BAHAN AJAR
Eksplorasi Mineral Metoda Geologi
Puji Syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, bahwasanya dengan bantuan
dan pertolongannya, maka bahan ajar ini dapat tersusun.
Bahan ajar Eksplorasi Mineral Metoda Geologi untuk menunjang kegiatan pendidikan dan
pelatihan Program Diklat Teknisi Eksplorasi Mineral untuk aparatur pemerintah di tingkat
pusat dan daerah yang dilaksanakan pada tanggal 2 22 Juni 2010. Melalui ketersediaan
bahan ajar ini diharapkan peserta diklat akan lebih mudah memahami metoda geologi yang
digunakan dalam melakukan eksplorasi mineral.
Bahan ajar ini disusun supaya peserta diklat dapat mengetahui metoda geologi apa saja yang
digunakan pada saat melakukan eksplorasi mineral yang merupakan salah satu pengetahuan
yang dibutuhkan untuk melakukan eksplorasi mineral. Melalui pemahaman terhadap
metoda geologi dalam eksplorasi mineral menjadi bagian yang mendukung kegiatan
eksplorasi mineral.
Penyusun menyadari dalam bahan ajar ini masih banyak ditemui berbagai kekurangan. Kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami tunggu. Semoga modul ini bermanfaat bagi
peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral di
Indonesia.
Mengetahui Penyusun
Kepala Pusat, Widyaiswara Pertama,
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latarbelakang 1
1.2 Deskripsi 2
1.3 Tujuan Pembelajaran Umum 3
1.4 Tujuan Pembelajaran Khusus 3
BAB 2
KONSEP EKSPLORASI 4
2.1 Pengantar 4
2.2 Pentahapan Eksplorasi 5
2.3 Pengambilan Keputusan Pada Setiap Tahapan Eksplorasi 8
BAB 3
METODA EKSPLORASI TAK LANGSUNG 10
3.1 Pengantar 10
3.2 Penginderaan Jarak Jauh 11
BAB 4
METODA EKSPLORASI LANGSUNG 16
4.1. Pengantar 16
4.2. Pemetaan Geologi 16
4.3. Metoda Sampling 20
SUMBER PUSTAKA 30
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam usaha untuk mengetahui potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada serta
mengidentifikasi kendala alami maupun kendala lingkungan yang mungkin ada, maka perlu
dilakukan eksplorasi terlebih dulu. Jadi kegiatan eksplorasi merupakan suatu kegiatan
penting yang harus dilakukan sebelum suatu usaha pertambangan dilaksanakan. Hasil dari
kegiatan eksplorasi tersebut harus dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat
mengenai sumberdaya mineral/bahan galian maupun kondisi-kondisi geologi yang ada, agar
studi kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang dimaksud dapat dilakukan
dengan teliti dan benar (akurat).
1
Dalam pelaksanaannya, kegiatan eksplorasi memanfaatkan sifat-sifat fisika dan kimia
batuan, tanah, unsur dan mineral/bahan galian yang ada, seperti sifat : kemagnetan,
kerapatan (density), kelistrikan, keradioaktifan, distribusi dan mobilitas unsur, serta
memanfaatkan teknologi yang tersedia seperti : metode magnetik, seismik dan gaya berat,
elektrik (resistivity, self potential, induce polarisation, magneto-telluric, mess a la mase),
radioaktif, dan metode geokimia (geobotani dan hidrokimia).
Metode-metode tersebut (metode tak langsung) terutama diterapkan pada ekplorasi tahap
awal, dimana daerah cakupannya sangat luas dan waktu maupun biaya yang tersedia cukup
terbatas. Kadang-kadang juga dilakukan survei langsung untuk sampling awal (grab
sampling, chip sampling, stream sediment sampling, dll.).
Sedangkan pada tahap lanjutan atau detail, diterapkan metode langsung, yaitu dengan cara
survei langsung mulai dari pemetaan, pembuatan parit uji dan sumur uji, dan pemboran,
yang dilengkapi dengan pengambilan conto secara sistematik pada badan bijih/cebakan
bahan galian yang bersangkutan. Conto-conto tersebut lalu dianalisis secara kimia di
laboratorium untuk mengetahui kadar atau kualitasnya, yang selanjutnya data tersebut
digunakan dalam perhitungan potensi atau cadangan.
Hasil dari setiap tahapan eksplorasi dipakai untuk mengambil keputusan apakah pekerjaan
eksplorasi tersebut diteruskan ke tahap yang lebih lanjut (daerah prospek ditemukan) atau
tidak dilanjutkan (tidak ada indikasi daerah prospek). Dengan demikian resiko kerugian yang
besar dalam melakukan eksplorasi dapat dihindari, hanya kalau hasilnya menjanjikan, dalam
hal ini terdapat suatu harapan yang besar akan ditemukannya cadangan yang dapat
ditambang (mineable-bankable-economic), maka kegiatan eksplorasi dilanjutkan ke tahap
yang lebih detail.
1.2. Deskripsi
Mata diklat ini membekali peserta diklat dengan materi tentang metoda geologi yang
digunakan dalam eksplorasi. Melalui pembelajaran tentang eksplorasi mineral dengan
metoda geologi akan dijelaskan tentang metoda geolog apa saja yang terakit secara langsung
dengan kegiatan eksplorasi mineral.
2
Mata diklat ini merupakan informasi mengenai bagian dari kegiatan geologi yang menjadi
unsure dalam kegiatan eksplorasi mineral. Berbagai metoda geologi yang umum dilakukan
dalam eksplorasi mineral diberikan kepada para peserta diklat untuk menjadi informasi
dalam melakukan kegiatan eksplorasi mineral.
3
BAB 2
KONSEP EKSPLORASI
2.1. Pengantar
Sebagai suatu industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat sumberdaya, serta
mengandung resiko yang tinggi, maka industri pertambangan menjadi hal yang sangat unik
dan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat menghasilkan sesuatu yang positif dan
menguntungkan. Banyaknya disiplin ilmu dan teknologi yang terlibat di dalam industri ini
mulai dari geologi, eksplorasi, pertambangan, metalurgi, mekanik dan elektrik, lingkungan,
ekonomi, hukum, manajemen, keuangan, sosial budaya, dan komunikasi, sehingga
menjadikan industri ini cukup kompleks.
Karena yang menjadi dasar dalam perencanaan aktivitas pada industri pertambangan adalah
tingkat kepastian dari penyebaran endapan, geometri badan bijih (endapan), jumlah
cadangan, serta kualitas, maka peranan ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat penting
sebagai awal dari seluruh rangkaian perkerjaan dalam industri pertambangan.
Agar kegiatan eksplorasi dapat terencana, terprogram, dan efisien, maka dibutuhkan
pengelolaan kegiatan eksplorasi yang baik dan terstruktur. Untuk itu dibutuhkan
pemahaman konsep eksplorasi yang tepat dan terarah oleh para pelaku kegiatan eksplorasi,
khususnya yang meliputi disiplin ilmu geologi dan eksplorasi tambang.
Kalau kegiatan eksplorasi menjanjikan adanya suatu harapan bagi pelaku bisnis
pertambangan, barulah kegiatan industri pertambangan dapat dilaksanakan. Kegiatan
eksplorasi dilakukan karena ada tujuan (goal) yang diharapkan oleh badan/pihak perencana
eksplorasi tersebut.
Sebagai contoh :
4
selengkap-lengkapnya, sehingga data endapan yang dihasilkan mempunyai nilai yang
dapat dianggunkan atau dijual kepada pihak lain (junior company).
Secara umum, dalam industri pertambangan kegiatan eksplorasi ditujukan sebagai berikut :
mencari dan menemukan cadangan bahan galian baru,
mengendalikan (menambah) pengembalian investasi yang ditanam, sehingga pada suatu
saat dapat memberikan keuntungan yang ekonomis (layak),
mengendalikan (penambahan/pengurangan) jumlah cadangan, dimana cadangan
merupakan dasar dari aktivitas penambangan,
mengendalikan atau memenuhi kebutuhan pasar atau industri,
diversifikasi sumberdaya alam,
mengontrol sumber-sumber bahan baku sehingga dapat berkompetisi dalam persaingan
pasar.
Dilihat dari pentingnya hal tersebut di atas, terdapat 5 (lima) hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu :
Pemahaman filosofi eksplorasi dan cebakan bahan galian
Pengetahuan (dasar ilmu dan teknologi) yang terkait dalam pekerjaan eksplorasi,
Pemahaman konsep dan metode eksplorasi,
Prinsip dasar dan penerapan metode (teknologi) eksplorasi,
Pengambilan keputusan pada setiap tahapan eksplorasi.
5
representatif untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai areal penambangan
(dieksploitasi).
Kegiatan eksplorasi dapat dimulai setelah target endapan yang akan dieksplorasi telah
ditetapkan. Prosedur berikut merupakan prosedur umum yang diterapkan dalam suatu
program eksplorasi :
2. Melakukan seleksi data serta membuat sintesis-sintesis untuk menyusun model yang
menggambarkan endapan pada beberapa kombinasi lingkungan geologi,
6
geologi yang mirip. Jika ternyata mempunyai kondisi yang tidak sesuai, maka perlu
dilakukan modifikasi/penyesuaian,
6. Jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif, maka perlu disiapkan suatu
program sosialisasi dengan komunitas lokal, berupa transfer informasi/gambaran
mengenai kegiatan yang akan dilakukan,
Program dan budget eksplorasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahapan sebagai
berikut :
Tahap I (Preliminary), yaitu program dengan budget rendah yang ditujukan untuk
memperoleh informasi umum. Tahap I ini pada umumnya dapat berupa kegiatan :
Survei geologi tinjau (reconaissance),
Pengecekan-pengecekan data yang sudah ada pada peta geologi regional (desk
study),
Pengambilan beberapa sampel awal geokimia.
Tahap III (Finding & Calculation/Evaluation), yaitu program yang ditujukan untuk
memastikan kondisi endapan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi hasil
tahap II (model genetik). Target awal dipersempit sesuai dengan anomali geokimia dan
7
geofisika yang ditemukan. Pada umumnya program yang direncanakan berupa pemboran
dan sampling untuk pemastian anomali-anomali yang ada.
Secara prinsip, eksplorasi mengandung unsur desain, probabilitas, dan resiko. Adapun
prinsip utama dalam eksplorasi; semakin tinggi tingkat kepercayaan yang diinginkan (dalam
pentahapan eksplorasi) semakin rapat titik data (grid density) yang direncanakan, sehingga
semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Titik-titik pengambilan keputusan merupakan
suatu saat dimana harus dipilih apakah kegiatan yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang
prospek untuk diteruskan, atau dianggap sudah tidak prospek lagi untuk dilanjutkan ke tahap
lebih detil.
Secara umum dapat dilihat bahwa setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan re-
evaluasi terhadap kegiatan eksplorasi sehingga tahapan-tahapan eksplorasi tersebut dapat
dimodelkan sebagai suatu siklus dengan adanya penambahan data ataupun penambahan
metode.
8
Titik pengambilan keputusan
Studi Kelayakan
Laju pengeluaran (biaya)
Pengeluaran
Pre-Studi Kelayakan
Resiko tinggi
Penseleksian
daerah target
Pemboran,
Tahapan
Pemastian model
endapan
SURVEI Pemetaan, Survei Eksplorasi semi (uji geoteknik, uji
Kegiatan
Analisis
REGIONAL dan sampling detail (pemboran hidrologi,
kesesuaian studi Pembukaan
Studi Inderaja, geokimia, dan sampling semi hidrogeologi, uji
literatur dengan lokasi
Literatur Geokimia, Survei geofisika, detail), Analisis metoda
keadaan pengolahan, uji
penambangan
Geofisika, Pemodelan dan Evaluasi
lapangan kadar) dan
Airborne. endapan Cadangan.
perhitungan
cadangan Dimodifikasi dari Eimon, 1988
Skema pentahapan eksplorasi, pendugaan biaya, dan titik-titik pengambilan keputusan (dimodifikasi dari
Evans, 1995)
9
BAB 3
METODA EKSPLORASI TAK LANGSUNG
3.1. Pengantar
Berdasarkan pada sifat-sifat endapan, metoda penyelidikan dan pendekatan-pendekatan
teknologi yang digunakan, metoda eksplorasi secara umum dapat dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu metoda eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.
Secara prinsip kedua jenis metoda eksplorasi tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu
untuk mengidentifikasikan dan menemukan endapan bahan galian (bijih). Perbedaan
mendasar dari kedua jenis kegiatan eksplorasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Melakukan
Prinsip Memanfaatkan sifat-sifat fisik/kimia pengamatan/penyelidikan secara
pekerjaan dari endapan langsung terhadap terhadap
endapan secara fisik
Melalui anomali-anomali yang Melakukan analisis megaskopis dan
Identifikasi diperoleh dari hasil mikroskopis terhadap objek
pengamatan/pengukuran penyelidikan
Biaya Biaya per satuan luas murah Biaya per satuan luas mahal
10
Dalam pembahasan ini, yang dibicarakan khusus untuk kegiatan eksplorasi tak langsung,
sedangkan kegiatan eksplorasi langsung akan dibicarakan pada bagian lain. Pada
pembahasan ini akan diuraikan metoda-metoda eksplorasi tak langsung, yaitu :
Penginderaan jarak jauh (inderaja).
Metoda eksplorasi geokimia.
Metoda eksplorasi geofisika.
Dengan bantuan penginderaan jarak jauh (terutama foto udara) dapat membantu juga
dalam pembuatan peta-peta topografi maupun peta-peta tematik dengan cepat dan akurat.
Selain itu karena data-data dapat diperoleh dalam bentuk data digital, maka dapat dilakukan
kompilasi maupun manipulasi peta dengan cepat melalui bantuan teknologi komputer.
Secara umum penginderaan jarak jauh (inderaja) ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) sistem,
yaitu :
Pemotretan dengan kamera atau fotografi dengan menggunakan pesawat udara yang
dikenal dengan Foto Udara (Aerial Photograph).
Melakukan scanning melalui gelombang mikro (Radar) yang ditempatkan pada wahana
luar angkasa.
Melakukan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan satelit (Landsat) yang
dikenal dengan Citra Satelit.
Beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dari penggunaan inderaja ini, antara lain :
Dapat mencakup (meliputi) area permukaan bumi yang cukup luas,
Dapat dilakukan pengamatan fenomena geologi yang dinamik dengan cara melakukan
pengamatan dalam range (interval) waktu tertentu, sehingga proses, pergerakan,
maupun perubahan objek dapat diamati.
11
Dapat mengeliminasi kesulitan dalam interpretasi bawah permukaan pada daerah-
daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang lebat (terutama melalui citra satelit).
Dapat mengeliminasi kesulitan pengamatan akibat iklim (misalnya tertutup awan)
melalui pengamatan dengan menggunakan citra satelit.
Dapat ditampilkan dalam beberapa variasi bentuk antara lain foto hitam-putih, citra
berwarna, citra hitam-putih, serta variasi rona sehingga dapat dimanfaatkan untuk
interpretasi litologi maupun alterasi.
Dapat membantu dalam pengamatan struktur geologi lokal sehingga akan sangat
membantu dalam interpretasi kontrol pembentukan zona mineralisasi.
Dapat diformulasikan atau diskenariokan dalam berbagai variasi analisis, karena semua
data berada dalam format digital.
Dapat melakukan penghematan biaya, karena secara umum berdasarkan cakupan areal
maka biaya per satuan luas mungkin akan relatif kecil jika dibandingkan dengan
pengamatan langsung di permukaan.
Foto udara
Dalam suatu pengamatan foto udara terdapat 7 (tujuh) komponen dasar foto udara yang
perlu diketahui, yaitu :
Bentuk, berhubungan dengan kenampakan fisik suatu objek.
Ukuran, berhubungan dengan dimensi suatu objek dan umumnya berfungsi sebagai
skala,
Pola, berhubungan dengan posisi/sifat/karakteristik spasial suatu objek,
Bayangan, dapat menjadi petunjuk interpretasi (sebagai guide untuk kenampakan suatu
objek), namun dapat juga menjadi kendala dalam interpretasi (jika menghalangi fisik
objek yang penting),
12
Rona, merupakan tingkat (gradasi) kecerahan/warna relatif suatu objek terhadap objek
lain,
Tekstur, merupakan kombinasi dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, atau rona,
Situs/lokasi/indeks, merupakan letak/posisi relatif objek terhadap objek lain.
Pemotretan untuk pembuatan suatu series foto udara yang meliputi suatu daerah dapat
dilakukan pada jalur terbang dan menghasilkan lembaran-lembaran foto. Untuk dapat
dilakukan penggabungan foto-foto (mosaik) maka masing-masing lembaran yang dihasilkan
(difoto) harus saling overlap (umumnya 30%).
Adapun dalam pengamatan suatu foto udara, secara umum dapat diikhtisarkan sebagai
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi : pengamatan foto analisis/pengukuran
kenampakan suatu objek pemindahan hasil interpretasi ke dalam peta dasar. Pengamatan
dan analisis suatu foto udara dapat dilakukan secara 3-D, yaitu melalui pengamatan
stereografis dengan perantara suatu alat yaitu stereoskop.
Penginderaan jarak jauh dengan menggunakan gelombang mikro dapat dilakukan dalam
segala kondisi alam (kabut, berawan, siang, malam, dll.) tergantung pada panjang
gelombang yang digunakan. Penginderaan dengan gelombang mikro ini umumnya
menggunakan sensor gelombang mikro aktif yang dikenal dengan RADAR (Radio Detection
13
and Ranging), dimana transmisi berupa ledakan pendek (pulsa gelombang mikro) dan
merekam kekuatan gema/pantulan yang direspon oleh objek.
Umumnya peralatan sistim Radar ini dipasang pada pesawat terbang maupun pesawat
antariksa (ulang-alik). Sistem Radar yang digunakan pada umumnya adalah SLR (Side Looking
Radar) dan SLAR (Side Looking Airborne Radar).
Karena resolusi spasial yang dihasilkan oleh sistem SLR/SLAR ini relatif lebih kasar daripada
resolusi yang dihasilkan oleh foto udara, maka SLR/SLAR ini jarang digunakan pada tahapan
penelitian (pemetaan) rinci, tapi hanya (umum) digunakan pada pemetaan awal (survei
tinjau reconnaissance).
Penginderaan jarak jauh dengan menggunakan wahana ruang angkasa (satelit) dengan
melakukan pemotretan bumi melalui sistem penginderaan Return Beam Vidicom (RBV)
ataupun dengan Multispectral (MSS) dengan menggunakan satelit Landsat, dan hasil yang
diperoleh disebut dengan Citra Landsat.
Data landsat diperoleh melalui Multispectral Imagery, sehingga dapat menghasilkan produk-
produk sebagai berikut :
Landsat CCTs untuk MSS atau TM Imagery, yang cocok untuk pemrosesan dengan
bantuan komputer.
Bayangan hitam putih dalam bentuk lembaran berukuran 23 x 23 cm dengan skala 1 :
1.000.000.
Cetak berwarna atau hitam putih dan skala dapat disempurnakan sampai dengan skala 1
: 100.000.
Jika dibandingkan dengan penginderaan dengan foto udara, maka Citra Satelit ini
mempunyai beberapa kelebihan/kekurangan, seperti terlihat pada tabel di bawah.
14
Tabel. Perbandingan citra landsat dengan foto udara
Oleh sebab itu, maka hasil Citra Landsat umumnya digunakan sebagai pelengkap dalam
melakukan interpretasi penginderaan jarak jauh disamping analisis foto udara sebagai media
interpretasi utama.
Beberapa satelit lain yang sering digunakan dalam penginderaan jarak jauh adalah :
Seasat-1 ; umumnya untuk penelitian oseanografi (dari ketinggian 800 km).
SPOT ; yang merupakan satelit Perancis (Satelit Proboloire Pour 1 Observation de La
Terre).
Satelit cuaca, antara lain NOAA/TIROS, GOES, NIMBUS, DMSP.
15
BAB 4
METODA EKSPLORASI LANGSUNG
4.1. Pengantar
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan pada sifat penyelidikan dan
pendekatan teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.
Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi
Langsung ini adalah :
Pemetaan geologi/alterasi.
Sampling (pengambilan conto).
Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian
16
peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap
eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap
prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan
dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi
lapangan atau dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas
dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan
atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur
permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.
Singkapan
17
Lintasan (traverse)
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi
litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus
umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum
lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup.
Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan
tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-
lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi (interpretasi)
batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran
penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan
dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan.
Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan,
struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap
paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
18
Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan
hidrologi.
Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu
diperhatikan, antara lain :
Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar,
kelurusan-kelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara
lain:
Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan
(efisiensi).
Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.
Pada gambar di bawah menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan
penampang geologi dari data pengamatan singkapan di lapangan.
19
Gambar. Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang ditandai dengan munculnya beberapa
tubuh intrusi (Graha, 1987)
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan
yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan
bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya
telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili
jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan
pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih
(endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan
(tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan
tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade
20
maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara
masing-masing zona tersebut.
Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga
pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain
yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol
kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif,
kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa
faktor, antara lain :
Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan
induk.
Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan
yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan
berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan
sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
21
Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan sample dengan
volume yang besar agar representatif.
Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika dibandingkan dengan bukaan
stope) sehingga rentan dengan dilution.
Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan),
sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping,
sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling.
Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping,
serta pola urat yang menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan
ditentukan batas vein yang jelas.
Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi,
sehingga diperlukan sampling dengan interval yang rapat.
Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup sulit untuk mencegah
terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit dikontrol.
22
Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun kadang-kadang
dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat.
Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan
dalam interval sampling.
Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan
kemudian berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling.
Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat
perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect.
Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan
kesalahan pada sampling yang signifikan.
Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).
Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones, potash, gipsum, dan garam,
yang mempunyai karakteristik :
Mempunyai kontak yang jelas dengan batuan samping.
Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual.
Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting dalam batubara,
sehingga interval sampling lebih bersifat ply per ply.
Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga anomali-
anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout, sesar, perlipatan, dll.),
sehingga pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada.
Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur secara
vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara
komposit.
Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :
Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan
pemboran inti (diamond atau percussion).
23
Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah dan
bersifat erratic, sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang
besar, sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit
eksplorasi, dan paritan.
Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam, seperti tipe
disseminated, stockwork, vein, atau fissure, sehingga perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemilihan metode sampling.
Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona
hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang
sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan
dengan seksama.
Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam
sepanjang proses sampling.
Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga
interval (kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi
batuan nantinya.
Tracing float
24
Pel
pua
ka
n p inera
m
ada lisa
sin si
gka
anp
zon
a
ter Fragm
min
era en-fra
si lis g
lisa zon asi y men Fragmen batuan termineralisasi
inera a m ang bat
ua yang tertransport ke sungai
ine t
am rali erero n sebagai FLOAT
Zon sas si d
i ari
Sungai
Tracing (penjejakan perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan
pada pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d boulder yang
terdapat pada sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang
mengandung mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari
sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal dari
pecahan (float) tersebut.
Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi (termineralisasi)
dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain
itu sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi
faktor pendukung.
Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan (tracing with
panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar (besar),
sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang berukuran
halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan
tracing float.
25
Pada gambar di bawah dapat dilihat sketsa pengerjaan metode tracing float atau tracing
with panning tersebut, dimana pengecekan dilakukan untuk semua cabang (anak) sungai.
Oleh sebab itu, informasi (peta) jaringan sungai menjadi media utama untuk metode ini.
ZONA
MINERALISASI
Gambar. Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning
Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float
telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah
dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut hilang
dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching) dan uji
sumuran (test pitting).
Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau
dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
26
Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali
tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada
endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan,
kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan),
serta dapat sebagai lokasi sampling.
Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan
arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona
bijih tersebut dapat diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya
zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat
sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut
diharapkan zona bijih/mineralisasi/badan endapan dapat diketahui.
Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :
Terbatas pada overburden yang tipis,
Kedalaman penggalian umumnya 22,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau dengan
menggunakan eksavator/back hoe),
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga
dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
30
TP-6
30
TP-5 HB IV-2
20
HB IV-1
TP-4
TR-D.3
30
TR-D.2 HB III-3
Garis singkapan TR-D.1 30
batubara TR-C.4 HB III-2
48
Singkapan TR-C.3 HB III-1
48
TR-C.2
HB I-8 Pemboran dangkal TP-3
27
Test pit (sumur uji)
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan
kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat
searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan
pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual,
kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.
28
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
ketinggian muka airtanah,
kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
kekuatan dinding lubang, dan
kekerasan batuan dasar.
29
SUMBER PUSTAKA
Evans, Anthony M.; 1980. An Introduction to Ore Geology, Geoscience Texts Volume 2,
Blackwell Scientific Publications, Oxford-London-Edinburgh-Boston-Palo Alto-
Melbourne, 231 pages.
Guilbert, John M.; and Park Jr., Charles F.; 1986. The geology of Ore Deposits, University of
Arizona, W.H.Freeman and Company/New York, 985 pages.
Peters, William C.; 1987. Exploration and Mining geology, Second Edition; Department of
Mining and Geological Engineering, The University of Arizona; John Willey and Sons;
New York, 685 pages.
30