Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH BIOFUEL

BIOMETANA SEBAGAI SUMBER ENERGI


ALTERNATIF
DARI SAMPAH ORGANIK

Disusun oleh :

Amifta Chusnia Fajriyah

(1410401016)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah berdampak secara


langsung terhadap kenaikan harga kebutuhan hidup lainnya (Walhi 2005). Hal
ini berakibat juga terhadap laju inflasi di negara kita. Pada bulan Januari 2006
terjadi inflasi 1,36 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang
ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok-kelompok barang dan jasa,
termasuk kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,70
persen (BPS, 2006). Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ini
dipengaruhi oleh kondisi pasar minyak dunia (Jakarta 2005).

Krisis BBM kini sedang mengancam Indonesia. Di Indonesia, sumber


utama energi masih bertumpu pada jenis bahan bakar minyak. Padahal banyak
sumber energi alternatif lain yang dapat dimanfaatkan, bahkan mampu
menggantikan peran energi fosil tersebut. Direktur Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi BPPT, Unggul
Priyanto mengatakan Cina merupakan negara yang telah menggantikan
penggunaan BBM dengan sumber energi alternatif yaitu batu bara. Negara itu
kini mengkonsumsi batu bara hingga 70% dari total konsumsi energi nasional.
Sementara Rusia dan Inggris memanfaatkan gas sebagai energi alternatif
nasional hingga 60%. Di Afrika, 90% kebutuhan energi dipenuhi dari batu
bara. Hal yang sama juga dilakukan oleh India yang memakai batu bara sebesar
60% hingga 70% (Rahayuningsih 2005).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpendapat, Ketergantungan


terhadap energi konvensional selama ini mengandung banyak resiko. Selain
akan habis karena dieksploitasi dan dikonsumsi, cadangannya juga akan
semakin menipis. Jika tidak ada langkah sistematis, maka akan ada dampak
pemanasan global terhadap eksistensi bumi dan segala makhluk yang ada di
dalamnya. Oleh sebab itu, harus dicari energi alternatif yang sifatnya
terbarukan. (Pertamina, 2005). Energi yang terbarukan tersebut, dapat
diperoleh dari pengolahan sampah dengan metoda tertentu. Hal ini dapat juga
dijadikan solusi dalam menangani masalah sampah di Indonesia.

Di Indonesia timbunan sampah mencapai 22,5 juta ton pada tahun 1995
dan diperkirakan akan mencapai 53,7 juta ton pada tahun 2020. Sumber
sampah terbesar adalah sampah rumah tangga, sumber terbesar kedua adalah
sampah dari pasar tradisional (Lu Aye dan Widjaya 2005). Kota Bandung
setiap hari menghasilkan 2100 ton timbunan sampah. Kebutuhan lahan untuk
dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Indonesia pada tahun
1995 adalah 675 hektar sedangkan tahun 2020 luas lahan yang diperlukan akan
meningkat menjadi 1610 hektar (Mungkasa, 2004). Di satu sisi, daerah
perkotaan sendiri semakin sulit menyediakan lahan kosong untuk dijadikan
TPA. Metode pengolahan sampah yang hanya memerlukan lahan dalam jumlah
terbatas merupakan hal yang penting untuk dicari.

Data BPS pada tahun 2001 menunjukkan bagaimana penanganan sampah


di masyarakat: sampah yang diangkut (18,03%), sampah yang ditimbun
(10,46%), sampah dibuat sebagai kompos (3,51%), sampah yang dibakar
(43,76%), dan lainnya meliputi pembuangan sampah ke sungai atau
pekarangan kosong (24,24%).

Penanganan sampah seperti disebutkan di atas membuat sampah potensial


sebagai sumber pencemaran dan sumber penyakit. Sampah yang dibuang
sembarangan ke sungai atau saluran pembuangan dapat menimbulkan banjir di
saat musim hujan tiba. Masalah lain yang ditimbulkan oleh sampah adalah
menurunnya kualitas air karena pembuangan sampah ke sungai, merembesnya
air lindi dari TPA ke air tanah dangkal dan air permukaan, pencemaran udara
akibat timbulnya bau serta merebaknya dioxin yang bersifat karsinogen
(Mungkasa, 2004). Penanganan sampah yang baik yaitu dengan menerapkan
prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Hal lain yang dapat dilakukan adalah
memanfaatkan sampah sebagai sumber energy (waste to energy) (Mungkasa,
2004) misalnya dengan mengubah sampah menjadi biogas.

Biogas adalah produk yang dihasilkan secara biologis oleh


mikroorganisme (J.H. Reith 2003). Proses biologis yang terjadi adalah
pengolahan senyawa organik oleh bakteri dalam keadaan anaerob. Gas yang
dihasilkan yaitu, biohidrogen, bioetanol, dan biometana. Ketiga jenis biogas
tersebut dapat digunakan sebagai alternatif sumberdaya energi yang dapat
didaur ulang (Saraa). Biogas merupakan salah satu cara untuk mengatasi
permasalahan kekurangan sumberdaya energi dan pencemaran lingkungan oleh
sampah serta kotoran. Hal ini mengakibatkan biogas sangat potensial untuk
dikembangkan dan diaplikasikan di Indonesia.

Makalah ini membahas mengenai biometana yang dihasilkan dari


penguraian sampah organik oleh bakteri melalui proses pencernaan anaerobik
pada pH dan keadaan tertentu.Gas metana yang dihasilkan dalam proses ini
dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti LPG, minyak tanah, atau
untuk bahan bakar lainnya (Aprianti 2005).

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana cara masalah sampah yang menumpuk di Indonesia

2. Bagaimana biogas dapat digunakan sebagai pengganti BBM dengan harga


yang relatif murah

2 Tujuan

1. Penggunaan sampah organik sebagai bahan baku utama diharapkan dapat


menyelesaikan permasalahan dalam penanganan sampah di Indonesia.
2. Tujuan utama dari pengembangan biometana adalah untuk memberikan
suatu solusi dalam penyediaan sumber energi alternatif dari sumber energi
utama yaitu BBM yang relatif lebih murah.

BAB II

PEMBAHASAN

Sampah yang tidak diolah dengan baik dapat sebagai sumber pencemaran
dan sumber penyakit. Sampah yang dibuang sembarangan ke sungai atau saluran
pembuangan dapat menimbulkan banjir di saat musim hujan tiba. Masalah lain
yang ditimbulkan oleh sampah adalah menurunnya kualitas air karena
pembuangan sampah ke sungai, merembesnya air lindi dari TPA ke air tanah
dangkal dan air permukaan, pencemaran udara akibat timbulnya bau serta
merebaknya dioxin yang bersifat karsinogen (Mungkasa, 2004). Penanganan
sampah yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle).
Hal lain yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan sampah sebagai sumber
energy (waste to energy) (Mungkasa, 2004) misalnya dengan mengubah sampah
menjadi biogas.

1. Proses Pembuatan Biogas

Biogas dibuat melalui fermentasi anaerobik. Selama proses ini, bahan-


bahan organik didekomposisi oleh mikroorganisme. Pada awal proses
dekomposisi, bahan organik dipecah menjadi molekul molekul lain seperti
glukosa, asam amino, gliserin, dan asam lemak. Pada proses pembuatan biogas,
mikroorganisme mengubah (konversi) bahan-bahan organik menjadi gas
hidrogen dan gas karbon dioksida yang kemudian lebih lanjut diubah menjadi
gas metana dan air (http://www.fnrserver.de/cms35/Biogas.399.0.html)

menurut reaksi : CO2 + 4H2 menjadi CH4 + 2H2O

Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut,


maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta
salah satu di antaranya berbentuk CH4 atau gas metan. Gas metan yang
bergabung dengan CO2 atau gas karbondioksida yang kemudian disebut biogas
dengan perbandingan 65 : 35.

Syarat dasar dalam proses pembuatan biogas adalah C/N rasio antara 20-
25, sedangkan pada sampah di atas 40. Karena itu, untuk menurunkan
kelebihan tersebut diperlukan sumber N baru, baik berbentuk kotoran maupun
pupuk (urea). Sebagai gambaran dalam skala kecil, sampah rumah tangga
menghasilkan 1.000 liter sampah atau 300 kg sampah per harinya yang mampu
menghasilkan sekitar 50-60 persen gas CH4, metan, dan sisanya karbon
dioksida. Dalam satu bulan mampu menghasilkan biogas. Jika dimanfaatkan
untuk kompor gas telah mampu menghemat bahan bakar yang harganya cukup
mahal. Sementara sampah dari bioreaktor yang tidak bisa dikonversi dan
berupa limbah dapat dimanfaatkan untuk kompos. Limbah kompos itu dapat
digunakan sebagai pupuk untuk tanaman
(www.riaupos.com/web/content/view/5793/7/ -)

Berikut merupakan langkah-langkah dalam membuat biogas, yaitu:

A. Fermentasi

Fermentasi adalah proses pencernaan anaerob senyawa organik


oleh suatu mikroorganisme untuk mendapatkan energi selama
pertumbuhan (J.H. Reith 2003). Pada proses ini dihasilkan campuran
metabolit berupa gas dengan komposisi utama gas metana (2/3), gas
karbon dioksida (1/3) dan efluen dengan BOD (Biological Oxygen
Demand) yang lebih rendah dibandingkan material input (Taconi 2004).
Gas-gas hasil metabolisme fermentasi tersebut biasa disebut dengan
biogas. Komposisi metana dan karbon dioksida dalam biogas bervariasi,
bergantung kepada substrat yang diberikan ke dalam biodigester, waktu
retensi dan temperatur (Taconi 2004). Secara umum, proses pencernaan
anaerob dibagi menjadi empat tahap, yaitu (J.H. Reith 2003)

Tahap 1 : Hidrolisis (tahap pemecahan polimer). Molekul-molekul besar


seperti protein dan karbohidrat dalam limbah organik dan kotoran
didegradasi menjadi molekul yang lebih sederhana. Degradasi ini
dilakukan oleh enzim hidrolitik ekstraselular yang dihasilkan dari bakteri
hidrolitik.

Tahap 2 : Asidifikasi. Molekul sederhana seperti glukosa yang dihasilkan


pada tahap 1 difermentasi oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri
pembentuk asam. Pada tahap ini, glukosa akan diubah menjadi suatu
molekul asam dengan jumlah karbon yang lebih sedikit. Produk utama dari
proses asidifikasi ini adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan
etanol. Bakteri yang terlibat dalam proses ini adalah bakteri asetogenik.
Tahap 3 : Asetogenesis yaitu pengubahan asam lemak volatil menjadi
asetat dan H2.

Tahap 4 :Metanogenesis. Asam-asam yang dihasilkan pada tahap 3 akan


diproses oleh bakteri metanogenik anaerobik obligat untuk menghasilkan
metana. Tahapan fasa ini dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini (J.H.
Reith 2003)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pencernaan


anaerob, yaitu suhu/temperatur, pH, toksisitas, kadar oksigen, efek agitasi,
nutrisi, dan konsentrasi optimum asetat. Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi proses fermentasi adalah bakteri. Bakteri-bakteri ini
bertindak sebagai perkursor pada fermentasi yang diharapkan. Pada setiap
tahap fermentasi dilibatkan bakteri- bakteri tertentu dengan karakteristik
enzimnya yang spesifik. Pada tahap metanogenesis, diperlukan bakteri
metanogenik yang dapat mengubah senyawa-senyawa asam hasil
asidifikasi menjadi gas metana dan karbon dioksida.

Tabel 1 (Taconi 2004) di bawah ini menjelaskan tipe, spesies, dan


turunan dari bakteri metanogen asetilasi.

Organisme Substrat tempat tumbuh

Methanosarcina -
Acetvorans C2A Asetat
Bakteri MS CO2/H2
Bakteri 227 methanol, metilamin
Bakteri DM Asetat, methanol, metilamin
Bakteri CHTI CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Bakteri FR-I CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Bakteri Fusaro Asetat, methanol, metilamin
Mazei MC3 CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Mazei LYC CO2/H2, Asetat/H2, methanol,
metilamin
Mazei S-6 CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Thermophila TMI CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Vacuolata Z-761 CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Strain MP CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Methanosaeta -
Concilii CO2/H2, Asetat, methanol, metilamin
Soehngenii VNBF Asetat, methanol, metilamin
Soehngenii pfikon Asetat/ CO2
Soehngenii Hanya asetat
Soehngenii FE Hanya asetat
CALS-1 Hanya asetat

Bakteri utama dari proses metanogenesis berasal dari spesies


Methanosaeta soehngenii dan Methanosarcina sp. Kedua bakteri tersebut
memiliki sifat fisiologis dan psikologis yang unik. (Taconi 2004). Kedua
bakteri tersebut memproduksi etanol dan asam asetat menurut reaksi
sebagai berikut:

6CO + 3H2O CH3CH2OH + 4CO2 (1.1)

6H2 + 2CO2 CH3CH2OH + 3H2O (1.2)

4CO + 2 H2O CH3COOH + 2CO2 (1.3)

2 H2 + 4CO2 CH3COOH + 2 H2O (1.4)

Formulasi Nutrien Methanogen Menurut Speece (1996)

Unsur Jumlah yang dibutuhkan


(mg/g asetat)
NH4-N 3.3
PO4-P 0.1
S 0.33
Ca 0.13
Mg 0.018
Fe 0.023
Ni 0.004
Co 0.003
Zn 0.02
Selain terbentuk karbon dioksida, air dan metana, dihasilkan juga gas-
gas sampingan seperti NO2, NH3, H2S. Gas sampingan yang paling
merugikan adalah H2S karena sifatnya yang korosif dan berbau cukup
mengganggu (walaupun pada proses ini hanya dihasilkan dalam kadar ppm).
Akan tetapi, H2S bukan merupakan senyawa sulfur terbanyak dalam biogas
(Fras Annika T. Anderson 2004). Oleh karena itu dilakukan usaha untuk
menghilangkan gas ini. Metoda pengolahan biogas akan dibahas secara
khusus pada bagian berikutnya.

B. Biodigester / tempat fermentasi

Biodigester adalah suatu wadah kedap udara sebagai tempat


kotoran(sampah) dan air limbah organik difermentasi oleh bakteri pada
kondisi anaerob. Gambar disain alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 2
(Barron 2001) dengan penjelasan sebagai berikut :

Prinsip kerja alat ini adalah sebagai berikut :

a. Air limbah dan kotoran organik masuk melalui lubang pengisi (fill hole)
ke dalam ruang digester.
b. Di dalam ruang digester, air limbah dan kotoran organik akan di
fermentasi oleh bakteri. Tekanan dari gas yang dihasilkan oleh proses
fermentasi ini akan terukur oleh katup uji (check valve) sehingga akan
diketahui jumlah gas yang dihasilkan melalui tekanan yang terukur.
c. Efluen dan endapan yang dihasilkan dikeluarkan melalui katup uji
bagian bawah sedangkan katup uji bagian atas digunakan sebagai
saluran pengeluaran jika terjadi kelebihan aliran (overflow).
d. Campuran gas yang dihasilkan akan tersalurkan melalui katup uji. Uap
air yang terbawa bersama campuran gas yang dihasilkan akan
mengalami kondensasi dan akan masuk ke dalam suatu wadah
penangkap air (water traps). Biogas kemudian keluar melalui katup yang
di ujungnya tersambung dengan bak filter air sehingga mengalami
proses pemurnian.
e. Setelah mengalami pemurnian dengan KMnO4 dan KOH, biometana
akan ditampung terlebih dahulu dalam suatu bak penampungan.
Biometana dari bak penampungan dapat langsung digunakan sebagai
sumber bahan bakar. Aliran biometana menuju kompor terjadi secara
spontan karena tekanan yang tinggi dari biometana.

C. Pengolahan Biogas

1. Penghilangan H2S

Proses asidifikasi menghasilkan senyawa H2S (Taconi 2004) yang


sifatnya bau. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan H2S dari biogas hasil fermentasi, yaitu:

a. Cara pertama adalah dengan menyemprotkan NaOH pada sampah


yang sedang difermentasikan sehingga H2S yang baru terbentuk
akan langsung dinetralkan oleh NaOH yang ada. Namun secara
ekonomis dan ditinjau dari faktor fermentasi, cara ini tidak begitu
disukai. Hal ini karena ketersediaan senyawa NaOH yang cukup
mahal dan penggunaan yang berlebihan akan mengurangi efisiensi
fermentasi (derajat pH akan meningkat sehingga faktor pH dari
fermentasi tidak dapat dipenuhi). Masalah paling buruk adalah jika
pH dari larutan terlalu tinggi dapat mematikan bakteri tersebut
sehingga proses fermentasi dapat terhenti (Zicari 2003).
b. Cara kedua adalah dengan konsep adsorpsi ferat hidrat (Fe(OH)3),
dalam proses ini gas H2S akan diserap oleh senyawa ferat hidrat
dan mengalami reaksi redoks (ferat tereduksi menjadi ferit, sulfida
teroksidasi menjadi belerang). Belerang lebih tidak berbau
dibanding dengan sulfida sehingga cara ini dianggap cukup efektif.
Karena karakteristik dari tanah tropis mempunyai komposisi
besi(III) yang tinggi, maka dapat digunakan tanah sebagai
adsorben. Hal inilah yang menyebabkan cara ini jauh lebih disukai
dari pada cara lainnya (Zicari 2003).
c. Cara ketiga adalah dengan menggunakan adsorber komposit
polimer MCM-41. Komposit polimer MCM-41 dapat
mengadsorpsi gas H2S pada temperatur rendah (Xiaochun Xu
2005).
d. Cara keempat yaitu dengan penambahan KMnO4. Kelebihan cara
ini yaitu ketersediaan KMnO4 yang mudah dan murah.
Selain keempat cara diatas terdapat beberapa cara- cara lain yang dapat
digunakaan untuk penghilangan H2S dari biogas seperti dengan
menggunakan besi klorida (Fras Annika T. Anderson 2004) bakteri
kemotropik dan fototropik (M. Syed 2006), hidrat tetra-n-butil
amonium bromida semi-klatrat (TBAB) (Yasushi Kamata 2005).
Salah satu keuntungan penghilangan H2S yaitu kemudahan dalam
pengkompresan biogas, jika biogas tersebut akan disimpan dalam
tabung yang mudah dibawa-bawa (S. S Kapdi 2005).

2. Pengurangan Kadar Air

Air merupakan salah satu produk utama dari proses fermentasi


(Krich, Augenstein et al. 2005). Oleh karena itu dilakukan suatu cara
untuk mengurangi kadar air dari biogas yang dihasilkan sehingga
kemurniaannya cukup tinggi. Cara paling mudah dari proses
penghilangan air adalah dengan cara kondesasi dari uap tersebut. Cara
kondensasi ini dapat dilakukan secara alami dengan menggunakan pipa
berlekuk pada proses penyaluran biogas dari biodigestion menuju
penampungan biogas. Pipa-pipa berlekuk dan suhu yang cukup rendah
secara alami akan mengkondesasikan uap air menjadi air sehingga
jumlah air dalam biogas akan berkurang.

3. Pengurangan Kadar CO2

Cara yang dilakukan untuk mempertinggi kemurnian biogas yaitu


dengan penghilangan CO2 (S. S Kapdi 2005). Dapat dilakukan dengan
melarutkan CO2 kedalam air membentuk asam karbonat. Pada proses
ini kami mengubah CO2 dalam biogas menjadi asam karbonat, dengan
mereaksikannya dengan KOH (Abdulkareem 2004).

2. Biogas sebagai pengganti BBM

Harapan utama dari pengembangan biometana adalah biometana dapat


menggantikan ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak,
terutama dalam fungsinya sebagai bahan bakar. Dengan demikian, usaha
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan BBM dapat berkurang. Biaya yang
dibutuhkan oleh masyarakat dalam penyedian bahan bakar akan jauh lebih
kecil dibandingkan dengan penggunaan BBM. Sebagai contoh, dalam proses
ini dengan menggunakan biodigester sebesar 2 m3 dan kotoran babi 5 liter
dihasilkan biogas sebanyak 1 m3 (Barron 2001), setara dengan LPG pada
tangki 11 Kg (Barron 2001). Kota bandung menghasilkan sampah hingga 2100
ton perhari (Mungkasa, 2004). Dapat dibayangkan pengurangan pengeluaran
biaya yang dibutuhkan dalam penyedian bahan bakar jika sampah-sampah
tersebut difermentasikan menjadi biogas. Selain itu komposit sisa fermentasi
dapat digunakan sebagi pupuk kompos yang dapat diberikan kepada petani
sehingga petani akan mengurangi ketergantungannya terhadap pupuk buatan.
Selain dari permasalahan bahan bakar (BBM), secara bersamaan
permasalahan dalam penanganan sampah akan berkurang. Penggunaan sampah
organik sebagai bahan baku akan mengurangi jumlah sampah yang harus
ditangani oleh pemerintah, sehingga permasalahan dalam penyedian TPA dan
atau TPS dapat diatasi. Berkurangnya jumlah sampah yang akan ditumpuk di
suatu TPA atau TPS secara siginifikan akan mengurangi besarnya polusi
lingkungan yang disebabkan penumpukan sampah, seperti pencemaran tanah,
air, bau tak sedap dan lainnya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari makalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Sampah dapat dijadikan sebagai biogas yang mempunyai prospek bagus


untuk dikembangkan sebagai sumber energi alternatif pengganti BBM.
2. Teknologi pembuatan biogas sangat sederhana dan tidak memerlukan
biaya yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai energi alternatif yang
murah dan ramah lingkungan
3. Dengan kegiatan membuat biogas ini dapat mengurangi permasalahan
penumpukan sampah di dalam Negri.
DAFTAR PUSTAKA

ABDULKAREEM, A. S. (2004) Refining Biogas Produced from Biomass: An


Alternative to Cooking Gas. Leonardo Journal of Sciences.

APRIANTI, Y. (2005) Pencipta Reaktor Biogas.

BARRON, G. (2001) A Small-Scale Biodigester Designed and Built in the


Philippines by Gerry Baron. FRAS ANNIKA T. ANDERSON, A. K.,
BO H. SVENSSON DAN JORGEN

EJLERTSSON (2004) Occurrence and abatement of volatile sulfur compounds


during biogas production. Journal Air and Waste Management
Association.

J.H. REITH, R. H. W. A. H. B. (2003) Bio-methane & Bio-hydrogen Status and


perspectives of biological methane and hydrogen production, Dutch
Biological Hydrogen Foundation. JAKARTA, U. S. E. (2005)
INDONESIA: ENERGY HIGHLIGHTS JANUARY 2006.

KANAGACHANDRAN, D. K. (2004) Biogas Generation from Brewery Wastes:


Demonstration at a Laboratory Scale. MBAA.

KATIMA, J. (2001) Production of biogas from water hyacinth: effect of subtrate


concentration, particle size and incubation period. Tanzania Journal of
Science.

KRICH, K., AUGENSTEIN, D., BATMALE, J., BENEMANN, J., RUTLEDGE,


B. & SALOUR, D. (2005) Biomethane from Dairy Waste A
Sourcebook for the Production and Use of Renewable Natural Gas in
California. california, USDA Rural Development.

LU AYE DAN WIDJAYA, E. (2005) Environmental and economic analysis of


waste disposal options for traditional markets in Indonesia. Waste
Management,.

M. SYED, G. S., P. FALLETTA AND M. BLAND (2006) Removal of


hydrogen sulfide from gas streams using biological processes - A
review. CANADIAN BIOSYSTEMS ENGINEERING, Volume 48.

PERTAMINA (2005) PERSOALAN ENERGI PERLUKAN SOLUSI SEGERA

RAHAYUNINGSIH (2005) ENERGI ALTERNATIF DAN KEMAUAN


POLITIK PEMERINTAH
S. S KAPDI, V. K. V., S. K. RAJESH DAN RAJENDRA PRASAD. (2005)
Biogas scrubbing, compression and storage: perspective and prospectus
in Indian context. Renewable Energy.

SARAA, M. Experience with biogas plant modernization with ADA reactor.

TACONI, K. A. (2004) Methanogenic Generattion Of Biogas From Syntesis Gas


Fermentation Wastewater. Chemical Enginering. Mississipi,
Mississipi State University.

WALHI (2005) Dampak Globalisasi "Pasar Bebas" Terhadap Bahan Bakar.

XIAOCHUN XU, I. N., AND CHUNSHAN SONG (2005) Low-Temperature


Removal of H2S by Nanoporous Composite of Polymer-Mesoporous
Molecular Sieve MCM-41 as Adsorbent for Fuel Cell Applications.

YASUSHI KAMATA, Y. Y., TAKAO EBINUMA, HIROYUKI OYAMA,


WATARU SHIMADA DAN HIDEO NARITA (2005) Hydrogen
Sulfide Separation Using Tetra-n-butyl Ammonium Bromide Semi-
clathrate (TBAB) Hydrate. Energy and Fuels.

ZICARI, S. M. (2003) REMOVAL OF HYDROGEN SULFIDE FROM BIOGAS


USING COW-MANURE COMPOST. Department of Biological and
Environmental Engineering. Cornell, Cornell University.

BPS (2006) Press Releases. BPS Statistic Indonesia.

MUNGKASA, O. M. (Agustus 2004) Sampah Masih Jadi 'Sampah'. Percik. ITB

Anda mungkin juga menyukai