Anda di halaman 1dari 13

KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2013


TENTANG
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF PAKSAAN PEMERINTAH
KEPADA PT. XXXX

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan
wajib menaati peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, izin lingkungan dan izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 76 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri
Lingkungan Hidup berwenang untuk menerapkan
sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, izin lingkungan dan izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
c. bahwa berdasarkan hasil pengumpulan bahan dan
keterangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
(PPLH) Kementerian Lingkungan Hidup, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi yang
dilakukan terhadap PT. XXXX, industri minyak goreng,
sabun dan margarine yang beralamat di Jalan Raya
Bekasi Km. 27 Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan
Satria, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada tanggal
16 Mei 2013, telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, izin
lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan
Pemerintah kepada PT. XXXX;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3815) jo Peraturan Pemerintah Nomor
85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3910);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
4. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor: Kep-01/
BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun;
5. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor: Kep-205/
BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak;
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pengawasan
Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengawas Lingkungan
Hidup;
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07
Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak Bagi Ketel Uap;
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18
Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30
Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan Dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat
Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Oleh Pemerintah Daerah;

2
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Industri Minyak Goreng;
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
14 Tahun 2012 tentang Penugasan Sebagian
Kewenangan Pengenaan Sanksi Administratif Kepada
Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang
Penaatan Hukum Lingkungan;
12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif
di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
13. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa
Barat Nomor 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat;

Memperhatikan : 1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 273


Tahun 2012 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tahun 2011-2012;
2. Berita Acara Verifikasi Pengaduan tanggal 16 Mei
2013;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP TENTANG


PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF PAKSAAN
PEMERINTAH KEPADA PT. XXXX.

KESATU : Menerapkan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah


kepada PT. XXXX untuk:
a. membuat Tempat Penyimpanan Sementara (TPS)
limbah B3 sesuai persyaratan teknis;
b. mengoptimalkan kinerja IPAL sehingga air limbah yang
dibuang ke media lingkungan hidup memenuhi baku
mutu air limbah;
c. membuat saluran air limbah yang kedap air sehingga
tidak terjadi perembesan air limbah ke media
lingkungan hidup;
d. memperbaiki cerobong emisi boiler sesuai persyaratan
teknis;

3
e. menyimpan limbah B3 berupa oli bekas, lampu TL
bekas, fly ash dan bottom ash, kain majun
terkontaminasi limbah B3 dan filter oli bekas di
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3;
f. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh
uji;
g. melakukan pengujian emisi cerobong boiler dan emisi
cerobong genset;
h. memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun;
i. memiliki kontrak kerjasama penyerahan limbah B3
dengan pemanfaat atau penimbun atau pengolah atau
pengumpul limbah B3 yang memiliki izin;
j. membuat dan menyampaikan laporan catatan limbah
B3 kepada instansi lingkungan hidup; dan
k. menyampaikan laporan debit harian air limbah,
pencatatan produk bulanan, pemantauan harian kadar
parameter air limbah secara berkala kepada instansi
lingkungan hidup.

KEDUA : Berdasarkan hasil pengumpulan bahan dan keterangan


tanggal 16 Mei 2013, PT. XXXX telah melakukan
pelanggaran:

a. tidak memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS)


limbah B3.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa:
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
2. Pasal 29 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, yang menyatakan bahwa:
Tempat penyimpanan limbah B3 wajib memenuhi
syarat:
a. lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir,
tidak rawan bencana dan di luar kawasan
lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang;
b. rancangan bangunan disesuaikan dengan
jumlah, karakteristik limbah B3 dan upaya
pengendalian pencemaran lingkungan.

4
3. Pasal 5 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor: Kep-
01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, yang menyatakan bahwa:
Tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan
dan pengumpulan limbah B3 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

b. kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak


optimal sehingga kualitas air limbah yang dibuang ke
media lingkungan hidup berdasarkan hasil analisa
laboratorium tanggal 24 Mei 2013 untuk parameter
BOD5, COD, TSS dan pH melebihi baku mutu air
limbah.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 20 ayat (3) huruf a dan Pasal 68 huruf c
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yang menyatakan bahwa:
Pasal 20 ayat (3) huruf a
Setiap orang diperbolehkan untuk membuang
limbah ke media lingkungan hidup dengan
persyaratan memenuhi baku mutu lingkungan
hidup.
Pasal 68 huruf c
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban menaati ketentuan tentang
baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
2. Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, yang menyatakan
bahwa:
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
yang membuang air limbah ke air atau sumber air
wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya
pencemaran air.
3. Pasal 8 huruf a dan huruf b Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2010
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Industri Minyak Goreng, yang
menyatakan bahwa:

5
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
industri minyak goreng wajib:
a. menaati baku mutu air limbah;
b. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu
air limbah yang dibuang tidak melampaui baku
mutu air limbah.
4. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 angka 1 Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat
Nomor 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat, yang
menyatakan bahwa:
Pasal 2 ayat (1)
Setiap jenis industri yang menghasilkan limbah
cair wajib memenuhi baku mutu limbah cair sesuai
dengan lampiran yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Keputusan ini.
Pasal 3 angka 1
Setiap penanggung jawab kegiatan industri wajib
melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu
limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak
melampaui baku mutu limbah cair yang telah
ditentukan.

c. tidak membuat saluran air limbah yang kedap air,


sehingga terjadi perembesan air limbah ke media
lingkungan hidup.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2010 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Minyak Goreng, yang menyatakan
bahwa:
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
industri minyak goreng wajib menggunakan sistem
saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi
perembesan air limbah ke lingkungan.
2. Pasal 3 angka 2 Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri di Jawa Barat, yang menyatakan bahwa:
Setiap penanggung jawab kegiatan industri wajib
membuat saluran pembuangan limbah cair yang
kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah
cair ke lingkungan.

6
d. cerobong emisi boiler tidak sesuai persyaratan teknis.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, yang menyatakan bahwa:
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan
emisi wajib menaati ketentuan persyaratan teknis.
2. Pasal 6 huruf a Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2007 tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel
Uap, yang menyatakan bahwa:
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
mengoperasikan ketel uap wajib membuang emisi
gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan sarana
pendukung dan alat pengaman sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
3. Pasal 1 ayat (2) huruf c Keputusan Kepala BAPEDAL
Nomor: KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak, yang menyatakan bahwa:
Pedoman teknis pengendalian pencemaran udara
sumber tidak bergerak untuk persyaratan cerobong
sebagaimana tersebut dalam Lampiran III yang
meliputi pengaturan cerobong, lubang sampling dan
sarana pendukung.

e. limbah B3 berupa oli bekas disimpan di ruang genset,


lampu TL bekas disimpan di gudang sparepart, fly ash
dan bottom ash dibuang di area terbuka, kain majun
terkontaminasi limbah B3 dan filter oli bekas dibuang
bersama sampah domestik.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 59 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan
bahwa:
Pasal 59 ayat (1)
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.

7
Pasal 59 ayat (4)
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
2. Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 40 ayat (1) huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, yang menyatakan bahwa:
Pasal 9 ayat (5)
Penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat tidak
mengurangi tanggung jawab penghasil limbah B3
untuk mengolah limbah B3 yang dihasilkannya.
Pasal 40 ayat (1) huruf a
Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib
memiliki izin operasi dari kepala instansi yang
bertanggung jawab.

f. tidak menetapkan titik penaatan untuk pengambilan


contoh uji.
Hal ini melanggar ketentuan:
Pasal 8 huruf g Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 04 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Minyak
Goreng, yang menyatakan bahwa:
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri
minyak goreng wajib menetapkan titik penaatan untuk
pengambilan contoh uji.

g. tidak melakukan pengujian emisi cerobong boiler dan


emisi cerobong genset.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, yang menyatakan bahwa:
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dari sumber tidak bergerak yang
mengeluarkan emisi wajib menaati ketentuan
baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan
baku tingkat gangguan.

8
2. Pasal 1 ayat (2) huruf a Keputusan Kepala
BAPEDAL Nomor: KEP-205/BAPEDAL/07/1996
tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, yang
menyatakan bahwa:
Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak ini diperlukan sebagai
pedoman teknis dalam upaya pengendalian
pencemaran udara bagi pelaksanaan pemantauan
kualitas udara sebagaimana tersebut dalam
Lampiran I yang meliputi mekanisme kunjungan
pendahuluan, periode pemantauan, penetapan
lokasi pemantauan emisi dan ambien, pemasangan
alat pemantauan kualitas udara dan pelaporan.

h. tidak memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa:
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
2. Pasal 40 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, yang menyatakan
bahwa:
Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib
memiliki izin operasi dari kepala instansi yang
bertanggung jawab.
3. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, yang menyatakan bahwa:
Kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 wajib
memiliki izin dari Bupati/Walikota.
4. Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Tata Laksana Perizinan Dan Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh
Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa:

9
Badan usaha yang melakukan kegiatan
penyimpanan sementara dan/atau pengumpulan
limbah B3 wajib mengajukan permohonan izin
kepada bupati/walikota untuk izin penyimpanan
sementara dan izin pengumpulan limbah B3 skala
kabupaten/kota.

i. tidak memiliki kontrak kerjasama penyerahan limbah


B3 dengan pemanfaat atau penimbun atau pengolah
atau pengumpul limbah B3 yang memiliki izin.
Hal ini melanggar ketentuan:
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, yang menyatakan bahwa:
Pengangkutan limbah B3 hanya diperkenankan jika
penghasil telah melakukan kontrak kerja sama dengan
perusahaan pemanfaatan limbah B3, atau penimbun
limbah B3, atau pengolah limbah B3, atau pengumpul
limbah B3.

j. tidak membuat dan tidak menyampaikan laporan


catatan limbah B3 kepada instansi lingkungan hidup.
Hal ini melanggar ketentuan:
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, yang menyatakan
bahwa:
Pasal 11 ayat (1)
Penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan
catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah dan waktu
dihasilkannya limbah B3, waktu penyerahan limbah
B3 dan nama pengangkut limbah B3 yang
melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau
pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3.

Pasal 11 ayat (2)


Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan
sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan kepada
instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan
kepada instansi yang terkait dan Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.

10
k. tidak menyampaikan laporan debit harian air limbah,
pencatatan produk bulanan, pemantauan harian kadar
parameter air limbah secara berkala kepada instansi
lingkungan hidup.
Hal ini melanggar ketentuan:
1. Pasal 8 huruf k Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2010 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau
Kegiatan Industri Minyak Goreng, yang menyatakan
bahwa:
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
industri minyak goreng wajib menyampaikan
laporan debit harian air limbah, pencatatan produk
bulanan, pemantauan harian kadar parameter air
limbah, dan hasil analisa laboratorium terhadap
baku mutu air limbah secara berkala paling sedikit
1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada
bupati/walikota dengan tembusan kepada
gubernur, Menteri, dan instansi terkait sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pasal 3 angka 8 Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri di Jawa Barat, yang menyatakan bahwa:
Setiap penanggung jawab kegiatan industri wajib
menyampaikan laporan tentang catatan debit
harian, kadar parameter baku mutu limbah cair,
produksi dan/atau bahan baku bulanan senyatanya
sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada
Gubernur Kepala Daerah dengan tembusan kepada
instansi terkait.

KETIGA : Pelaksanaan pemenuhan kewajiban Sanksi Administratif


Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KESATU, ditentukan dalam jangka waktu sebagai
berikut:
a. membuat Tempat Penyimpanan Sementara (TPS)
limbah B3 sesuai persyaratan teknis, paling lama 60
(enam puluh) hari;
b. mengoptimalkan kinerja IPAL sehingga air limbah yang
dibuang ke media lingkungan hidup memenuhi baku
mutu air limbah, paling lama 90 (sembilan puluh) hari;
c. membuat saluran air limbah yang kedap air sehingga
tidak terjadi perembesan air limbah ke media
lingkungan hidup, paling lama 30 (tiga puluh) hari;

d. memperbaiki cerobong emisi boiler sesuai persyaratan


11
teknis, paling lama 30 (tiga puluh) hari;
e. menyimpan limbah B3 berupa oli bekas, lampu TL
bekas, fly ash dan bottom ash, kain majun
terkontaminasi limbah B3 dan filter oli bekas di
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3,
paling lama 7 (tujuh) hari setelah kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a telah selesai;
f. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh
uji, paling lama 7 (tujuh) hari;
g. melakukan pengujian emisi cerobong boiler dan emisi
cerobong genset, paling lama 30 (tiga puluh) hari;
h. memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, paling lama 45 (empat puluh
lima) hari setelah kegiatan sebagaimana dimaksud
pada huruf a telah selesai;
i. memiliki kontrak kerjasama penyerahan limbah B3
dengan pemanfaat atau penimbun atau pengolah atau
pengumpul limbah B3 yang memiliki izin, paling lama
30 (tiga puluh) hari;
j. membuat dan menyampaikan laporan catatan limbah
B3 kepada instansi lingkungan hidup, paling lama 14
(empat belas) hari; dan
k. menyampaikan laporan debit harian air limbah,
pencatatan produk bulanan, pemantauan harian kadar
parameter air limbah secara berkala kepada instansi
lingkungan hidup, paling lama 7 (tujuh) hari.

KEEMPAT : Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Diktum


KETIGA dilaksanakan terhitung sejak tanggal diterimanya
Keputusan Menteri ini oleh Penanggung Jawab PT. XXXX.

KELIMA : PT. XXXX wajib melaporkan hasil pelaksanaan


sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA kepada
Kementerian Lingkungan Hidup, Gubernur Jawa Barat,
Walikota Bekasi, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Jawa Barat dan Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kota Bekasi.

KEENAM : Apabila PT. XXXX tidak melaksanakan Sanksi


Administratif Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Diktum KETIGA, akan dikenakan sanksi hukum
yang lebih berat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

KETUJUH : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.
12
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal Juni 2013

a.n. MENTERI LINGKUNGAN HIDUP


REPUBLIK INDONESIA,
DEPUTI MENLH BIDANG PENAATAN
HUKUM LINGKUNGAN,

SUDARIYONO

13

Anda mungkin juga menyukai