Anda di halaman 1dari 14

BAB-1

TUJUAN PERENCANAAN PAJAK

S eberapa besar atau seringkah pajak menyentuh kehidupan kita? Bayangkan apa yang dilakukan
oleh setiap individu dan/atau perusahaan pada setiap harinya. Membeli dan mengonsumsi
makanan atau minuman, bahan baku & bahan penolong, melakukan perawatan, pemeliharaan &
perbaikan bangunan, kendaraan, mesin dan alat pabrik, mengolah atau mengubah bahan baku &
penolong menjadi barang/jasa, menjual barang/jasa kepada konsumen. Pajak ada di mana-mana,
hampir pada setiap transaksi ada pajak atau semacam pajak yang harus dibayar dan/atau dipungut
oleh pemerintah melalui perusahaan/instansi yang ditunjuk. Sebagian dari harga yang harus dibayar
oleh perusahaan dari aktivitas pembelian atau pengadaan bahan baku & penolong, melakukan
perbaikan kendaraan & alat transport, mesin & alat pabrik adalah pajak. Demikian pula halnya
dengan gaji & upah yang dibayarkan kepada karyawan atau tenaga kerja ada sejumlah pajak yang
harus dipungut atau dipotong oleh perusahaan. Bahkan dari aktivitas penjualan barang/jasa kepada
konsumen, perusahaan harus juga memungut pajak.
Salah satu alasan yang membuat pajak seakan-akan ada di mana-mana adalah karena pajak
merupakan harga yang harus dibayar atas barang/jasa yang disediakan oleh pemerintah. Memang,
bukan keseluruhan harga: karena dalam batas-batas tertentu (untuk beberapa hal, baik secara
langsung atau tidak langsung pemerintah membiayai dirinya melalui pembebanan langsung kepada
pemakai atau pengguna barang/jasa yang disediakan, seperti misalnya: pajak restoran, tarif jalan tol
yang dibebankan kepada para pemakai jalan tol). Namun sumber pembiayaan utama pemerintah di
negara manapun pada umumnya berasal dari pajak yang dipungut atau dikenakan kepada individu
dan badan/organisasi sebagai wajib pajak.
Pajak adalah pembayaran atau pembebanan yang tidak secara langsung berhubungan dengan
barang/jasa yang disediakan oleh pemerintah kepada masyarakat dan badan/organisasi yang berada
dalam wilayah atau dalam jangkauan pemerintah. Di banyak negara, pemerintah pada berbagai
tingkat (pemerintah pusat, pemerintah daerah: kabupaten/kota, provinsi), dan beberapa instansi
mulai dari lembaga pendidikan, rumah sakit, perusahaan transportasi umum, memungut semacam
pajak melalui berbagai macam aktivitas, seperti: pajak penghasilan perusahaan, pajak atas
kekayaan (pajak bumi dan bangunan-PBB, pajak BBM, pajak kendaraan bermotor-PKB), pajak
pertambahan nilai dan penjualan barang mewah (PPN dan PPn BM), pajak atas gaji dan upah.
Beberapa jenis pajak bersifat periodik, seperti misalnya: pajak penghasilan pasal-21 (pajak
atas gaji & upah) yang dikenakan pada setiap kali terjadi pembayaran gaji & upah yang dilakukan
oleh pemberi kerja, pajak penghasilan badan biasanya didasarkan pada jumlah penghasilan dalam
satu tahun pajak. Sedang pajak-pajak yang lain dikenakan/dipungut hanya pada setiap kali terjadi
transaksi yang menyebabkan terutangnya pajak. Sebagai contoh, pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan barang mewah (PPn dan PPn BM), bea-perolehan hak atas tanah dan bangunan
(BPHTB), bea-balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Maksud atau tujuan utama pemungutan atau pengenaan sebagian besar jenis pajak adalah
untuk memperoleh pendapatan/penerimaan yang akan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan fungsi-fungsi dan kegiatan pemerintahan. Akan tetapi, karena pemungutan pajak
menyangkut biaya transaksi, maka pajak mempengaruhi perilaku masyarakat (wajib pajak),
sehingga pemungutan pajak juga dapat dan seringkali digunakan untuk oleh pemerintah untuk
mencoba membangun atau membentuk perilaku masyarakat (wajib pajak). Pengenaan atau
pemungutan pajak berupa cukai rokok/tembakau, pajak bahan bakar minyak, pajak
lingkungan/polusi misalnya lebih mengutamakan pada upaya untuk mencapai tujuan sosial
(pembentukan perilaku masyarakat) daripada untuk memobilisasi sumber penerimaan pemerintah.

1
Pajak tampak ada di mana-mana dan terutang atau timbul sebagai akibat dari berbagai
macam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sebagai wajib pajak. Pajak juga menyangkut
biaya yang bisa jadi tidak kecil jumlahnya, dan bisa dihindarkan atau dapat dihemat melalui
perubahan perilaku seseorang/badan sebagai wajib pajak. Oleh karena itu, perencanaan pajak bisa
berperan sangat penting untuk dapat membuat keputusan finansial yang baik dan rasional.

Tujuan Perencanaan Pajak


Bagi manajemen pada umumnya, perencanaan pajak bukan intuisi belaka. Perencanaan pajak
didasarkan pada berbagai konsep dan mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan perencanaan pajak
berbeda dengan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada pihak ekstern dalam sejumlah hal
yang signifikan. Berbeda halnya dengan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada pihak
ekstern, akuntansi perpajakan (tax accounting) lebih mengutamakan pada laporan laba-rugi
(income statement-based). Neraca (selain penggunaannya sebagaimana diatur dalam PSAK No-45)
dapat dikatakan sebagai pelengkap dari laporan laba-rugi. Berbeda dengan akuntansi keuangan
yang diselenggarakan dengan mengacu pada tujuan dari umumnya perusahaan yang berupa
maksimisasi laba, tujuan akuntansi perpajakan adalah minimisasi laba (sebelum pajak) baik dalam
tahun berjalan maupun dalam tahun-tahun berikutnya..
Akan tetapi, perbedaan filosofi tersebut tidak membuat informasi yang dihasilkan oleh kedua
disiplin akuntansi menjadi tidak bisa direkonsiliasi. Perbedaan filosofi di antara kedua disiplin
akuntansi juga tidak menuntut perusahaan untuk menyelenggarakan dua sistem akuntansi secara
paralel. Memang, akuntansi perpajakan (tax accounting) yang menghasilkan laporan keuangan
fiskal tidak harus sama persis dengan financial accounting.yang menghasilkan laporan keuangan
komersial. Perusahaan cukup menyelenggarakan hanya satu sistem akuntansi, yang didesain untuk
misalnya sekaligus dapat menghasilkan laporan keuangan fiskal, di samping laporan keuangan
komersial. Untuk membuat laporan keuangan fiskal menjadi laporan keuangan komersial, cukup
dilakukan satu prosedur penyesuaian. Sebaliknya, perusahaan bisa mendesain sistem akuntansi
dengan laporan keuangan komersial sebagai hasil akhirnya. Apabila hal ini dilakukan, maka
laporan keuangan fiskal disajikan dengan menggunakan laporan keuangan komersial sebagai
basisnya. Dalam kondisi demikian, hal yang terpenting adalah bahwa perusahaan harus
mendokumentasikan dan menyelenggarakan catatan akuntansi terhadap perbedaan antara laporan
keuangan fiskal dengan laporan keuangan komersialnya. Perbedaan antara akuntansi keuangan
dengan akuntansi perpajakan itulah yang membuat perusahaan bisa memperoleh penghematan
pajak dan membuat perencanaan untuk meningkatkan arus kas, baik yang berasal dari aktivitas
operasi, investasi maupun aktivitas pembiayaan/pendanaannya.
Namun perlu diperhatikan bahwa peraturan perpajakan senantiasa berubah dari waktu ke
waktu, dan masing-masing perusahaan dihadapkan pada atau mempunyai lingkungan bisnisnya
sendiri. Ide tentang perencanaan pajak yang dikemukakan dalam buku ini dimaksudkan hanya
sebagai starting point bagi manajemen. Penulis tidak bermaksud untuk memberikan advis atau
nasehat kepada mereka. Pihak manajemen harus berkonsultasi dengan konsultan pajaknya (internal
atau eksternal) di dalam mendesain, merumuskan strategi, dan mengaplikasikan secara spesifik
tentang setiap isu yang dianggap krusial terkait dengan fungsi atau aktivitas perencanaan pajaknya.
Pajak merupakan kewajiban yang pengenaan atau pemungutannya didasarkan pada
peraturan perundangan-undangan dan bukan iuran/pungutan bersifat suka rela; jadi pajak tidak
perlu dibayar lebih dari jumlah yang seharusnya dibayar. Secara sengaja tidak melaporkan adanya
suatu penghasilan, aktivitas, transaksi atau perbuatan-perbuatan yang berakibat timbulnya
kewajiban pajak; dengan maksud untuk mengurangi jumlah pajak yang terutang atau penggelapan
pajak merupakan tindakan ilegal (tax evasion) sehingga berpotensi akan mempunyai konsekuensi
sangsi adminstrasi berupa denda, bunga, bahkan pidana.
Sebaliknya, merencanakan dan mengimplementasikan atau mengelola aktivitas, transaksi,
dan kegiatan yang diperkenankan atau tidak dilarang oleh ketentuan perpajakan; dengan tujuan
untuk memperoleh penghematan pajak atau meminimisasi beban pajak (tax saving dan tax
avoidance) merupakan praktik yang disarankan. Dengan demikian, perencanaan pajak juga dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengintegrasian usaha-usaha Wajib Pajak atau sekelompok

2
Wajib Pajak untuk meminimisasikan beban atau kewajiban pajaknya, baik yang berupa Pajak
Penghasilan maupun pajak-pajak yang lain; melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan,
penghematan pajak (tax saving), dan penghindaran pajak (tax avoidance) yang sesuai dengan
atau tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Tujuan perencanaan pajak adalah untuk meminimisasi beban atau pajak yang terutang
(dalam tahun berjalan dan tahun-tahun berikutnya). Sebagai suatu aktivitas, secara garis besar
skope atau lingkup perencanaan pajak dapat digeneralisasi ke dalam dua aspek: (i) aspek formal,
dan (ii) aspek material.

Perencanaan-Aspek Formal
Perencanaan aspek formal menekankan pada aspek administratif dengan tujuan untuk menghindari
sangsi administrasi, dan mempersiapkan atau memudahkan wajib pajak dalam menghadapi
pemeriksaan pajak. Secara garis besar, komponen perencanaan aspek formal meliputi:
Mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan (Compliance),
Kejelasan akun/rekening pembukuan (Self Explanatory),
Ketepatan waktu membayar dan melaporkan pajak (Timeliness), dan
Dokumentasi yang memadai.

Perencanaan-Aspek Material
Perencanaan aspek material bertujuan untuk memperoleh penghematan pajak secara legal (tidak
melanggar hukum & ketentuan perpajakan) sehingga beban atau pajak yang terutang menjadi
minimum, dan laba akuntansi serta laba tunai (arus kas dari aktivitas operasi) sesudah pajak
menjadi maksimum. Perencanaan aspek material menyangkut perumusan strategi dan penerapan
teknik-teknik perencanaan/penghematan pajak, termasuk di antaranya: (1) stabilisasi penghasilan
(income stabilization atau income smoothing), (ii) manajemen laba (earnings management), (iii)
penciptaan beda waktu (temporary/timing differences), (iv) revaluasi atau penilaian kembali aktiva
tetap (assets revaluation), (v) penciptaan sumber penghasilan dari luar negeri, (vi) pemanfaatan
kontrak/transaksi sewaguna usaha (leasing), (vii) pelunasan utang sebelum tanggal jatuh tempo
dan/atau pendanaan kembali utang (refunding debt), (viii) penarikan kembali sekuritas saham dari
peredaran (treasury stock), (ix) desain sistem insentif kepada karyawan berbasis saham (employee
stock ownership plan-ESOP, stock appreciation right-SAR), dan (x) berbagai macam skenario
distribusi kepada pemilik atau pemegang saham perusahaan, seperti misalnya: penarikan kembali
saham dari peredaran saham treasuri (treasury stock), distribusi dividen berupa barang (property
dividend), saham (stock dividend), surat utang dividen (scrip dividend)..

Konsep Dasar Perencanaan


Terdapat beberapa konsep dasar yang harus dimengerti/dipahami di dalam manajemen,
perencanaan pajak pada khususnya. Secara garis besar konsep-konsep dasar tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut: (i) waktu adalah segalanya (timing is everything), (ii)
undang-undang pajak mempunyai perspektif akuntansi tersendiri, (iii) p engakuan
penghasilan (pendapatan dan biaya) bisa dipercepat atau diperlambat, (iv) undang-undang pajak
didasarkan pada beberapa prinsip ekonomi, (v) undang-undang pajak menganut konsep dasar harga
pertukaran, (vi) uang mempunyai nilai waktu, dan (vii) formula umum perhitungan Penghasilan
Kena Pajak sebagai rerangka acuan perencanaan.
Penjelasan secara detil dari masing-masing konsep dasar tersebut tidak dikemukakan dalam
buku ini. Namun manifestasi atau aplikasi dari setiap konsep dasar tersebut akan dicoba untuk
ditunjukkan pada beberapa strategi, pendekatan, prinsip, dan teknik perencanaan yang bertujuan
untuk memperoleh penghematan atau meminimisasi kewajiban/beban pajak sebagaimana akan
dikemukakan berikut ini.
Maksimisasi Penundaan Pajak (Maximizing Tax Deferrals)

3
Maksimisasi penundaan atau penangguhan (pembayaran) pajak adalah upaya untuk menemukan
cara agar pengakuan penghasilan obyek pajak (pendapatan dan biaya) dapat ditunda dan bukan
sebaliknya dipercepat. Meskipun dari waktu ke waktu, ketentuan perpajakan membuat upaya
penundaan pengakuan penghasilan menjadi semakin sulit untuk dilakukan; namun dalam beberapa
hal peluang untuk itu masih tetap terbuka. Sebagai contoh, perusahaan bisa mendesain transaksi
reorganisasi/restrukturisasi (penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha) sebagai transaksi bebas atau tidak kena pajak (tax free transaction). Pengakuan terhadap
beberapa jenis keuntungan juga bisa ditunda atau ditangguhkan melalui penggunaan suatu
transaksi pertukaran yang tidak menyangkut pembayaran dan/atau penerimaan kas (like-kind
exchanges). Beberapa jenis penerimaan di muka atas penghasilan yang berasal dari penyerahan jasa
(service revenue) juga dapat ditunda atau ditangguhkan pengakuannya. Melalui pemahaman
terhadap lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan dan bantuan dari konsultan pajak,
apabila diperlukan; manajemen yang prudent akan senantiasa dihadapkan pada beberapa alternatif
aktivitas dan/atau transaksi-transaksi perusahaan yang membawa konsekuensi pada adanya
kebutuhan untuk melakukan penundaan/penangguhan pengakuan penghasilan.

Maksimisasi & Akselerasi Pengurang Penghasilan (Accelerating Deductions)


Oleh karena penghasilan merupakan selisih lebih pendapatan di atas biaya, maka secara garis besar
terdapat dua alternatif cara yang dapat dilakukan untuk menunda pengakuan penghasilan. Pertama
penundaan pengakuan penghasilan dapat dilakukan dengan cara menangguhkan atau menunda
pengakuan pendapatan. Alternatifnya, penundaan pengakuan penghasilan dapat dilakukan dengan
cara mempercepat pengakuan biaya. Termasuk penundaan pengakuan penghasilan melalui
percepatan pengakuan biaya, antara lain adalah penggunaan metode depresiasi yang dipercepat
(metode saldo menurun) untuk aset/aktiva tetap bukan bangunan, penerapan metode kos masuk
terakhir keluar pertama (Kos-MTKP) sebagai dasar penentuan kos barang dijual dan penilaian
persediaan (apabila diperkenankan oleh ketentuan perpajakan), memberikan imbalan kepada
karyawan berupa barang/natura atau kenikmatan dan bukan berupa uang/kas.
Sebagai upaya untuk menunda pengakuan penghasilan, percepatan pengakuan biaya tidak
mengeliminasi pajak; namun berbeda dengan penundaan pengakuan pendapatan. Sebagai upaya
untuk memaksimisasi penundaan pajak, percepatan pengakuan biaya berdampak pada kenaikan
arus kas dari aktivitas operasi, sehingga efeknya sama atau dapat dipersamankan seperti halnya
penerimaan kas yang berasal dari bunga, dividen tertentu yang bebas pajak atau penghasilan bukan
obyek pajak.

Maksimisasi Kredit Pajak


Berbeda halnya dengan penundaan atau penangguhan pajak dan percepatan pengakuan biaya,
kredit pajak merupakan pengurang pajak secara permanen. Sebagai pengurang pajak yang bersifat
permanen, perusahaan harus berupaya untuk senantiasa dapat memanfaatkan fasilitas pajak
tersebut. Kredit pajak atas penghasilan dari sumber di luar negeri (PPh psl-24) misalnya merupakan
fasilitas pajak yang termasuk dalam kategori ini.

Depresiasi Aktiva Tetap


Pada perusahaan-perusahaan padat modal, beban atau biaya penyusutan/depresiasi aktiva tetap
akan merupakan bagian penting dari pengurang penghasilannya. Penyusutan aktiva tetap sebagai
pengurang penghasilan diatur dalam pasal-11 Undang-undang Pajak Penghasilan. Berbeda halnya
dengan standar akuntansi keuangan, ketentuan perpajakan mengatur secara spesifik: penggolongan,
masa manfaat, dan metode penyusutan yang diperkenankan atau dapat digunakan serta konvensi
(pengelompokan) untuk setiap jenis atau kategori aktiva tetap.

(i) Penggolongan Aktiva Tetap


Menurut ketentuan perpajakan aktiva tetap berwujud uang mempunyai masa manfaat/umur terbatas
harus dikelompokkan kedalam dua kategori: (i) aktiva tetap berupa bangunan, dan (ii) aktiva tetap
bukan bangunan. Penggolongan aktiva tetap berwujud yang mempunyai umur terbatas juga

4
dikaitkan dengan (taksiran) masa manfaat dan metode penyusutan yang diperkenankan. Aktiva
tetap berupa bangunan dikelompokkan lebih lanjut ke dalam: (a) bangunan permanen, dan (b)
bangunan tidak permanen. Sedang untuk aktiva tetap bukan bangunan masih dikelompokkan lebih
lanjut ke dalam 4 subkategori kelompok umur atau masa manfaat, yaitu: (a) aktiva tetap bukan
bangunan kelompok-1, (b) aktiva tetap bukan bangunan kelompok-2, (c) aktiva tetap bukan
bangunan kelompok-3, dan (d) aktiva tetap bukan bangunan kelompok-4.

(ii) Masa Manfaat Aktiva Tetap


Depresiasi atau penyusutan aktiva tetap berwujud yang mempunyai masa manfaat/umur terbatas
tidak hanya dimaksudkan sebagai suatu proses alokasi nilai perolehan aktiva secara sistematis
sebagai beban ke dalam setiap periode aktiva memberikan manfaatnya, tetapi juga dimaksudkan
sebagai penerapan konsep pengembalian kapital (capital recovery concept). Oleh karena itu,
diperlukan adanya kepastian akan metode penyusutan dan masa manfaat dari setiap jenis/kategori
aktiva tetap. Mengacu pada penggolongan aktiva tetap berwujud yang mempunyai umur terbatas
sebagaimana dikemukakan di atas, ketentuan perpajakan menetapkan masa manfaat aktiva tetap
berwujud sebagai berikut.
.
No Kelompok aktiva Masa manfaat (tahun)
1 Bangunan
1.1 Bangunan tidak permanen 10 tahun
1.2 Bangunan permanen 20 tahun
2 Bukan bangunan
2.1 Kelompok-1 4 tahun
2.2 Kelompok-2 8 tahun
2.3 Kelompok-3 16 tahun
2.4 Kelompok-4 20 tahun

(iii) Metode Penyusutan Aktiva Tetap


Metode penyusutan aktiva tetap/harta berwujud yang mempunyai masa manfaat/umur terbatas
tetapi lebih dari 1 tahun diatur dalam Pasal-11 Undang-undang Pajak Penghasilan. Secara garis
besar metode penyusutan aktiva tetap berwujud yang mempunyai masa manfaat/umur terbatas
tetapi lebih dari satu tahun dapat diikhtisarkan pada tabel berikut:

Kelompok Umur Metode dan Tarif Penyusutan/tahun


No Aktiva/Harta (tahun) Garis Lurus * Saldo Menurun **
1 Bangunan
1.1 Bangunan tidak permanen 10 5,00 % -
1.2 Bangunan permanen 20 10,00 % -
2 Bukan bangunan
2.1 Kelompok-1 4 25,00 % 50,00 %
2.2 Kelompok-2 8 12,50 % 25,00 %
2.3 Kelompok-3 16 6,25 % 12,50 %
2.4 Kelompok-4 20 5,00 % 10,00 %
(*) Berbasis nilai perolehan; (**) Berbasis nilai buku awal tahun. Nilai buku pada akhir masa manfaat disusutkan sekaligus

Di samping aktiva tetap/harta berwujud, dimungkinkan suatu perusahaan untuk memiliki


atau menguasai dan menggunakan aktiva/harta tak berwujud di dalam usahanya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; tergantung pada sifat dan jenis usaha
perusahaan. Undang-undang Pajak Penghasilan (Pasal 11A) juga mengatur penggolongan dan
metode amortisasi terhadap pengeluaran yang diperlukan untuk memperoleh aktiva/harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya untuk mendapatkan dan/atau perpanjangan
HGB, HGU, dan Hak Pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Demikian pula
halnya dengan pengeluaran yang terjadi sebelum perusahaan memulai kegiatan komersialnya dan

5
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, harus dikapitalisasi untuk kemudian diamortisasi
selama atau sesuai dengan masa manfaat pengeluaran tersebut.
Seperti halnya pada depresiasi/penyusutan proses alokasi harga perolehan aktiva tetap
berwujud sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya fiskal,
harga perolehan aktiva/harta tak berwujud diamortisasi berdasar metode garis lurus dan metode
saldo menurun sesuai dengan masa manfaat, dengan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus. Secara garis besar, penggolongan, metode dan besaran tarif amortisasi
aktiva/harta tak berwujud dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

Kelompok Umur Metode dan Tarif Amortisasi/tahun


No Aktiva/Harta Tak Berwujud (tahun) Garis Lurus * Saldo Menurun **
1 Kelompok 1 4 25,00 % 50,00 %
2 Kelompok 2 8 12,50 % 25,00 %
3 Kelompok 3 16 6,25 % 12,50 %
4 Kelompok 4 20 5,00 % 10,00 %
(*) Berbasis nilai perolehan. (**) Berbasis nilai buku pada awal tahun. Nilai buku pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus

Khusus untuk perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun diamortisasi berdasar metode satuan produksi. Sedang atas pengeluaran
untuk memperoleh hak penambangan selain penambangan minyak dan gas bumi, dan hak
pengusahaan hutan (HPH) yang bermanfaat lebih dari 1 tahun diamortisasi dengan metode satuan
produksi berdasar tarif setinggi-tingginya 20% (dari nilai perolehan) per tahun.

Minimisasi Tax Pitfalls


Undang-undang atau ketentuan perpajakan senantiasa mengalami perubahan. Beberapa fasilitas
pajak yang semula diberikan oleh pemerintah semakin dibatasi bahkan dihapuskan. Fasilitas pajak
berupa revaluasi atau penilaian kembali aktiva tetap yang semula bisa dilakukan hanya untuk
aktiva tetap tertentu misalnya, dewasa ini hanya dapat dilakukan dengan dua pilihan: (i) seluruh
aktiva tetap termasuk tanah, atau (ii) seluruh aktiva tetap kecuali tanah. Revaluasi aktiva tetap yang
sebelumnya dapat dilakukan sekali pada setiap tahun pajak, sekarang dibatasi menjadi 5 tahun
sejak aktiva tetap direvaluasi. Demikian pula halnya dengan perlakuan terhadap selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap. Apabila dulunya selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dapat
digunakan untuk menutup atau dikompensasikan dengan kerugian dalam tahun berjalan dan sisa
kerugian tahun-tahun sebelumnya untuk keperluan perhitungan pajak penghasilan; dewasa ini
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap tidak lagi diperkenankan untuk dikompensasikan
dengan kerugian tahun berjalan dan sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya. Dengan lain perkataan,
pajak penghasilan sebesar 10% final dikenakan terhadap seluruh selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap.

Peran Pajak Didalam Membuat Keputusan


Pajak merupakan tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan yang menghasilkan laba dari
aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaannya. Manajemen, akuntan pada khususnya tidak dapat
dikatakan sudah menjalankan tugas dan tanggungjawabnya di dalam perusahaan apabila ia hanya
secara pasif menerima pajak terkait perusahaan sebagaimana adanya. Perencanaan pajak
memberikan peluang kepada perusahaan untuk secara kreatif dan dinamis dapat memperbaiki arus
kasnya, termasuk di antaranya adalah menerapkan berbagai strategi untuk memaksimumkan
penundaan/penangguhan pajak (tax deferrals), mempercepat pengakuan pengurang penghasilan
dan/atau biaya fiskal (tax deductions), meminimisasi tarif efektif pajak (effective rate) melalui
pemanfaatan berbagai fasilitas pajak yang ditawarkan oleh ketentuan perpajakan.
Seringkali pajak, dan oleh karena itu juga perencanaan pajak merupakan salah satu faktor
penting yang harus dipertimbangkan di dalam membuat keputusan finansial. Sebagai contoh, suatu

6
perusahaan menerima penawaran dari pemasok untuk membeli barang dagangan berdasar kontrak
jangka panjang (satu tahun), yang pembayarannya harus dilakukan pada setiap kali terjadi
pengiriman sebagai berikut: (i) 10.000 unit per bulan dengan harga @ Rp150.000,00, atau (ii)
30.000 unit per triwulan dengan harga @ Rp146.250,00. Untuk tahun pajak 2012, volume
penjualan perusahaan direncanakan akan berjumlah 10.000 unit per bulan. Meskipun tidak
mempengaruhi aktivitas penjualannya, namun perbedaan siklus pengiriman yang ditawarkan oleh
pemasok di samping mempengaruhi harga beli atau kos per unit barang juga mempengaruhi nilai
rata-rata persediaannya. Terlepas dari profitabilitas yang akan dihasilkan dalam transaksi
penjualannya (tergantung pada harga jual per unit barang yang ditetapkan dan harga pokok
penjualannya), efek perbedaan siklus/jadual pengiriman yang ditawarkan oleh pemasok terhadap
kebutuhan modal kerja per bulan dapat ditentukan sebagai berikut (rupiah dalam ribuan):

No Deskripsi Pengiriman bulanan Pengiriman triwulanan Selisih


1 Nilai barang dagangan Rp1.500.000,00 Rp1.462.500,00 Rp37.500,00
2 PPN-Masukan (*) 75.000,00 219.375,00 (144.375,00)
Investasi modal kerja Rp1.575.000,00 Rp1.681.375,00 Rp(106.375,00)
(*) Pengiriman bulanan = 0,10 X [(10.000 X Rp150.000,00)/2] =Rp75.000.000,00
Pengiriman triwulanan = 0,10 X [(30.000 X Rp146.250,00)/2] = Rp219.375.000,00

Perhatikan bahwa kebutuhan modal kerja berbeda pada kedua alternatif pengiriman barang yang
ditawarkan oleh pemasok. Pada pengiriman barang yang dilakukan pada setiap bulan, rata-rata
jumlah investasi modal kerja berupa barang dagangan memang berjumlah lebih besar (Rp1,500
milyar) dibandingkan dengan pengiriman barang yang dilakukan pada setiap triwulan (Rp1,46 25
milyar). Namun sebagai pengusaha kena pajak, perusahaan juga memerlukan investasi modal kerja
dalam bentuk PPN-Masukan untuk setiap unit barang yang masih dalam persediaan dalam periode
terkait. Dengan pengiriman dilakukan pada setiap bulan rata-rata persediaan akan berjumlah 5.000
[(0 + 10.000)/2] unit. Sedang pada pengiriman triwulanan, rata-rata persediaannya akan berjumlah
15.000 [(0+30.000)/2] unit. Meskipun bukan satu-satunya faktor, namun jelas keberadaan PPN-
Masukan sebagai komponen modal kerja harus juga dipertimbangkan di dalam membuat keputusan
terkait dengan aktivitas pengadaan barang dagangan tersebut.
Perencanaan pajak bisa mempengaruhi pengambilan keputusan, bahkan pada hampir setiap
alternatif yang terkait dengan pajak. Sebagai contoh, suatu perusahaan wajib pajak-orang pribadi
dalam negeri yang bergerak dibidang usaha transportasi umum. Manajemen harus membuat
keputusan tentang misalnya, apakah sebaiknya perusahaan membeli lepas kendaraan atau alat
transportasinya atau mendapatkannya melalui kontrak sewaguna usaha. Terkait dengan pajak
penghasilan, misalnya setiap perusahaan harus mempertimbangkan efeknya terhadap setiap
alternatif yang tersedia dalam aktivitas operasi (pengadaan barang/jasa), aktivitas investasi atau
pemerolehan aset tetap, dan aktivitas pendanaan atau pembiayaannya. Bahkan harus dimulai dari
sejak pemilihan bentuk-bentuk badan usaha, pengaturan struktur perusahaan.
Banyak orang berfikir bahwa meminimisasi beban pajak seharusnya menjadi tujuan dari
perencanaan pajak. Pemikiran demikian itu tidak sepenuhnya benar dan kurang mendasar karena
pajak hanya merupakan salah satu faktor; dalam suatu kombinasi antara biaya atau pengorbanan
dan faktor-faktor lain yang menghasilkan basis pemungutan pajak, yaitu penghasilan atau laba dan
harta/kekayaan. Berbicara tentang minimisasi pajak, tidak ada beban pajak yang lebih rendah dari
nihil. Siapapun (baik individu maupun badan/organisasi) dapat dengan mudah menghindari banyak
macam kewajiban untuk membayar pajak dengan membuat dirinya agar tidak berpenghasilan (atau
untuk Wajib Pajak-Perorangan berpenghasilan sebesar batas maksimum penghasilan tidak kena
pajak saja) dan tidak memiliki harta atau kekayaan (atau memiliki kekayaan berupa tanah dan
bangunan sebesar batas maksimum nilai jual obyek pajak tidak terkena pajak- untuk Wajib Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan). Namun tidak seorangpun bercita-cita atau berkeinginan untuk hidup
dalam kondisi miskin semacam itu; meskipun akan terbebas dari kewajiban untuk membayar pajak.
Di samping itu, setiap strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi beban atau menghemat
pajak hampir dapat dipastikan bukan tanpa biaya. Dengan asumsi, tidak ada hal lain kecuali untuk

7
memperoleh penghematan pajak; biasanya manajemen tidak akan memfokuskan pada upaya untuk
meningkatkan omset penjualan (atau peredaran brutonya), meningkatkan kualitas produk, atau
memproduksi barang/jasa secara lebih efisien. Dengan lain perkataan, tujuan perencanaan pajak
adalah optimisasi dan bukan minimisasi pajak. Perencanaan pajak harus diarahkan pada
tercapainya keseimbangan antara manfaat dengan biaya (pengorbanan) dan risiko yang timbul di
dalam implementasinya.
Setiap strategi penghematan pajak juga tidak tanpa risiko. Perubahan aktivitas operasi
perusahaan untuk memperoleh penghematan pajak (dari bisnis tunggal menjadi multi-bisnis)
biasanya berdampak pada kenaikan biaya administrasi jangka panjang dan membuat laba menjadi
semakin tidak pasti, karena Undang-undang Perpajakan bisa berubah secara dramatis, berlangsung
cepat dan seringkali tak terduga; dan secara keseluruhan ketentuan-ketentuan perpajakan seringkali
tidak jelas atau multitafsir.
Dalam transaksi antar negara, interaksi dari berbagai macam pajak yang dipungut oleh
masing-masing otoritas pajak harus juga dipertimbangkan. Strategi penghematan pajak juga bisa
mengganggu. Sebagai contoh, mengapa suatu perusahaan yang bertempat kedudukan dan
menjalankan usahanya di Indonesia ditengarai oleh tarif pajak penghasilan yang relatif tinggi- dan
senantiasa memperoleh laba atau keuntungan tidak berusaha untuk memindahkan tempat
kedudukan dan lokasi usahanya ke Singapura- yang tarif pajak penghasilannya relatif lebih rendah?
Salah satu alasannya barangkali adalah relatif besarnya biaya yang diperlukan untuk memindahkan
tempat kedudukan dan lokasi usahanya. Alasan yang lain adalah adanya faktor-faktor di luar pajak
yang justru lebih dominan di dalam membuat keputusan terkait. Bisa jadi, pemilik perusahaan
merasa lebih nyaman untuk bertempat tinggal atau berdomisili dan bekerja di Indonesia daripada di
Singapura. Alasan yang lain lagi, bisa jadi disebabkan oleh karena relatif rendahnya tarif upah
tenaga kerja, adanya jaminan pasokan bahan baku yang lebih baik, tidak adanya perusahaan
pesaing, dan kedekatan jarak antara pabrik dengan tempat tinggal konsumen; apabila perusahaan
bertempat kedudukan dan menjalankan usahanya di Indonesia.

Strategi Perencanaan Pajak dan Nilai Perusahaan


Dalam buku ini akan dibahas strategi perencanaan/manajemen perpajakan untuk menaikkan nilai
perusahaan, yang disebut SAVANT (Strategy, Anticipation, Value-Adding, Negotiation, and
Transformation). Sebagai suatu strategi, SAVANT menunjukkan kepada nontax specialist tentang
bagaimana menganalisis secara kritis berbagai situasi untuk menciptakan peluang dalam
menghemat pajak. Dari perspektif pemilik atau pemegang saham perusahaan, pajak penghasilan
utamanya tidak berbeda dengan biaya (produksi, distribusi, administrasi & umum kantor);
merupakan pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh penghasilan atau laba dari aktivitas
operasi perusahaan. Sebagai pengorbanan, pajak penghasilan mengurangi kemampuan perusahaan
untuk memberikan imbalan kepada para pemilik atau pemegang saham. Mekanisme bekerjanya
SAVANT adalah sebagai berikut: Untuk memaksimumkan nilai dari setiap transaksi, manajemen
harus tetap fokus pada rencana-rencana strategis perusahaan, mengantisipasi efek pajaknya dari
waktu ke waktu kepada semua pihak terkait dalam transaksi. Manajemen dapat menambah atau
menaikkan nilai (perusahaan) dengan mempertimbangkan efek pajak tersebut, pada setiap kali
melakukan negosiasi untuk membuat posisi yang paling menguntungkan bagi perusahaan; sehingga
dapat mentransformasikan perlakuan pajak dari setiap item terkait ke dalam kondisi yang paling
menguntungkan. Para ahli (manajemen dan konsultan) menerapkan konsep-konsep yang diambil
dari teori & kebijakan pemerintah dibidang perekonomian, dan peraturan atau ketentuan dalam
undang-undang perpajakan untuk menaikkan nilai perusahaan. Secara lebih spesifik komponen
SAVANT (framework) dapat dijelaskan sebagai berikut.

Untuk menaikkan nilai kekayaan para pemilik, perusahaan harus melakukan transaksi .
Nilai perusahaan bisa meningkat dengan berbagai alasan: misal nilai aktiva nonkas perusahaan bisa
saja mengalami kenaikan sebagai akibat dari kenaikan harga pasar, yang berada di luar kendali
manajemen. Namun transaksi pemerolehan dan pengonversian aktiva nonkas tersebut menjadi kas
sudah pasti/harus terjadi. Di dalam menjalankan usahanya, terdapat berbagai macam transaksi akan

8
terjadi di dalam perusahaan; yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori
transaksi: (1) transaksi-transaksi terkait dengan aktivitas operasi, (2) transaksi-transaksi terkait
dengan aktivitas investasi, dan (3) transaksi-transaksi terkait dengan aktivitas pendanaan.
Jika setiap transaksi dapat didesain sedemikian rupa sehingga nilainya dapat dimaksimumkan,
maka pada akhir periode jumlah akumulatif dari keseluruhan transaksi akan memaksimumkan nilai
perusahaan. Namun setiap transaksi mengundang kehadiran pihak ketiga, yaitu pemerintah. Oleh
karena itu, dalam mendesain transaksi harus juga mempertimbangkan efeknya terhadap beban atau
kewajiban pajaknya.

Desain transaksi untuk memaksimumkan nilai perusahaan


Desain transaksi untuk menaikkan nilai perusahaan bisa dalam konteks entitas atau transaksi, yang
dari perspektif tujuan strategik perusahaan akan menambah atau meningkatkan nilai perusahaan.
Hanya transaksi (termasuk efek pajaknya) yang konsisten dengan tujuan strategik perusahaan dapat
dipandang sebagai akseptabel. Sedang transaksi yang tidak konsisten dengan tujuan strategik
perusahaan tidak seharusnya dilakukan, berapapun besarnya penghematan pajak.

Efek Pajak dari setiap transaksi dapat dikelola dengan suatu strategic manner
Sebagai teknik atau strategi untuk memperoleh penghematan atau meminimisasi beban atau
kewajiban pajak, istilah SAVANT merupakan kependekan dari, strategi, antisipasi, value adding,
negosiasi, dan transformasi sebagai berikut.

(S) - mendesain transaksi secara konsisten dengan tujuan strategik perusahaan


(A) - mengantisipasi status pajak perusahaan di masa mendatang (future tax status)
(VA)- mengidentifikasi after-tax value-added dari transaksi bagi perusahaan
(N) - melakukan negosiasi untuk mengalihkan beban pajak kepada pihak lain
(T) - meminimisasi beban pajak dengan mengubah bentuk (transformasi) transaksi.

Aspek Strategi (S)


Salah satu kunci keberhasilan perusahaan adalah adanya suatu sound and successfully implemented
strategy, dalam arti: (i) strategi adalah overall plan yang akan digunakan dalam mendayagunakan
sumber-sumber untuk menciptakan suatu kondisi/posisi yang lebih baik/menguntungkan dan
memberikan suatu visi tentang ke mana dan apa tujuan perusahaan; yang biasanya dinyatakan
dalam suatu mission statement, misalnya: to be the global leader in otomotive manufacture; (ii)
tax planning harus bekerja/dilakukan secara konsisten dengan strategi perusahaan dan tidak
membuat perusahaan untuk semata-mata meminimisasi pajak atas transaksi-transaksi yang terjadi,
sehingga mengganggu implementasi strateginya.
Business, Corporate, dan International-Level Strategies
Cara untuk memperoleh suatu keunggulan dibanding pesaing dengan menarik pelanggan ke
dalam perusahaan dan menjauhkannya dari pesaing. Melakukan segala sesuatu untuk memberikan
pelayanan kepada pelanggan secara lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat/tepat waktu dibanding
pesaing. Business-level strategy dari suatu perusahaan biasanya dirinci ke dalam: operations-level,
corporate-level, dan international-level. Operations-level strategy ditujukan untuk memperoleh
keunggulan dibanding pesaing dalam menciptakan nilai bagi pelanggan melalui produk/jasanya.
Termasuk ada/tidak adanya tax advantage atau disadvantage relatif dalam perbandingannya dengan
pesaing. Sedang corporate-level strategy difokuskan pada diversifikasi bisnis perusahaan.
Sementara itu, international-level strategy difokuskan pada pemanfaatan dari keunggulan korporat
dan bisnis di pasar global.
Interaksi Antara Strategi dan Perencanaan Pajak
Agar aspek pajak dari suatu transaksi dapat dikelola dengan baik, bentuk transaksi tidak
seharusnya diubah; apabila perubahan bentuk transaksi membuat tidak konsisten dengan dengan
strategi perusahaan. Sebagian dari competitive strategy (keunggulan relatif terhadap pesaing) pada
suatu perusahaan bisa dibentuk atau diciptakan melalui status pajaknya. Tax-related competitive
advantage yang sama juga dapat diterapkan baik untuk menghadapi pesaing baru (new entrants)
maupun produk-produk pengganti (substitute products).

9
Aspek Antisipasi (A)
Secara garuis besar, aspek antisipasi menyangkut tiga hal, yaitu: lingkungan bisnis, perubahan
peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan baik yang sudah pasti akan diberlakukan
maupun yang kemungkinan akan diberlakukan di masa yang akan datang.
Perusahaan beroperasi dalam suatu lingkungan yang dinamis, sehingga perlu mengantisipasi
tentang apa yang akan dilakukan oleh pesaing, pasar, dan pemerintah (regulasi).
Terkait dengan kewajiban atau beban pajaknya, pengaturan (adjustment) waktu/saat terjadinya
transaksi sebagai antisipasi akan terjadinya perubahan ketentuan perpajakan harus dilakukan.
Pengaturan (adjustment) waktu/saat terjadinya transaksi dilakukan hanya apabila ada kepastian
akan status pajaknya di masa mendatang atau apabila perubahan ketentuan perpajakan sudah
diketahui karena sudah diumumkan sebelumnya.
Anticipation and Certain Tax Changes
Untuk perubahan ketentuan perpajakan yang sudah pasti, pada tingkat korporat; masalah
penyesuaian atau pengaturan waktu terjadinya transaksi (adjustment of timing of transactions)
biasanya difokuskan pada upaya untuk menunda atau mempercepat pengakuan penghasilan kena
pajak (menunda atau mempercepat pengakuan penghasilan dan biaya atau pengurang penghasilan)
ke dalam masa atau tahun pajak yang relatif rendah tarif pajaknya. Hak atas kompensasi kerugian
harus juga dipertimbangkan di dalam membuat penyesuaian waktu/saat terjadinya transaksi sebagai
respon terhadap perubahan ketentuan perpajakan yang sudah pasti.
Anticipation and Uncertain Tax Changes
Pada dasarnya penyesuaian/pengaturan waktu terjadinya transaksi adalah fokus dari antisipasi
terhadap setiap perubahan ketentuan perpajakan, baik untuk perubahan yang sudah pasti maupun
perubahan yang belum pasti (belum diumumkan oleh pemerintah). Untuk perubahan ketentuan
perpajakan yang belum pasti, penerapan strategi antisipasi menyangkut penentuan probabilitas
terhadap setiap kemungkinan/tipe perubahan. Pengambilan keputusan untuk menyesuaikan waktu
terjadinya transaksi didasarkan pada expected tax saving atau tax benefits minus any related
transaction costs yang bisa diperoleh dari hasil implementasi strategi antisipasi tersebut.

Aspek Value-Adding (VA)


Tax planning menuntut agar setiap transaksi berdampak pada bertambahnya nilai perusahaan. Pada
hal unit pengukur nilai perusahaan, pada umumnya menggunakan informasi yang terdapat di dalam
laporan keuangan (laba per saham, price earnings ratio-PER, arus kas dari aktivitas operasi).
Namun dengan menggunakan arus kas, maka apabila NPV arus kas dari suatu transaksi positif dari
waktu ke waktu; arus kas tersebut akan ditranslasi menjadi positive financial earnings. Kenaikan
nilai perusahaan biasanya diinterpretasi sebagai kenaikan nilai kekayaan para pemilik perusahaan
(nilai pasar saham) dan kenaikan pada kompensasi manajemen; seperti misalnya pada kasus bonus
yang didasarkan pada laba akuntansi (accounting earnings) dan pemberian kompensasi berbasis
saham (pemberian hak beli saham dalam program ESOP)
Arus Kas sebagai Pengukur Value-Adding
Sebagai pengukur value-adding, dalam jangka panjang, arus kas sama halnya dengan laba
akuntansi (financial accounting income). Perbedaan antara laba tunai/arus kas dengan laba
akuntansi hanya pada saat dilaporkan. Jarang sekali laba tunai/arus kas persis sama dengan jumlah
dari seluruh laba akuntansi dari waktu-ke waktu; tetapi akan mendekati. Jika manajemen berhasil
memaksimumkan after-tax cash flows dari setiap transaksi, hal ini akan memaksimumkan juga
nilai saham perusahaan, yang diukur atau dinyatakan berdasar laba akuntansinya.
Value-adding, Cash Flows, dan Nilai Waktu Uang
Salah satu paham/ajaran dalam dunia bisnis adalah uang satu rupiah pada hari ini bernilai lebih
besar dibanding uang yang sama di kemudian hari. Dengan asumsi tarif dan basis pajak konstan,
maka tax planning mengisyaratkan bahwa pengakuan biaya (pengurang penghasilan) seharusnya
dipercepat sedang pendapatan (penghasilan bruto) justru ditunda pengakuannya untuk meminimi
sasi net present value of expected taxes. Sebagai akibatnya, tidak hanya arus kas (cash flows), tetapi
juga nilai tunai arus kas (discounted cash flows) harus dipertimbangkan di dalam menentukan
apakah efek dari suatu transaksi menaikkan nilai perusahaan-sesudah pajak (after-tax value of the

10
firm). Terdapat beberapa peluang di mana prinsip-prinsip perencanaan pajak sebagaimana
dikemukakan tersebut dapat diimplementasikan:
Transaksi pertukaran antar aktiva sejenis (tanpa disertai penerimaan/pengeluaran kas)
Pembentukan kantor cabang di luar negeri
Penjualan angsuran
Rekapitalisasi (Restrukturisasi finansial atau kuasi reorganisasi)
Management stock options
Employee stock option plans (ESOP)
Other Measure of Value-Adding
Discounted cash flows (DCF) bukan satu-satunya metode pengukuran kenaikan nilai
perusahaan yang dapat digunakan. Setiap tahun para pemodal dan kreditur memonitor kinerja
finansial perusahaan. Karena DCF (khususnya untuk setiap transaksi atau kegiatan) tidak
dilaporkan kepada pihak ekstern, mereka harus mengandalkan hanya pada pengukur kinerja
finansial perusahaan yang dipublikasikan di dalam laporan keuangannya. Oleh karena itu,
manajemen harus juga tahu efek dari setiap transaksi yang terjadi terhadap pengukur kinerja
finansial perusahaan tersebut. Beberapa pengukur kinerja yang digunakan oleh para pemodal dan
kreditur untuk memonitor kinerja finansial perusahaan, antara lain: (i) laba per saham (EPS)- laba
bersih sesudah pajak dibagi jumlah saham yang beredar, (ii) return on equity (ROE) - laba bersih
sesudah pajak dibadi nilai buku ekuitas (HPS), (iii) economic value added (EVA)- laba bersih
sesudah pajak minus rata-rata biaya modalnya
Transaksi yang hemat pajak (meminimisasi beban pajak) namun berdampak pada penurunan
kinerja finansial perusahaan harus dihindari. EVA misalnya, bisa berkurang sebagai akibat dari
berkurangnya laba sesudah pajak, penggunaan ekuitas (sebagai sumber pembiayaan) secara eksesif,
atau penggunaan sumber dana yang relatif tinggi/mahal biayanya.

Prinsip-Prinsip Perencanaan Pajak


Mengurangi atau menghemat pajak penghasilan pada khususnya jelas sangat bermanfaat, namun
mempelajari dan memahami prinsip-prinsip perencanaan pajak mutlak diperlukan, untuk dapat
menciptakan dan/atau memanfaatkan setiap peluang agar diperoleh penghematan pajak? Sepintas,
tampak sangat jelas khususnya bagi para manajer-pemilik perusahaan atau para pengusaha. Namun
hal ini merupakan suatu pertanyaan penting, yang jawabannya bisa berbeda untuk setiap kurun
waktu, untuk setiap perusahaan, dan untuk setiap negara di mana perusahaan menjalankan aktivitas
operasinya.
Manajemen harus mau belajar dan memahami ketentuan perpajakan, karena optimisasi beban
pajak dari setiap usaha atau kegiatan itu sangat menentukan keberhasilan usaha/kegiatan tersebut,
dan manajemen adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang
berhubungan dengan usaha/kegiatan terkait. Mengetahui prinsip-prinsip dan ketentuan perpajakan
serta penerapannya, memungkinkan manajemen untuk bisa membuat setiap keputusan secara lebih
baik atau tepat, sehingga semakin efektif di dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerialnya.
Manajemen yang dapat mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dibidang
perpajakannya, akan dapat memanfaatkan konsultan pajak secara lebih efektif; karena manajemen
tahu setiap permasalahan yang timbul dan alternatif solusi yang disarankan oleh konsultan.
Pajak mempengaruhi sukses perusahaan, karena keputusan-keputusan operasional biasanya
didasarkan pada prediksi nilai tunai arus kas sesudah pajak yang disesuaiakn dengan tingkat risiko
(risk-adjusted net present value of expected after-tax cash flows). Di samping itu, pajak-pajak
terkait dengan penghasilan perusahaan, gaji & upah karyawan (iuran Jamsostek, Iuran pensiun,
pajak penghasilan pasal-21), penjualan (pertambahan nilai barang/jasa, penjualan & barang
mewah), dan kekayaan (bumi & bangunan, kendaraan bermotor); tidak mustahil merupakan bagian
yang signifikan dari keseluruhan biaya persuahaan. Ditambah lagi, pajak sebagai kewajiban yang
harus dibayar memiliki klaim terhadap aset perusahaan dengan prioritas dan legalitas tertinggi.
Artinya, bagi perusahaan; pajak bukan hanya merupakan biaya yang bisa jadi cukup besar
jumlahnya, tetapi juga merupakan biaya yang harus dibayar, dan tepat pada waktunya.
Perusahaan-perusahaan yang sekuritas sahamnya diperdagangkan di bursa efek pada
khususnya, bisa sangat sensitif dengan beban pajaknya. Hal ini disebabkan oleh karena laba (yang

11
biasanya berpengaruh signifikan terhadap harga pasar saham) harus dilaporkan berdasar jumlah
neto sesudah pajak. Bahkan tidak hanya harus dikurangi dengan pajak dalam tahun berjalan, laba
harus juga dikurangi dengan pajak atas setiap penghasilan yang diharapkan akan diperoleh dari
laba tersebut. Karena kompensasi/imbalan kepada para manajer puncak seringkali dikaitkan dengan
laba melalui harga pasar saham (seperti misalnya, program ESOP), sebagai pihak pengambil
keputusan di dalam perusahaan; tidak jarang mereka lebih mengutamakan kepentingan untuk
mengoptimisasi pajaknya sebagai wajib pajak-orang pribadi.

Perencanaan Pajak-Strategi Dasar


Meskipun mengeliminasi beban pajak secara keseluruhan bukan merupakan suatu tujuan, namun
individu dan organisasi seringkali menghabiskan banyak waktu, upaya, dan sumber-sumber untuk
menerapkan berba-gai strategi penghematan pajak. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban
pajak tanpa secara eksesif mengganggu keseluruhan aktivitas operasinya. Secara eksplisit,
SAVANT mengakui hal ini.
Sebagai strategi perencanaan pajak, SAVANT juga menunjukkan pentingnya untuk
memanfaatkan nilai waktu dari uang (= membayar pajak pada kesempatan terakhir) atau perbedaan
tarif pajak (= tax rate arbritage). Mekanisme bekerjanya tax-rate arbritage dapat dipersamakan
dengan skema harga transfer artifisial,menggunakan sistem akuntansi atau pembukuan untuk
memindahkan laba atas transaksi dari otoritas pajak dengan tarif tinggi ke otoritas pajak dengan
tarif rendah.(beban pajak yang lebih rendah relatif terhadap manfaat yang diperoleh dengan
beroperasi pada yurisdiksi tertentu misal memberikan pelayanan gratis kepada semua orang
termasuk karyawan.
Pada dasanya, strategi penghematan pajak dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu:
(i) kreasi (creation), (ii) konversi (conversion), (iii) waktu (timing), dan (iv) pemecahan (spliting).
Kreasi (creation) menyangkut perencanaan untuk dapat memanfaatkan subsidi atau fasilitas pajak,
seperti misalnya memindahkan aktivitas operasi perusahaan ke dalam yurisdiksi yang memungut
pajak dengan tarif yang lebih rendah. Memindahkan aktivitas operasi perusahaan ke daerah
terpencil misalnya, berpeluang untuk memperoleh fasilitas pajak tertentu, seperti depresiasi aktiva
tetap yang dipercepat.
Konversi (conversion) menyangkut perubahan atau penyesuaian kegiatan bisnis perusahaan
sehingga diperoleh penghasilan atau aset yang termasuk dalam kategori lebih hemat pajak. Sebagai
contoh, kegiatan promosi yang semata-mata ditujukan untuk menghabiskan persediaan atau
meningkatkan penjualan akan diperoleh penghasilan dalam tahun berjalan yang termasuk dalam
kategori penghasilan obyek pajak berdasar tarif umum (ordinary income), yang biasanya dikenakan
pajak dalam tahun yang sama dan berdasar tarif yang lebih tinggi. Akan tetapi, kegiatan promosi
yang ditujukan untuk pembentukan citra produk atau perusahaan tidak dikenakan pajak sampai
dengan goodwill dijual. Pada kedua desain transaksi, biaya promosi dapat diperlakukan sebagai
pengurang penghasilan atau biaya fiskal dalam tahun berjalan; tetapi ordinary income dikenakan
pajak dalam tahun yang sama sedang laba atas penjualan goodwill dikenakan pajak pada saat
goodwill dijual.
Waktu (timing) menyangkut penggunaan teknik-teknik untuk memindahkan/menggeser
pengakuan penghasilan, dengan cara menunda atau sebaliknya mempercepat pengakuan
pendapatan dan/atau biaya dari suatu tahun pajak ke dalam tahun-tahun pajak yang lebih
menguntungkan. Sebagai contoh, penggunaan metode depresiasi yang dipercepat (accelerated
depreciation methods) memungkinkan bagian terbesar dari nilai perolehan aktiva tetap untuk
dibebankan sebagai pengurang penghasilan atau biaya fiskal pada tahun-tahun awal pemakaiannya.
Sebagai akibatnya, perusahaan dapat menunda pembayaran pajak terkait dengn penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan aktiva tetap ke dalam tahun-tahun terakhir pemakaian aktiva tetap
terkait. Demikian pula halnya dengan pembentukan program pensiun individual (individual
retirement accounts-IRA), bagi wajib pajak perseorangan.
Pemecahan (splitting) menyangkut strategi/perencanaan untuk mendistribusikan basis pajak
atau penghasilan kena pajak kepada dua atau lebih wajib pajak, untuk mengambil keuntungan atau
memanfaatkan perbedaan tarif pajak (dalam hal tarif pajak bersifat progresif). Sebagai contoh, tarif
marjinal pajak penghasilan tertinggi untuk perusahaan sebagai wajib pajak-perseorangan adalah

12
30%, dengan tarif pajak untuk penghasilan (kena pajak) sampai dengan Rp50,00 juta pertama
hanya 5% pada hal tarif pajak penghasilan untuk perusahaan sebagai wajib pajak-badan adalah
25%. Mengorganisasi suatu perusahaan yang berpenghasilan kena pajak sebesar Rp50,00 juta
sebagai perusahaan perorangan (wajib pajak-perseorangan), berarti menerapkan splitting strategy
yang berpeluang untuk menghemat pajak sebesar Rp10,00 juta [(0,25 0,05) X Rp50,00 juta] per
tahun. Penghematan pajak melalui splitting strategy bahkan bisa lebih besar lagi manakala
penghasilan kena pajak juga semakin besar, karena sebagai wajib pajak- perseorangan tarif pajak
sebesar 25% berlaku untuk lapisan penghasilan kena pajak sebesar Rp250,00 juta kedua (antara
Rp250,00 juta hingga Rp500,00 juta). Suatu perusahaan yang diorganisasi sebagai wajib pajak-
perseorangan dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp250,00 juta, akan dapat menghemat pajak
sebesar Rp30,00 juta [(0,20 X Rp50,00 juta) + (0,10 X Rp200,00 juta)] dibanding apabila
perusahaan diorganisasi sebagai wajib pajak-badan. Namun strategi splitting semacam itu tidak lagi
berdampak positif, manakala perusahaan sudah berpenghasilan kena pajak di atas Rp250,00 juta
hingga Rp500,00 juta per tahun. Dengan berpenghasilan kena pajak sebesar Rp500,00 juta, beban
pajak penghasilan untuk suatu perusahaan berstatus wajib pajak-perseorangan akan berjumlah
Rp95,00 juta dan Rp125,00 juta apabila berstatus sebagai wajib pajak-badan, sehingga pada tingkat
penghasilan kena pajak tersebut penghematan pajak tetap berjumlah Rp30,00 juta. Efek positif dari
splitting strategy melalui pemilihan bentuk perusahaan demikian itu, selanjutnya akan semakin
berkurang jika perusahaan berpenghasilan kena pajak lebih dari Rp500,00 juta per tahun. Sebagai
contoh, beban pajak penghasilan dari suatu perusahaan yang penghasilan kena pajak sebesar
Rp1,00 miliar akan berjumlah Rp245,00 juta jika berstatus wajib pajak-perseorangan, dan
Rp250,00 juta jika berstatus wajib pajak-badan. Efek positif splitting strategy berkurang dari
semula sebesar Rp30,00 juta menjadi hanya Rp5,00 juta.
Pajak juga bisa dihindari melalui kecurangan (fraud), yang bisa jadi merupakan praktik yang
lazim (meskipun tidak terdeteksi) di negara manapun. Penghindaran pajak melalui kecurangan
semacam itu, pada umumnya dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Mereka yang memilih
untuk melakukan kecurangan sebagai suatu strategi penghindaran pajak, pada umumnya tidak perlu
membaca buku-buku semacam ini.

Keseimbangan Manfaat dan Biaya Perencanaan Pajak


Secara keseluruhan terdapat banyak faktor yang secara bersamaan memotivasi para manajer untuk
berupaya memperoleh pengurangan/penghematan pajak, dengan syarat biaya yang diperlukan
untuk melakukannya tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh karena manajemen atau
perencanaan pajak pada khususnya memerlukan perubahan-perubahan, dan untuk melakukannya
bukan tanpa biaya, atau paling-tidak belum tentu berhasil. Pertama, peraturan atau ketentuan
perpajakan itu sangat kompleks dan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kedua, biaya yang
diperlukan untuk dapat mematuhi peraturan perpajakan (seperti misalnya: pembuatan surat
pemberitahuan masa, surat pemberitahuan tahunan) bisa signifikan jumlahnya. Tidak hanya biaya
yang diperlukan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang, tetapi juga untuk memastikan
pihak yang berkewajiban untuk membayar dan kapan waktu atau saat yang paling tepat untuk
menyelesaikan atau membayar kewajiban/utang pajak.
Biaya-biaya tersebut bisa sangat besar jumlahnya terutama untuk aktivitas antar-negara,
karena menyangkut sejumlah negara dengan ketentuan tarif pajak yang berbeda satu-sama lain. Di
samping itu, pajak-pajak sejenis seringkali dipungut oleh masing-masing negara; dengan cara yang
sama namun dengan lingkup dan definisi yang berbeda. Hal ini menyebabkan timbulnya
kekhawatiran akan terjadinya pajak ganda (multiple taxation- yang bisa membuat suatu basis pajak
dikenakan pajak dengan tarif lebih dari 100%); meskipun pemerintah biasanya selalu berupaya
untuk menghindarkannya melalui tax treaties, special adjustments: seperti misalnya fasilitas kredit
pajak luar negeri.
Pada akhirnya, meskipun pajak atas penghasilan perusahaan dan pajak atas gaji & upah
karyawan merupakan tanggungjawab kantor pusat, sehingga penghematan pajak tidak secara
langsung mempengaruhi kinerja dan bonus sebagai imbalan para manajer divisi/daerah; namun
beberapa jenis pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN) akan mempengaruhi kinerja para
manajer divisi/daerah. Hal ini disebabkan oleh karena pajak biasanya dipungut/dikenakan kepada

13
setiap strategic business unit (SBU), sehingga berdampak atau mempengaruhi kinerja dari unit-unit
bisnis terkait.
Tidak setiap gagasan dan peluang yang dapat mengurangi atau menghemat pajak selalu
berdampak positif. SAVANT framework dapat membantu manajemen untuk membuat perencanaan
dan keputusan yang lebih baik, karena mempertimbangkan keseimbangan (trade-off) antara
manfaat yang didapat/diperoleh dengan biaya yang diperlukan untuk merealisasikan setiap peluang
atau mengimplementasikan ide/gagasan terkait.

Perpajakan: Perspektif Global


Dengan berbagai alasan, dewasa ini semakin banyak individu dan perusahaan yang memperluas
usahanya di banyak lokasi atau negara dan berkompetisi di pasar global. Pada setiap lokasi atau
negara dan pasar tersebut memiliki konsekuensi perpajakan yang bervariasi, yang dapat dikelola
melalui suatu perencanaan yang tepat. Sebagai contoh, sebuah perusahaan di Indonesia bisa jadi
mempunyai lebih dari satu pabrik dan menjual produknya di lebih dari satu wilayah negara di luar
negeri. Untuk perusahaan semacam itu, akan ada beban pajak penghasilan yang terutang di
Indonesia dan di setiap negara di mana perusahaan menjalankan aktivitas operasinya untuk
memperoleh penghasilan. Demikian pula dengan beban pajak pertambahan nilai atau penjualannya.
Meskipun perusahaan berkantor pusat di Indonesia, besar kemungkinan perusahaan juga terutang
pajak bumi dan bangunan (PBB) atau pajak kekayaan (property taxes) di setiap negara di mana
perusahaan menjalankan aktivitas operasinya.
Bagaimanakah seting yang sedemikian kompleks dapat dikelola? Sudah pasti tidak mudah.
Namun apabila setiap transaksi penting dilakukan dengan mengacu pada proses analisis kritis
berdasar SAVANT framework, dan secara periodik dilakukan monitoring terhadap perubahan faktor-
faktor lingkungan, maka organization-wide, globat tax management akan dapat dilakukan.

14

Anda mungkin juga menyukai