Anda di halaman 1dari 14

BIOREMIDIASI

BIOREMIDIASI POLUTAN LOGAM BERAT DI LUAR NEGERI

Disusun oleh :
Muhammad Adib Amri (134150184)
Inggita Sri Kurniawati (134150196)
Nurulfa Rintan Oktaviana (134150199)

Program Studi Agroteknologi


Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air
yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah
terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri
seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan
kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan
ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya.
Perkembangan pembangunan di Dunia khususnya bidang industri, senantiasa
meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat
kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap
meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya
adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan
benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.
Limbah-limbah domestik maupun limbah industri yang di buang ke lingkungan
secara terus menerus tanpa dikelolah dengan baik dapat mencemari lingkungan. Salah
satu bahan pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan yang terdapat dalam limbah
industri sekitar adalah logam berat. Logam berat berasal dari industri-industri yang tidak
mengatur dan mengolah limbahnya sebelum di lepas ke lingkungan seperti limbah
pertanian, emisi gas buang kendaraan bermotor. Limbah yang mengandung logam berat
jika masuk dalam rantai makanan dapat membahayakan bagi kehidupan mahkluk hidup
karena dapat menyebabkan penyakit penyakit-penyakit degeratif.
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa
diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Pencemaran logam berat merupakan
permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan
ekosistem secara umum. Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang
sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar
tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau
tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari
pencemaran logam berat ini sangat berbahaya baik paa organisme perairan manusia dan
lingkungan.
Atas dasar uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pemulihan suatu perairan
yang terkontaminasi logam berat pada lokasi bekas timbunan limbah padat industri agar
perairan yang tercemar tersebut dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara
aman. Salah satu pilihan untuk mengatasi masalah kontaminasi oleh logam berat adalah
bioremediasi menggunakan mikroalgae. Tindakan remediasi perlu dilakukan agar
perairan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari logam berat?
2. Apakah pencemaran logam berat itu dan bagaimana dampaknya?
3. Bagaimana kasus pencemaran logam berat di Jepang?
4. Bagaimana solusi atas kasus pencemaran logam berat di Jepang?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari logam berat.
2. Untuk mengetahui maksud dari pencemaran logam berat dan dampaknya.
3. Untuk mengetahui kasus pencemaran logam berat yang terjadi di Jepang
4. Untuk mengetahui solusi atas kasus pencemaran logam berat di Jepang.
BAB II
ISI

A. Pengertiann Logam Berat


Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5
g/ 3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan
cm
sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi
makhluk hidup (Subowo dkk, 1999).
Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah
logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia.
Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb
(Am.geol. Inst., 1976).
Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan
kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota, sedimen,
air dan sebagainya (Lu,1995). Berdasarkan kegunaannya, logam berat dapat dibedakan
atas dua golongan, yaitu (Laws, 1981):
1. Golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien yang
bermanfaat bagi kehidupan organisme perairan, seperti Zn, Fe, Cu, Co.
2. Golongan yang sama sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme perairan
seperti Hg, Pb, dan Cd.
Menurut Hutagalung (1984) bahwa senyawa logam berat banyak digunakan untuk
kegiatan industri sebagai bahan baku, katalisator, biosida maupun sebagai additive.
Limbah yang mengandung logam berat ini akan terbawa oleh sungai dan karenanya
limbah industri merupakan sumber pencemar logam berat yang potensial bagi
pencemaran laut. Dalam perairan, logam-logam ditemukan dalam bentuk (Hamidah,
1980):
1. Terlarut, yaitu ion logam bebas air dan logam yang membentuk kompleks dengan
senyawa organik dan anorganik.
2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kompleks
metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi.
Logam berat diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh organisme, dan tetap
tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi
(Fardiaz,1992; Palar, 1994). Kondisi perairan yang terkontaminasi oleh berbagai macam
logam akan berpengaruh nyata terhadap ekosistem perairan baik perairan darat maupun
perairan laut.

B. Pencemaran Logam Berat dan Dampaknya


Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk
ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus
merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi
dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan,
terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya
arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri
sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup,
namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta
terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering
dilaporkan. (Dony Purnomo, 2009, Logam Berat Sebagai Penyumbang Pencemaran Air
Laut.
Merkuri (Hg) Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,
menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan Merkuri tingkat
awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung
tidak peka bau, mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas dan sifat agresif), dan
sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi mengakibatkan kerusakan sel-sel
saraf di otak kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan
bagian dari otak kecil. Turunan oleh Merkuri (biasanya etil merkuri) pada proses
kehamilan akan nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebral palsy maupun
gangguan mental. Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat menyebabkan
kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut maupun
shock.
C. Kasus Pencemaran Logam Berat di Jepang
Pada tanggal 21 April 1956, seorang anak perempuan berumur 5 tahun 11 bulan
diperiksa pada Bagian Anak Rumah Sakit Perusahaan Chisso. Gejala utamanya bersifat
neurologik, termasuk adanya kesulitan berjalan dan berbicara, serta kejang-kejang. Pasien
ini dikirim ke rumah sakit 2 hari kemudian, pada tanggal 23. Di hari yang sama ketika ia
dikirim ke rumah sakit, adik perempuannya, 2 tahun 11 bulan, mulai mengalami kesulitan
berjalan dan menggerakkan kakinya, serta mengeluhkan nyeri pada lutut dan jari-jarinya.
Ia kemudian dibawa ke Bagian Anak pada tanggal 29, untuk pemeriksaan dengan gejala
yang serupa dengan kakaknya. Daerah di mana pasien ditemukan pertama kali berada di
ujung sebuah teluk kecil, di mana beberapa rumah berdiri berhimpit satu dengan yang
lain. Diperoleh fakta ternyata tidak hanya kedua anak perempuan di atas yang mengalami
gejala tersebut, tetapi tetangga mereka juga mengalaminya. Yang selanjutnya anggota
keluarga yang lain jatuh sakit satu demi satu, sehingga pada akhirnya semua anggota
keluarga terjangkit Penyakit Minamata.
Penyakit ini mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di
Jepang, yang merupakan daerah di mana penyakit ini mewabah mulai tahun 1958. Pada
waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati
akibat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Mengetahui hal tersebut,
para ahli kesehatan menemukan masalah yang harus segera di amati dan di cari
penyebabnya.
Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf
yang disebabkan oleh kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan
degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala ini
biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya
mati.
Riwayat Pencemaran
Penyakit pada manusia akibat polusi lingkungan tak pernah mengalami
penjangkitan bersama secara tiba-tiba. Hal ini terjadi setelah mengalami perubahan-
perubahan berjangka waktu lama pada lingkungan. Hal ini bisa dikatakan terjadi pula
pada kasus Minamata. Di tempat ini, sekitar awal tahun 1925-1926, dampak pada industri
perikanan telah muncul. Saat ini sudah dapat dipastikan bahwa Chisso (dulunya bernama
Nitchitsu) merupakan sumber pencemarannya. Minamata disebut sebagai kota istana
dari Chisso (Shin Nihon Chisso Hiryo Kabushiki Kaisha atau New Japan Nitrogenous
Fertilizer, Inc.). Pada tahun 1908, Nihon Carbide Company didirikan. Pada tahun yang
sama, perusahaan itu mengadakan merger dengan Sogi Electric dan nama perusahaan itu
berubah menjadi Nihon Chisso Hiryo Kabushiki Kaisha (Japan Nitrogenous Fertilizer,
Inc.).
Pada tahun 1909, perusahaan itu meraih sebuah hak paten untuk produksi pupuk
nitrigenus dengan menggabungkan kalsium karbid dengan nitrogen atmosferik, yang
kemudian dikembangkan pada suatu perusahaan elektrokimia dengan skala besar. Seiring
dengan majunya industri kimia, Chisso memperluas operasinya termasuk di dalamnya
sintesis amonia, produksi kalsium karbid dari asetilen, asetaldehida, dan asam asetat,
produksi resin vinil klorida dari asetilen, sintesis oktanol dari asetaldehida, dan banyak
lagi, sehingga pabrik Chisso Minamata merupakan yang paling maju di Jepang baik
sebelum maupun sesudah Perang Dunia II. Dengan demikian, polusi lingkungan akibat
pembuangan limbah yang tidak dapat dielakkan dari pabrik seperti itu, memang juga
memiliki riwayat panjang. Makanya, perusahaan tersebut menerima sejumlah permintaan
kompensasi dari kelompok nelayan sekitar tahun 1925 atau 1926. Agar tidak ada keluhan
lebih lanjut yang bisa diajukan ke pengadilan, Chisso membayar 1500 yen sebagai uang
simpati.
Pada tahun 1943, isu tentang dampaknya terhadap perikanan kembali
dimunculkan dan membuat perusahaan menandatangani kontrak kompensasi bersama
kelompok nelayan. Bagian utama dari perjanjian tersebut adalah pembayaran kompensasi
sebesar 152.000 yen atas kerusakan sebelumnya dan yang akan datang yang disebabkan
oleh limbah pembuangan dari pabrik, berbagai macam residu, dan sampah ke laut di
mana kelompok nelayan tersebut memiliki izin menangkap ikan.
Tingkat pencemaran saat itu tidak diketahui, namun fakta bahwa tuntutan
semacam itu pernah ditujukan kepada Chisso, penguasa Minamata pada saat itu, memberi
kepastian bahwa kerusakan yang signifikan memang telah terjadi.
Setelah perang, pada tahun 1949, Perhimpunan Nelayan Minamata dibentuk dan
kelompok yang lama dibubarkan. Begitu selesai dibentuk, kelompok baru itu kemudian
menjadikan isu dampak perikanan kembali terangkat ke permukaan, namun perundingan
kompensasi tidak menghasilkan keputusan dan masalah itu pun kembali tenggelam. Para
nelayan tahu bahwa saat itu semakin sulit untuk menangkap ikan karena jaring mereka
rusak akibat limbah karbid, dan bahwa kepah tak lagi menempel pada badan perahu yang
ditambatkan dekat saluran pembuangan limbah pabrik, dan ikan tidak dapat hidup di
dalam air dari Pelabuhan Hyakken. Meski begitu, pihak perusahaan tidak mau mendengar
mereka, dan berdalih bahwa fakta-fakta tersebut tidak ilmiah dan tidak didukung oleh
data-data. Namun pengetahuan para nelayan yang berdasar dari pengalaman dan bukti-
bukti sebenarnya cukup ilmiah.
Selanjutnya, pada tahun 1954 perusahaan meminta hak atas daerah Hachiman
kepada kelompok nelayan dalam rangka reklamasi lahan, kelompok nelayan meminta
500.000 yen per tahun sebagai kompensasi atas kerusakan terhadap perikanan
sebelumnya dan yang akan datang. Perusahaan ini, walaupun mengakui bahwa memang
telah terjadi kerusakan terhadap perikanan (dalam bentuk kurangnya tangkapan), tetap
menegosiasikan ketentuan bahwa tidak ada tuntutan lebih lanjut, bahkan jika terjadi
kerusakan di masa yang akan datang. Survei yang layak tentang kerusakan tidak pernah
dilaporkan keluar dan tidak membutuhkan adanya pembelaan.
Tahun 1959 merupakan tahun yang penting, baik bagi para penderita penyakit
Minamata maupun terhadap riwayat penelitian dari penyakit tersebut. Merkuri, yang telah
dicurigai sebagai penyebab sejak sekitar September 1958, mengundang lebih banyak
perhatian lagi. Tanggal 19 Februari 1959, Tim Survei Penyakit Minamata/Keracunan
Makanan dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan mengumumkan pentingnya
penelitian terhadap distribusi merkuri pada Teluk Minamata.
Tim ini dibentuk pada Januari 1959 sebagai tim penelitian di bawah Kementerian
Kesehatan Masyarakat, semua anggotanya berasal dari Kelompok Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Kumamoto. Sebagai hasil survey tersebut, terungkap sebuah
fakta yang mengejutkan. Disebutkan, kadar merkuri yang sangat tinggi dideteksi pada
tubuh ikan, kerang-kerangan, dan lumpur dari Teluk Minamata yang dikumpulkan pada
saat terjadinya penjangkitan Penyakit Minamata. Secara geografi, merkuri ditemukan
dalam konsentrasi tertingginya di sekitar mulut kanal pembuangan pabrik Chisso dan
kadarnya menurun pada jarak yang jarak semakin jauh ke laut lepas. Data tersebut
dengan jelas menunjukkan bahwa merkuri berasal dari kanal pembuangan pabrik dalam
lumpur (masyarakat menyebutnya dobe) sekitar mulut saluran pembuangan di Hyakken,
dua kilogram merkuri per ton, seakan tempat tersebut merupakan tambang merkuri.
Wajar jika kemudian kelompok penelitian yang melakukan studi di tempat tersebut
dibuat terkejut. Kelak, sebuah cabang baru perusahaan Chisso Minamata Chemicals
dibuat khusus untuk mengklaim merkuri yang terdapat di dalam Teluk Minamata, maka
Pantai Minamata memang telah menjadi sebuah tambang merkuri.Konsentrasi merkuri
yang tinggi tidak hanya ditemukan di Teluk Minamata. Kadar yang tinggi juga ditemukan
pada rambut warga yang tinggal di sepanjang Laut Shiranui, khususnya di distrik
Minamata, setelah dibandingkan dengan penduduk di kota Kumamoto. Level tertinggi
dari merkuri yang dideteksi pada rambut penderita penyakit Minamata adalah 705 ppm,
jumlah tertinggi dari warga Minamata yang sehat adalah 191 ppm, dan mereka yang
tinggal di luar areal Minamata adalah sekitar 4,42 ppm. Kadar merkuri yang besar juga
dideteksi pada air seni penderita Penyakit Minamata, berkisar antar 30-120 gamma per
hari.
Konsentrasi merkuri yang tinggi ditemukan pada ikan dan kerang-kerangan yang
berasal dari Teluk Minamata, dan menyebabkan Penyakit Minamata pada tikus dan
kucing percobaan. Mereka memiliki kandungan merkuri antara 20-40 ppm, yang
memperkuat dugaan bahwa merkuri telah menyebar luas pada area Laut Shiranui. Standar
nasional merkuri yang diperbolehkan di lingkungan saat ini adalah 1,0 ppm. Tingkat
merkuri yang tinggi juga ditemukan pada organ-organ mayat penderita penyakit
Minamata dan dalam organ kucing, baik yang secara alami, maupun yang mengalaminya
karena dalam percobaan diberi makan ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata.
Ditemukannya kadar merkuri yang tinggi pada rambut penduduk di distrik ini
menunjukkan mereka-orang dewasa, bayi, anak-anak dan ibu mereka-semua
terkontaminasi merkuri berat, dengan atau tanpa adanya gejala dengan mereka. Jika
masalah ini ditanggapi dengan baik, mungkin kita dapat meramalkan datangnya
perjangkitan Penyakit Minamata yang laten, sebelum kasus-kasus pasien dengan onset
yang lambat dan gejala-gejala laten menjadi masalah serius seperti sekarang ini. Meski
demikian, dalam kenyataannya, kandungan merkuri pada rambut tidak dianggap sebagai
faktor menentukan dalam menegakkan diagnosa Penyakit Minamata, dan meletakkan
garis batas bahwa kandungan merkuri pada rambut penduduk adalah tinggi, baik pasien
ataupun bukan. Jadi, di sini juga terjadi suatu kesalahan dalam memanfaatkan data yang
ada. Meski harus diakui, Kelompok Penelitian telah mengumpulkan data-data yang
berguna menyangkut Penyakit Minamata dan merkuri.
Pada 22 Juli 1959, Kelompok Penelitian Penyakit Minamata mengambil
kesimpulan di akhir penemuan: Penyakit Minamata merupakan suatu penyakit
neurologis yang disebabkan oleh konsumsi ikan dan kerang-kerangan lokal, dan merkuri
telah menarik perhatian besar sebagai racun yang telah mencemari ikan dan kerang-
kerangan.
Tanggal 12 November 1959, anggota Komite Dewan Investigasi Makanan dan
Sanitasi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan memaparkan laporan berikut ini
kepada menteri berdasarkan laporan oleh Tim Survei Keracunan Makanan/Penyakit
Minamata:Penyakit Minamata adalah suatu penyakit keracunan yang utamanya
mempengaruhi sistim saraf pusat akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dari
Teluk Minamata dan sekitarnya dalam jumlah besar, di mana agen penyebab utamanya
adalah semacam campuran merkuri organik. Jadi, dalam hal ini merkuri organik secara
resmi diumumkan sebagai substansi penyebab Penyakit Minamata. Walau begitu, tanggal
13 November, di hari berikutnya, Tim Survei Penyakit Minamata/Keracunan Makanan
dari Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi dibubarkan secara resmi oleh Kementerian
Kesehatan dan Kesejahteraan.
Sementara itu, Dr. Leonard T. Kurland (NIH USA) mengunjungi Minamata pada
September 1958 dan memeriksa beberapa pasien. Ia mengambil beberapa contoh
makanan dari laut, air laut dan lumpur untuk dibawa ke Amerika dan dianalisa. Ia
menulis sebuah artikel pada sebuah surat kabar Asahi Shinbun dan Mainiji Shinbun
tanggal 8 Desember 1959, yang memperkuat kesimpulan yang dibuat oleh Universitas
Kumamoto bahwa substansi penyebab dari Penyakit Minamata adalah merkuri organik.

D. Solusi Kasus Pencemaran Logam Berat di Jepang


a. Penutupan polutan dari sumber-sumber
Berkenaan dengan tanaman Chisso Minamata Co, Ltd, melalui penyelesaian
sistem sirkulasi yang sempurna pada tahun 1966, air limbah yang mengandung
senyawa methylmercury tidak pernah diberhentikan di luar pabrik pada prinsipnya,
dan sumber polutan itu dihilangkan melalui penghentian produksi asetaldehida pada
tahun 1968. Di basin Sungai Agano proses produksi asetaldehida sudah ditutup
sebelum penyakit Minamata ditemukan.
b. Pengendalian limbah
Pada tahun 1969, drainase dari limbah pabrik yang mengandung methylmercury
ke Teluk Minamata regutated. Pada tahun 1970, Undang-Undang Pengendalian
Pencemaran Air diberlakukan, yang dipaksakan kontrol pembuangan limbah air di
semua daerah di Jepang, dalam hubungannya dengan zat-zat beracun, misalnya,
merkuri dan cadmium. Selanjutnya, konversi metode produksi soda menyarankan
agar tanaman yang mungkin pembuangan merkuri selain Showa Denko Chisso dan
tanaman.
c. Pemulihan lingkungan
Karena cukup methylmercury tetap konsentrasi di bawah endapan dari air yang
terkait dengan daerah-daerah bahkan setelah pelepasan dari senyawa methylmercury
dihentikan, dalam rangka untuk menghilangkan endapan dasar ini, 1974-1990,
Prefektur Kumamoto dilakukan untuk menangani proyek dengan sekitar 1.500.000
kubik meter dari bawah sedimen dari Teluk Minamata yang mengandung merkuri
lebih dari standar penghapusan (25ppm dari total merkuri) dengan cara pengerukan
dan TPA, dan untuk membuat 58ha. TPA, dengan total biaya 48 miliar yen (dari
jumlah total, perusahaan yang bertanggung jawab menanggung 30.5 miliar yen). Pada
tahun 1976, Prefektur Niigata dilakukan pengerukan dasar sungai sedimen yang
mengandung merkuri lebih dari standar penghapusan drainase di sekitar outlet dari
Showa Denko tanaman oleh beban perusahaan yang bertanggung jawab.
Cara yang lain untuk mengatasi permasalahan pencemaran air laut akibat
tragedi minamata usaha-usaha tersebut mencakup 5 kategori, yaitu : (1) Kegiatan
penelitian, (2) Peraturan-peraturan dan administrasi (3), Pengobatan bagi korban, (4)
Pemantauan merkuri dan bahan berbahaya lainnya serta (5) Usaha perbaikan
lingkungan. Selain larangan bagi masyarakat untuk menangkap ikan di teluk ini,
program pembersihan sedimen dengan teknik remediasi dilakukan selama 26 tahun.
Limbah sedimen yang mengandung merkuri di teluk Minamata diperkirakan
sebanyak 70 - 150 ton. Sedimen yang ada di dasar teluk Minamata tersebut di keruk
dan ditaruh pada lokasi reklamasi menggunakan pompa yang didesain khusus untuk
mencegah kekeruhan di saat penggerukan. Kemudian sedimen yang terkontaminasi
tersebut ditimbun lagi/ditutupi dengan menggunakan tanah yang tidak terkontaminasi
secara hati-hati (diisolasi). Teknik remediasi ini dilakukan aktif selama tujuh tahun,
teknik ini teruji efektif namun mahal dan memakan waktu serta dapat saja bocor dan
mencemari lingkungan lagi. Lewat program ini, merkuri yang terkontaminasi di
sedimen sebanyak 25 ppm menurun menjadi 4,6 ppm .
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat
dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu)
bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi
(terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik.Merkuri (Hg) Dapat
berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis,
sampai rusaknya paru-paru.Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat menyebabkan
kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut maupun
shock.
Khasus pencemaran logam berat di jepang terjadi pada tanggal 21 April 1956,
seorang anak perempuan berumur 5 tahun 11 bulan yang menferita penyakit Minamata
atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh kaki
dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan
berbicara dan pendengaran. Solusi dari pencemaran logam berat di Jepang tersebut yaitu
penutupan polutan dari sumber-sumber, pengendalian limbah dan pemulihan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Irawati, Diah. 2010. Pencemaran Logam Berat.


http://firstmomenttralala.blogspot.co.id/2010/02/terjadinya-pencemaran-logam-
berat-di.html. Diakses pada tanggal 30 September 21017 pukul 19.21 WIB.
Ilma. 2010. Tragedi Minamata. http://ilmatuhyaien.blogdetik.com/2010/10/30/paper-ilmu-
lingkungan/. Diakses pada tanggal 30 September 2017 ukul 19.32 WIB.

Anda mungkin juga menyukai