UJI ALKOHOL
Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada
selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein. Terdapat pada
penambahan pertama 5 ml alkohol 70% ke dalam susu A setelah dihomogenkan susu tersebut
sedikit pecah atau terdapat sedikit butiran susu berarti hasilnya negatif atau kualitas susu lumayan
baik untuk dikonsumsi. Hasil uji alkohol yang negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu
yang melekat pada dinding tabung reaksi(dirkeswan, 1997). Pada susu B setalah ditambahkan lagi 5
ml alkohol 70% dan dihomogenkan terlihat pecah atau terdapat butiran-butiran di dinding tabung
reaksi,susu B berarti hasilnya positif. Hal ini sesuai dengan pendapat sudarwanto (2005), bahwa
Pada uji alkohol susu yang tidak baik (misalnya susu asam) akan pecah atau menggumpal jika
ditmbahkan alkohol 70%. Alkohol memiliki daya dehidrasi yang akan menarik gugus H+ dari ikatan
mantel air protein , sehingga protein dapat melekat satu dengan yang lain akibatnya kestabilan
protein yang dinamakan susu pecah. Dilihat dari perbedaan susu A dan B mungkin disebabkan
karena kedua susu tersebut dari sapi yang berbeda dan mungkin susu A dan B berbeda dalam waktu
penyimpanannya, mungkin susu B lebih lama disimpan dari waktu pemerahan daripada susu A.
Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
2.UJI KEBERSIHAN
Kebersihan susu dapat diuji dengan cara penyaringan, berfungsi untuk melihat kondisi susu bersih
atau kotor. Pada percobaan yang dilakukan pada susu A yang telah disaring ditemukan sedikit
kotoran/debu pada kertas saring. penyaringan pada susu B ditemukan ada sehelai rambut, debu,
dan terdapat larva. Pada kedua susu tersebut masih kurang bersih karena masih terdapat
kotoran/debu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soeparno et al (2011), menyatakan bahwa susu
yang dalam keadaan bersih yaitu susu yang apabila dilakukan penyaringan tidak terdapat kotoran
seperti dedak, ampas kelapa, kotoran kandang, pasir, bulu dll.
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
3.UJI RASA
Pada uji rasa susu yang pertama dicicipi yaitu susu A. Pada susu A terasa agak manis yang
menandakan bahwa susu tersebut dalam keadaan baik dan pada susu B terasa agak asam yang
menandakan susu tersebut dalam keadaan tidak baik untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan
pendapat iyert (1997), menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikuonsumsi sedikit ada rasa
manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera untuk minum susu. Hal tersebut juga
sependapat dengan penyataan Yusuf (2010),menyatakan bahwa susu agak manis diakibatkan karena
kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, khususnya untuk golongan laktosa. Susu dari segi rasa
mengandung susu yang agak manis untuk dikatakan normal selebihnya banyak kelaianan di dalam
susu yang tidak bermanfaat bagi tubuh.
Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat pemberian pakan yang
mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.) merr) yang berbeda. Jurnal. Jurnal Teknologi
Pertanian volume 6 nomor 1 halaman 1-6.
4.UJI BAU
Pengamatan dengan indra peciuman mendapatkan hasil uji bau pada susu A berbau khas susu sapi
dan pada susu B berbau sedikit asam. pada susu A bs dikatakan normal sehingga dapat dikatakan
bahwa kualitas susu baik, sedangkan pada susu B tidak berkualitas baik karena tidak berbau khas
susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Lukman (2009), bahwa susu segar yang normal mempunyai
bau yang khas terutama karena adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami
perubahan, misalnya menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau
lain yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak susu. Bau pakan
dan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah mempengaruhi bau susu tersebut.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Pemerahan
dan Penanganan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
5.UJI KEKENTALAN
Dari hasil pengamatan susu A tidak telalu kental namun juga tidak terlalu encer serta tidak terdapat
butiran, sedangkan pada susu B yaitu sedikit agak kental. Susu yang baik akan membasahi dinding
dengan tidak memperlihatkan bekas berupa lendir ataupun butiran butiran yang bekasnya akan
menghilang. Apabila ke dalam susu ditambahkan bahan-bahan tertentu maka kekentalan susu dapat
berubah, sehingga sistem emulsi terganggu dan beberapa komponen susu terpisah dari air.
6.UJI WARNA
Dari hasil pengujian warna, pada kedua susu tersebut berwarna putih kekuningan yang menandakan
kedua susu tersebut berwarna normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Maheswari (2004), bahwa
warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena refleksi sinar
matahari dengan adanya butiran-butiran lemak, protein dan garam-garam didalam susu. Warna
kekuningan merupakan cerminan warna karoten dalam susu. Diluar batas warna normal tersebut,
kadang dijumpai susu berwarna kebiruan, kemerahan, atau kehijauan. Warna kebiruan kemungkinan
diakibatkan berkembangnya bakteri Bacillus cyanogenes atau kemungkinan susu ditambahi air.
Warna kemerahan sering disebabkan adanya butir eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang 12
diperah mengalami sakit, khususnya mastitis. Adapun warna kehijauan kemungkinan merupakan
refleksi kandungan vitamin B kompleks yang relatif tinggi. Pengujian warna susu didapatkan warna
putih normal hal ini mengindikasikan bahwa susu baik untuk dikonsumsi.
Maheswari RRA. 2004. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
7.UJI DIDIH
Dari pengamatan yang dilakukan pada uji didih yaitu pada susu A negatif tidak ditandai adanya
butiran-butiran pada dinding tabung reaksi, hal ini berarti susu masih dalam keadaan segar dan
berkualitas baik. Sedangkan pada susu B positif ditandai dengan terdapatnya gumpalan gumpalan,
hal ini dapat disebabkan karena susu sudah asam (derajat keasaman tinggi) atau dikatakan susu
sudah pecah, dan mastitis. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarwanto (2005),menyatakan bahwa
beberapa jenis bakteri dapat melakukan fermentasi pada susu sehingga merubah laktosa menjadi
asam laktat sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan jika masih menyatu dan homogen
maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.
Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
8.UJI REDUKTASE
Prinsip dari uji reduktase adalah kerja enzim reduktase dalammereduksi zat warnabiru dari
MB (Methylen Blue) menjadi larutan berwarna putih jernih. Tujuan uji reduktase adalah untuk
identifikasiadanya mikroba didalam susu, sehingga kualitas susu dapatditentukan. Susu dicampur
dengan metilen blue ke dalam tabung lalu dihomogenkan, setelah dihomogenkan lalu disimpan
didalam inkubator.
Dari hasil pengamatan uji berat jenis susu didapatkan berat jenis pada susu A 1,0285 dan pada susu
B 1,0287 yang menandakan bahwa susu yang dilakukan uji masih dalam keadaan baik. hal ini sesuai
dengan pernyataan Soeparno et al (2011), bahwa variasi bobot spesifik susu yang baik yaitu berkisar
antara 1,027 sampai 1,035.
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Lemak merupakan komponen penting dalam susu. Kadar minimum lemak dalam susu segar yang
ditetapkan pada SNI adalah 3% dan seluruh sampel yang diperiksa pada praktikum ini tidak
memenuhi standar. Nilai kadar lemak dari susu A dan B hanya 2,6%. Menurut Muchtadi et al. (2010),
nilai KL memiliki kisaran komposisi terbesar, yaitu 2.60-6.00%. Hal tersebut terjadi karena KL susu
sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi nilai KL tersebut adalah jenis sapi perah, umur sapi perah, waktu laktasi, pakan,
iklim, serta prosedur dan waktu pemerahan.
Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung (ID):
Alfabeta.
UJI PEMALSUAN