Anda di halaman 1dari 26

Jenis - Jenis Penelitian

Jenis jenis Penelitian dapat dikelompokkan menurut: tujuan, pendekatan, tingkat eksplanasi
& jenis data.
1. Penelitian Menurut Tujuan

Penelitian dasar (murni) adalah: penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan


baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Penelitian terapan adalah: penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan
pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan praktis.

Contoh :
Murni : Pengaruh pemberian stimulus terhadap respon pada binatang
Terapan : Pengaruh pemberian insentif terhadap perilaku kerja.

2. Penelitian Menurut Pendekatan

Penelitian Survey

Penelitian yang dilakukan pada populasi besar ataupun kecil, tapi data yang dipelajari adalah
data dari sampel yang yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-
kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel.

Penelitian Ex Post Facto

Penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut
kebelakang, melalui data tersebut ditemukan faktor atau penyebab peristiwa yang diteliti.

Penelitian Eksperimen

Penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam
kondisi yang terkontrol secara ketat.
Pre expremintal, true experimental, factorial & quasi eksperimental.

Penelitian Naturalistik = Metode Kualitatif

Penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci.

Penelitian Policy

Penelitian atau analisis terhadap masalah sosial yang mendasar, temuannya dapat
direkomendasikan kepada pembuat keputusan untuk bertindak secara praktis dalam
menyelesaikan masalah.

Penelitian Tindakan

Dilakukan untuk mengembangkan pendekatan dan program baru guna memecahkan masalah
yang muncul pada situasi yang aktual.
Penelitian Evaluasi

Bertujuan untuk membandingkan suatu kejadian, kegiatan dan produk dengan standar dan
program yang telah ditetapkan.

Penelitian Sejarah

Penelitian yang berkenaan dengan analisis yang logis terhadap kejadian-kejadian yang telah
berlangsung dimasa lalu.

3. Penelitian Menurut Tingkat Eksplanasi

Penelitian Deskriptif

Penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan dengan variabel lain.
Contoh:
Seberapa baik kepemimpinan, etos kerja dan prestasi kerja karyawan di rumah sakit X.

Penelitian Komparatif

Penelitian yang bersifat membandingkan, variabelnya masih mandiri tapi sampelnya lebih dari
satu.
Contoh :
Adakah perbedaan produktifitas kerja antara pegawai negeri dan swasta.

Penelitian Asosiatif

Penelitian yang yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Contoh :
Efektifitas kompres dingin terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien demam.

4. Penelitian Menurut Jenis Data

Data Kualitatif

Data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar.

Data Kuantitatif

MACAM-MACAM VARIABEL DALAM PENELITIAN

A. Pengertian
1. Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian.
2. Ibnu Hajar (1999:156) yang mengartikan variabel adalah objek pengamatan atau
fenomena yang diteliti.
3. Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau
tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen.
4. M. Nazir (1999:149) variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai.
5. Variabel adalah gejala atau obyek penelitian yang bervariasi, contoh: 1) variabel jenis
kelamin (laki-laki dan perempuan), 2) variabel profesi (guru, petani, pedagang).

B. Macam-macam Variabel
1. Variabel Kuantitatif.
a. Variabel diskrit ( nominal,kategorik) yaitu variabael 2 kutub berlawanan. Contoh:
1) Kehadiran : hadir, tidak hadir
2) Jenis kelamin : laki-laki, perempuan.
b. Variabel kontinum
1) Variabel Ordinal : variabel tingkatan. Contoh: Satria terpandai, Raka pandai, Yudit tidak
pandai.
2) Variabel Interval: variabel jarak. Contoh: jarak rumah Anto kesekolah 10 km,
sedangkan Yuli 5 km maka vr intervalnya adalah 5 km.
3) Variabel Ratio: variabel perbandingan (sekian kali). Contoh: berat badan Heri 80 kg,
sedangkan berat badan Upi 40 kg, maka berat badan Heri 2 kali lipat Upi.

2. Variabel Kualitatif adalah variabel yang menunjukkan suatu intensitas yang sulit diukur
dengan angka. Contoh : kedisiplinan, kemakmuran dan kepandaian.

3. Variabel Independen (Pengaruh, Bebas, Stimulus, Prediktor).


Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat).

4. Variabel Dependen (Dipengaruhi, Terikat, Output, Kriteria, Konsekuen).


Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya variabel bebas.
Contoh: Pengaruh Iklan Terhadap Motivasi Pembelian. Iklan = Variabel Independen
Motivasi Pembelian = Variabel Dependen.

5. Variabel Moderator.
Merupakan variabel yang mepengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan
antara variabel independen dengan dependen. Variabel ini sering disebut sebagai
variabel independen kedua. Contoh: Anak adalah variabel yang memperkuat hubungan suami
isteri. Pihak ketiga adalah variabel yang memperlemah hubungan suami isteri.

6. Variabel Intervening (Antara).


Merupakan variabel yang menghubungkan antara variabel independen dengan variabel
dependen yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan namun tidak dapat diamati
atau diukur. Contoh: Hubungan antara Kualitas Pelayanan (Independent) dengan Kepuasan
Konsumen (Intervening) dan Loyalitas (Dependen).

7. Variabel Kontrol.
Merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel
independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Contoh: Apakah ada perbedaan antara tenaga penjual (sales force) yang lulus D3 dan S1
maka harus ditetapkan variable control berupa gaji yang sama, peralatan yang sama, iklim
kerja yang sama, dan lain-lain. Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit ditemukan apakah
perbedaan penampilan karyawan karena faktor pendidikan.
Home

Subijakto Punya Blogger


Just another Blog.com site

stay updated via rss

Social Connections
Facebook
Twitter
Flickr

proposal skripsi TUBERCULOSIS PARU


Posted: 11th April 2011 by subijakto in Uncategorized

20

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERCULOSIS PARU DENGAN


KEPATUHAN BEROBAT PASIEN

TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TBC adalah infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri mycobacterium tubercolusis (Danusantoso,2002). Bakteri ini merupakan bakteri
basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya,
disamping rasa bosan karena harus minum obat dalam waktu yang lama seseorang penderita
kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum massa pengobatan belum selesai hal ini
dikarenakan penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu
yang telah ditentukan, serta pengetahuan yang kurang tentang penyakit sehingga akan
mempengaruhi kepatuhan untuk berobat secara tuntas.

Tuberculosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas),
angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk
lebih dari 200juta orang, di indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah india dan
china dalam hal jumlah penderita TB paru sekitar 583 ribu orang dan diperkirakan sekitar 140
ribu orang meningal dunia tiap tahun akibat TBC. Sedangkan di jawa timur sendiri
menempati urutan ke 2 setelah jawa barat dengan kasus sekitar 37 ribu penderita (depkes RI,
2007). Di seluruh kab.madiun sendiri terdapat lebih dari 230 kasus, dengan angka kematian
rata-rata 10 orang tiap bulannya sedangkan di puskesmas mejayan sendiri terdapat 13 pasien
tubercolusis dengan BTA positif dan 4 dengan BTA negatif 1 orang putus obat (tidak patuh
berobat)

Berhasil atau tidaknya pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien, keadaan
sosial ekonomi serta dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi
dari keluarga yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan
mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsunsi obat(Dr.Indan Enjang, 2002).Apabila
ini dibiarkan dampak yang akan muncul jika penderita berhenti minum obat adalah
munculnya kuman tubercolusis yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman
tersebut terus menyebar pengendalian obat tubercolusis akan semakin sulit dilaksanakan dan
meningkatnya angka kematian terus bertambah akibat penyakit tubercolusis.

Tujuan pengobatan pada penderita tubercolusis bukanlah sekedar memberikan obat saja, akan
tetapi pengawasan serta memberikan pengetauan tentang penyakit ini untuk itu hendaknya
petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya agar
pengetauan mereka mengetahui resiko-resiko dan meningkatkan kepatuhan untuk berobat
secara tuntas. Dalam program DOTS ini diupayakan agar penderita yang telah menerima obat
atau resep untuk selanjutnya tetap membeli atau mengambil obat, minum obat secara teratur,
kembali control untuk menilai hasil pengobatan.

1.1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Masalah

Adakah hubungan pengetahuan tuberculosis paru dengan tingkat kepatuhan berobat pasien
tuberculosis paru di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun?
1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan penyakit tuberculosis dengan tingkat kepatuhan berobat


pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban


kab.madiun
2. Mengidentifikasi kepatuhan berobat pasien tubercolusis di puskesmas mejayan, caruban
kab.madiun
3. Menganalisis hubungan pengetahuan penyakit tuberculosis dengan kepatuhan berobat
pasien tubercolusis di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita tubercolusis, sehingga


akan meningkatkan kualitas asuahan keperawatan dan kualitas hidup penderita serta memberi
masukan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya penyuluhan penyakit tubercolusis
kepada masyarakat khususnya penderita tubercolusis

1.3.2 Bagi Pasien

Memberikan pengetahuan tentang penyakit tuberculosis dalam meningkatkan kepatuhan


berobat pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun

1.3.3 Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang tubercolusis paru

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan untuk peneliti
selanjutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi

Berasal dari kata tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap sesuatu
obyek tertentu, pengideraan terjadi melalui panca indra manusia. Tetapi sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh dari atau melalui mata dan telinga, (Noto atmodjo,2003)
Roger (1974) yang dikutip oleh noto atmodjo (2003) mengemukakan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru dalam diri seseorang akan terjadi proses yang berturut-turut yaitu :

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yaitu orang tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.

2.1.2 Sunber Pengetahuan

1. Tradisi

Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai
mencoba memecahkan masalah. Tradisi merupakan kendala dalam kebutuhan manusia
karena beberapa tradisi begitu melekat sehingga validitas, manfaat dan kebenarannya tidak
pernah dicoba dan diteliti.

2. Autoritas

Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena kita tidak dapat
secara automatis menjadi seseorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.

1. Pengalaman

Dalam memecahkan suatu permasalahan dapat berdasarkan pengalaman sebelumnya, dan ini
merupakan pendekatan yang penting dan bermanfaat.

1. Trial and Error

Kadang kita dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan
alternative pemecahan melalui coba dan salah

1. Alasan yang logis

Dalam menyelesaikan suatu masalah berdasarkan proses penelitian yang logis. Pemikiran ini
merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah akan tetapi alasan rasional
sangat terbatas.

1. Metode ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran,
karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis, serta dalam mengumpulkan
dan menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validitas dan reliabilitas.

(Nursalam, 2000)
2.1.3 Komponen pengetahuan (Noto atmodjo,2003)

1. Tahu

Pengetahuan berkenan dengan bahan yang dipelajari sebelumnya disebut juga istilah recal
(mengingat lagi) namun apa yang yang telah diketahui hanya sekedar informasi yang diingat
saja. Oleh sebab itu ini merupakan tongkat pengetahuan yang rendah.

1. Pemahaman

Adalah kemampuan mengetahui arti sesuatu bahan yang tekah dipakai dipelajari seperti
menafsirkan. Menjelaskan dan meringkas tentang sesuatu kemampuan. Ini lebih tinggi dari
pengetahuan.

1. Penerapan

Adalah kemampuan menggunakan suatu bahan yang telah dipelajari dalam sesuatu yang baru
atau konkrit.

1. Analisa

Adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu bahan obyek kedalam
komponen-komponen tetapi masih didalam stuktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya sama lain.

1. Sintesa

Kemampuan untuk menghimpun bagian dalam keseluruhan seperti merugikan tema rencana
atau melihat hubungan abstrak dan sebagian fakta

1. Evaluasi

Adalah berkenan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membantu penelitian


terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.

2.1.4 faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1. Faktor Eksternal

1) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap


pembentukan sikap kita. Apa bila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai
sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangatlah mungkin berpengaruh
dalam pembentukan sikap pribadi seseorang (syaifudin A, 2003)

2) Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna dapat diartikan sebagai pemberitahuan sesering adanya
informasi baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestis dibawa
oleh informasi tersebut pendidikan ini biasanya digunakan.

2. Faktor internal

1) Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha pengaruh pelindung dan bantuan yang diberikan kepada anak
yang tertuju pada kedewasaan GBHN Indonesia tentang menngidentifikasi lain bahwa
pendidikan diri dalam dan dari luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. (Notoadmodjo,
2003)

2) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu pengalaman sama sekali terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi penghayatan. Pengalaman akan lebih
mendalam dan lama membekas (Syaifudin A, 2005)

3) Usia

Usia individu terhitung mulai dilakukan sampai berulang tahun (Elizabeth B Houspitalisasi,
1995) semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang telah dewasa
akan lebih percaya dari pada seseorang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan dijiwainya (Hurlock, 1998) makin tua
seseorang makin kondusif dalam mengunakan koping masalah yang dihadapi.

4) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau pencarian. Masyarakat
yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan mempunyai waktu yang lebih
sedikit untuk memperoleh informasi.

5) Pendapatan

Pendapatan sesuatu yang didapatkan dan sebelumnya belum ada. pendapatan erat sekali
dengan status kesehatan.

6) informasi

informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang. Bila seseorang memperoleh banyak informasi maka ia cenderung mempunyai
pengetahuan lebih luas.

2.1.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto ,2006 pengetahuan seseorang dapat diketahui dengan dipersentasikan


tetapi berupa prosentasi lalu ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. baik : hasil persentasi 76-100%
2. cukup : hasil persentasi 56-75%
3. kurang : hasil persentasi < 0

2.2 Konsep Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Pengertian kepatuhan menurut sockett yang dikutip oleh neil niven (2000) bahwa kepatuhan
pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
profesional kesehatan. Orang mematuhi perintah dari orang yangmempunyai kekuasaan
bukan hal yang mengherankan karena ketidakpatuhan sering kali diikuti dengan beberapa
bentuk hukuman. Meskipun demikian, yang menarik adalah pengaruh dari orang yang tidak
mempunyai kekuasaan dalam membuat orang mematuhi perintahnya dan sampai sejauh mana
kesediaan orang untuk mematuhinya.

2.2.2 Tingkat Kepatuhan

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau
preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett and Snow yang dikutip oleh Niven
(2000) menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan sejumlah 70- adalah
pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program jangka panjang, yang bukan dalam kondisi
akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk
sesuai waktu.

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut Niven (2000) antara lain adalah:

1. Pemahaman tentang intruksi

Tidak seorangpun dapat mematuhi intruksi jika dia salah paham tentang intruksi yang
diberikan. Kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan
dalammemberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah medis dan memberikan
instruksi yang harus diingat oleh pasien.

1. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting
dalam menentukan derajat kepatuhan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan bersikap ramah dan
memberikan informasi dengan singkat dan jelas.

1. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan keyakinan dan nilai
kesehatan individu dan dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat
mereka terima.

1. Motivasi
Motivasi dapat diperoleh dari diri sendiri, keluarga, teman, petugas kesehatan dan lingkungan
sekitarnya.

1. Pengetahuan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin besar kemungkinan untuk patuh pada
suatu program pengobatan.

2.2.4 Cara Mengurangi Ketidakpatuahan

Dinicola dan Dimatteo yang dikutip oleh niven (2000) mengusulkan beberapa rencana untuk
mengatasi ketidakpatuhan pasien, antara lain:

1. Mengembangkan tujuan kepatuhan

Peryataan-peryataan juga dapat meningkatkan kepatuhan seseorang, kontrak tertulis juga


dapat meningkatkan keputuhan, tetapi kontrak kemungkinan dapat menjadi tidak efektif
dalam kurun waktu yang lama.

1. Mengembangkan perilaku sehat dan mempertahankanya

Perilaku sehat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu
strategi yang bukan hanya mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan
tersebut.

1. Pengontrolan perilaku

Pengontrolan perilaku seringkali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri. Suatu
program secara total dapat dihancurkan sendiri oleh pasien dengan mengunakan peryataan
pertahanan.

1. Dukungan sosial

Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh penyakit
tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan, dan mereka seringkali
dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

1. Dukungan dari profesional kesehatan

Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi
perilaku kepatuhan. Dukungan mereka berguna terutama saat pasien menghadapi bahwa
perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat
mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap
tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus-menerus memberikan penghargaan yang positif
bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.

1. Pendidikan pasien

Pendidikan pasien dapat meningkatkan pendidikan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut


merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku dan kaset secara mandiri.
1. Modifikasi faktor-faktor lingkungan sosial

Modifikasi faktor-faktor lingkungan sosial berarti membangun hubungan sosial dari keluarga
dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membentuk
kepatuhan terhadap program-program pengobatan seperti berhenti merokok dan menurunkan
konsumsi alkhohol.

1. Meningkatkan interaksi profesi kesehatan dengan pesien

Meningkatkan interaksi profesi kesehatan dengan pesien adalah suatu hal penting untuk
memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis.
Pasien membutuhkan penjelasan kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat
mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.

1. Perubahan model terapi

Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif
dalam perbuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam
program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-
komponen yang lebih kompleks.

2.2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien menurut Niven (2000) adalah sebagai
berikut :

1. Keadaan penyakit

Pasien yang menderita penyakit kronis (tuberculosis paru) cenderung paling tidak patuh. Ini
terutama karena harus menggunakan obat dalam jangka waktu lama dimana gejala yang
terasa hanya dalam waktu singkat.

1. Keadaan pasien

Kepatuhan pasien menurun pada usia tinggi yang hidup sendiri (tidak ada yang mendorong).
Tingkat ekonomi lemah, orang-orang dengan pengetahuan dan pendidikan rendah, dimana
faktor budaya atau bahasa menjadi penghalang komunikasi antara petugas kesehatan dengan
pesien.

1. Petugas kesehatan

Kepatuhan pasien akan dipengaruhi oleh sikap petugas kesehatan dalam melayani pasiennya.
Petugas yang bersifat merendah, pasien kurang yakin terhadap terapi yang diputuskan, ada
hambatan dalam komunikasi karena faktor budaya, bahasa dan waktu yang disediakan.

1. Pengobatan

Kepatuhan pasien akan berkurang apabila obat yang diberikan dalam jangka waktu lama.
Bentuk dan keberhasilan kemasan yang terlalu sederhana dimana obat mudah pecah dan
terkontaminasi oleh kotoran juga dapat menurunkan kepatuhan pasien untuk minum obat.
1. Struktur pelayanan

Semakin sulit tempat pelayanan kesehatan dicapai, semakin berkurang kepatuhan pasien.

2.3 Konsep Tuberculosis Paru

2.3.1 Definisi Tuberculosis Paru

Tuberculosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobakterium tubercolosis sistemis
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang
biasanya merupakan infeksi primer. Tuberculosis merupakan bakteri kronik dan ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan hipersensivitas yang diperantarai
sel (Cell Madiated Hipersensivity) (Mansjoer Arif, 2000).

2.3.2 Gejala Tuberculosis Paru

1. Demam

Dimulai dengan demam subfebris seperti influenza. Terkadang panas mencapai 40-41*C.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk (Soeparman,1990)

1. Batuk darah

Batuk darah terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah terjadi peradangan menjadi produktif hal ini berlangsung 3 minggu atau lebih.
Keadaan lanjut adalah terjadinya batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Yang merupakan tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding
kavitas. Kematian dapat terjadi karena penyumbatan bekuan darah pada saluran nafas
(Soeparman, 1990)

1. Sesak nafas

Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana ilfiltrasinya sudah setengah
bagian paru (Depkes RI, 2002)

1. Nyeri dada

Terjadi bila ilfiltrasinya radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis (Depkes
RI, 2002)

1. Malaise (Badan lemah)

Penyakit tuberculosis paru adalah penyakit radang yang bersifat menahan nyer otot dan
keringat dimalam hari. Gejala-gejala tersebut makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur (Soeparman, 1990)

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Tubercolusis


1. Harus ada sumber infeksi

Sumber infeksi dapat berasal dari penderita tubercolusis dengan BTA positif yang ditularkan
melalui droplet. Baik itu melalui penggunaan alat makan secara bergantian tanpa dicuci
terlebih dahulu ataupun pada waktu penderita batuk atau bersin.

1. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup

Semakin banyak jumlah basil yang terhirup, maka semakin besar kemungkinan seseorang
untuk mengidap penyakit tubercolusis.

1. Virulensi yang tinggi dari basil tubercolusis

Apabila tingkat keaktifan kuman tinggi maka akan semakin cepat berkembang biak didalam
tubuh. Selain itu akan semakin cepat pula massa inkubasinya.

1. Daya tahan tubuh yang menurun

Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang biak dan keadaan ini
menyebabkan timbulnya penyakit tubercolusis baru.

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum

Pemekriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukanya kuman BTA, diagnosa
tubercolusis paru sudah dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila
ditemukanya sekurang-kurangya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan dan sedikitnya dua
dari tiga kali pemekrisaan specimen BTA hasilnya nyatakan positif (Soeparman, 1990)

1. Foto thorak

Menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer
atau efusi cairan. Adanya perluasan kuman tubercolusis paru ditunjukan dengan adanya
rongga atau area fibrosa (Doenges, 2002)

1. Tes tuberkulin (Mantoux)

Reaksi positif area durasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradermal antigen menunjukan massa lalu dan adanya antibodi, tetapi tidak secara berarti
menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda (Doenges,2002)

1. Pemekrisaan darah

Pada waktu kuman tubercolusis mulai aktif jumlah leukosit sedikit meninggi dan jumlah
limfotsit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila sakit mulai sembuh
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi. Laju endap darah
mulai turun kearah normal lagi (Soeparman, 1990)
1. Pemekrisaan fungsi paru

Terjadi penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu
dan kapasitas paru total. Saturasi oksigen terjadi penurunan sekunder terhadap infiltrasi
parenkim paru, kehilangan jaringan paru ketika tubercolusis paru kronis sudah meluas.
(Doenges, 2002)

2.3.5 Cara Penularan

1. Percikan ludah (droplet infection)

Pada saat penderita tubercolusis batuk akan mengeluarkan droplet dengan ukuran
mikroskopis yang bervariatif. Ketika pertikel tersebut berada di udara, air akan menguap dari
permukaannya sehingga menurunkan volume dan menaikan konsetrasi kumannya. Partikel
inilah yang disebut dengan droplet (Crofton, 2002)

1. Inhalasi debu yang mengandung basil tubercolusa (air bone infection)

Seseorang yang melakukan kontak erat dalam waktu yang lama dengan penderita
tubercolusis paru akan mudah tertular karena menginhalasi udara yang telah terkontaminasi
kuman tubercolusis (Depkes RI, 2002)

2.3.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keteraturan Minum Obat

1. Keadaan sosial ekonomi

Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat sehingga makin jelek pula gizi dan hygiene
lingkungannya yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka sehingga
memudahkan terjadinya penyakit. Seandainya mendapat penyakit selain mempersulit
penyembuhan juga memudahkan kambuhnya TBC yang sudah ada.

2. Kesadaran

Pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama (minimal 2 tahun terbentuk) sebab anti TBC
barulah bersifat tuberculostotica bersifat tubercuicocido. Kadang-kadang walaupun
penyakitmya agak berat sipenderita tidak merasa sakit sehingga tidak mencari pengobatan
menurut hasil penyelikan WHO 50% penderita TBC menunjukan gejala apa-apa orang ini
telah berbahaya lagi sebagai sumber penular karena bebas bercampur dengan masyarakat.

3.Pengetahuan

Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit TBC untuk dirinya keluarga
dan masyarakat disekitarnya maka besar pulalah bahaya sipenderita sebagai penularan baik
dirumah maupun ditempat kerjanya. Untuk keluarga dan orang-orang disekitarnya, sebaiknya
pengetahuan yang baik tentang penyakit ini akan menolong masyarakat dalam
menghindarinya (Dr.indan entjang, 2000)

2.3.7 Tingkat Kepatuhan Pengobatan tuberculosis


Niven (2000) berpendapat bahwa tingkat kepatuhan pengobatan tuberculosis paru adalah
sebagai berikut :

1. Minum obat sesuai petunjuk

Obat yang diminum sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh petugas kesehatan
meliputi dosis, jumlah, jenis dan waktu minum obat.

1. Jadwal mengambil obat

Pengambilan obat tidak boleh terlambat. Apabila penderita telah minum obat dikhawatirkan
akan terjadi resistesi obat.

1. Lama pengobatan

Lama pengobatan akan mempengaruhi terhadap kepatuhan penderita untuk berobat.


Pengobatan pada tuberculosis sendiri minimal dilakukan selama 6 bulan.

1. Macam-macam obat

Banyaknya macam-macam obat tuberculosis membuat penderita menjadi jenuh untuk


berobat. Jika kurangnya pengetahuan atau motivasi maka semakin besar kemingkinan akan
putus obat.

2.4 Konsep Pengobatan Tubercolusis Paru

2.4.1 Aktivitas obat

1. Aktivitas bakteresid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih
aktif). Aktivitas bakteresid biasanya diukur dari kecepatan membunuh atau melenyapkan
kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan permulaan
pengobatan).

1. Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat


(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi di undur dari angka kekambuhan setelah
pengobatan dihentikan (Soeparman dan Sarwono, 1999)

2.4.2 Jenis Obat

Pengobatan dengan strategi DOTS (Direct Obseved Treadment Short Course) dipermudah
dengan pengadaan obat yang telah dipadukan sesuai dengan kategori tersendiri :

1. Obat primer (obat anti tubercolusis tingkat satu)

1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakteresid, dapat membunuh 90% populasi dalam beberapa
hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolisme
aktif, yaitu pada saat kuman sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan adalah 5
mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3kali seminggu dengan dosis 10 mg\kg
BB.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakteresid, dapat membubuh kuman yang persisten (dortmant) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isonasid. Dosis 10 mg\kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 kali seminggu.

3) Pirazinamid (Z)

Bersifat bakteresid, dapat membunuh kuman yang berada didalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian yang dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB.

4) Streptomisin (S)

Bersifat bakteresid, dengan dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan
pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur
sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur sampai 60 tahun lebih
dosisnya 0,50 gr\hari.

5) Ethambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg Bbsedangkan untuk
pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg\kg BB.

1. Obat sekunder ( Anti tubercolusis acid)

1) Kanamisin

2) PAS (Para Amina Salictylic Acid)

3) Tiasetason

4) Etionamid

5) Protionamid

6) Sikloserin

7) Viomisin

8) Kapreomisin

9) Amikosin
10) Oflokasin

11) Siproflokasin

12) Norfloksasin

13) Klofazimn

(Soeparman dan Sarwono W, 1990)

2.4.3 Efek Samping Obat

1. Efek samping berat

Yaitu efek samping yang dapat menyebabkan sakit serius. Dalam kasus ini maka pemberian
OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
spesialistik.

1. Efek samping ringan

Yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat
ditanggulangi dengan obat-obat simtomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang
menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pemberian OAT dapat
diteruskan.

2.4.4 Tahap Pengobatan

1. Tahap intensif (Initial phase), selama 1-3 bulan dengan memberikan 4-5 macam obat anti
tubercolusis per hari dengan tujuan :

1) Mencegah keluhan dan mencegah efek samping lebih lanjut.

2) Mencegah timbulnya resistensi obat.

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin salama 2 bulan.
Bila pengobatan tahap intensif ini diberikan secara tepat, biasanya penderita menular jadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tubercolusis paru BTA
positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat pada
tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

1. Tahap lanjutan (Continuation phase), selama 4-6 bulan dengan hanya memberikan 2 macam
obat, 3 kali seminggu dengan tujuan :

1) Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)

2) Mencegah kekambuhan (relaps)


Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

2.4.5 Evaluasi Pengobatan

1. Klinis biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2minggu
selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis
hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah
hilang, nafsu makan bertambah dan berat badan bertambah.
2. Bakteriologis

Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negative. Pemekrisaan
kontrol sputum dilakukan sekali sebulan. Bagi pasien BTA positif setelah tahap intensif akan
mendapatkan pengobatan ulang. Bila sudah negative, sputum diperiksa tiga kali berturut-turut
dan harus di kontrol agar tidak terjadi silent bacterial shedding yaitu terdapat sputum BTA
positif tanpa disertai keluhan-keluhan tubercolusis yang relevan pada kasus-kasus 3 kali
pemeriksaan (3 bulan), berarti pasien mulai kambuh.

1. Radiologis

Evaluasi radiologi juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan pemekrisaan
radiologi dapat dilihat keadaan tubercolusis parunya atau adanya penyakit lain yang
menyertainya. Karena perubahan gambar radiologi tidak secepat perubahan bakteriologis,
evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pemantauan kemajuan pengobatan pada
orang dewasa dilaksanakan dengan pemekrisaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS),
pemekrisaan bisa dikatakan negatife jika hasil kedua specimen negative, sedangkan bisa
dikatakan positif bila salah satu atau kedua specimen positif. Pemekrisaan ulang dahak
dilakukan pada akhir tahap intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan 1 minggu
sebelum akhir pengobatan (bulan ke 6).

2.4.6 Hasil Pengobatan

1. Sembuh

Penderita dikatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan
pemeriksaan dahak 2 kali selama pengobatan negative.

1. Pengobatan lengkap

Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatan lengkap tapi tidak ada hasil
pemekrisaan dahak negative.

1. Meninggal

Adanya penderita yang dalam massa penggobatan diketahui meninggal karena sebab apapun.

1. Pindah

Adanya penderita yang pindah berobat ke daerah atau kabupaten\kota lain.


1. Default

Penderita yang tidak control atau terlambat mengambil obat 2 minggu berturut-turut atau
lebih sebelum massa pengobatanya selesai.

1. Gagal

Penderita BTA positif yang hasil pemekriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

faktor-faktor yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi
mempengaruhi 3.1 Kerangka Konsep
ketidakpatuhan
keteraturan minum obat

1. Pemahaman
1.keadaan ekonomi
tentang instruksi

2. Kualitas interaksi
2.kesadaran

3. isolasi sosial dan keluarga


3.Pengetahuan

4. Motifasi

5. Pengetahuan
Tidak ada hubungan

Ada hubungan

Kepatuhan berobat pasien TB paru

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1.Faktor Eksternal

-Kebudayaan

-informasi

2.Faktor internal

-pendidikan

-pengalaman

-Usia

Keterangan : : diteliti

- : Tidak diteliti
Gambar 3.1 kerangka konseptual pengaruh pengrtahuan tubercolusis dengan kepatuhan
berobat pasien tubercolusis

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian
(Nursalam, 2009)

h1 : ada hubungan antara pengetahuan tentang tubercolusis paru dengan kepatuhan


berobat pasien tubercolusis paru di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Kosep Metode Penelitian

Metode penelitian keperawatan merupakan urutan langkah dalam melakukan penelitian


keperawatan (Hidayah, 2007). Metode penelitian ini meliputi rancangan penelitian, kerangka
kerja, populasi, sampel, sampling, identifikasi variabel, devinisi oporasional, instrumen
penelitian, waktu penelitian, pengumpulan data, analisis data dan etika penelitian.

4.2 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian, yang memungkinkan
pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil. Dalam
desain penelitian ini adalah analitik korelasional. Sedangkan metode yang digunakan dalam
desain penelitian ini adalah case control adalah pendekatan retrospective (Arikunto, 2006)

Retrospective (melihat kebelakang) adalah diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko
diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.

4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah proses penelitian dari penentuan populasi


sampai dengan penyajian penelitian. Dalam penelitian ini kerangka kerja digambarkan
sebagai berikut.

kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Analisa data

Editing, coding, scoring, tabulating, dan uji memakai uji koefisien kontingensi
Simpulan saran

SAMPLING

Menggunakan non probability sampling tipe purposive sampling


POPULASI
Seluruh penderita tubercolusis BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun
sebanyak 13 orang
SAMPEL

Sebagian penderita tubercolusis BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun


sebanyak 13 orang
Penggumpulan data

Menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi


Penyajian hasil

Menggunakan diagram pie

4.4 Sampling Desain

4.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi adalah setiap
subyek (misalnya : manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita tubercolusis paru
BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun sebanyak 13 orang

4.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa
memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Sampel dalam penelitian
ini adalah pasien tubercolusis paru BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun.

n : N

1 + N (d)2

: 13

1 + 13 (0,05)2

: 13

1 + 0,0325

: 13

1,0325

: 12,59 = 13

Keterangan :

N : besar populasi
n : besar sampel

d : tingkat ketepatan atau kepercayaan yang diinginkan (0,05)

4.4.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel yang digunakan dalam penelitian
dari populasi yang ada dengan menggunakan teknik sampling (Hidayat, 2003)

Dalam penelitian ini menggunakan tehnik non probabillity sampling tipe purposive sampling

4.5 Identifikasi Variabel

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang
berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Noto atmodjo, 2005) Variabel merupakan
gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Variabel itu sebagai atribut dari
sekelompok orang atau subyek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainya
dalam kelompok itu (Sugiyono, 2004)

4.5.1 Variabel Independent

Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel yang lain
(Azwar S, 2007). Dalam ilmu keparawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien tersebut (Nursalam, 2003). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang tubercolusis paru.

4.5.2 Variabel Dependent

Variabel tergantung adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dengan kata
lain, variabel tergantung adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menetapkan ada
tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2003). Variabel tergantung
dalam penelitian ini adalah kepatuhan berobat pasien tubercolusis paru di puskesmas
mejayan,caruban kab.madiun.

4.5.3 Devinisi Operasional

Adapun perumusan devfisnisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan dalam tabel
berikut ini :

Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala data Skor


operasional

Indepanden: 1.pengertian tentang tubercolusis kuesioner ordinal Baik : 76-100%


pengetahuan deberi kode 3
tentang 2.cara penularan
tubercolusis Cukup : 56-7
paru 3.gejala-gejala tubercolusis diberi kode 2

4.diagnosis Kurang : <55


diberi kode 1
5.pengobatan tubercolusis
Dependen: Kesesuaian antara -Daftar kehadiran dan mendapatkan Observasi Nominal 1.Patuh (datan
Kepatuhan kehadiran dengan obat sesuai jadwal)
berobat pasien program
tubercolusis pengobatan yang -Daftar pemekrisaan dahak ulang 2.Tidak patuh
paru telah dijadwalkan (datang tidak
oleh petugas sesuai jadwal
kesehatan

4.6 Pengumpulan data dan analisis data

4.6.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,2009)

4.6.2 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data secara birokrasi dilakukan pertama mendapatkan surat pengantar
ijin penelitian dari institusi STIKES Dian Husada Mojokerto, kemudian surat diserahkan
kepada kepala puskesmas mejayan,caruban kab.madiun. setelah mendapat ijin dari kepala
puskesmas peniliti kontrak waktu kepada koordinator pengobatan tubercolusis untuk
melakukan pengambilan data pasien tubercolusis.

4.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur
dengan cara subjek diberikan angket atau kuesioner dengan berberapa pertanyaan (Aziz
Alimul, 2003). Dalam hal ini instrumenntya adalah kuesioner tentang pengetahuan penyakit
tubercolusis paru sebanyak 10 pertanyaan dan lembar observasi.

4.6.4 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun

4.6.5 Analisa Data

Setekah data terkumpul selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, menurut budiarto,
2001 dengan tahapan sebagai berikut :

1. Editing

Yang dimaksud editing adalah mengkaji dan meneliti data yang terkumpul apakah sudah baik
dan dipersiapkan untuk proses berikutnya.

1. Coding

Yang dimaksud coding adalah memberi tanda pada data yang terkumpul.
1. Skoring

Skore 1 : untuk jawaban benar

Skore 0 : untuk jawaban salah

1. Tabulating

Tabulasi data ini dilakukan setelah semua masalah editing, coding, dan skoring selesai dan
tidak ada lagi permasalahan yang timbul.

Selanjutnya diinterpretasikan menggunakan checklist dengan kriteria sebagai berikut:

1). Patuh jika penderita datang tepat waktu sesuai dengan tanggal yang ditentukan atau
sebelum tanggal yang ditetapkan

2). Tidak patuh jika penderita tidak datang tepat waktu sesuai dengan tanggal yang
ditentukan.

Setelah data terkumpul dan dikelompokan dalam diagram pie distribusi kemudian hasilnya
dikonfirmasi dalam bentuk persentase dan setelah itu hasil persentase diinterprestasikan
dengan menggunakan skala :

100% = Seluruhnya

76-99% = Hampir seluruhnya

51-75% = Sebagian besar

50% = Setengahnya

26-49 = Hampir setengahnya

1-25% = Sebagian kecil

0% = Tidak sama sekali

(Arikunto, 2002)

4.7 Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh bertentangan dengan
etika. Tujuan penelitian harus etis, dalam arti hak responden dan lain dilindungi (Nursalam
dan Parini, 2000)

4.7.1 Lembar persetujuan responden

Merupakan cara persetujuan antar peneliti dengan responden peneliti dengan memberikan
lembar persetujuan.
4.7.2 Tanpa nama

Di dalam surat pengantar penelitian dijelaskan bahwa nama subyek tidak harus dicantumkan.
Untuk keikutsertaanya, maka peneliti memberi kode pada tiap lembar pengumpulan data.

4.7.3 Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti dan responden akan dijamin
kerahasiaanya. Hanya pada kelompok tertentu saja yang akan peneliti sajikan atau laporkan
sebagai hasil penelitian

4.8 Keterbatasan

Dalam penelitian ini pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan ini ditulis
dalam keterbatasan (A.Aziz, 2003)

Keterbatasannya adalah peneliti hanya meneliti tentang sebatas pengetahuan tentang penyakit
tubercolusisnya saja.

Anda mungkin juga menyukai