Anda di halaman 1dari 57

Pengendalian Pencemaran Udara

Disampaikan Oleh :

Iyan Suwargana
Widyaiswara Ahli Madya - KLHK

2018
BIODATA
Nama : Drs. Iyan Suwargana, MSi
Tempat/Tgl.Lahir : Bandung, 05 Pebruari 1966
Hp/E-mail : Hp. 087770175466 / iyanplb3@yahoo.com
Pendidikan : - Sarjana (S1) Kimia ITB
- Pasca Sarjana (S2) Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan - IPB
Riwayat Pekerjaan :
• Staf Dit Pengelolaan Limbah B3 Bapedal sejak tahun 1992 sampai tahun 1995
• Kepala Bidang Pengelolaan Limbah antar Negara, Direktorat Pengelolaan Limbah B3
BAPEDAL, 1999-2001.
• Kepala Bidang Pengelolaan Limbah Padat, Pusat Pengelolaan Limbah Padat dan B3
BAPEDAL, 2001-2002.
• Kepala Bidang Pengembangan Asdep Urusan Manufaktur, Prasarana dan Jasa KLH, 2002-2005.
• Kepala Bidang Agro Industri pada Asdep Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Manufaktur dan Agro
Industri KLH dan Koordinator PROPER, 2005 - 2009.
• Kepala Bidang Pemanfaatan Limbah B3 Pada Asdep Administrasi Pengendalian Limbah B3 KLH,
2009 – 2010
• Asisten Deputi Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 Pada Deputi Bidang Pengelolaan B3,
Limbah B3 dan sampah KLH, 2010 - 2011
• Widyaiswara Ahli Madya KLHK, 2013 - Sekarang
Pengelolaan Lingkungan di Indonesia
Perubahan dari End-of-pipe ke Produksi Bersih
 Tidak ada peraturan
 Tidak ada institusi pemerintah 1
yang menangani masalah LH
 Kesenjangan antara
pemerintah dan pengusaha 2
1982
 End of pipe management
3
 UU Lingkungan Hidup

1995
4
 Produksi Bersih
 Penyebarluasan Informasi
kepada Masyarakat
 Instrumen Ekonomi

SEKARANG  Pengelolaan LH secara


terpadu
 Eko-efisiensi
MASA DEPAN
 Kemitraan antara
Pemerintah dan Masyarakat
Dasar Hukum
Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 69 ayat 1 huruf a :
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup
Dasar Hukum Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 20 ayat 3 :
Setiap orang diperbolehkan membuang
limbah ke media lingkungan hidup dengan
persyaratan :
a. Memenuhi baku mutu lingkungan hidup
b. Mendapat izin
Peraturan Perundangan-Undangan
Pengendalian Pencemaran Udara
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
3. Keputusan Menteri Negara LH No:KEP-13/MENLH/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak.
4. Keputusan Menteri Negara LH No: KEP-35/MENLH/1993 tentang Ambas Batas Emisi
Kendaraan Bermotor
5. Keputusan Kepala Bapedal No. 205/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara
6. Keputusan Menteri Negara LH No:KEP-48/MENLH/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
7. Keputusan Menteri Negara LH No:KEP- 49/MENLH/1996 tentang Baku Mutu Getaran
8. Keputusan Menteri Negara LH No: KEP-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebauan
9. Keputusan Menteri Negara LH No:KEP-15/MENLH/1996 tentang Program Langit Biru.
10. KepMen LH No.129/2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan
gas Bumi.
11. KepMen LH No. 141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Tipe baru Dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi
12. KepMen LH No.133/2004 tentang Baku Mutu Emisi Usaha Bagi Kegiatan Industri Pupuk.
13. Peraturan Menteri Negara LH Nomor 07 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak Bagi Ketel
14. PERMENLH No. 21 / 2008 Tentang BMEU Pembangkit Termal
15. PERMENLH No.13/ 2009 Tentang BMEU Kegiatan Migas
Peraturan Lainnya yang Sudah Diterbitkan
Terkait Emisi Sumber Bergerak

• Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 86);
• Peraturan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Lama
• Peraturan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Tipe Baru
• Peraturan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
Peraturan Pemerintah No: 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara
• Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara
dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien,
pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak
maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta
penanggulangan keadaan darurat.
pasal 16

• Penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan teknis pengendalian


pencemaran udara secara nasional ditetapkan oleh Kepala
Instansi yang bertanggungjawab.
pasal 17 ayat (1)

• Pelaksanaan operasional pengendalian pencemaran udara di


daerah dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II
pasal 18 ayat (1)
Kewajiban
UU No 32 thn2009
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Larangan
Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup;
Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara

1. Menyusun dan menetapkan kebijakan teknis


pengendalian pencemaran udara (NSPK, Baku
Mutu Ambient/Emisi, Izin Emisi dan Perdagangan
Emisi)
2. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan
dalam rangka menurunkan beban pencemaran
(PROPER, Uji Emisi, EKUP) serta Pembinaan
(Inventarisasi Sumber Emisi Perkotaan, Sosialisasi)
3. Mendorong penggunaan bahan bakar bersih
4. Meningkatkan kapasitas Aparatur Daerah dalam
melaksanakan pengawasan
KEBIJAKSANAN PELAKSANAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA :

Tingkat Pusat
• Menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis pengendalian
pencemaran udara secara nasional (oleh Kepala Instansi yang
bertanggungjawab : Meneg LH).
• Melakukan peninjauan secara priodik terhadap kebijaksanaan
teknis dan pelaksanaannya
• Membuat pedoman penyusunan dan pelaksanaan operasional
pengendalian pencemaran udara yang dapat digunakan oleh
daerah.

Daerah
• Melaksanakan operasional pengendalian pencemaran udara di
daerah (oleh : Bupati / Walikota Kepala Daerah Tingkat II.
• Melaksanakan Koordinasi operasional pengendalian
pencemaran udara di daerah (oleh ; Gubernur)
• Menyusun dan menetapkan program kerja daerah dibidang
pengendalian pencemaran udara
Pengendalian Pencemaran Udara
Referensi Regulasi Rujukan Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak

Sumber emisi
tidak bergerak

Proses
Utilitas
Produksi

Spesifik Tidak Spesifik Boiler Genset

• KEPMENLHNo. 13/1995;
• KEPMENLHNo. 129/2003
KEPMENLH PERMENLH PERMENLH
BME Migas; No. 13/1995 No.07 tahun 2007 No.13 tahun 2009
• KEPMENLH No. 133/2004
BME industri Pupuk;
• PERMENLH No.17/2008
BME Keramik;
• PERMENLH No. 21/2008
BME PTLT
• PERMENLH No. 13/2009
BME MIGAS
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai


kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran udara;

Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan
sebagai tolak ukur pengendalian pencemaran udara;

Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan


pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara;

Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi
dan analisis;

Pengawasan terhadap penataan peraturan pengendalian pencemaran udara;

Peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran udara.


Pengendalian Pencemaran Udara
• Pengendalian pencemaran udara meliputi:
- pencegahan dan
- penanggulangan pencemaran, serta
- pemulihan mutu udara
• Apabila hasil pemantauan menunjukkan
Indeks Standar Pencemar Udara
mencapai nilai 300 atau lebih berarti udara
dalam kategori berbahaya
Penanggulangan Pencemaran
• Penanggulangan pencemaran udara
sumber tidak bergerak meliputi:
– pengawasan terhadap penaatan baku mutu
emisi yang telah ditetapkan,
– pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan
dan mutu udara ambien di sekitar lokasi
kegiatan, dan
– pemeriksaan penaatan terhadap ketentuan
persyaratan teknis pengendalian pencemaran
udara.
Penaatan Persyaratan Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara

• Apakah emisi yang dibuang ke udara sudah


dilewatkan cerobong asap?
(Kepmen LH No.13/1995, pasal 7 butir a; Kepmen LH No.133/2004 pasal 7
butir a; Kepmen LH No. 129/2003, pasal 6 butir a)
• Apakah cerobong asap telah dilengkapi dengan
lubang sampling dan sarana pendukung lainnya
seperti lantai kerja (platform), tangga, dan tenaga
listrik ?
(Kepmen LH No.13/1995, pasal 7 butir a; Kepmen LH No.133/2004 pasal 7
butir a; Kepmen LH No. 129/2003, pasal 6 butir a)
• Apakah penetapan lokasi lubang sampling sudah
sesuai dengan ketentuan ?
(Kepdal No. 205/1996, 8 D dari gangguan bawah, 2 D dari atas )
Penaatan Persyaratan Teknis Pengendalian Pencemaran Udara

• Apakah cerobong asap sudah dipasang alat pemantauan emisi


secara terus menerus (Continuous Emission Monitoring/CEM) ?
(Industri Besi dan Baja; Pulp dan Kertas; Pembangkit Listrik
Tenaga Uap berbahan bakar Batu bara; Semen; Pupuk serta
Minyak dan Gas).
• Apakah semua cerobong aktif dipantau sesuai ketentuan?
(6 bulan sekali untuk pengukuran manual)
• Apakah data pemantauan emisi cerobong asap telah dilaporkan ke
Bupati/Walikota, Gubernur dan ke KLH ?
( setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk pemantauan emisi menggunakan
CEM atau setiap 6 (enam) bulan sekali menggunakan metode
manual) ?
(Kepmen LH No.13/1995, pasal 7 butir d; Kepmen LH No.133/2004
pasal 7 butir d; Kepmen LH No. 129/2003, pasal 6 butir d)
• Apakah emisi gas yang dibuang ke udara memenuhi baku mutu emisi
sumber tidak bergerak ?
(Kepmen LH No.13/1995, Lampiran)
Indikator Penaatan Dalam PPU

Indikator Penaatan Baku Mutu Emisi Sumber


Tidak Bergerak
Satu dari beberapa tolok ukur penaatan adalah
persyaratan pembuangan emisi ke lingkungan
udara, antara lain kewajiban mentaati baku mutu
emisi. Batas kualitatif meliputi parameter kualitas
dan tingkatan satuannya, sedangkan batas
kuantitatif meliputi kadar dan/atau beban
pencemaran.
Indikator Penaatan Dalam PPU

 Indikator Penaatan Persyaratan Teknis Cerobong


Posisi/lokasi serta diameter lubang sampling pada
cerobong merupakan salah satu tolok ukur penaatan
yang harus dipenuhi, begitu juga sarana pendukung
sampling lainnya seperti: lantai kerja, tangga, pagar
pengaman dan sumber listrik. Persyaratan lokasi lubang
sampling dan diameter serta sarana pendukung
sampling adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kepka
BAPEDAL No. 205/1996.
Indikator Penaatan Dalam PPU

Indikator Penaatan Frekuensi Pemantauan


Emisi serta Pelaporan

Kewajiban melakukan pemantauan emisi sumber tidak


bergerak secara periodik .
 Pemantauan emisi secara terus-menerus (kontinyu) bagi
cerobong emisi yang diwajibkan memasang alat pemantau
secara kontinyu sekurang kurangnya melaporkan setiap 3
bulan sekali.
 pemantauan emisi secara manual sekurang-kurangnya setiap 6
(enam) bulan sekali.
Indikator Penaatan Dalam PPU

Indikator Penaatan Kondisi Tidak


Normal dan Darurat
Kewajiban untuk melaporkan dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan
apabila terjadi kondisi tidak normal dan
kondisi darurat sehingga baku mutu emisi
dilampaui
Penaatan Dalam Pengendalian Pencemaran Udara
Titik Penaatan
• Pengendalian 1 (Memantau semua Sumber
Pencemaran Emisi Cerobong)
Udara 2 Parameter
PP No.41 / 99
Emisi Udara
• Pedoman Teknis 3
Pengendalian Pemenuhan BMEU
Pencemaran
Udara Sumber Tidak
Bergerak 4 Persyaratan Teknis
(Kepdal No. 205/1996) Cerobong

• Peraturan 5 Pelaporan
pelaksanaan Manual / CEM
(Kepmen/Permen LH)
Data Primer KLH
6 (Data Pemantauan KLH)
Implementasi Peraturan dalam Penaatan Parameter, Baku Mutu
dan Ketentuan Teknis Bagi Industri Manufaktur, Prasarana dan Jasa

KEPMEN LH No. 13 /1995


(BMEU Kegiatan Industri)

PERMENLH No. PP No.41 / 1999 Kepdal No. 205/ 1996


17/ 2008 (BMEU Pengendalian (Pedoman Teknis
Industri Keramik) Pencemaran Udara Pengendalian Penc. Udara
Sumber Tidak Bergerak)

PERMENLH No. 07 / 2007


(BMEU Sumber Tidak
Bergerak Bagi Ketel Uap)
Catatan :
1. Untuk sektor yang mempunyai Baku Mutu Spesifik mengacu kepada BM Emisi Spesifik.
2. Untuk sektor yang belum mempunyai BM Spesifik mengacu kepada BM Lampiran VB
Kepmen 13/1995,
3. Genset mengacu kepada PerMenLH 21 Tahun 2008 Lampiran IVA (BM Pembangkit Termal)
4. Boiler mengacu kepada Permen LH No. 07/2007
KEPMEN LH No. 13 /1995
(BMEU Kegiatan Industri)

PERMENLH No. PP No.41 / 1999 Kepdal No. 205/ 1996


13/ 2009 (BMEU Pengendalian (Pedoman Teknis
Kegiatan Migas) Pencemaran Udara Pengendalian Penc. Udara
Sumber Tidak Bergerak)

PERMENLH No. 21 / 2008


(BMEU Pembangkit Termal)
Catatan :
1. Untuk sektor yang mempunyai Baku Mutu Spesifik mengacu kepada BM Emisi Spesifik.
2. Untuk sektor yang belum mempunyai BM Spesifik mengacu kepada BM Lampiran VB
Kepmen 13/1995,
3. Genset mengacu kepada PerMenLH 21 Tahun 2008 Lampiran IVA (BM Pembangkit Termal)
4. Boiler mengacu kepada Permen LH No. 07/2007
KEPMEN LH No. 13 /1995
(BMEU Kegiatan Industri)

PERMENLH No. PP No.41 / 1999 Kepdal No. 205/ 1996


07 / 2007 (BMEU Pengendalian (Pedoman Teknis
Sumber Tidak Pencemaran Udara Pengendalian Penc. Udara
Bergerak Bagi Sumber Tidak Bergerak)
Ketel Uap)

Catatan :
1. Untuk sektor yang mempunyai Baku Mutu Spesifik mengacu kepada BM Emisi Spesifik.
2. Untuk sektor yang belum mempunyai BM Spesifik mengacu kepada BM Lampiran VB
Kepmen 13/1995,
3. Genset mengacu kepada PerMenLH 21 Tahun 2008 Lampiran IVA (BM Pembangkit Termal)
4. Boiler mengacu kepada Permen LH No. 07/2007
A B
KUALITAS UDARA YANG KITA INGIKAN

seperti ini atau yang ini ??


Tabel. Penaatan Fasilitas Pengendalian Emisi Udara

KOMPONEN TINDAKAN
FASILITAS
Sumber Emisi  Periksa kondisi fisik sumber emisi pada penanganan bahan baku, proses produksi, dan utilitas.
Contoh :
Sumber emisi dari Utilitas : Boiler
Catat jumlah dan jenis boiler (oil boiler/termo boiler atau steam boiler) serta kapasitas masing
masing boiler.
Jenis bahan bakar yang digunakan
Catat jumlah cerobong emisi yang dimiliki.

Cerobong  Periksa jumlah cerobong .


 Periksa apakah setiap cerobong telah dilengkapi lubang sampling dan posisi lubang sampling telah
sesuai dengan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara.
 Periksa apakah setiap cerobong telah dilengkapi sarana pendukung sampling emisi (tangga,
landasan kerja, pagar pengaman dan sumber listrik).
 Periksa apakah lubang sampling sudah memenuhi persyaratan teknis.

Alat pengendali  Periksa apakah memiliki alat pengendalian pencemaran udara pada cerobong.
udara emisi  Periksa jenis alat pengendali dan apakah alat pengendali berfungsi dengan baik.

Continuous  Periksa apakah memiliki alat CEM (Continuous Emission Monitoring) pada cerobong..
Emission  Periksa kinerja alat pemantau pencemaran udara/CEM dari control room.
Monitoring (CEM)  Periksa parameter apa saja yang dapat dimonitor oleh CEM dan periksa data CEM untuk harian,
bulanan dan 3 bulanan serta berapa kali melebihi Baku Mutu Emisi Udara.
KEPMEN LH NO. 13 TAHUN 1995 tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
Pasal 2
(1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak untuk jenis kegiatan :
a. Industri besi dan baja sebagaimana tersebut dalam Lampiran IA
dan Lampiran IB;
b. Industri pulp and paper sebagaimana tersebut dalam Lampiran
IIA dan Lampiran IIB;
c. Pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara
sebagaimana tersebut dalam Lampiran IIIA dan Lampiran IIIB
d. Industri semen sebagaimana tersebut dalam Lampiran IVA
dan Lampiran IVB

Pasal 3
(2) Selama baku mutu emisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum
ditetapkan, maka jenis kegiatan di luar jenis kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku baku mutu emisi sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran V Keputusan ini.
BAKU MUTU EMISI DAERAH
(Kepmen LH No. 13/1995 BME Sumber Tidak Bergerak)

Pasal 5
(1) Apabila diperlukan, Gubernur dapat menetapkan
parameter tambahan diluar parameter sebagaimana
dimaksud dalam lampiran keputusan ini dengan
persetujuan Menteri;

(2) Gubernur dapat menetapkan baku mutu emisi untuk jenis-


jenis kegiatan di daerahnya lebih ketat dari ketentuan
sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (1);

(3) Dalam menetapkan baku mutu emisi daerah sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dan (2), Gubernur
mengikutsertakan pihak-pihak yang berkepentingan.
Lampiran V B
BAKU MUTU EMISI UNTUK JENIS KEGIATAN LAIN
(berlaku efektif tahun 2000)
Parameter Batas maksimum (mg/M3)
Bukan Logam
1. Ammonia (NH3) 1
2. Gas Klorin (Cl2) 15
3. Hidrogen Klorida (HCl) 10
4. Hidrogen Fluorida (HF) 20
5. Nitrogen Oksida (NO2) 1700
6. Opsitas 40 %
7. Partikel 400
8. Sulfur Dioksida (SO2) 1500
9. Total Sulfur Tereduksi (H2S) 70

Logam
10. Air Raksa (Hg) 10
11. Arsen (AS 25
12. Antimon (Sb) 25
13. Kadmium (Cd) 15
14. Seng (Zn) 100
15. Timah Hitam (Pb) 25
Catatan :
- Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm)
Peraturan Menteri Negara LH Nomor 07 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap

• Ketel uap adalah sebuah alat penghasil panas yang menggunakan


bahan baku air atau minyak yang dipanaskan dengan bahan
biomassa, minyak, batubara, dan/atau gas.
• Bahan bakar biomassa adalah bahan bakaryang berasal dari
tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting,
batang, dan/atau akar termasuk tanaman yang dihasilkan oleh
kegiatan pertanian, perkebunan, dan/atau hutan tanaman.
• Ampas adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses pemerahan
tebu di stasiun gilingan pada pabrik gula.
• Serabut adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses pengepresan
buah sawit di industri minyak sawit (crude palm oil).
• Cangkang adalah kulit inti sawit (kernel) yang dihasilkan dari proses
pemisahan kernel sawit di industri minyak sawit.
Peraturan Menteri Negara LH Nomor 07 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap
Pasal 2
(1) Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap meliputi
Ketel Uap yang menggunakan bahan bakar:
a. biomassa berupa serabut dan/atau cangkang;
b. biomassa berupa ampas dan/atau daun tebu kering;
c. biomassa selain yang disebutkan dalam huruf a dan b;
d. batubara;
e. minyak;
f. gas; dan
g. gabungan.

(2) Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap dalam
Peraturan Menteri ini tidak berlaku untuk industri besi dan baja,
industri pulp dan kertas, industri semen, pembangkit listrik
tenaga uap, industri pupuk, dan usaha dan/atau kegiatan minyak
dan gas bumi.
Peraturan Menteri Negara LH Nomor 07 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap

Pasal 6
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengoperasikan
ketel uap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib:
a. membuang emisi gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan sarana pendukung
dan alat pengaman sesuai peraturan yang berlaku;
b. melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap cerobong paling sedikit 2
(dua) kali selama periode operasi setiap tahunnya bagi ketel uap yang beroperasi
selama 6 (enam) bulan atau lebih;
c. melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap cerobong paling sedikit 1
(satu) kali selama periode operasi setiap tahunnya bagi ketel uap yang beroperasi
kurang dari 6 (enam) bulan;
d. menggunakan laboratorium yang terakreditasi dalam pengujian emisi sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dan huruf c;
e. melakukan pengujian emisi setelah kondisi proses pembakaran stabil;
f. menyampaikan laporan hasil analisis pengujian emisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf b atau huruf c kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan
Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini;
g. melaporkan kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan
baku mutu emisi dilampaui serta rincian upaya penanggulangannya kepada
Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri.
Baku Mutu Emisi STB Bagi Ketel Uap Menggunakan Bahan
Bakar Biomassa berupa Serabut dan/atau Cangkang
(Lampiran I)
No. Parameter Baku Mutu
1. Partikulat 300 mg/Nm3
2. Sulfur dioksida (SO2) 600 mg/Nm3
3. Nitrogen Oksida (NO2) 800 mg/Nm3
4. Hidrogen Klorida (HCl) 5 mg/Nm3
5. Gas Klorin (Cl2) 5 mg/Nm3
6. Ammonia (NH3) 1 mg/Nm3
7. Hidrogen Fluorida (HF) 8 mg/Nm3
8. Opasitas 30 %

Catatan :
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2
- Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atm).
- Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen.
- Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh
hubungan korelatif dengan pengamatan partikulat.
Baku Mutu Emisi STB Bagi Ketel Uap Menggunakan
Bahan Bakar Biomassa berupa Ampas dan/atau Daun
Tebu Kering (Lampiran II)
No. Parameter Baku Mutu

1. Partikulat 250 mg/Nm3

2. Sulfur dioksida (SO2) 600 mg/Nm3

3. Nitrogen Oksida (NO2) 800 mg/Nm3

4. Opasitas 30 %

Catatan :
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2
- Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atm).
- Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen.
- Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh
hubungan korelatif dengan pengamatan partikulat.
Baku Mutu Emisi STB Bagi Ketel Uap Menggunakan Bahan
Bakar Biomassa berupa Serabut dan/atau Cangkang
(Lampiran III)
No. Parameter Baku Mutu
Bukan Logam
1. Partikulat 300 mg/Nm3
2. Sulfur dioksida (SO2) 600 mg/Nm3
3. Nitrogen Oksida (NO2) 800 mg/Nm3
4. Hidrogen Klorida (HCl) 5 mg/Nm3
5. Gas Klorin (Cl2) 5 mg/Nm3
6. Ammonia (NH3) 1 mg/Nm3
7. Hidrogen Fluorida (HF) 8 mg/Nm3
8. Opasitas 30 %
Logam
1. Air Raksa (Hg) 5 mg/Nm3
2. Arsen (As) 8 mg/Nm3
3. Antimon (Sb) 8 mg/Nm3
4. Kadmium (Cd) 8 mg/Nm3
5. Seng (Zn) 50 mg/Nm3
6. Timah Hitam (Pb) 12 mg/Nm3
Baku Mutu Emisi STB Bagi Ketel Uap Menggunakan
Bahan Bakar Batubara (Lampiran IV)
No. Parameter Baku Mutu

1. Partikulat 230 mg/Nm3

2. Sulfur dioksida (SO2) 750 mg/Nm3

3. Nitrogen Oksida (NO2) 825 mg/Nm3

4. Opasitas 20 %

Catatan :
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2
- Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atm).
- Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen.
- Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh
hubungan korelatif dengan pengamatan partikulat.
Baku Mutu Emisi STB Bagi Ketel Uap Menggunakan
Bahan Bakar Minyak (Lampiran V)
No. Parameter Baku Mutu

1. Partikulat 200 mg/Nm3

2. Sulfur dioksida (SO2) 700 mg/Nm3

3. Nitrogen Oksida (NO2) 700 mg/Nm3

4. Opasitas 15 %

Catatan :
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2
- Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atm).
- Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 3 % Oksigen.
- Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh
hubungan korelatif dengan pengamatan partikulat.
Baku Mutu Emisi STB Bagi Ketel Uap Menggunakan
Bahan Bakar Gas (Lampiran VI)
No. Parameter Baku Mutu

1. Sulfur dioksida (SO2) 150 mg/Nm3

2. Nitrogen Oksida (NO2) 650 mg/Nm3

Catatan :
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2
- Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atm).
2xD PERSYARATAN
8xD CEROBONG
Untuk cerobong yang berbentuk lingkaran, penentuan titik
lubang sampling adalah berada diantara minimal 8 x
diameter stack (ds) untuk down stream dan 2x diameter
stack (Ds) untuk upstream

Lubang pengambilan sampel harus memakai tutup dengan


sistem pelat flange yang dilengkapi dengan baut Arah
lubang pengambilan sampel tegak lurus dinding cerobong

Diameter lubang pengambilan sampel sekurang-


kurangnya 10 cm atau 4 inci.

Pemeriksaan Sarana Pendukung Sampling


Lubang Sampling, Tangga, Lantai Kerja, Pagar pengaman
dan Sumber Listrik
PERSYARATAN CEROBONG
 Tinggi cerobong sebaiknya 2-2.5 kali tinggi bangunan
sekitar
 Kecepatan aliran gas dari cerobong sebaiknya lebih
besar dari 20 m/detik untuk menghindari turbulensi
 Warna cerobong harus mencolok
 Setiap cerobong di beri nomor
PERSYARATAN TEKNIS
Setiap penanggungjawab jenis kegiatan wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
 membuat cerobong emisi yang dilengkapi dengan sarana
pendukung dan alat pengaman;
 memasang alat ukur pemantauan yang meliputi kadar dan laju
alir volume untuk setiap cerobong emisi yang tersedia serta alat
ukur arah dan kecepatan angin;
 melakukan pencatatan harian hasil emisi yang dikeluarkan dari
setiap cerobong emisi;
 menyampaikan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala
badan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan;
 melaporkan kepada Gubernur serta Kepala Badan apabila ada
kejadian tidak normal dan/atau dalam keadaan darurat yang
mengakibatkan baku mutu emisi dilampaui
PERSYARATAN TEKNIS
 wajib memasang Continuous Emissions Monitoring (CEM) pada
cerobong tertentu yang pelaksanaanya dikonsultasikan dengan
Menteri dan bagi cerobong yang tidak dipasang peralatan CEM
wajib dilakukan pengukuran manual dalam waktu 6 (enam) bulan
sekali (industri pupuk, semen, besi baja, pulp dan kertas, minyak
dan gas);
 wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan secara manual
setiap 6 (enam) bulan sekali dan 3 bulan sekali dari peralatan CEM
kepada Gubernur/Bupati/Walikota tembusan kepada Menteri;
 dilarang melakukan pembakaran terbuka (open Burning) dari Burn
pit
 wajib melakukan pengelolaan terhadap sumber-sumber yang
berpotensi sebagai sumber fugitive emission.
PERSYARATAN TEKNIS
 melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap
cerobong paling sedikit 1 (satu) kali selama periode
operasi setiap tahunnya bagi ketel uap yang beroperasi
kurang dari 6 (enam) bulan;
 menggunakan laboratorium yang terakreditasi dalam
pengujian emisi
 melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap
cerobong paling sedikit 2 (dua) kali selama periode
operasi setiap tahunnya bagi ketel uap yang beroperasi
selama 6 (enam) bulan atau lebih
 melakukan pengujian emisi setelah kondisi proses
pembakaran stabil;
d

2D 2De 2D 2De

8D

8D 8De
8De

D W
L

D atau d = Diameter Dalam De=2 x d x D / (D+d) De=2LW/(L+W)


Penetapan lubang sampling 2D

8D
PENEMPATAN SAMPLING 2D
HOLE
Cerobong Bagian Tengah Diameter mengecil

8D
D =Diameter Dalam Cerobong

Bag House
Filter
PENEMPATAN SAMPLING L 2 De
W
HOLE
Cerobong Berbentuk Persegi

De = 2 x L x W__
L+W
8 De

Bag House Filter


PENEMPATAN SAMPLING
HOLE
Cerobong dengan Beda Diameter atas dan bawah
2 De

De = 2 x D x d__
D+d

8 De

ESP
2D

8D
Silentser

2D 8D

Silentser

Genset / Genset /
Boiler Boiler
10 cm DIAMETER LUBANG SAMPLE DAN
PENUTUPNYA (FLANGE)

Ø : 10 cm / 4 Inchi
Alat Pengendali Pencemaran
Udara
• Electrostatic Precipitator, bekerja berdasarkan medan magnet.
Efisiensi 99.9% untuk seluruh ukuran partikel.
• Siklon, Penangkap debu yang bekerja berdasarka sentrifugal
• Wet Process Collector,
– Wet Scrubber, kelembaban debu dikumpulkan pada settling
pond
– Pengumpul cair, berakumulasi kemudia dicurahkan kedalam
dasar precipitator
• Catridge Collector, menggunakan lipatan filter sekitar 2-3 pasang
• Bag house, pengumpul debu kering (fabric filter collector)
Persyaratan Sarana Pendukung
Sarana pendukung sampling emisi diantaranya tangga, lantai kerja, pagar
pengaman, aliran listrik dengan persyaratan sebagai berikut:

• Tangga besi dan selubung pengaman berupa pelat besi;


• Lantai kerja dengan ketentuan:
- Dapat mendukung beban minimal 500 kg;
- Keleluasaan kerja bagi minimal 3 orang
- Lebar lantai kerja terhadap lubang pengambilan sampel 1.2 meter dan
melingkari cerobong
• Pagar pengaman setinggi 1 meter
• Dilengkapi dengan control pengangkat alat pengambilan sampel.
• Stop kontak aliran listrik yang sesuai dengan peralatan yang digunakan
yaitu Voltase 220 V, 30 A single phase 50 HzAC
• Penempatan sumberaliran listrik dekat dengan lubang pengambilan
sampel;
• Sarana dan prasarana pengangkutan serta perlengkapan keamanan
pengambilan sampel bagi petugas disediakan oleh industry.
Kondisi Cerobong yang Tidak Sesuai dengan Peraturan

Penempatan lubang sampling yang belum Cerobong yang belum dilengkapi


sesuai peraturan Sarana pendukung sampling
nitrogen
oksigen
karbon dioksida
uap air

Terima Kasih

……. mari bersama kita selamatkan planet bumi


untuk kita dan anak cucu

Anda mungkin juga menyukai