
(withholding life support )terhadap pasien tersebut, maka dokter harus menghormati
pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan
syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup dilaksanakan,
tim dokter telah memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi
terminal pasien dan pertimbangan keputusan keluarga / wali tertulis dalam informed
consent.

14
BAB III
TATA LAKSANA
A. Aspek keperawatan
1. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi dengan melakukan
assesmen yang tepat sebagai berikut :
a) Assmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
1) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera
sembuh.
2) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, kadang kadang keluarga menghindari percakapan tentang
kematian demi menghindarkan dari tekanan.
3) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini
membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah masalah,
bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini,
perawat atau dokter dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga seperti
autopsi atau donasi organ.
2. Assesmen faKtor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada berbagai masalah menurunya
fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi
:
a) Pernafasan (breath)
1) Apakah teratur atau tidak teratur.
2) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor, crackles, dll.
3) Apakah terjadi sesak nafas.
4) Apakah ada batuk , bila ada apakah produktif atau tidak.
5) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau, dan jenisnya.
6) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
b) Kardio varkuler (blood)
1) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler.
2) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat.
3) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba, hilang timbul atau
tidak teraba.
4) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam Cm H2O.
6) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg.
7) Lain lainnya bila ada.
c) Persyarafan (brain)
1) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal, motoric dan kesadaran pasien.
2) Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.

15
3) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
4) Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
d) Perkemihan (blader)
1) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
2) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
3) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan dower kateter.
4) Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam, bagaimana warnannya, bagaimana
baunya.
e) Pencernaan (bowel)
1) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
2) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
3) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
4) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
5) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana konsistensi,
warna dan bau feses.
f) Musculoskeletal / Intergumen
1) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas.
2) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan pucat atau hiperpigmentasi
.
3) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
4) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apajenis lukanya.
6) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
7) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apajenis frakturnya.
8) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.
3. Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmenrasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, makasegera lakukan
menajemen nyeri yang memadai.
4. Assesmen faktor kulturpsikososial
a. Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien danpenerimaan pasien
terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
b. Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi tidakterkendali, komunikasi ada dan
tiada, orientasi pada diri sendiri.
c. Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan berusahauntuk mengulur waktu,
rasa marah sudah berkurang.
d. Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimatterbuka untuk
mendapatkan data dari pasien.
e. Tahapan Acceptance:Asesmen keinginan pasien untukistirahat/menyendiri.
5. Assessment faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yangdapat membantu
kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada di tahapan bargaining.

16
B. Aspek medis
1. Intervensi Medis Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yangserius,maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau
henti jantung. RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan
tanda tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakityang berpotensi atau
menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat
mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut.
2) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke
dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien
d. Tindakan Dialisis
indakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan fungsi ginjal, baik
yang akut maupun yang Kronik dengan LFG < 15 mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal
sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai
uremia.
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan pasien lainnya.
Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernapasan, salurankemih,peredaran
darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab
meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun,
gangguan fungsi barrier usus,penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan
preparat darah, atau dari alat kesehatan yang digunakan (sepertiventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk hendaknya diinformasikan
lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.

2. Withdrawing life support dan with holding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life support) dan
penundaan bantuan hidup (withholdinglife support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di
ruang rawat intensif care). Keputusan withdrawing / withholding adalahkeputusan medis dan etis
yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang
memiliki kompetensi dan 2 (dua)orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah
sakit.Adapun persyaratan withdrawing life support &withholding life support sebagai berikut :
a. Informed Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya
tindakanpenghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/ withholding lifesupport) pada

17
seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan
penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara
tertulis (written consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan
Pemberian Informasi Kondisi Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana
pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang
bersangkutanmengenai beberapa hal sebagai berikut:
b. Diagnosis :Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut.

18
BAB IV
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhdapa pelayanan di rumah sakit, maka
pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlaH penting. melalui kegiatan akreditasi ini
diharapkan terjadi penurunan insiden sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
rumah sakit. Program Keselamatan Pasien merupakan never ending process, karena itu diperlukan budaya
termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secara
berkesinambungan dan berkelanjutan.

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai