M. Syahrir, S.T.,M.T.
19690204 199802 1 001
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat membuat biobriket
2. Mahasiswa dapat menganalis kualitas biobriket
Selain itu, dikenal pula beberapa briket dengan bentuk lainnya, seperti briket
bentuk kenari, bentuk sarang tawon (honey comb), bentuk hexagonal atau segi enam,
bentuk kubus dan lain sebagainya. Adapun keuntungan dari bentuk briket yang
bermacam-macam ini adalah sebagai berikut: (1) Ukuran dapat disesuaikan dengan
kebutuhan, (2) porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran, (3) mudah
dipakai sebagai bahan bakar (Adi Chandra Brades dkk, 2007). Biobriket adalah bahan
bakar yang potensial dan dapat diandalkan untuk rumah tangga maupun industri.
Biobriket mampu menyuplai energi dalam jangka panjang.
Biobriket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal
dari sisa-sisa bahan organik yang mengalami proses pemampatan dengan daya tekan
tertentu. Biobriket dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang mulai
meningkat konsumsinya dan berpotensi merusak ekologi hutan. Biobriket dapat
dibuat dari campuran bermacam-macam sisa bahan organik antara lain sekam padi,
tempurung biji jarak, serbuk gergaji, sabut kelapa, tempurung kelapa (sudah
diarangkan), jerami, bottom ash, bungkil jarak pagar, eceng gondok, kulit kacang,
kulit kayu dan lain-lain. Dalam pembuatan biobriket memerlukan bahan pengikat.
Bahan pengikat organik yang bisa digunakan antara lain kanji, aspal, mollases, parafin
dan lain-lain (Sri Murwanti, 2009).
Penggunaan biobriket diyakini dapat bersaing dengan briket batubara
tentunya dengan berbagai persyaratan. Penggunaan batubara memang secara ad hoc
mampu mengatasi masalah harga BBM yang mahal. Namun dalam jangka panjang,
jika polusi udara maupun darat (sisa pembakaran) tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan kerusakan lingkungan. Memang nilai kalor dari biobriket lebih rendah
dari batubara, tetapi jika dilihat dari aspek polusinya jauh lebih rendah dibandingkan
polusi dari pembakaran batubara, karena Biobriket juga mempunyai kadar sulfur yang
rendah (kurang dari 1%).
1.2.6 Serbuk Gergaji
Serbuk gergajian adalah serbuk kayu dari jenis kayu yang sembarang yang
diperoleh dari limbah ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu dan dapat diperoleh di
tempat pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang percuma
ataupun dimanfaatkan dalam proses pengeringan kayu yang menggunakan metode kiln
ataupun dimanfaatkan untuk bahan pembuatan obat nyamuk bakar. Maka dicari
alternatif untuk membuat limbah gergaji kayu lebih bermanfaat dalam penggunaannya.
(Wijayanti, 2009).
Serbuk gergaji kayu mempunyai kandungan selulosa, lignin, pentosan, air dan
abu. Untuk kadar selulosa didapat sebesar 48,8935%, kadar lignin sebesar 28,8977%,
kadar abu sebesar 2,09435%, kadar air sebesar 6,015% dan kadar pentosan sebesar
14,09945%.
1.2.7 Bahan Perekat
Bahan perekat adalah bahan pencampur pada pembuatan briket yang terdiri dari
bahan perekat organik dan bahan pengikat anorganik. Bahan pengikat diperlukan dalam
pembuatan briket biocoal ini karena dengan adanya perekat maka batubara dan
biomassa dapat dibentuk menjadi briket biocoal. Adapun jenis-jenis perekat terdiri dari
perekat anorganik, perekat hidrokarbon dan perekat kanji atau molase (Peraturan
Menteri dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No: 047 Tahun 2006).
Berdasarkan bahan pengikat dan kualitasnya sangat penting dalam pembuatan
briket biocoal yang baik antara lain (Adi Candras Site, 2008). Pemilihan bahan perekat
harus didasarkan pada :
1. Pengikat harus memiliki daya adhesi yang baik bila dicampur dengan batubara dan
biomassa.
2. Pengikat harus dapat terbakar dan tidak berasap.
3. Pengikat harus mudah didapat dalam jumlah yang banyak dan harganya murah.
4. Pengikat tidak boleh beracun dan berbahaya.
Sagu Aren merupakan salah satu pengikat organik selain tepung tapioka, sagu
aren memiliki kadar karbohidrat cukup tinggi dan ketersediaannya cukup melimpah
khususnya didaerah yang memiliki usaha perkebunan aren. Sebagai sumber
karbohidrat, sagu aren juga memiliki pati dari amilosa dan amilopektin yang
menjadikannya mampu mengikat karbon-karbon dalam briket arang seperti halnya
tapioka (Diana Ekawati Fajrin, 2009).
Tabel 4. Komposisi Proksimat Sagu Aren
Komponen Persentase (%)
Kadar Air 17,82
Kadar Protein 0,11
Kadar Lemak 0,04
Kadar Abu 0,258
Kadar Karbohidrat 81,772
Sumber : Pandisurya, 1983 (dalam Diana Ekawati Fajrin, 2009)
1.2.8 Analisa Proximate
A. Kandungan Air
Penentuan Total moisture ada dua cara, yaitu cara satu tahap dan cara dua
tahap. Pada cara satu tahap, semua moisture dalam sampel langsung ditentukan,
sedangkan pada cara dua tahap, peratama ditentukan free moisture, kemudian
ditentukan residual moisture. Metode yang digunakan yaitu standar ASTM D-3173
dengan rumus :
23
(%) = 21 100% (Pers. 1.1)
Dimana :
m1 = berat cawan kosong (gr).
m2 = berat sampel dan cawan sebelum pemanasan (gr)
m3 = berat sampel dan cawan sesudah pemanasan (gr)
B. Kandungan Abu
Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat dipanaskan hingga
berat konstan. Kandungan abu dapat ditentukan melalui metode ASTM D 3174-02
Standard practice of determination of ash in the analysis sample of coal and coke
from coal. Kandungan abu dapat ditentukan dengan rumus berikut:
( )
(%) = (3 4 ) 100% (pers.1.2)
2 1
Dimana :
1 = berat cawan dan tutupnya (gr)
2 = berat cawan dan tutupnya tambah sampel (gr)
3 = berat sampel dan tutupnya tambah ash (gr)
4 . = berat sampel dan tutupnya setelah semua ash dibuang dan
dibersihkan
C. Volatile Matter
Volatile matter ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel dipanaskan pada
suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi oleh kadar moisture).
Semakin banyak kandungan volatile matter pada biobriket maka semakin mudah
biobriket untuk terbakar dan menyala, sehingga laju pembakaran semakin cepat.
Besarnya zat mudah menguap dihitung menggunakan standar ASTM D-3175-02
dengan rumus :
( )
= {(2 3 ) 100%} (pers.1.3)
2 1
Dimana :
m1 =berat cawan kosong + tutupnya (gr)
m2 =berat cawan kosong + tutupnya +sampel sebelum dipanaskan (gr)
m3 =berat cawan kosong + tutupnya +sampel setelah dipanaskan (gr)
D. Fixed Carbon
Fixed Carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material
sisa setelah volatile matter dihilangkan. Penentuan fixed carbon dapat dilakukan
dengan metode ASTM D 3172 dengan rumus sebagai berikut:
(%) = 100% (% + % + %) (pers. 1.4)
E. Pembuatan Briket
1. Menimbang 200 gram batubara dan mencampurkan dengan perekat sagu
sebesar 10, 15 dan 20% dari berat batubara.
2. Mengaduk batubara dan perekat sagu hingga menyatu.
3. Mencetak batubara dengan menggunakan alat cetakan (minimal mendapatkan
3 briket untuk masing-masing variasi komposisi briket dan perekat kanji).
4. Mengulangi langkah 1-3 dengan berat batubara 180 gram dan serbuk gergaji
20 gram.
5. Mengulangi langkah 1-3 dengan berat batubara 140 gram dan serbuk gergaji
60 gram.
6. Mengoven hasil cetakan pada suhu 90C selama 1 jam.
Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
Analisa Kadar Abu (ASTM D 3174)
1. Mencatat nomor sampel, nomor pekerjaan dan nomor crucible pada
lembar kerja analisa.
2. Menimbang cruicible kosong, mencatat data
3. Menimbang sampel 1 gram ke dalam crucible, meratakannya lalu
meletakkan di atas tray.
4. Memijarkan crucible yang telah berisi sampel di dalam furnace pada suhu
400-450C selama 1 jam, kemudian dilanjutkan pada suhu 750c selama
3 jam. Mengeluarkan crucible dari furnace dan mendinginkan di dalam
desikator selama 5-10 menit.
5. Memanaskan crucible yang berisi residu
6. Membersihkan residu di dalam crucible dengan menggunakan kuas
kering.
7. Menimbang crucible kosong setelah pemanasan.
8. Mencatat data analisa pada lembar kerja analisa.
9. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan:
10. Perhitungan:
34
% kadar abu = 21 100%
Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (sebelum pemanasan) (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
m4 = massa cawan kosong (setelah pemanasan) (gram)
Analisa Uji Volatile Matter (ASTM D 3175)
1. Menaikkan suhu furnace VM hingga 950C.
2. Mencatat nomor sampel, nomor pekerjaan dan nomor cawan crucible
pada lembar kerja analisa.
3. Menimbang cawan crucible kosong beserta tutup kemudian
mencatatnya pada lembar kerja analisa.
4. Menimbang secara merata sampel 1 gram ke dalam cawan crucible,
lalu menutupnya kembali dan mencatat hasil timbangan.
5. Memasukkan cawan crucible yang telah berisi sampel ke dalam
furnace beserta tutupnya dan memijarkan selama 7 menit.
6. Mengeluarkan cawan crucible dari furnace dan mendinginkannya pada
desikator selama 7 menit.
7. Menimbang cawan yang berisi residu yang telah didinginkan tersebut
beserta tutupnya dan mencatatnya pada lembar kerja analisa.
8. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan:
23
%Volatile Matter = ( 21 100% )
Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
Analisa Uji Fixed Carbon (ASTM D 3172)
Penentuan fixed carbon ditentukan dengan rumus:
% Fixed carbon = 100% - (% M) (% ash) (% VM)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
%
% % M1 M2 M3
No Kadar
batubara Perekat (gram) (gram) (gram)
Air
1 100 10 74,6440 75,6440 75,4582 17
2 100 15 75,9083 76,9083 76,7090 19
3 100 20 71,7731 72,7731 72,5893 20
4 90 10 70,2622 71,2622 71,0795 18
5 90 15 85,6685 86,6685 86,4860 18
6 90 20 88,2399 89,2399 89,0525 19
7 70 10 87,0401 88,0401 87,8839 16
8 70 15 75,4696 76,4696 76,3138 16
9 70 20 77,2568 78,2568 78,0926 16
%
% % M1 M2 M3 M4
No Kadar
batubara Perekat (gram) (gram) (gram) (gram)
Abu
1 100 10 21,5922 22,5922 21,6811 21,5934 9
2 100 15 22,3351 23,3351 22,4301 22,3358 9
3 100 20 20,7575 21,7575 20,8449 20,7577 9
4 90 10 25,7387 26,7387 25,8217 25,7396 8
5 90 15 21,1507 22,1507 21,2267 21,1469 8
6 90 20 22,4911 23,4911 24,5626 24,4847 8
7 70 10 25,6414 21,1065 22,1065 21,1624 6
8 70 15 21,1065 26,6414 25,7095 25,6359 7
9 70 20 21,598 22,598 21,6742 21,5907 8
Tabel 3.3 Analisa Uji Volatil Matter
%
% % M1 M2 M3
No volatile
batubara Perekat (gram) (gram) (gram)
matter
1 100 10 35,7200 36,7200 36,0891 45
2 100 15 38,8370 39,8370 39,2112 43
3 100 20 37,4863 38,4863 37,8443 46
4 90 10 38,0845 39,0845 38,4669 43
5 90 15 33,7955 34,7955 34,1623 45
6 90 20 34,7859 35,7859 35,1455 45
7 70 10 34,5543 35,5543 34,8585 54
8 70 15 35,0753 36,0753 35,3818 54
9 70 20 33,5014 34,5014 33,7872 55
Tabel 3.5 Hasil Analisa Biobriket 90% Batubara dan 10% Serbuk Gergaji
3.2 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk dapat membuat biobriket dan menganalisa kualitas
biobriket. Briket merupakan konversi dari sumber energi padat berupa batubara yang
dibentuk dan dicampur dengan bahan baku lain sehingga memiliki nilai kalor yang lebih
rendah daripada nilai kalor batubara itu sendiri. Adapun komposisi divariasikan anatara
lain batubara 100% ,batubara 90%;serbuk gergaji 10%, dan batubara 70%;serbuk gergaji
30%. Masing-masing komposisi briket ditambahkan perekat sagu dengan variasi 10% ,
15%, dan 20%. Analisa kualitas biobriket meliputi analisa proksimat yang terdiri dari
analisa kadar air, kadar abu, volatile matter dan fixed carbon, serta analisa uji nyala.
Analisa pertama yakni analisa kadar air. Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam briket. Kadar air mencerminkan kemurnian briket, karena apabila
kadar airnya terlalu besar maka bahan tersebut makin sulit terbakar. Pada gambar 3.1
briket dengan 3 komposisi berbeda diketahui semakin besar penambahan perekat naka
semakin besar kadar air dari briket tersebut. Hal ini disebabkan karena pada proses
pembuatan perekat ditambahkan sejumlah air pada sagu.
Sedangkan jika dilihat dari tabel 3.4 komposisi briket yang berbeda menghasilkan
kadar air yang belum memnuhi standar dimana standar acuan digunakan berupa Standar
Nasional Indonesia atau SNI 01-6235-2000. Kadar air maksimum yang diijinkan yakni
maksimal 8 %. Sedangkan dari hasil analisa diperoleh kadar air terendah sebanyak 16%
dengan komposisi 70% batubara dan 30% serbuk gergaji.
25
20
15
% kadar air
10
0
0 5 10 15 20 25
% perekat
Hal ini terjadi dikarenakan semakin tinggi nilai persen perekat maka persen kadar
air juga meningkat. Menurut Asri, dkk (2017) kadar air yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan briket yang dihasilkan semakin lama terbakar.
Analisa kedua yakni penentuan kadar abu pada briket. Tujuannya adalah untuk
mengetahui kandungan mineral yang terdapat didalam briket. Kadar abu juga merupakan
faktor yang menunjukkan kemurnian briket. Kedua metode ini saangat berpengaruh
terhadap kuaitas briket. Pada gambar 3.2 dapat diketahui semakin banyak kandungan
serbuk gergaji maka kadar abu yang dimiliki semakin rendah. Hal ini disebabkan karena
serbuk gergaji merupakan senyawa yang ikut terbang sehingga menyebabkan kadar abu
dari briket semakin rendah. Kadar abu yang tinggi didalam batubara tidak mempengaruhi
proses pembakaran batu bara itu sendiri, namun dapat memperbesar kerugian yang
disebabkan terdapatnya sejumlah bahan bakar yang terbuang bersama dengan abu.
Disamping itu kadar abu tinggi dalam batubara akan mempersulit penyalaan batubara
tersebut.
Pada praktikum ini nilai kadar abu pada komposisi briket 90%batubara;10%
serbuk gergaji dan 70%batubara;30%serbuk gergaji pada masing-masing variasi perekat
memenuhi standar SNI yaitu maksimal 8%. Namun pada komposisi briket 100% batubara
dengan berbagai variasi perekat tidak ada yang memenuhi standar SNI. Hal ini
disebabkan pada saat proses pembakaran menggunakan furnace terdapat galat dimana ada
sebagian briket yang ikut terbakar. Data dapat dilihat pada tabel 3.5 dan gambar 3.2.
10
9
8
7
% Kadar Abu
6
5
4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25
% Perekat
Analisa ketiga yakni analisa volatile matter. Volatile Matter adalah banyaknya zat
yang hilang bila sampel batu bara dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan.
Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar, seperti
hidrogen, karbon monoksida, dan metan, serta sebagian kecil uap yang dapat mengembun
seperti tar, hasil pemecahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat, sulfur dari pirit,
dan air dari lempung.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil analisa seperti pada tabel 3.3 dan
gambar 3.3 dimana secara keseluruhan nilai volatil matter baik pada variasi perekat sagu
10% , 15%, maupun 20% mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan teori semakin
banyak perekat maka kandungan zat mudah menguap akan semakin tinggi.
60
50
%Volatile Matter
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25
% Perekat
Sedangkan pada analisa fixed carbon diperoleh data analisa seperti pada tabel
3.4;3.5;3.6 dan gambar 3.4. Fixed carbon atau FC menyatakan banyaknya karbon yang
terdapat dalam material sisa setelah volatile matter dihilangkan. FC ini mewakili sisa
penguraian dari komponen organik batubara ditambah sedikit senyawa nitrogen,
belerang, hidrogen dan mungkin oksigen yang terserap atau bersatu secara kimiawi.
Secara keseluruhan hasil fixed carbon tertinggi berada pada komposisi briket
dengan variasi perekat 10%.
35
30
%Fixed Carbon
25
20
15
10
0
0 5 10 15 20 25
% Perekat