Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh banyak hal salah satunya


kelainan telinga. Kelainan telinga dapat dibagi menjadi dua sesuai dengan regio
anatominya yakni telinga luar (eksterna) dan kelainan telinga tengah. Kelainan telinga
dapat disebabkan oleh adanya kelainan kongenital dan accuired atau didapat. Pada
kelainan kongenital sangat erat kaitannya dengan anatomi telinga itu sendiri,
sedangkan pada kelainan yang di dapat, sebagian besar penyebabnya adalah karena
infeksi.1 Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
secara terus menerus atau hilang timbul. OMSK dahulu disebut sebagai otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan masyarakat Indonesia adalah congek.1
OMSK dapat berasal dari Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi
membran timpani yang proses perjalanan penyakitnya lebih dari 2 bulan. Bila proses
infeksi kurang dari 2 bulan, maka disebut dengan otitis media supuratif subakut.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah terapi yang
terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh
pasien rendah (gizi kurang), atau hygiene buruk. OMSK dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu OMSK tipe aman/mukosa/benigna dan OMSK tipe ganas/tulang/maligna.
OMSK tipe jinak jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat
kolesteastoma. Sedangkan OMSK tipe ganas dapat menimbulkan komplikasi yang
berbahaya.1
OMSK merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan pada praktik
THT-KL. OMSK lebih sering terjadi di negara-negara berkembang terkait faktor
penyebab seperti otitis media akut yang tidak mendapat terapi adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah akibat gizi kurang, atau
permasalahan hygiene yang buruk.1 Prevalensi OMSK di dunia adalah sekitar 65-
330.000.000/tahun. Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu
penyebab tuli yang terbanyak, terutama di negara-negara berkembang, dengan
2

prevalensi antara 1-46%. Di Indonesia antara 2,10-5,20%, Korea 3,33%, dan Madras
India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan
bangsa Indian di Amerika Utara. Angka kejadian OMSK di negara berkembang
sangat tinggi dibandingkan dengan negara maju. Hal ini disebabkan oleh faktor
kebersihan yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk,
serta masih adanya kesalahpahaman masyarakat terhadap penyakit ini sehingga
mereka tidak berobat sampai tuntas.2,3

Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996, dari 220 juta
penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Prevalensi
OMSK di Indonesia (2002) secara umum adalah 3,8%, dimana pasien OMSK
merupakan 25% pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Penderita OMSK di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sebanyak 90 pasien pada
Oktober-Desember 2004, di RSUP Dr. Kariadi Semarang sebanyak 30 pasien pada
Maret-Juni 2008, dan penderita OMSK di RS Dr. Sardjito Yogyakarta sebanyak 460
pasien pada 2002.4,5
3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik


Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga tengah
yang terjadi lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang
keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer
atau kental, bening atau berupa nanah. OMSK juga disebut otitis media mukosal aktif
kronis, oto-mastoiditis kronis, dan timpanomastoiditis kronis. Penyakit ini biasanya
tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya
komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe ganas seperti labirinitis,
mastoiditis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian.1

2.2 Anatomi Telinga


Telinga manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga
bagian tengah, dan telinga bagian dalam. Pada setiap bagian telinga bekerja dengan
anatomi dan tugas khusus untuk mendeteksi dan menginterpretasikan bunyi pada
otak.

2.2.1 Anatomi Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), meatus akustikus ekterna, dan
membran timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang merupakan
kartilago terbalut kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan
suara menuju meatus akustikus eksterna. Meatus akustikus eksterna, selain sebagai
tempat penyimpanan serumen, juga berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas telinga
dalam 3000 Hz 4000 Hz. Saluran ini memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Gendang
telinga atau membran timpani, memiliki ketebalan sekitar 0,1 cm dan luas sekitar 65
mm2. Gendang ini menyalurkan getaran udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah.
Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area tekanan
tinggi dan rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran timpani
4

bergetar ke dalam dan keluar. Agar membran tersebut dapat secara bebas bergerak
kedua arah, tekanan udara istirahat pada kedua sisi membran timpani harus sama.
Membran sebelah luar terekspos pada tekanan atmosfer yang melewati meatus
akustikus ekterna sedangkan bagian dalam menghadapi tekanan atmosfer dari tuba
Eustachius yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Secara normal, tuba ini
tertutup tetapi dapat terbuka dengan gerakan menguap, mengunyah, dan menelan.6

2.2.2 Anatomi Telinga Tengah


Kavitas auris media (rongga telinga tengah) atau kavitas timpani adalah ruang
berisi udara sempit pada pars petrosa ossis temporalis. Kavitas memiliki dua bagian:
kavitas timpani propia, ruang yang mengarah ke sebelah dalam membran timpani,
dan recessus epitympanicus, ruang di superior membran. Kavitas timpani
dihubungkan di anteromedial dengan nasofaring melalui tuba auditiva dan di
posterosuperior dengan sel-sel mastoid melalui antrum mastoideum. Kavitas timpani
dilapisi selaput lendir yang berlanjut dengan lapisan tuba auditiva, sel-sel mastoid,
dan antrum mastoideum. Isi auris media adalah ossicula auditus (malleus, incus, dan
stapes), musculus stapedius, musculus tensor timpani, nervus chorda timpani (cabang
N VII),dan plexus timpani.7

Kolesteatoma telinga tengah dikarakterisasikan oleh adanya epitel skuamus


bertingkat berkeratinisasi pada kavum telinga tengah. Epitel kolesteatoma
mempunyai empat lapisan yang juga ditemukan pada epidermis kulit tipis, yaitu
stratum basalis, stratum skuamus, stratum granulus, dan stratum korneum, empat
lapisan ini dinamakan matrik kolesteatoma. Terdapat lapisan perimatrik kolesteatoma
dimana pada lapisan ini mengandung kolagen dan serat elastik, fibroblas, dan sel
inflamasi. Terdapat beberapa macam pola kolesteatoma secara histologi, diantaranya
atropi, akantosis, hiperplasia, dan adanya kerucut epitel (epithelial cones). Atropi bisa
digambarkan sebagai matrik kolesteatoma yang menipis. Akantosis dikarakterisasikan
dengan proliferasi sel pada lapisan skuamus yang menghasilkan epitel yang menebal.
Hiperplasia lapisan basal ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel pada lapisan
basal matrik. Juga dapat terjadi invaginasi epitel kerucut pada perimatrik. Proses
5

inflamasi ditandai dengan adanya invasi perimatrik olah limfosit, neutrofil, plasmasit,
dan makrofag.8

2.2.3 Anatomi Telinga Dalam

Auris interna atau organum vestibulokoklear berhubungan dengan penerimaan


bunyi dan pengatur keseimbangan. Auris interna yang tertanam didalam pars petrosa,
salah satu bagian tulang temporal, terdiri dari kantong-kantong dan pipa-pipa
labyrinthus membranaceus. Sistem selaput ini berisi endolimfa dan organ-organ akhir
untuk pendengaran dan keseimbangan. Labyrinthus membranaceus berupa selaput
yang diliputi oleh perilimfa terbenam di dalam labyrinthus osseus.7

2.3 Fisiologi Pendengaran


Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga
menggerakkan perilimfa dalam skala vestibula. Getaran diteruskan melalui membran
Reissener yang mendorong endolimfa dan membran basal ke arah bawah, perilimfa
dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah
luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfa dan mendorong
membran basal, sehingga menjadi cembung ke bawah dan menggerakkan perilimfa
pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan
berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi
diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik
yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu
ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di
lobus temporalis.1

2.4 Epidemiologi
Prevalensi OMSK secara global masih sedikit dilaporkan, tetapi diperkirakan
65-330 juta individu menderita OMSK. Prevalensi OMSK di Indonesia secara
6

umumadalah 3,9%. Sedangkan di RSUP DR. M. Djamil Padang tercatat pada periode
januari 2010 hingga Desember 2012 didapatkan 704 kasus OMSK tipe aman dan 82
kasus OMSK tipe bahaya.9

2.5 Etiologi
Cairan yang keluar purulen, disebabkan oleh eksudat, yaitu cairan akibat suatu
infeksi atau alergi dengan infeksi sekunder. Kejadian OMSK hampir selalu diawali
dengan OMA yang berulang pada anak-anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor
infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoitis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis) yang
mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba yang abnormal
merupakan faktor predisposisi terjadinya OMSK.10
Menjadi kronisnya penyakit ini bergantung kepada :

a) Keganasan kuman.
b) Daya tahan tubuh yang menurun.
c) Kebersihan/hygiene.
d) Adanya infeksi fokal misalnya sinusitis, rinitis kronik, tonsilitis kronik.
e) Kelainan tuba (fungsi tidak baik/sempit) sehingga sekret tidak dapat
dikeluarkan.
f) Kelainan mukosa kavum timpani, yaitu sel rambut mengalami atrofi dan sel
mukosa menjadi gepeng. Dalam keadaan normal, mukosa kavum timpani
bersel rambut yang mampu menyapu sekret ke arah tuba.
g) OME kronis dimana akan terjadi efusi pada telinga tengah kronis sehingga
menyebabkan degenerasi jaringan fibrosa pada membrane timpani dan
menyebabkan membrane timpani melunak. Hal ini akan menyebabkan
membrane timpani rentan perforasi.

2.6 Jenis OMSK


OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK tipe jinak (tipe mukosa,
tipe benigna) dan (2) OMSK tipe ganas (tipe tulang , tipe maligna).1

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK
tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
7

secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya
terlihat basah atau kering.1

Proses peradangan pada OMSK tipe jinak terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe
jinak jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe jinak tidak
terdapat kolesteatoma.1

Yang dimaksud dengan OMSK tipe ganas adalah OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe maligna atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe ganas letaknya marginal atau di daerah atik,
kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe ganas.1

2.7 Patologi
2.7.1 Tipe Jinak
Terjadinya otitis media supuratif kronik hampir selalu dimulai dengan otitis
media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media
disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba,
alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah
mendapat infeksi telinga tengah, hal ini dikarenakan struktur tuba anak yang berbeda
dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi saluran pernafasan atas, maka otitis media merupakan komplikasi
yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis) mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-
kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani. Maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan
terperangkap di dalam kantong mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang
tepat, adekuat, dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses
patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun
kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi, polip ataupun terbentuk kantong abses
di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan
8

penatalaksanaan yang baik, perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang
terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal.
Bila terjadi perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan
terpapar ke dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang setiap
waktu.8

2.7.2 Tipe Ganas


Kolesteatoma timpani merupakan massa pelepasan epitel keratin dalam kapsul epitel
skuamus berlapis yang menyerupai tumor, dan terjadi dalam kavum timpani. penyakit
tipe ini lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya akan terbentuk kantong
retraksi dimana akan tertumpuk keratin sampai menghasilkan kolesteatoma.
Kolesteatoma merupakan suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih terdidi dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrosis. Kolesteatoma dapat
dibagi menjadi dua tipe yaitu congenital dan didapat.1,8

a. Kolesteatoma kongenital
Pada mulanya berasal dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau
dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama
perkembangan. Kolesteatoma akan berkembang dibelakang dari
membrane timpani yang masih utuh dan tidak ditemukan riwayat otitis
media sebelumnya. kongenital kolesteatoma lebih sering ditemukan pada
telinga tengah atau tulang temporal pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan parese saraf fasialis, tuli saraf dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatoma didapat
1. Kolesteatoma didapat primer
Merupakan kolesteatoma yang terbentuk tanpa perforasi membrane
timpani. Kolesteatoma terbentuk dari invaginasi membrane timpani
pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat
gangguan tuba.
2. Kolesteatoma didapat sekunder
Terbentuk setelah adanya perforasi membrane timpani. Terjadi karena
epitel kulit liang telinga atau dari pinggir perforasi membrane timpani
9

ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani


karena iritasi infeksi yang berlangsung lama.

2.8 Gejala Klinis


1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret yang keluar bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktifitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret ini dapat tidak berbau atau
berbau sangat busuk, adanya bau busuk dapat menjadi pertanda adanya kolesteatoma.
Biasanya sekret ini non-pulsatil, tetapi jika berapa pada keadaan di bawah tekanan di
celah ruang telinga tengah, maka ia akan berpulsasi. Biasanya pada otore akan
disertai dengan gejala awal lainnya seperti: gangguan pendengaran, tinnitus, dan
otalgia. Pruritus juga sering menyertai otore.11
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukus yang tidak berbau busuk
yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah
sekret dapat disebabkan infeksi saluran pernafasan atas atau kontaminasi dari liang
telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.11

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
10

ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila
tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe ganas biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang
didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.11

3. Otalgia (nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna
sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembangnya komplikasi OMSK seperti
petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.11

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis
dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
11

dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.11
Tanda- tanda klinis OMSK tipe ganas :
1. Adanya abses atau fistel retroaurikular.
2. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom).
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.9 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis
dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada
murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (Brainstem
Evoked Response Audiometry) bagi pasien atau anak yang tidak kooperatif dengan
pemeriksaan audiometri nada murni.1
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji
resistensi kuman dari sekret telinga. Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali
menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini.
Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa
tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi
pada marginal atau pada daerah atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari
OMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat: abses atau
fistel retroaurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga
luar yang berasal dari dalam telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum), sekret
berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan
kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.1

2.10 Komplikasi
Pada anak, OMSK lebih sering menimbulkan komplikasi dari pada orang
dewasa. Faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi pada anak adalah virulensi
12

kuman, daya tahan tubuh anak, adanya saluran penyebaran infeksi dan ketepatan
waktu penggunaan obat antimikroba. Komplikasi OMSK dibedakan atas 2 macam
yaitu komplikasi intratemporal dan intrakranial.1

1. komplikasi telinga tengah


a. perforasi membrane timpani persisten
b. erosi tulang pendengaran
c. paralisis nervus fasialis
2. komplikasi telinga dalam
a. fistula labirin
b. labirinitis supuratif
c. tuli sensorineural
3. komplikasi ektradural
a. abses ektradural
b. thrombosis sinus lateralis
c. petrositis
4. komplikasi susunan saraf pusat
a. meningitis
b. abses otak
c. hidrosfalus otitis

Abses subperiosteal merupakan komplikasi dari mastoiditis akut dimana terdapat


hubungan antara epitimpani telinga tengah, aditus ad antrum dan sel atau kavum
mastoid. Infeksi telinga tengah dapat menjalar ke mastoid bahkan meluas melalui
sutura timpanomastoid atau sepanjang pembuluh darah pada area kribriformis dan
dapat juga dicetuskan oleh erosi langsung korteks mastoid oleh proses inflamasi.1,9

2.11 Terapi
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-
ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini
antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :
a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar.
b. Terdapat sumber infeksi faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
d. Gizi dan faktor kebersihan yang kurang.
Untuk OMSK tipe aman fase tenang tidak memerlukan pengobatan hanya
diberikan nasihat untuk tidak mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
13

mandi, dilarang berenang dan segera berobat saat infeksi saluran napas atas. Dan bila
kondisi memungkinkan bisa disarankan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.1

Prinsip terapi OMSK tipe aman aktif ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Oleh sebab itu dianjurkan agar obat tetes telinga
jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK
yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau
eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi
diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap
ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.1

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama
2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.1

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.1

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.


Jadi bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.1
14

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1Identitas Pasien
Nama : LA
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Desa Sangsit, Kec. Sawan, Buleleng
Tgl Pemeriksaan : 20 September 2017

3.2Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar cairan dan sakit pada telinga kiri
Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSUD Kabupaten Buleleng, dengan
keluhan keluar cairan dari telinga kiri 4 hari yang lalu. Keluarnya cairan dari dalam
telinga dirasakan terutama saat pasien sedang beristirahat di tempat tidur. Pasien
mengeluh cairan yang keluar dari telinganya sedikit kental dan berwarna putih
kekuningan. Keluarnya cairan dikatakan sangat mengganggu pasien saat sedang
istirahat, dan membuat pasien tidak nyaman. Pasien sudah mencoba untuk
membersihkan sendiri namun tetap keluar. Tidak ada faktor yang memperberat dan
memperingan kondisi pasien
Riwayat deman, pusing ,trauma pada daerah wajah, riwayat benjolan atau tumor
pada hidung, dan riwayat perdarahan pada hidung disangkal. Penurunan pendengaran
pada telinga juga disangkal pasien. Riwayat gigi berlubang pada rahang disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien mengatakan bahwa ia pernah mengalami gejala yang sama sejak kurang
lebih 6 bulan yang lalu dan sempat membaik setelah diberi obat oleh dokter spesialis
THT-KL di luar RSUD. Namun, pasien mengatakan ia tidak rajin kontrol sehingga
sakit telinganya jadi kambuh-kambuhan 3-4 kali selama 6 bulan terakhir. Terakhir
pasien merasakan kambuh kembali 3 hari yang lalu dan memutuskan untuk
15

memeriksakannya ke RSUD Kabupaten Buleleng.Riwayat alergi terhadap obat dan


makanan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang serupa dengan
pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.

3.3Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 36,5 C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat badan : 60 kg
Status Gizi : Gizi baik

Status General :
Kepala : Normocephali
Muka : Simetris
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil (+/+) isokor
THT : Sesuai status lokalis
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-/-)
Pembesaran kelenjar parotis (-/-)
Kelenjar tiroid (-)
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur ()
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : dalam batas normal

Status lokalis THT :


1. Telinga

Telinga Kanan Kiri


Daun Telinga Tidak tampak sekret Tampak sekret
Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada
16

Nyeri Tarik Aurikuler Tidak ada Tidak ada


Liang Telinga Lapang Tampak sekret
Sekret Tidak tampak sekret Tampak sekret kental
kental (mukopurulen)

Membran Timpani Intak perforasi


Tumor Tidak ada Tidak ada
Mastoid Normal Normal

Tes Pendengaran
Kanan Kiri
Weber Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Rinne Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Schwabach Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

2. Hidung

Hidung Kanan Kiri


Hidung luar Normal Normal
Kavum Nasi Lapang Lapang
Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Sekret Tidak ada Tidak ada
Mukosa Normal Normal
Tumor Tidak ada Tidak ada
Konka Dekongesti Dekongesti

3. Tenggorokan

Mukosa faring Merah muda


Tonsil T1/T1, hiperemi (-), permukaan rata
Dinding belakang faring Granulasi (-) post nasal drip (-)
Dispneu Tidak ada
Sianosis Tidak ada
Suara Normal
stridor Tidak ada

3.4 Resume
17

Pasien perempuan, usia 56tahun, seorang ibu rumah tangga, mengeluhkan


keluar cairan dari telinga kiri sejak 4 hari yang lalu. Keluarnya cairan dari dalam
telinga dirasakan saat pasien sedang beristirahat. Pasien mengeluh cairan yang keluar
dari telinganya sedikit kental berwarna kekuningan. Keluarnya cairan dikatakan
sangat mengganggu pasien saat sedang istirahat. Keluhan serupa sebanyak kurang
lebih 3-4 kali sejak 6 bulan terakhir, pasien sempat berobat ke dokter namun kambuh
lagi.Dari pemeriksaan fisik didapatkan telinga kesan tenang.

3.5 Diagnosis Kerja


Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Aman Fase Aktif et Sinistra

3.6 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa:
Suction
Cuci telinga dengan larutan H2O2 3% 3-5 hari untuk menghentikan keluarnya cairan
Medikamentosa:
Cefixime 2x400mg tablet
Metilprednisolon 2 x 4 mg Tablet
KIE:
- menghindari membasahi telinga karena akan menimbulkan infeksi
- hindari mengkorek-korek telinga karena akan menimbulkan eskoriasi yang dapat
memperberat infeksi telinga
- kontrol ke Poliklinik THT bila gejala yang dirasakan tidak membaik atau
bertambah parah

3.7 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
18

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis otitis media supuratif kronik dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan bantuan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis, pasien LA, perempuan berusia 56 tahun asal Singaraja,
mengeluhkan keluar cairan pada telinga kiri dan kanan sejak 4 hari yang lalu.
Keluarnya cairan dari dalam telinga dirasakan terutama saat pasien sedang
beristirahat di tempat tidur. Pasien mengeluh cairan yang keluar dari telinganya
sedikit kental dan berwarna putih kekuningan. Keluarnya cairan dikatakan sangat
mengganggu pasien saat sedang istirahat, dan membuat pasien tidak nyaman. Pasien
sudah mencoba untuk membersihkan sendiri namun tetap keluar.

Hal ini sesuai dengan definisi Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah
infeksi kronik di telinga tengah yang terjadi lebih dari 2 bulan dengan adanya
perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus
menerus atau hilang timbul. Dimana keluhan utama dari otitis media supuratif kronik
adalah telinga berair (otorrhoe), sekret yang keluar bersifat purulen (kental, putih)
atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang
mukus dihasilkan oleh aktifitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret
ini dapat tidak berbau atau berbau sangat busuk, adanya bau busuk dapat menjadi
pertanda adanya kolesteatoma. Biasanya sekret ini non-pulsatil, tetapi jika berada
pada keadaan di bawah tekanan di celah ruang telinga tengah, maka ia akan
berpulsasi. Biasanya pada otore akan disertai dengan gejala awal lainnya seperti:
gangguan pendengaran, tinnitus, dan otalgia.
19

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dan status generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan THT pada saluran telinga luar (kanalis aurikula
eksternal) pada telinga kanan tidak tampak sekret, sedangkan pada telinga kiri pasien
tampak sekret, membran timpani pada telinga kanan intak, sedangkan pada telinga
kiri terdapat perforasi. Pemeriksaan tenggorok kesan tenang. Pada pemeriksaan
hidung didapatkan dalam keadaan normal.

Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik utama yang dilakukan dengan otoskopi


akan ditemukan adanya perforasi pada membrane timpani pasien. Pemeriksaan
tambahan dapat dilakukan dengan penala, merupakan pemeriksaan sederhana untuk
mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat
gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni,
audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked
Response Audiometry) bagi pasien atau anak yang tidak kooperatif dengan
pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen
mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga.

Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif dengan medikamentosa. Bila
sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan
H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Obat
tetes telinga yang beredar dipasaran saat ini hampir semuanya mengandung
antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu dianjurkan agar obat tetes telinga
jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK
yang sudah tenang. Secara oral dapat diberikan antibiotika dari golongan ampisilin,
atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), yang memiliki spektrum luas
sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya
telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.

Bila sekret telah kering, tetapi ditemukan perforasi yang menetap setelah di
observasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
20

membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan


pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya dengan melakukan
adenoidektomi dan tonsilektomi.

Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah antibiotik Cefixime 2x400mg
tablet untuk pengobatan infeksi karena bakteri, metilprednisolon 4 mg 2x1 tablet
sebagai anti inflamasi. Dan dilakukan cuci telinga dengan menggunakan larutan H2O2
3 % selama 3-5 hari.
21
22

BAB V
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga tengah
yang terjadi lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang
keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul.

Pada pasien LA, perempuan berusia 56 tahun asal Singaraja, mengeluhkan


keluar cairan pada telinga kiri dan kanan sejak 4 hari yang lalu. Keluarnya cairan dari
dalam telinga dirasakan terutama saat pasien sedang beristirahat di tempat tidur.
Pasien mengeluh cairan yang keluar dari telinganya sedikit kental dan berwarna putih
kekuningan. Keluarnya cairan dikatakan sangat mengganggu pasien saat sedang
istirahat, dan membuat pasien tidak nyaman. Pasien sudah mencoba untuk
membersihkan sendiri namun tetap keluar. Pada hasil anamnesis didapatkan sesuai
dengan definisi dan gejala pada OMSK.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dan status generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan THT pada saluran telinga luar (kanalis aurikula
eksternal) pada telinga kanan tidak tampak sekret, sedangkan pada telinga kiri pasien
tampak sekret, membran timpani pada telinga kanan intak, sedangkan pada telinga
kiri terdapat perforasi. Pemeriksaan tenggorok kesan tenang. Pada pemeriksaan
hidung didapatkan dalam keadaan normal. Hasil pemeriksaan fisik pasien sesuai
berdasarkan teori, yaitu pada pasien OMSK akan ditemukan perforasi membran
timpani.
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa,
yaitu obat pencuci telinga, antibiotika (tetes atau oral), kortikosteroid. Secara oral
diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi
terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai
karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam
klavulanat.
Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah antibiotik Cefixime 2x400mg
tablet untuk pengobatan infeksi karena bakteri, metilprednisolon 4 mg 2x1 tablet
23

sebagai anti inflamasi. Dan dilakuakn cuci telinga dengan menggunakan larutan H2O2
3 % selama 3-5 hari
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, AS., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, RD. 2015. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi 7.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. ChandrasheKharayya S.H., dkk. 2014. To Study the Level of Awareness
About Complications of Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM) in CSOM
Patients. Journal of Clinical and Diagnostic Research Vol 8. Hal 59
3. Dewi N. P., Zahara D. 2013. Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan : Universitas Sumatera
Utara. Hal 2.
4. Kurniadi A. 2011. Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronis di
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik pada tahun 2008-2009. Medan :
Universitas Sumatera Utara. Hal 1
5. Arvina S. 2011. Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik Rawat
Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010. Medan : Universitas
Sumatera Utara. Hal 2
6. Irawati L. 2012. FISIKA MEDIK PROSES PENDENGARAN . Majalah
Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Padang : Universitas Andalas. Hal 157.
7. Moore K.L., Dalley A.F. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Edisi 5 jilid 3.
Erlangga : Jakarta. Hal 142 ISBN 978-602-241-361-5
8. Wulandarri Y. 2010. Perbedaan Kadar Interleukin-1 Serum Darah Vena
Antara Penderita Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Jinak Dan Tipe Bahaya.
Surakarta : Universitas Negeri Sebelas Maret. Hal 12-14,
9. Edward, Y. Novianti, D. 2015. Biofilm pada Otitis Media Supuratif Kronik.
JMJ. 3(1): 68-78)
10. Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, EA. 2014 Kapita Selekta
Kedokteran edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius
11. Cody D.T.R., Kern E.B, Pearson B.W. 1986. Penyakit Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan. Jakarta : EGC. Hal 119. ISBN 979-448-015-0

Anda mungkin juga menyukai