PENDAHULUAN
1
dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala
dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai efek tunggal. Stenosis
mitral kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung
kompleks pada bayi. Kegawatan pada pasien dengan stenosis mitral
kongenital pada anak-anak akan terjadi antara lain: keterbatasan aktivitas,
dispnea, edema perifer, kelelahan, hemoptisis, disfagia, dan nyeri
dada.(Horenstein, 2008)
Komplikasi dari penyakit stenosis mitral ini, akan menyebabkan
hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.
Untuk kasus stenosis mitral di Indonesia, walaupun kasus baru
cenderung menurun, namun kasus ini masih banyak kita temukan. Angka
yang pasti tidak diketahui namun dari pola etiologi penyakit jantung, salah
satu contoh terdapat pada poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin
Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan
penyakit katup jantung. Sedangkan untuk di luar negeri stenosis mitral
sudah jarang ditemukan, walaupun ada kecenderungan meningkat karena
meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi streptokokus yang
resisten. ( Aru.W.Sudoyo, 2006)
1.2 Tujuan
2
h. mampu mengetahui komplikasi dari Stenosis Mitral;
i. mampu mengetahui penatalaksanaan dari Stenosis Mitral;
j. mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari Stenosis Mitral; dan
k. mampu mengetahui proses keperawatan pada Stenosis Mitral.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Katup jantung bekerja mengatur aliran darah melalui jantung ke
arteri pulmonal dan aorta dengan cara membuka serta menutup pada saat
yang tepat ketika jantung berkontraksi dan berelaksasi selama siklus
jantung.
2.2 Fisiologi
5
2.3 Konsep Penyakit Stenosis Mitral
a. Disfungsi Katup
Kelainan atau disfungsi katup diklasifikasikan menjadi dua jenis:
Insufisiensi katup
Daun katup tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat
mengalir balik atau akan mengalami kebocoran (sinonimnya adalah
regurgitasi katup dan inkompetensi katup).
Stenosis katup
Lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah
mengalami hambatan atau aliran darah melalui katup tersebut akan
berkurang.
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup
memaksa jantung memompakan darah lebih banyak untuk menggantikan
jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik, sehingga
meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis memaksa jantung untuk
meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran
yang meningkat, karena akan meningkatkan tekanan kerja kardium.
6
Respon miokardium yang khas pada peningkatan volume dan tekanan
kerja berupa dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan
hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan jantung dalam memompa darah.
Kelainan katup mitral dibagi menjadi beberapa kategori berikut:
prolap katup mitral, stenosis mitral, dan insufisiensi atau regurgitasi mitral.
Kelainan katup aorta dikategorikan sebagai stenosis aorta dan insufisiensi
atau regurgitasi aorta. Perbedaan kelainan aorta tersebut menimbulkan
berbagai gejala, bergantung pada beratnya dan mungkin memerlukan
perbaikan secara bedah atau penggantian untuk mengoreksi masalah.
2.4 Etiologi
7
atrium kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada
sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada atrium kiri yang dapat
menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang
sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat
semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan
keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat
menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan
efek yang sama seperti stenosis katup mitral.
8
kehamilan, infeksi atau atrial fibrilasi (AF) rapid respon dapat
menyebabkan sesak nafas yang hebat.
b) Stenosis Mitral sedang-berat
MVA 1 sampai 1,5 cm2. Gejala pada MS tipe ke dua ini timbul sesak
nafas yang sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, sesak nafas timbul
seperti jalan cepat, jalan menanjak. Infeksi pulmonal, AF (atrial fibrilasi)
dengan QRS rate cepat sebagai pemicu, mendasari terjadinya kongesti
pulmonal, dan memerlukan penanganan emergency dan perawatan di
rumah sakit. Batuk, sesak nafas, suara nafas wheezing, hemoptisis mirip
atau disangka bronchitis karena kadang-kadang bising diastolik tidak
terdengar oleh aukultator yang tidak terlatih. Palpitasi biasanya akibat
Atrial fibrilasi. Selain itu, warna semua kemerahan di pipi menjadi salah
satu tanda yang menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis mitral.
2.6 Patofisiologi
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
vertikel kiri selama fase diatolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan
adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus
menghasilkan tekanan yang lebih besar guna mendorong darah melampaui
katup yang menyempit. Sehingga, selisih tekanan atau gradien tekanan
antara dua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisish
tekanan tersebut minimal.
Gradien transmitral merupakan hall mark stenosis mitral selain
luasnya area katup mitral, walaupaun Rahimtoola berendapat bahwa
gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal, atau aliran
normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atrium
kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan
kongesti paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea).
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien
transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta
hubungan antara lamanya waktu antara penutup katup aorta dan terjadinya
opening snap. Bedasrakan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral
sebagai berikut:
9
1. Minimal: bila area >2.5 cm2
2. Ringan: bila area 1.4-2.5 cm2
3. Sedang: bila area 1-1.4 cm2
4. Berat: bila area <1.0 cm2
5. Reaktif: bila area <1.0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area
katup mitral menurun sampai seperdua normal ( <2-2.5 cm2). Hubungan
gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat
dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Stenosis mitral
Derajat Stenosis A2-OS interval Area Gradien
Ringan >110 mscc >1.5 cm2 <5 mmHg
Sedang 80-110 mscc >1 dan <1.5 cm2 5-10 mmHg
Berat <80 mscc <1 cm2 >10 mmHg
(Arief Mansjoer, dkk. 2000)
Keterangan :
A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral
Kalau kita lihat fungsi lama waktu pengisian dan besarnya pengisian,
gejala/simptom akan muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan
aliran transmitral besar, sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri
walaupun area belum terlalu sempit (>1.5 cm2). Pada stenosis mitral
ringan simptom yang muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang
meningkatkan kecepatan aliran atau curah jantung, atau menurunkan
periode pengisian distol, yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri
secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain : latihan, stres emosi,
infeksi, kehamilan, fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat. Dengan
bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang
berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktivitas.
Stenosis mitral juga terjadi akibat bakteri Streptococcus Beta
Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam rheumatik.
Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang
10
menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya
ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi
tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat
kerusakan pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan
terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan
membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar
bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan
opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir.
Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan
meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan. Keregangan
otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri
menyebabakan terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke
vena pulmonalis, selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru dan
mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung
berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi
miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium.
Meningkatnya volume darah pada pembuluh darah paru-paru ini akan
membuat tekanan hidrostatiknya meningkat dan tekanan onkotiknya
menurun. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan keluar yang akan
menyebabkan udem paru yang kemudian bisa menyebabkan sesak napas
pada penderita. Selain itu, akan menyebabkna hipertensi arteri pulmonalis,
hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung
kanan.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya
kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat
kenaikan tekanan atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada
vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti
endotelin, atau perubahan anatomik yaitu remodel akibat hipertropi tunika
media dan penebalan intima (reactive hypertension). Kenaikan resistensi
11
arteriolar paru ini sebenarnya merupakan mekanisme adaptif untuk
melindungi paru dari kongestif. Dengan meningkatnya hipertensi
pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir
diastol, regurgitasi trikuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
2.7 Komplikasi
2.8 Penatalaksanaan
I. Pendekatan klinis pasien dengan Stenosis mitral
Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap harus dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks,
ekokardiografi seperti yang telah disebutkan diatas harus dilakukan secara
lengkap.
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan
lanjutan sangat tergantung dengan hasil eko. Sebagai contoh pasien aktif
asimtomatik dengan area >1,5 cm2, gradien <5 mmHg, maka tidak perlu
dilakukan evaluasi lanjut, selain pencegahan terhadap kemungkinan
endokarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan area mitral <1,5 cm2.
II. Pendekatan medis
Prinsip umum. Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh
karena itu obat bersifat suportif atau simtomatik terhadap gangguan
fungsional jantung, tau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin,
eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau pencegahan
ekokarditis sering dipakai. Obat-obatan inotropik negatif seperti -blocker
atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus
yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada
12
latihan. Retriksi garam atau pemberian diuretik secara intermiten
bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti vaskular paru.
Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat,
kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik
tidak dianjurkan, kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena
latihan akan meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase
diastole dan seterusnya akan meningkatkan gradien transmitral.
Fibrilasi Atrium. Prevalensi 30-40% akan muncul akibat
hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium terhadap
pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat.
Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat
dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Penyekat
beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol frekuensi
jantung, atau pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi
atrial paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu di mana terdapat
gangguan hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan
pemberian heparin intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya.
Pencegahan Embolisasi Sistemik. Antikoagulan warfarin sebaiknya
dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus
dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli.
Valvotomi Mitral Perkutan dengan Balon. Pertama kali di
perkenalkan oleh Inoue tahun 1984 dan pada tahun 1994 ditermia sebagai
prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir
ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur
valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur 1 balon.
Intervensi bedah, reparasi, atau ganti katup. Kosep komisurotomi
mitral pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902, dan berhasil
pertama kali pada tahun 1920. Sampai pada tahun 1940 prosedur yang
dilakukan adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun 1950 sampai 1960
komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui transatrial serta
transventrikel. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara
13
terbuka karena adanya mesin jantung paru. Dengan cara ini katup terlihat
dengan jelas, pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta
pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat
ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau
penggantian katup mitral dengan protesa. Perlu diingat bahwa sedapat
mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi oleh karena dengan protesa
akan timbul risiko antikoagulasi, trombosis pada katup, infeksi
endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian trombo emboli.
Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan
kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk
membuka atau menyobek komisura katup mitral yang lengket atau
menganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa kasus dimana
pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu
menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti
transluminal perkutan untuk mengurangi beberapa gejala.
14
mitralis. Temuan hemodinamik didapatkan peningkatan selisih tekanan
pada kedua sisi katup mitralis. Peningkatan tekanan atrium kiri dan
tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang yang prominent .
Peningkatan tekanan arteri di paru, curah jantung rendah, peningkatan
tekanan jantung sebelah kanan, serta tekanan vena jugularis dengan
gelombang V yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis
jika ada insufisiensi trikuspidalis.
Beberapa tindakan pada pemeriksaan diagnostik:
Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan
ventrikel kiri melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm),
peninggian tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ;
penurunan curah jantung.
. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup
mitral.
ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel
kanan, fibrilasi atrium kronis.
Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan
vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan
masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan
gerakan daun-daun katup.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jantung merupakan organ vital pada sistem organ manusia. Fungsi
jantung yaitu untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan
nutrien keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi
oleh beberapa katub diantaranya adalah katub atrioventrikuler dan katub
semilunar. Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya ialah stenosis
mitral dan insufisiensi mitral.
Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat
perubahan struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya
katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Atau Mitral stenosis
adalah perubahan progresif dan pengerutan bilah-bilah kanttup mitral yang
menyebabkan penyimpatan lumen dan sumbatan progresif aliran darah (
Huddak dan Gallow ; 1998: 825 ).
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering
diakibatkan oleh penyakit jantung rheumatik (endokarditis reumatika),
akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi
streptokokus. Penyebab lainya walaupun jarang dapat juga stenosis mitral
kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi systemic lupus
erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat obat
fenfluramin/phentermin, rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi
annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain
dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi,
lelah, oedem kaki dan nyeri dada. Gejala-gejala yang muncul tergantung
dari derajat MS(mitral stenosis). Stenosis mitral akan menyebabkan
bronkopneumonia, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan
sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
16
3.2 Saran
Diharapkan agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan
memahami Asuhan Keperawatan dengan Stenosis Mitral agar dapat
menangani pasien dengan penyakit tersebut.
17
DAFTAR PUSTAKA
18