Anda di halaman 1dari 33

DIKLAT TEKNISI EKSPLORASI MINERAL

BAHAN AJAR
Eksplorasi Mineral Metoda Geologi

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI


Jalan Cisitu Lama No. 37 Bandung
2010
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, bahwasanya dengan bantuan
dan pertolongannya, maka bahan ajar ini dapat tersusun.

Bahan ajar Eksplorasi Mineral Metoda Geologi untuk menunjang kegiatan pendidikan dan
pelatihan Program Diklat Teknisi Eksplorasi Mineral untuk aparatur pemerintah di tingkat
pusat dan daerah yang dilaksanakan pada tanggal 2 22 Juni 2010. Melalui ketersediaan
bahan ajar ini diharapkan peserta diklat akan lebih mudah memahami metoda geologi yang
digunakan dalam melakukan eksplorasi mineral.

Bahan ajar ini disusun supaya peserta diklat dapat mengetahui metoda geologi apa saja yang
digunakan pada saat melakukan eksplorasi mineral yang merupakan salah satu pengetahuan
yang dibutuhkan untuk melakukan eksplorasi mineral. Melalui pemahaman terhadap
metoda geologi dalam eksplorasi mineral menjadi bagian yang mendukung kegiatan
eksplorasi mineral.

Penyusun menyadari dalam bahan ajar ini masih banyak ditemui berbagai kekurangan. Kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami tunggu. Semoga modul ini bermanfaat bagi
peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral di
Indonesia.

Mengetahui Penyusun
Kepala Pusat, Widyaiswara Pertama,

Ir. Dedy Muljadihardja, M.Sc Aperta Ledy Alam, ST


NIP. 100002631 NIP. 197201232005021001

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latarbelakang 1
1.2 Deskripsi 2
1.3 Tujuan Pembelajaran Umum 3
1.4 Tujuan Pembelajaran Khusus 3

BAB 2
KONSEP EKSPLORASI 4
2.1 Pengantar 4
2.2 Pentahapan Eksplorasi 5
2.3 Pengambilan Keputusan Pada Setiap Tahapan Eksplorasi 8

BAB 3
METODA EKSPLORASI TAK LANGSUNG 10
3.1 Pengantar 10
3.2 Penginderaan Jarak Jauh 11

BAB 4
METODA EKSPLORASI LANGSUNG 16
4.1. Pengantar 16
4.2. Pemetaan Geologi 16
4.3. Metoda Sampling 20

SUMBER PUSTAKA 30

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Industri Pertambangan merupakan salah satu industri yang mempunyai resiko yang tinggi
(kerugian). Dalam usaha pemanfaatan sumberdaya mineral/bahan galian untuk
kesejahteraan masyarakat dan pengembangan suatu daerah, diperlukan suatu usaha
pertambangan. Agar usaha pertambangan tersebut dapat berjalan dan memperoleh
keuntungan, maka potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada harus diketahui
dengan pasti, begitu juga terhadap resiko yang ada, yang dapat dirinci sebagai resiko
geologi, resiko ekonomi-teknologi, dan resiko lingkungan, harus dihilangkan atau paling tidak
diperkecil.

Dalam usaha untuk mengetahui potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada serta
mengidentifikasi kendala alami maupun kendala lingkungan yang mungkin ada, maka perlu
dilakukan eksplorasi terlebih dulu. Jadi kegiatan eksplorasi merupakan suatu kegiatan
penting yang harus dilakukan sebelum suatu usaha pertambangan dilaksanakan. Hasil dari
kegiatan eksplorasi tersebut harus dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat
mengenai sumberdaya mineral/bahan galian maupun kondisi-kondisi geologi yang ada, agar
studi kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang dimaksud dapat dilakukan
dengan teliti dan benar (akurat).

Kegiatan eksplorasi mineral/bahan galian terutama bertujuan untuk memperkecil atau


mengurangi resiko geologi. Untuk itu kegiatan eksplorasi harus dapat menjawab pertanyaan
mengenai :

1. Apa (mineral/bahan galian) yang dicari ?

2. Dimana (mineral/bahan galian) tersebut terdapat? Baik secara geografis maupun


letak/posisinya terhadap permukaan bumi (di atas permukaan, di bawah permukaan,
dangkal/dalam, di bawah air ?).

3. Berapa (sumberdaya/cadangannya), bagaimana kadar, penyebaran, dan kondisinya ?

4. Bagaimana kondisi lingkungannya (karakteristik geoteknik dan hidrogeologi) ?.

1
Dalam pelaksanaannya, kegiatan eksplorasi memanfaatkan sifat-sifat fisika dan kimia
batuan, tanah, unsur dan mineral/bahan galian yang ada, seperti sifat : kemagnetan,
kerapatan (density), kelistrikan, keradioaktifan, distribusi dan mobilitas unsur, serta
memanfaatkan teknologi yang tersedia seperti : metode magnetik, seismik dan gaya berat,
elektrik (resistivity, self potential, induce polarisation, magneto-telluric, mess a la mase),
radioaktif, dan metode geokimia (geobotani dan hidrokimia).

Metode-metode tersebut (metode tak langsung) terutama diterapkan pada ekplorasi tahap
awal, dimana daerah cakupannya sangat luas dan waktu maupun biaya yang tersedia cukup
terbatas. Kadang-kadang juga dilakukan survei langsung untuk sampling awal (grab
sampling, chip sampling, stream sediment sampling, dll.).

Sedangkan pada tahap lanjutan atau detail, diterapkan metode langsung, yaitu dengan cara
survei langsung mulai dari pemetaan, pembuatan parit uji dan sumur uji, dan pemboran,
yang dilengkapi dengan pengambilan conto secara sistematik pada badan bijih/cebakan
bahan galian yang bersangkutan. Conto-conto tersebut lalu dianalisis secara kimia di
laboratorium untuk mengetahui kadar atau kualitasnya, yang selanjutnya data tersebut
digunakan dalam perhitungan potensi atau cadangan.

Hasil dari setiap tahapan eksplorasi dipakai untuk mengambil keputusan apakah pekerjaan
eksplorasi tersebut diteruskan ke tahap yang lebih lanjut (daerah prospek ditemukan) atau
tidak dilanjutkan (tidak ada indikasi daerah prospek). Dengan demikian resiko kerugian yang
besar dalam melakukan eksplorasi dapat dihindari, hanya kalau hasilnya menjanjikan, dalam
hal ini terdapat suatu harapan yang besar akan ditemukannya cadangan yang dapat
ditambang (mineable-bankable-economic), maka kegiatan eksplorasi dilanjutkan ke tahap
yang lebih detail.

1.2. Deskripsi
Mata diklat ini membekali peserta diklat dengan materi tentang metoda geologi yang
digunakan dalam eksplorasi. Melalui pembelajaran tentang eksplorasi mineral dengan
metoda geologi akan dijelaskan tentang metoda geolog apa saja yang terakit secara langsung
dengan kegiatan eksplorasi mineral.

2
Mata diklat ini merupakan informasi mengenai bagian dari kegiatan geologi yang menjadi
unsure dalam kegiatan eksplorasi mineral. Berbagai metoda geologi yang umum dilakukan
dalam eksplorasi mineral diberikan kepada para peserta diklat untuk menjadi informasi
dalam melakukan kegiatan eksplorasi mineral.

1.3. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep dan
metoda geologi yang sangat umum dan sering digunakan dalam kegiatan eksplorasi mineral.

1.4. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan mata diklat Eksplorasi Mineral Metoda Geologi, peserta diklat
dapat:
1. Menjelaskan konsep eksplorasi dan keterkaitannya dengan resiko usaha serta
pengambilan keputusan dalam setiap tahapan eksplorasi.
2. Menjelaskan filosofi dan tahapan pelaksanaan dalam kegiatan eksplorasi mineral.
3. Menjelaskan metoda eksplorasi tidak langsung yang terkait dengan kegiatan eksplorasi
mineral.
4. Menjelaskan metoda eksplorasi langsung yang terkait dengan kegiatan eksplorasi mineral.

3
BAB 2
KONSEP EKSPLORASI

2.1. Pengantar
Sebagai suatu industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat sumberdaya, serta
mengandung resiko yang tinggi, maka industri pertambangan menjadi hal yang sangat unik
dan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat menghasilkan sesuatu yang positif dan
menguntungkan. Banyaknya disiplin ilmu dan teknologi yang terlibat di dalam industri ini
mulai dari geologi, eksplorasi, pertambangan, metalurgi, mekanik dan elektrik, lingkungan,
ekonomi, hukum, manajemen, keuangan, sosial budaya, dan komunikasi, sehingga
menjadikan industri ini cukup kompleks.

Karena yang menjadi dasar dalam perencanaan aktivitas pada industri pertambangan adalah
tingkat kepastian dari penyebaran endapan, geometri badan bijih (endapan), jumlah
cadangan, serta kualitas, maka peranan ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat penting
sebagai awal dari seluruh rangkaian perkerjaan dalam industri pertambangan.

Agar kegiatan eksplorasi dapat terencana, terprogram, dan efisien, maka dibutuhkan
pengelolaan kegiatan eksplorasi yang baik dan terstruktur. Untuk itu dibutuhkan
pemahaman konsep eksplorasi yang tepat dan terarah oleh para pelaku kegiatan eksplorasi,
khususnya yang meliputi disiplin ilmu geologi dan eksplorasi tambang.

Kalau kegiatan eksplorasi menjanjikan adanya suatu harapan bagi pelaku bisnis
pertambangan, barulah kegiatan industri pertambangan dapat dilaksanakan. Kegiatan
eksplorasi dilakukan karena ada tujuan (goal) yang diharapkan oleh badan/pihak perencana
eksplorasi tersebut.

Sebagai contoh :

Pada badan pemerintah, dengan tujuan pengembangan wilayah (daerah), maka


kegiatan eksplorasi diarahkan untuk pendataan potensi sumberdaya bahan galian,
sehingga kegiatan eksplorasi tersebut lebih bersifat inventarisasi sumberdaya mineral.

Pada perusahaan eksplorasi, dengan tujuan pengembangan potensi mineral tertentu,


maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk dapat mengumpulkan data endapan tersebut

4
selengkap-lengkapnya, sehingga data endapan yang dihasilkan mempunyai nilai yang
dapat dianggunkan atau dijual kepada pihak lain (junior company).

Pada perusahaan pertambangan, dengan tujuan pengembangan dan penambangan


mineral tertentu, maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk dapat mengumpulkan data
endapan tersebut untuk mendapatkan nilai ekonominya sehingga layak untuk
ditambang dan dipasarkan sebagai komoditi tambang.

Secara umum, dalam industri pertambangan kegiatan eksplorasi ditujukan sebagai berikut :
mencari dan menemukan cadangan bahan galian baru,
mengendalikan (menambah) pengembalian investasi yang ditanam, sehingga pada suatu
saat dapat memberikan keuntungan yang ekonomis (layak),
mengendalikan (penambahan/pengurangan) jumlah cadangan, dimana cadangan
merupakan dasar dari aktivitas penambangan,
mengendalikan atau memenuhi kebutuhan pasar atau industri,
diversifikasi sumberdaya alam,
mengontrol sumber-sumber bahan baku sehingga dapat berkompetisi dalam persaingan
pasar.

Dilihat dari pentingnya hal tersebut di atas, terdapat 5 (lima) hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu :
Pemahaman filosofi eksplorasi dan cebakan bahan galian
Pengetahuan (dasar ilmu dan teknologi) yang terkait dalam pekerjaan eksplorasi,
Pemahaman konsep dan metode eksplorasi,
Prinsip dasar dan penerapan metode (teknologi) eksplorasi,
Pengambilan keputusan pada setiap tahapan eksplorasi.

2.2. Pentahapan Eksplorasi


Banyak definisi yang dapat diuraikan dalam istilah eksplorasi, namun dalam konteks ini
secara umum, eksplorasi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk mencari,
menemukan, dan mendapatkan suatu bahan tambang (bahan galian) yang kemudian secara
ekonomi dapat dikembangkan untuk diusahakan. Secara konsep, dalam lingkup industri
pertambangan, eksplorasi dinyatakan sebagai suatu usaha (kegiatan) yang karena faktor
resiko, dilakukan secara bertahap dan sistematik untuk mendapatkan suatu areal yang

5
representatif untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai areal penambangan
(dieksploitasi).

Kegiatan eksplorasi dapat dimulai setelah target endapan yang akan dieksplorasi telah
ditetapkan. Prosedur berikut merupakan prosedur umum yang diterapkan dalam suatu
program eksplorasi :

1. Melakukan pengumpulan data awal mineral dan informasi-informasi yang


berhubungan dengan mineral target, dan melakukan analisis terhadap informasi-
informasi tersebut untuk mendapatkan hubungan antara ukuran (size), keterdapatan
(sebaran), serta kadar endapan tersebut dalam beberapa kondisi geologi yang
berbeda.

Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh berupa :


Publikasi ilmiah,
Textbook geologi/ekonomi,
Publikasi dari badan-badan pemerintahan, termasuk berupa peta-peta geologi
dan geofisika, serta laporannya,
Data remote sensing seperti foto udara dan citra satelit,
Data hasil survei geofisika udara (airborne geophysics),
Proceeding dan publikasi-publikasi teknik pada konferensi dan simposium
organisasi profesional,
Jurnal teknik dan industri,
Laporan survei yang pernah dilakukan,
Hasil diskusi dengan kontak person dan kolega-kolega seprofesi.

2. Melakukan seleksi data serta membuat sintesis-sintesis untuk menyusun model yang
menggambarkan endapan pada beberapa kombinasi lingkungan geologi,

3. Menyusun skala prioritas berdasarkan gambaran kondisi daerah target eksplorasi,

4. Melakukan survei geologi pendahuluan dan pengambilan beberapa contoh untuk


dapat menghasilkan gambaran awal berdasarkan kriteria seleksi geologi yang telah
ditetapkan pada daerah terpilih,

5. Mencari informasi pada tambang-tambang endapan sejenis yang telah ditutup


maupun sedang beroperasi, dan mencoba menerapkannya jika mempunyai kondisi

6
geologi yang mirip. Jika ternyata mempunyai kondisi yang tidak sesuai, maka perlu
dilakukan modifikasi/penyesuaian,

6. Jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif, maka perlu disiapkan suatu
program sosialisasi dengan komunitas lokal, berupa transfer informasi/gambaran
mengenai kegiatan yang akan dilakukan,

7. Menyusun program dan budget eksplorasi untuk pekerjaan-pekerjaan lanjutan,


dengan elemen-elemen kunci sebagai berikut :
Program geologi tinjau dan pemetaan,
Program survei dan sampling geokimia,
Program survei geofisika,
Program pemboran dan sampling,
Program evaluasi dampak lingkungan.

Program dan budget eksplorasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahapan sebagai
berikut :

Tahap I (Preliminary), yaitu program dengan budget rendah yang ditujukan untuk
memperoleh informasi umum. Tahap I ini pada umumnya dapat berupa kegiatan :
Survei geologi tinjau (reconaissance),
Pengecekan-pengecekan data yang sudah ada pada peta geologi regional (desk
study),
Pengambilan beberapa sampel awal geokimia.

Tahap II (Prospecting), yaitu program yang disusun berdasarkan gambaran-gambaran yang


telah diperoleh pada tahap I. Tahap II ini pada umumnya berupa kegiatan :
Pemetaan geologi,
Sampling dan survei geokimia sistematik,
Beberapa pemboran dangkal (scout drilling),
Survei geofisika.

Tahap III (Finding & Calculation/Evaluation), yaitu program yang ditujukan untuk
memastikan kondisi endapan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi hasil
tahap II (model genetik). Target awal dipersempit sesuai dengan anomali geokimia dan

7
geofisika yang ditemukan. Pada umumnya program yang direncanakan berupa pemboran
dan sampling untuk pemastian anomali-anomali yang ada.

Pada umumnya dari masing-masing tahapan tersebut dibutuhkan re-evaluasi terhadap


semua hasil yang diperoleh (berdasarkan aspek geologi, teknik, dan budget), untuk
pengambilan-pengambilan keputusan terhadap kelanjutan program.

2.3. Pengambilan Keputusan Pada Setiap Tahapan Eksplorasi


Berdasarkan definisi dan prinsip dasar eksplorasi di atas, maka setiap kegiatan eksplorasi
dilaksanakan (direncanakan) secara bertahap, dan unsur design menjadi dasar dalam
perencanaan setiap tahapan, mulai dari metode yang paling sederhana sampai dengan
metode yang lebih kompleks dan akurat, serta dari biaya yang relatif murah sampai dengan
biaya yang lebih mahal.

Secara prinsip, eksplorasi mengandung unsur desain, probabilitas, dan resiko. Adapun
prinsip utama dalam eksplorasi; semakin tinggi tingkat kepercayaan yang diinginkan (dalam
pentahapan eksplorasi) semakin rapat titik data (grid density) yang direncanakan, sehingga
semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Titik-titik pengambilan keputusan merupakan
suatu saat dimana harus dipilih apakah kegiatan yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang
prospek untuk diteruskan, atau dianggap sudah tidak prospek lagi untuk dilanjutkan ke tahap
lebih detil.

Secara umum dapat dilihat bahwa setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan re-
evaluasi terhadap kegiatan eksplorasi sehingga tahapan-tahapan eksplorasi tersebut dapat
dimodelkan sebagai suatu siklus dengan adanya penambahan data ataupun penambahan
metode.

8
Titik pengambilan keputusan
Studi Kelayakan
Laju pengeluaran (biaya)
Pengeluaran

Pre-Studi Kelayakan

Resiko tinggi

Penseleksian
daerah target

Pemilihan daerah Penurunan resiko

Pemboran,
Tahapan

Pemboran Sampling Rinci,


Perencanaan Perencanaan Survei Tinjau Pencapaian dan Persiapan Rehabilitasi
Konseptual Detil dan PENAMBANGAN
(Reconnasissance) Target Sampling Penambangan Pasca-Penambangan
Perhitungan
Eksplorasi
Cadangan

Pemastian model
endapan
SURVEI Pemetaan, Survei Eksplorasi semi (uji geoteknik, uji
Kegiatan

Analisis
REGIONAL dan sampling detail (pemboran hidrologi,
kesesuaian studi Pembukaan
Studi Inderaja, geokimia, dan sampling semi hidrogeologi, uji
literatur dengan lokasi
Literatur Geokimia, Survei geofisika, detail), Analisis metoda
keadaan pengolahan, uji
penambangan
Geofisika, Pemodelan dan Evaluasi
lapangan kadar) dan
Airborne. endapan Cadangan.
perhitungan
cadangan Dimodifikasi dari Eimon, 1988

Lingkupan bidang keahlian Eksplorasi Tambang

Skema pentahapan eksplorasi, pendugaan biaya, dan titik-titik pengambilan keputusan (dimodifikasi dari
Evans, 1995)

9
BAB 3
METODA EKSPLORASI TAK LANGSUNG

3.1. Pengantar
Berdasarkan pada sifat-sifat endapan, metoda penyelidikan dan pendekatan-pendekatan
teknologi yang digunakan, metoda eksplorasi secara umum dapat dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu metoda eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.

Secara prinsip kedua jenis metoda eksplorasi tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu
untuk mengidentifikasikan dan menemukan endapan bahan galian (bijih). Perbedaan
mendasar dari kedua jenis kegiatan eksplorasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. Perbandingan metoda eksplorasi tak langsung - eksplorasi langsung

EKSPLORASI TAK LANGSUNG EKSPLORASI LANGSUNG

Kegiatan Tidak berhubungan (kontak) langsung Langsung berhubungan (kontak)


umum dengan objek yang dieksplorasi dengan objek yang dieksplorasi

Melakukan
Prinsip Memanfaatkan sifat-sifat fisik/kimia pengamatan/penyelidikan secara
pekerjaan dari endapan langsung terhadap terhadap
endapan secara fisik
Melalui anomali-anomali yang Melakukan analisis megaskopis dan
Identifikasi diperoleh dari hasil mikroskopis terhadap objek
pengamatan/pengukuran penyelidikan

Penginderaan jarak jauh, survei Pemetaan, uji sumur, uji parit,


Metoda
geokimia, survei geofisika pemboran

Digunakan pada tahapan


Tahapan Digunakan pada tahapan Prospeksi
Reconnaissance (Eksplorasi
eksplorasi Finding (Eksplorasi Detail)
Pendahuluan) s/d Prospeksi

Membutuhkan peralatan (teknologi) Membutuhkan teknologi yang lebih


Teknologi
relatif tinggi sederhana s/d manual

Biaya Biaya per satuan luas murah Biaya per satuan luas mahal

Waktu Relatif cepat Memerlukan waktu lebih lama

10
Dalam pembahasan ini, yang dibicarakan khusus untuk kegiatan eksplorasi tak langsung,
sedangkan kegiatan eksplorasi langsung akan dibicarakan pada bagian lain. Pada
pembahasan ini akan diuraikan metoda-metoda eksplorasi tak langsung, yaitu :
Penginderaan jarak jauh (inderaja).
Metoda eksplorasi geokimia.
Metoda eksplorasi geofisika.

3.2. Penginderaan Jarak Jauh


Penginderaan jarak jauh merupakan suatu teknologi dengan memanfaatkan sarana angkasa
(luar angkasa) untuk dapat melakukan observasi pada permukaan bumi. Penginderaan jauh
ini juga akan (dapat) sangat membantu dalam melakukan interpretasi bawah permukaan
tanah terutama pada daerah-daerah yang ditutupi oleh vegetasi atau lapukan kuarter.

Dengan bantuan penginderaan jarak jauh (terutama foto udara) dapat membantu juga
dalam pembuatan peta-peta topografi maupun peta-peta tematik dengan cepat dan akurat.
Selain itu karena data-data dapat diperoleh dalam bentuk data digital, maka dapat dilakukan
kompilasi maupun manipulasi peta dengan cepat melalui bantuan teknologi komputer.

Secara umum penginderaan jarak jauh (inderaja) ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) sistem,
yaitu :
Pemotretan dengan kamera atau fotografi dengan menggunakan pesawat udara yang
dikenal dengan Foto Udara (Aerial Photograph).
Melakukan scanning melalui gelombang mikro (Radar) yang ditempatkan pada wahana
luar angkasa.
Melakukan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan satelit (Landsat) yang
dikenal dengan Citra Satelit.

Beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dari penggunaan inderaja ini, antara lain :
Dapat mencakup (meliputi) area permukaan bumi yang cukup luas,
Dapat dilakukan pengamatan fenomena geologi yang dinamik dengan cara melakukan
pengamatan dalam range (interval) waktu tertentu, sehingga proses, pergerakan,
maupun perubahan objek dapat diamati.

11
Dapat mengeliminasi kesulitan dalam interpretasi bawah permukaan pada daerah-
daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang lebat (terutama melalui citra satelit).
Dapat mengeliminasi kesulitan pengamatan akibat iklim (misalnya tertutup awan)
melalui pengamatan dengan menggunakan citra satelit.
Dapat ditampilkan dalam beberapa variasi bentuk antara lain foto hitam-putih, citra
berwarna, citra hitam-putih, serta variasi rona sehingga dapat dimanfaatkan untuk
interpretasi litologi maupun alterasi.
Dapat membantu dalam pengamatan struktur geologi lokal sehingga akan sangat
membantu dalam interpretasi kontrol pembentukan zona mineralisasi.
Dapat diformulasikan atau diskenariokan dalam berbagai variasi analisis, karena semua
data berada dalam format digital.
Dapat melakukan penghematan biaya, karena secara umum berdasarkan cakupan areal
maka biaya per satuan luas mungkin akan relatif kecil jika dibandingkan dengan
pengamatan langsung di permukaan.

Foto udara

Merupakan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan kamera foto dengan


menggunakan pesawat udara. Adapun hasil pemotretan yang dapat diperoleh adalah :
Fotograf Hitam & Putih (B & W Film).
Fotograf berwarna (Color Film).
Inframerah hitam & putih (B & W IR).
Inframerah berwarna (Color IR).

Dalam suatu pengamatan foto udara terdapat 7 (tujuh) komponen dasar foto udara yang
perlu diketahui, yaitu :
Bentuk, berhubungan dengan kenampakan fisik suatu objek.
Ukuran, berhubungan dengan dimensi suatu objek dan umumnya berfungsi sebagai
skala,
Pola, berhubungan dengan posisi/sifat/karakteristik spasial suatu objek,
Bayangan, dapat menjadi petunjuk interpretasi (sebagai guide untuk kenampakan suatu
objek), namun dapat juga menjadi kendala dalam interpretasi (jika menghalangi fisik
objek yang penting),

12
Rona, merupakan tingkat (gradasi) kecerahan/warna relatif suatu objek terhadap objek
lain,
Tekstur, merupakan kombinasi dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, atau rona,
Situs/lokasi/indeks, merupakan letak/posisi relatif objek terhadap objek lain.

Pemotretan untuk pembuatan suatu series foto udara yang meliputi suatu daerah dapat
dilakukan pada jalur terbang dan menghasilkan lembaran-lembaran foto. Untuk dapat
dilakukan penggabungan foto-foto (mosaik) maka masing-masing lembaran yang dihasilkan
(difoto) harus saling overlap (umumnya 30%).

Adapun dalam pengamatan suatu foto udara, secara umum dapat diikhtisarkan sebagai
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi : pengamatan foto analisis/pengukuran
kenampakan suatu objek pemindahan hasil interpretasi ke dalam peta dasar. Pengamatan
dan analisis suatu foto udara dapat dilakukan secara 3-D, yaitu melalui pengamatan
stereografis dengan perantara suatu alat yaitu stereoskop.

Interpretasi-interpretasi (informasi) yang dapat diperoleh dari hasil pengamatan (analisis)


foto udara adalah :
Relief permukaan bumi peta topografi,
Rona muka bumi interpretasi litologi (batuan) dan alterasi,
Tekstur muka bumi (objek) untuk menginterpretasikan jenis batuan atau perbedaan
kekerasan batuan,
Pola aliran sungai,
Tingkat erosi permukaan,
Tata guna lahan,
Kelurusan-kelurusan objek yang bermanfaat untuk interpretasi struktur geologi.

Penginderaan gelombang mikro

Penginderaan jarak jauh dengan menggunakan gelombang mikro dapat dilakukan dalam
segala kondisi alam (kabut, berawan, siang, malam, dll.) tergantung pada panjang
gelombang yang digunakan. Penginderaan dengan gelombang mikro ini umumnya
menggunakan sensor gelombang mikro aktif yang dikenal dengan RADAR (Radio Detection

13
and Ranging), dimana transmisi berupa ledakan pendek (pulsa gelombang mikro) dan
merekam kekuatan gema/pantulan yang direspon oleh objek.

Umumnya peralatan sistim Radar ini dipasang pada pesawat terbang maupun pesawat
antariksa (ulang-alik). Sistem Radar yang digunakan pada umumnya adalah SLR (Side Looking
Radar) dan SLAR (Side Looking Airborne Radar).

Karena resolusi spasial yang dihasilkan oleh sistem SLR/SLAR ini relatif lebih kasar daripada
resolusi yang dihasilkan oleh foto udara, maka SLR/SLAR ini jarang digunakan pada tahapan
penelitian (pemetaan) rinci, tapi hanya (umum) digunakan pada pemetaan awal (survei
tinjau reconnaissance).

Penginderaan jauh dengan satelit

Penginderaan jarak jauh dengan menggunakan wahana ruang angkasa (satelit) dengan
melakukan pemotretan bumi melalui sistem penginderaan Return Beam Vidicom (RBV)
ataupun dengan Multispectral (MSS) dengan menggunakan satelit Landsat, dan hasil yang
diperoleh disebut dengan Citra Landsat.

Data landsat diperoleh melalui Multispectral Imagery, sehingga dapat menghasilkan produk-
produk sebagai berikut :
Landsat CCTs untuk MSS atau TM Imagery, yang cocok untuk pemrosesan dengan
bantuan komputer.
Bayangan hitam putih dalam bentuk lembaran berukuran 23 x 23 cm dengan skala 1 :
1.000.000.
Cetak berwarna atau hitam putih dan skala dapat disempurnakan sampai dengan skala 1
: 100.000.

Jika dibandingkan dengan penginderaan dengan foto udara, maka Citra Satelit ini
mempunyai beberapa kelebihan/kekurangan, seperti terlihat pada tabel di bawah.

14
Tabel. Perbandingan citra landsat dengan foto udara

CITRA LANDSAT FOTO UDARA

Format Foto 185 x 185 mm 230 x 230 mm

Skala 1 : 20.000 s/d 1 : 120.000 1 : 1.000.000

Cakupan areal 21 s/d 760 km2 34.000 km2


Untuk kenampakan geologi Untuk kenampakan geologi yang kecil
yang kecil (detail) kurang teliti (detil) cukup teliti
Hasil Untuk kenampakan geologi Untuk kenampakan geologi pada
pada dimensi besar cukup dimensi besar membutuhkan banyak
terlihat lembaran foto (terpotong-potong)
Interpretasi 2 (dua) dimensi 3 (tiga) dimensi

Waktu Cepat Lebih lama

Biaya Murah Murah

Oleh sebab itu, maka hasil Citra Landsat umumnya digunakan sebagai pelengkap dalam
melakukan interpretasi penginderaan jarak jauh disamping analisis foto udara sebagai media
interpretasi utama.

Aplikasi yang dapat dilakukan berdasarkan hasil landsat ini adalah :


Peta-peta struktur geologi, berdasarkan interpretasi kelurusan-kelurusan akibat refleksi
spektral yang terjadi. Dari pengamatan struktur geologi tersebut dapat menghasilkan
(mengidentifikasi) sesar, rekahan-rekahan, atau juga jalur mineralisasi.
Interpretasi dan pembuktian peta geologi dan peta alterasi berdasarkan perbedaan
warna atau kontras (rona).

Beberapa satelit lain yang sering digunakan dalam penginderaan jarak jauh adalah :
Seasat-1 ; umumnya untuk penelitian oseanografi (dari ketinggian 800 km).
SPOT ; yang merupakan satelit Perancis (Satelit Proboloire Pour 1 Observation de La
Terre).
Satelit cuaca, antara lain NOAA/TIROS, GOES, NIMBUS, DMSP.

15
BAB 4
METODA EKSPLORASI LANGSUNG

4.1. Pengantar

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan pada sifat penyelidikan dan
pendekatan teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.

Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan


dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap
endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran,
dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan,
dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode
eksplorasi langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada sepanjang kegiatan eksplorasi
(tahap awal s/d detail).

Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi
Langsung ini adalah :
Pemetaan geologi/alterasi.
Sampling (pengambilan conto).
Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.

4.2. Pemetaan Geologi

Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi


permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat
memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta
memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan
ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral.

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian

16
peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap
eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap
prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.

Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan
dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi
lapangan atau dengan cara tali-kompas.

Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas
dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan
atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur
permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.

Singkapan

Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui


pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai
bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat
adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.

Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan yang


diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :
Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.
Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk,
atau pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.

Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :


Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik,
tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi
endapan.

17
Lintasan (traverse)

Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan


pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan
tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan
geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan
representatif.

Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi
litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus
umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum
lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup.
Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan
tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).

Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-
lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi (interpretasi)
batas satuan-satuan litologi.

Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran
penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan
dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan.
Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan,
struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap
paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.

Interpretasi dan informasi data

Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan


geologi/alterasi antara lain :
Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).
Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
Penyebaran dan pola alterasi yang ada.

18
Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan
hidrologi.
Bangunan-bangunan, dll.

Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu
diperhatikan, antara lain :

Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.

Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona


pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi.

Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona


intrusi, dan proses sedimentasi.

Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar,
kelurusan-kelurusan, dll.

Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara
lain:
Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan
(efisiensi).
Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.

Pada gambar di bawah menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan
penampang geologi dari data pengamatan singkapan di lapangan.

19
Gambar. Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang ditandai dengan munculnya beberapa
tubuh intrusi (Graha, 1987)

4.3. Metoda Sampling

Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan
yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan
bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya
telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.

Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili
jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan
pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih
(endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).

Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan
(tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).

Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan
tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade

20
maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara
masing-masing zona tersebut.

Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga
pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain
yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.

Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol
kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif,
kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).

Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa
faktor, antara lain :
Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan
induk.
Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :


Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya
material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.
Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi)
sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.

Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan
yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan
berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan
sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada endapan berbentuk urat

Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
21
Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan sample dengan
volume yang besar agar representatif.

Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika dibandingkan dengan bukaan
stope) sehingga rentan dengan dilution.

Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan),
sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping,
sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling.

Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping,
serta pola urat yang menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan
ditentukan batas vein yang jelas.

Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi,
sehingga diperlukan sampling dengan interval yang rapat.

Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup sulit untuk mencegah
terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit dikontrol.

Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak (interval), karena pada


umumnya harus dilanjutkan melalui pemboran inti.

Pada endapan stratiform

Endapan stratiform disini termasuk endapan-endapan logam dasar yang terendapkan


selaras/sejajar dengan bidang perlapisan satuan litologi (litofasies), dimana mineral bijih
secara lateral dikontrol oleh bidang perlapisan atau bentuk-bentuk sedimen yang lain
(sedimentary hosted). Karakteristik umum tipe endapan ini yang berhubungan dengan
metode sampling antara lain :
Mempuyai ketebalan yang cukup besar.
Mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas.
Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat, sehingga dapat
menimbulkan masalah dalam sampling.

22
Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun kadang-kadang
dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat.
Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan
dalam interval sampling.
Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan
kemudian berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling.
Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat
perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect.
Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan
kesalahan pada sampling yang signifikan.
Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).

Pada endapan sedimen

Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones, potash, gipsum, dan garam,
yang mempunyai karakteristik :
Mempunyai kontak yang jelas dengan batuan samping.
Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual.
Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting dalam batubara,
sehingga interval sampling lebih bersifat ply per ply.
Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga anomali-
anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout, sesar, perlipatan, dll.),
sehingga pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada.
Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur secara
vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara
komposit.

Pada endapan porfiri

Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :
Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan
pemboran inti (diamond atau percussion).

23
Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah dan
bersifat erratic, sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang
besar, sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit
eksplorasi, dan paritan.
Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam, seperti tipe
disseminated, stockwork, vein, atau fissure, sehingga perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemilihan metode sampling.
Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona
hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang
sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan
dengan seksama.
Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam
sepanjang proses sampling.
Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga
interval (kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi
batuan nantinya.

Tracing float

Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan (potongan-potongan) dari badan bijih


yang lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini
ditransport ke tempat-tempat yang lebih rendah (ke arah hilir). Pada umumnya, float ini
banyak terdapat pada aliran sungai-sungai.

24
Pel
pua
ka
n p inera
m
ada lisa
sin si
gka
anp
zon
a
ter Fragm
min
era en-fra
si lis g
lisa zon asi y men Fragmen batuan termineralisasi
inera a m ang bat
ua yang tertransport ke sungai
ine t
am rali erero n sebagai FLOAT
Zon sas si d
i ari

Sungai

Gambar. Sketsa proses terbentuknya float

Tracing (penjejakan perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan
pada pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d boulder yang
terdapat pada sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang
mengandung mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari
sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal dari
pecahan (float) tersebut.

Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi (termineralisasi)
dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain
itu sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi
faktor pendukung.

Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan (tracing with
panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar (besar),
sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang berukuran
halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan
tracing float.

25
Pada gambar di bawah dapat dilihat sketsa pengerjaan metode tracing float atau tracing
with panning tersebut, dimana pengecekan dilakukan untuk semua cabang (anak) sungai.
Oleh sebab itu, informasi (peta) jaringan sungai menjadi media utama untuk metode ini.

ZONA
MINERALISASI

Float (konsentrat dulang)


yang tidak termineralisasi
Float (konsentrat dulang)
yang termineralisasi

Gambar. Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning

Informasi-informasi yang perlu diperhatikan adalah :


Peta jaringan sungai.
Titik-titik (lokasi) pengambilan float.
Titik-titik informasi dimana float termineralisasi/tidak termineralisasi.
Titik-titik informasi kuantitas dan kualitas float.
Lokasi dimana float mulai hilang.

Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float
telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah
dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut hilang
dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching) dan uji
sumuran (test pitting).

Trenching (pembuatan paritan)

Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau
dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.

26
Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali
tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada
endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan,
kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan),
serta dapat sebagai lokasi sampling.

Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan
arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona
bijih tersebut dapat diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya
zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat
sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut
diharapkan zona bijih/mineralisasi/badan endapan dapat diketahui.

Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :
Terbatas pada overburden yang tipis,
Kedalaman penggalian umumnya 22,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau dengan
menggunakan eksavator/back hoe),
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga
dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).

30
TP-6
30

TP-5 HB IV-2

20
HB IV-1
TP-4
TR-D.3

30
TR-D.2 HB III-3
Garis singkapan TR-D.1 30
batubara TR-C.4 HB III-2

48
Singkapan TR-C.3 HB III-1
48
TR-C.2
HB I-8 Pemboran dangkal TP-3

Paritan uji TR-C1


TR-C1 HB I-8
TR-B2
HB I-7
48
TR-B1
TR-2

Gambar. Sketsa lokasi pembuatan paritan pada garis singkapan batubara

27
Test pit (sumur uji)

Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan
kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat
searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.

Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan
pelapukan dan endapan-endapan berlapis.

Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan


kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan
lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan
sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai
menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan
mineralisasi berupa urat (vein).

Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),


pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona
tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal
masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk
endapan.

Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual,
kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.

Gambar. Sketsa pembuatan sumur uji (Chaussier et al., 1987)

28
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
ketinggian muka airtanah,
kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
kekuatan dinding lubang, dan
kekerasan batuan dasar.

29
SUMBER PUSTAKA

Evans, Anthony M.; 1980. An Introduction to Ore Geology, Geoscience Texts Volume 2,
Blackwell Scientific Publications, Oxford-London-Edinburgh-Boston-Palo Alto-
Melbourne, 231 pages.
Guilbert, John M.; and Park Jr., Charles F.; 1986. The geology of Ore Deposits, University of
Arizona, W.H.Freeman and Company/New York, 985 pages.
Peters, William C.; 1987. Exploration and Mining geology, Second Edition; Department of
Mining and Geological Engineering, The University of Arizona; John Willey and Sons;
New York, 685 pages.

30

Anda mungkin juga menyukai