Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai
negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas,
akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian
hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas dan kualitas hidup
dimasyarakat.1
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti
dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara
yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan
dan bahkan kematian karena asma. Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan
benar yang dilakukan oleh National Institute of Heallth National Heart, Lung and
Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World Health Organization
(WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk
melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka
kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan
masing-masing.2,3
Berdasarkan laporan dari WHO pada saat ini prevalensi asma diperkirakan
mencapai 300 juta di seluruh dunia dan akan terus meningkat hingga 400 juta
penderita pada tahun 2025. Hasil penelitian International study of asthma and
allergies in childhood ( ISAAC) pada tahun 2005 diperkirakan prevalensi asma di
Indonesia meningkat dari 4,2% hingga 5,4% dari seluruh penduduk di Indonesia,
artinya saat ini terdapat 12,5 juta pasien asma di Indonesia.4
Menurut data yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
pada tahun 2011, diperkirakan sebanyak 300 juta manusia menderita asma. Di
Amerika Serikat, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh National Center for Health
Statistics of the Centers for Disease Control and Prevention (CDC 2011), selama
tahun 2001 sampai dengan tahun 2009, proporsi penderita asma disegala usia
meningkat setinggi 12,3%.4 Sedangkan di Indonesia, dari data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi penyakit asma mencapai 4%.5 Angka ini jauh

1
diatas prevalensi asma pada tahun 1995 menurut survei Kesahatan Rumah Tangga
(SKRT) yang hanya 1,3%.6 Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya yaitu jenis kelamin, usia, status atopi, faktor keturunan serta factor
lingkungan. Asma dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan di segala usia
terutama usia dini. Perbandingan asma pada usia dini adalah laki-laki: perempuan
yaitu 2:1, sedangkan pada usia remaja didapatkan perbandingan yang sama 1:1.4,5
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut
sebagai faktor pencetus antara lain alergen misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang,
beberapa makanan laut dan udara dingin, infeksi saluran nafas terutama oleh virus
seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asthma bronkiale, stress baik fisik maupun psikologis, olah raga atau
aktifitas fisik yang berlebihan, obat obatan seperti penicillin, salisilat, beta blocker,
kodein dan sebagainya, polusi udara misalnya udara berdebu, asap pabrik /
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
fotokemikal, serta bau yang tajam, dan lingkungan kerja.6,7
Prinsip pengobatan asma tidak saja mengobati dan menghilangkan gejala segera
setelah pengobatan dihentikan akan tetapi merupakann pengobatan jangka lama.
Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus, laki-laki dengan asma eksaserbasi yang
dirawat di RSUP Prof. DR. Dr. Kandou Manado sejak 13 Februari 2015.

Anda mungkin juga menyukai