Anda di halaman 1dari 60

MANUSIA MENURUT SAYYED HOSSEIN NASR

DAN KONTRIBUSINYA BAGI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

oleh:
Ahmad F. Hakim (NIM: 1420410026)

TESIS

Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga


Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Magister dalam Ilmu Agama Islam
Program Studi Pendidikan Islam
Kosentrasi Pendidikan Agama Islam

YOGYAKARTA
2016
ABSTRAK

Persoalan utama pendidikan Islam dewasa ini tidak terlepas dari persoalan kemanusiaan
itu sendiri. Hal ini mengingat bahwa objek dan subjek utama dan yang paling esensial dalam
seluruh aktivitas pendidikan adalah manusia. Pertanyaan tentang siapakah manusia, asal-usul dan
tugasnya di dunia sebenarnya adalah pertanyaan yang telah ada sejak lama. Sejarah pemikiran
Barat modern ditandai dengan usaha menjawab pertanyaan tersebut. Seiring dengan
berkembangnya pemikiran, muncul berbagai aliran filsafat yang masing-masing memiliki corak
pemikiran tersendiri. Salah satu aliran yang ada ialah filsafat perennial, yaitu sebuah filsafat yang
dipandang bisa menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki, yang menjadi hakikat seluruh
agama dan tradisi spiritual manusia. Dengan adanya persoalan-persoalan kemanusiaan
kontemporer ini, perlu adanya kajian tentang hakikat manusia dan konsepsi yang jelas tentang
manusia.
Dalam konteks pendidikan konsepsi Hossein Nasr tentang manusia penting untuk dikaji
karena manusia adalah subjek sekaligus objek utama pendidikan. Konsep Nasr tentang manusia
dalam konteks menjawab problem manusia kontemporer dapat dijadikan acuan bagi tujuan
Pendidikan Islam. Maka dari itu pemahaman yang tepat mengenai konsep manusia harus dimiliki
sebelum menentukan tujuan pendidikan Islam di era modern sekarang ini. Inilah yang menjadi
pemantik awal ketertarikan penulis untuk membahas secara lebih mendalam pemikiran Sayyed
Hossein Nasr tentang manusia, dan kemudian menarik kontribusinya bagi tujuan Pendidikan
Islam.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk menemukan rumusan pemikiran yang
fundamental dari Sayyed Hossein Nasr tentang manusia dan bagaimana konsep tersebut
dikontribusikan bagi tujuan pendidikan Islam. Jenis peneitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research) dengan pendekatan filosofis dan studi tokoh. Metode pengumpulan data yang
digunakan metode dokumentasi dengan sumber primer berbagai karya Nasr yang terkait
pembahasan. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa menggunkan metode analisa
deskriptif.
Berdasarkan temuan penulis, pemikiran Nasr tentang manusia selalu dalam konteks kritik
terhadap dunia modern. Sebagai gugatan atas konsep manusia dalam paradigma modern yang
destruktif, Nasr mengajukan konsep manusia menurut khazanah tradisional Islam. Dilihat dari
proses penciptaannya, manusia tercipta dari dua komponen jasad dan ruh.Kemampuan serta
potensi yang dimiliki yaitu manusia dikaruniai beberapa kemampuan dasar yang meliputi
intelegensi, kehendak dan sentimen serta kemampuan instrumental yang meliputi akal, memori,
imajinasi, dan perkataan. Hakikat manusia adalah makhluk ilahiyah yang mencerminkan nama-
nama dan sifat-sifat Tuhan di dunia. ia adalah makhluk utama di dunia yang mengemban tugas
sebagai khalifah sekaligus juga sebagai hamba-Nya,sebuah posisi kemakhlukan yang ada dalam
perjanjian sebelum penciptaan seara jasadiyah, antara manusia dan Tuhan yang menuntut
manusia untuk selalu mengabdi dan menyembah Tuhan.
Konsep manusia menurut Nasr diaplikasikan dalam dunia pendidikan guna
pengembangan dimensi spiritualitas dan potensi-potensi manusia, khususnya dalam konteks
tujuan pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan spiritualitas dan pentensi-potensi yang dimiliki
manusia dapat secara khusus diolah dan dikembangkan dalam bentuk-bentuk yang lebih konkrit
yakni dalam ranah tujuan pendidikan Islam. Pada saat yang sama, tujuan pendidikan Islam
dirumuskan untuk mencapai tingkat spiritual dan pengembangan potensi-potensi manusia. Pada
titik inilah konsep manusia dalam pemikiran Hossein Nasr termanifestasi dalam tujuan-tujuan
pendidikan Islam, dan pada saat yang bersamaan tujuan Pendidikan Agama Islam mendapatkan
penjelasan dan sekaligus pijakannya dari gagasan Nasr tentang Manusia.

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan tesis m1

berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan

0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Nama HurufLatin Keterangan

Arab

I Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

~ Ba' b be

~ Ta' t te

I!.. Da' s es (dengan titik di atas)

~ Jim J Je

c Da' D ha (dengan titik di bawah)

t Kha' kh ka dan ha

.l Dal d de

j Zal z zet (dengan titik di atas)

.) Ra' r er

j Zai z zet

(...\"~ Sin s es

viii
~
W"l sy1n sy es dan ye

~ Dad $ es (dengan titik di bawah)

~ Dad c;1 de (dengan titik di bawah)

.b oa' te (dengan titik di bawah)


t
~ DO' zet (dengan titik di bawah)
?
e. 'ain
'
koma terbalik di atas

E. gain g ge

u fii' f
ef

J qaf qt
q
~ kaf ka
k
J lam el
1
(' m!m em
m
6 nun en
n

.J waw w
w
~ ha' ha
h
fl. hamzah apostrof

~ ya' y Ye
-- - - ---------

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap

;,~::w...a ditulis Muta 'addidah

;~ ditulis 'iddah

lX
C. Tii' marbii D ah

Semua ta' marbiitah ditulis dengan h, baik berada pada akhir kata

tunggal ataupun berada di tengah penggabungan kata (kata yang diikuti oleh

kata sandang "al"). Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang

sudah terserap dalam bahasa indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya

kecuali dikehendaki kata aslinya.

~ ditulis Dikmah

~ ditulis 'illah

s:-~,i:tlt..I,;S ditulis kartimah al-auliya '

D. Vokal Pendek dan Penerapannya

------- FatDah ditulis A

- Kasrah ditulis i

-------
'
Dammah ditulis u

Jd FatDah ditulis fa'ala

,;Sj Kasrah ditulis :iukira

~~ Dammah ditulis ya:ihabu

X
E. Vokal Panjang

1. fathah + alif ditulis a

~4- ditulis jahiliyyah

2. fathah + ya' mati ditulis a

~
.. ditulis tans a

3. Kasrah + ya' mati ditulis l

(>-l_;S ditulis karzm

4. Dammah + wawu mati ditulis u


~_g.) ditulis fitriiD
- - - -~ - - --- - - - -

F. Vokal Rangkap

1. fathah + ya' mati ditulis ai

~ ditulis bainakum

2. fathah + wawu mati ditulis au

J~ ditulis qaul

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan

Apostrof

~H ditulis A 'antum

~Ji:.f ditulis U'iddat

~~ ditulis La 'in syakartum

Xl
H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf Qamariyyah maka ditulis dengan menggunakan huruf

awal "al"

wl..;ill ditulis Al-Qur'an

0-'1Will
~ ditulis Al-Qiy?is

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis sesuai dengan huruf pertama

Syamsiyyah tersebut

~~~ ditulis As-Sam?i'

~~ ditulis Asy-Syams

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut penulisannya

~.J.;illcJ.Jj ditulis Zawi al-furii D

li:.JI ~~ ditulis Ahl as-sunnah

Xll
MOTTO

'--- -~~Ll
..-t""'UI ,._ .. ~01-.J '..-t~l
--"'!' l~ ~~~
.Jill t.s-
~-

Artinya:

Melestarikan nilai-nilai lama yang positif dan mengambil nilai-nilai yang


baru yang lebih positif. *

.Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosojis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Triganda, 1993), hlm. 113.

Xlll
PERSEMBAHAN

Tesis Ini Saya Persembahkan

Kepada Almamater Tercinta

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

xiv
KATAPENGANTAR

~)\~)\.&\~

~.J ~ \J~ ~_;.J\ 3 -.~'il u~i ~ f")W\ 3 ;;~1 3 ~WI\ Y.J .&~\

.o~ ~ ';.U~_) .J 0~ ~~ ul ~~.J .&\';) .U\'1 ul ~~ .~l ~.J .U\

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat dan pertolongan-Nya. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, yang merupakan Nabi serta
Rasul yang paling dimuliakan dan sebaik-baiknya panutan. Semoga kita semua
mendapatkan syafa'atnya di hari akhir nanti. Amin.

Penyusunan tesis ini merupakan kajian tentang Manusia menurut Seyyed


Hossein Nasr. Peneliti menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan kali ini peneliti
mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. KH. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D, selaku Rektor UIN Sunan

Kalijaga Y ogyakarta.
2. Prof. Noorhaidi Hasan, MA, M.Phil. Ph.D, selaku Direktur Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Ro'fah, BSW., Ph.D, selaku ketua Prodi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4. Bapak Dr. H. Zuhri, M.Ag., selaku pembimbing tesis yang telah bersedia
memberikan bimbingan, saran dan nasehatnya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Rahmanto, selaku tata usaha pascasarjana pendidikan Islam UIN Sunan
Kalijaga yang telah membantu secara administrasi dalam menyelesaikan studi.
6. Segenap dosen pascasarjana PAl B 2014 UIN Sunan Kalijaga yang telah
mentransfer ilmunya dalam perkuliahan.

XV
7. Segenap Dosen Pascasmjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, terkhusus kepada dosen-dosen yang pemah mengampu matakuliah
di kelas pendidikan agama Islam. Terimakasih atas curahan ilmu pengetahuan,
motivasi, inspirasi sehingga penulis memiliki cara pandang baru yang
sebelumnya belum penulis dapatkan.
8. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta adik-adikku tersayang, terima kasih atas
do'a, kesabaran, dan curahan cinta kasihnya kepada penulis, sehingga penulis
kuat dan tabah dalam menyelesaikan studi di rantau orang.
9. Ternan-ternan kelas yang selalu memberikan dorongan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga amal kebaikan yang telah diberikan dapat diterima Allah Swt. dan
mendapat limpahan rahmat dari-Nya. Penuli~ menyadari sepenuhnya bahwa tesis
ini jauh dari sempuma. Maka segala saran dan kritik yang konstruktif dari para
pembaca sangat penulis harapkan demi kesempumaan tesis ini. Akhir kata,
semoga tesis sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
keilmuan pendidikan agama Islam khususnya dan bagi semua kalangan, amin.

Yogyakarta, 13 Juni 2016


Penyusun

Ahmad Fathul Hakim


NIM. 1420410026

XVI
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................... iii
PENGESAHAN DIREKTUR ...................................................................... iv
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS ...................................... v
NOTA DINAS PEMBIMBING..................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ......................................... viii
MOTO ............................................................................................................ xii
KATA PERSEMBAHAN .............................................................................. xiii
KATA PENGANTAR .................................................................................... xiv
DAFTAR ISI ................................................................................................... xvi

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 7
D. Kajian Pustaka .................................................................... 9
E. Metode Penelitian ............................................................... 13
F. Kerangka Teoritik ............................................................... 16
G. Sistematika Pembahasan ..................................................... 32

BAB II : BIOGRAFI DAN LATAR SEYYED HOSSEIN NASR ....... 33

A. Riwayat Hidup Seyyed Hossein Nasr ................................. 34


B. Latar Belakang Sosial Politik .............................................. 36
C. Set-Back Pemikiran Seyyed Hossein Nasr ......................... 38
D. Karya-karya Seyyed Hossein Nasr ...................................... 43

BAB III : MANUSIA MENURUT SEYYED HOSSEIN NASR .............. 49

A. Penciptaan Manusia ............................................................. 51


B. Potensi-potensi Manusia ...................................................... 52
C. Spiritualitas Manusia ........................................................... 54
D. Hakikat Manusia .................................................................. 77

xvii
BAB IV : KONSEP MANUSIA SEYYED HOSSEIN NASR DAN
KONTRIBUSINYA BAGI TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM ....................................................................................... 83

A. Pengembangan Dimensi Spiritualitas Manusia Bagi


Tujuan Pendidikan Islam ..................................................... 83
B. Potensi-Potensi Manusia Bagi Tujuan Pendidikan Islam .... 97

BAB V : PENUTUP ................................................................................. 108

A. Kesimpulan ......................................................................... 108


B. Saran ................................................................................... 110

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 112

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan utama pendidikan Islam dewasa ini tidak mungkin

terlepas dari persoalan kemanusiaan itu sendiri. Dengan demikian

paradigma mengenai manusia menempati posisi amat krusial dalam

membangun paradigma Pendidikan Islam. Hal ini mengingat bahwa objek

dan subjek utama dan yang paling esensial dalam seluruh aktivitas

pendidikan adalah manusia. Di alam modernitas, dengan ekses negatif

berupa wabah materialisme sekarang ini, salah satu tantangan besar

pendidikan adalah bagaimana manusia menemukan makna kehidupannya

yang hakiki di tengah hiruk-pikuk dan silang sengkarut kesibukan manusia

yang terbukti banyak membawa krisis akut pada kehidupan umat manusia.

Fenomena ini terjadi terkait spiritualitas manusia yang tergerus oleh

mekanisme peradaban modern. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam

akan selalu terkait erat dengan paradigama pendidikan Islam itu sendiri,

dan konsep tentang hakikat manusia menjadi urgen untuk dikaji.

Dalam konteks problematika manusia modern, Peter L. Berger

melukiskan manusia modern saat ini mengalami anomie, yaitu suatu

keadaan dimana setiap individu manusia kehilangan ikatan yang

memberikan perasaan aman dan kemantapan yang dengan sesama manusia

lainnya sehingga menyebabkan kehilangan pengertian yang memberikan

1
petunjuk tentang tujuan dan makna di dunia ini.1 Daniel Bell telah lama

menyuarakan kegelisahan dan penyesalan atas meodernisasi yang telah

mencerabut dan melenyapkan nilai-nilai luhur kehidupan tradisional yang

digantikan oleh nilai-nilai kemodernan masyarakat yang penuh

keserakahan dan seribu satu nafsu untuk menguasai sebagaimana watak

masyarakat modern kapitalis.2

Sosiolog melihat gejala krisis manusia modern itu dalam skala

kehidupan masyarakat, yang menggambarkan kemunduran (regress)

sebagai lawan kemajuan (progress), sebagai kenyataan sosial yang

terbantahkan . Terdapat kerusakan dalam jalinan struktur perilaku manusia

dalam kehidupan masyarakat, pertama-tama berlangsung dalam level

pribadi (individu) yang berkaitan dengan motif, persepsi dan respon

termasuk didalamnya konflik status dan peran. Kedua, berkenaan dengan

norma yang berkaitan dengan rusaknya kaidah-kaidah yang harus menjadi

patokan kehidupan perilaku yang oleh Durkheim disebut dengan

kehidupan tanpa acuan norma (normless) Pada level kebudayaan krisis ini

berkaitan dengan pergeseran nilai dan pengetahuan masyarakat yang oleh

Ogburn disebut gejala kesenjangan kebudayaan atau cultural leg. Nilai-

nilai dan pengetahuan yang bersifat material tumbuh pesat jauh melampaui

hal-hal yang bersifat spiritual, sehingga masyarakat kehilangan

keseimbangan.3

1
Peter L. Berger, Piramida Pengorbanan Manusia, (Jakarta:LP3ES,1882),hlm 35
2
Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar,1999)hlm.3
3
Ibidhlm 4

2
Oleh karena itu, banyak gugatan yang muncul dalam dinamika

ilmu pengetahuan dan wacana modern, tentang siapakah manusia, asal-

usul dan tugasnya di dunia sebenarnya adalah pertanyaan yang telah ada

sejak lama. Pemikiran Barat modern sejak Descartes ditandai dengan

usaha menjawab pertanyaan tersebut. Dan seiring dengan berkembangnya

pemikiran, muncul berbagai aliran filsafat yang masing-masing memiliki

corak pemikiran tersendiri. Salah satu aliran yang ada ialah filsafat

perennial, yaitu sebuah filsafat yang dipandang bisa menjelaskan segala

kejadian yang bersifat hakiki, yang menjadi hakikat seluruh agama dan

tradisi spiritual manusia4 Dengan adanya persoalan-persoalan

kemanusiaan kontemporer ini, perlu adanya kajian tentang hakikat

manusia dan konsepsi yang jelas tentang manusia.

Dalam konteks wacana keilmuan modern saat ini, salah satu tokoh

filsafat Islam yang banyak membicarakan manusia di era kontemporer saat

ini adalah Seyyed Hossein Nasr. Salah satu ungkapannya yang terkenal

adalah bahwa manusia modern telah membakar tangannya dengan api

yang dinyalakannya; karena ia telah lupa siapakah ia sesungguhnya.5 Nasr

mengungkapkan ini dalam rangka mengomentari cara pandang manusia

terhadap alam. Dikatakannya bahwa dunia modern tidak lagi memiliki

horizon spiritual. Hal itu terjadi bukan karena horizon spiritual itu tak ada,

tapi karena manusia modern dalam istilah filsafat perennial yang sering

diperkenalkan oleh Nasr hidup di pinggir lingkaran eksistensi.


4
Lihat, Budhy Munawar-Rachman, Pengantar Komarudin Hidayat dan Muhammad Wahyudi
Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif Filsafat Perennial, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm.7.
5
Ibid, hlm. 1.

3
Manusia modern melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang

pinggiran eksistensinya itu, tidak pada pusat spiritualitas dirinya,

sehingga mengakibatkan ia lupa siapa dirinya. Amnesia manusia tentang

siapa hakikat dirinya inilah yang menjadi akar masalah kemanusiaan saat

ini.

Membaca gejala kemanusiaan modern dewasa ini yakni memberi

perhatian pada dunia dan eksistensi di luar dirinya, menurut Nasr manusia

mendapatkan pengetahuan dunia material yang secara kuantitas sangat

mengagumkan, tetapi secara kualitatif dan komprehensi tujuan hidupnya

menyangkut pengertian-pengertian mengenai dirinya sendiri ternyata

dangkal. Dekadensi atau kejatuhan manusia di zaman modern ini terjadi

karena manusia kehilangan pengetahuan langsung mengenai dirinya itu,

dan menjadi bergantung pada pengetahuan eksternal, yang tak langsung

berhubungan dengan dirinya.6

Secara simplistis, Nasr mengemukakan bahwa manusia terbagi

menjadi dua golongan, yaitu manusia modern dan manusia tradisional,

yang terakhir ini disebutnya pula sebagai manusia suci, sebagaimana

dijelaskannya dalam salah satu karyanya: Konsep tentang manusia suci,

pontifex, atau jembatan antara surga dan bumi, yang merupakan

pandangan tradisional anthropos, terletak pada antipoda konsep manusia

modern yang membayangkan manusia sebagai ciptaan Promethean di

bumi, melawan surga dan berusaha menyalahgunakan peranan Tuhan bagi

6
Ibidhlm 2

4
dirinya sendiri. Manusia suci, dalam pengertiannya di sini, tidak lain

daripada manusia tradisional, hidup di dalam dunia yang mempunyai Asal

maupun Pusat. Dia hidup dalam kesadaran penuh sejak Asal yang

mengandung kesempurnaannya sendiri dan berupaya untuk menyamai,

memiliki kembali, dan mentransmisikan kesucian awal dan keutuhannya7

Dalam pemaparannya tersebut, Nasr menegaskan bahwa manusia

tidak memiliki kemungkinan untuk menegasikan asal-usul atau jati diri

kemanusiaannya. Manusia dengan segala kompleksitas karakteristiknya

mustahil menyingkir dari dimensi ketuhanan (Ilahiyah), untuk

mendapatkan pengetahuan tentang hakikat diri manusia sebenarnya dapat

dilakukan dengan menggali teks-teks keagamaan dan tradisi, tetapi

manusia sekarang cenderung mengabaikannya sehingga ia tidak

mengetahui arti kearifan spiritual dalam kehidupannya. Menurut Nasr,

fungsi kesalehan manusia tidak pernah bisa dipisahkan dari realitas dan

dari mana manusia itu sesungguhnya berasal, inilah sebabnya mengapa

ajaran-ajaran tradisional selalu menggambarkan kebahagiaan manusia di

dalam kesadaran dan kehidupannya menurut alam pontifikalnya, seperti

jembatan antara surga dan bumi. Hukum-hukum formal keagamaan dan

ritus-ritusnya mempunyai fungsi-sungsi kosmik untuk menyadarkan

bahwa tidak mungkin manusia menghindari tanggung jawab sebagai

makhluk yang hidup di bumi yang tidak sekedar berhubungan dengan

keduniaan semata, tetapi untuk merefleksikan kekuasaan Tuhan di dunia.

7
Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, terj. Suharsono (Depok:
Inisiasi Press, 2004), h 185

5
Dalam konteks pendidikan Islam, konsepsi Hossein Nasr tentang

Manusia ini penting untuk dikaji karena manusia adalah subjek sekaligus

objek utama pendidikan. Konsep Nasr tentang manusia yang mengkritik

dunia modern Barat dapat dijadikan acuan dalam menentukan tujuan

Pendidikan Islam. Yang mana pendidikan Islam juga hidup di alam

modern. Tujuan ialah suatu yang di harapkan tercapai setelah suatu usaha

atau kegiatan selesai. Pendidikan, merupakan suatu usaha dan kegiatan

yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya

bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang

berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari

kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.

Maka dari itu pemahaman dan paradigma yang tepat mengenai

manusia harus diupayakan, guna membangun paradigma pendidikan Islam

yang lebih menyentuh semua dimensi kemanusiaan. Paradigma pendidikan

Islam yang tepat akan memberikan proyeksi tujuan pendidikan Islam yang

lebih akurat, dalam konteks menjawab problematika manusia modern.

Inilah yang menjadi pemantik awal ketertarikan penulis untuk membahas

secara lebih mendalam pemikiran Sayyed Hossein Nasr tentang manusia,

dan kemudian dikontribusikan bagi tujuan Pendidikan Islam

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat

merumuskan beberapa persoalan untuk membatasi permasalahan yang

hendak dikaji.

6
1. Apa Konsep Manusia menurut Sayyed Hossein Nasr?

2. Bagaimana Konsep Manusia menurut Sayyed Hossein Nasr

dikontribusikan dalam konteks Tujuan Pendidikan Islam?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemikiran Sayyed

Hossein Nasr tentang manusia. Penelitian ini juga mengungkap pemikiran

Nasr tentang manusia dilihat dari berbagai aspek yang melingkupinya

yang mencakup segi penciptaan, potensi dan hakikatnya dari sisi filosofis.

Penelitian ini juga akan mengungkap kontribusi pemikiran Sayyed

Hossein Nasr dalam konteks Tujuan Pendidikan Islam.

Berangkat dari tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,

maka diharapkan penelitian ini bisa memberikan sumbangan pemikiran

bagi para pembaca, terutama sekali berkaitan tentang Konsep manusia

menurut Sayyed Hossein Nasr dan kontribusinya bagi tujuan pendidikan

Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Ada banyak penelitian yang mengkaji dan membahas mengenai

pemikiran Sayyed Hossein Nasr terutama yang menyorot pemikirannya

tentang Tradisionalisme Islam. Penelitian-penelitian tersebut sebagian

besar menggunakan pendekatan filsafat. Topik tentang manusia telah

7
menjadi salah satu kajian yang penting, dalam kajian filsafat. Banyak

karya yang telah membahasnya baik dalam perspektif filsafat Islam

maupun Filsafat Barat sementara karya-karya yang khusus berbicara

tentang pemikiran Sayyed Hossein Nasr tentang manusia secara luas dan

mendalam tampaknya belum ada. Referensi yang penulis temukan antara

lain berupa artikel, buku, tesis dan lainnya.

1. Artikel

Beberapa artikel yang penulis dapatkan hanya membahas tentang

sekilas konsep manusia menurut Nasr, misalnya, Penelitian Azyumardi

Azra tentang Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan refleksi.8 Penelitian

ini merupakan laporan dan refleksi dari redaksi Ulumul Quran terhadap

ceramah-ceramah yang dilakukan Nasr selama kunjungannya di Indonesia

didalamnya dijelasakan tentang paradigma pemikiran Nasr yang pada

dasarnya berasal dari tradisi. Konsep inilah yang kemudian digunakan

sebagai tawaran solusi terhadap berbagai krisis yang dialami peradaban

barat.

Selain itu, tulisan Mona Abasa yang berjudul A-Note on Henry

Corbin and Sayyed Hossein Nasr; Affinities and differences9 hanya

berbicara tetang persamaan dan perbedaan diantara Hendry Corbin dan

Sayyed Hossein Nar tentang spiritualitas dan hanya menyinggung konsep

mamnusianya Nasr secara singkat. Dalam artikel lain, yakni Manusia

8
Azyumardi Azra, Tradidionalisme Nasr:Eksposisi dan Refleksi, dalam Jurnal Ulumul Quran ,
No.1 Vol.1, 1994
9
Mona Abasa, A-Note on Henry Corbin and Sayyed Hossein Nasr; Affinities and differences
dalam Jurnal The Muslim World, Vol.90 Spring 2000

8
yang teo-Morphis atau yang penuh dosa? karya Kautsar Azhari Noer,10

dipaparkan perbandingan Nasr tentang topik yang sangat mendasar dalam

ajaran Islam, dan Kristen, yakni berkaitan dengan manusia dan kalam

Tuhan. Pembicaraan tentang manusia hanya dijelaskan secara sigkat,

terbatas pada persoalan apakah manusia itu bersifat Teomorphis makhluk

yang penuh dosa.

Tulisan yang cukup panjang lebar tentang pandangan manusia

adalah tulisan Komarudin Hidayat, Tentang Sufisme Dan Pembebasan

Manusia.11 Tulisan ini berbicara tentang tawaran Nasr untuk mengatasi

krisis kemanusiaan yang dialami oleh manusia modern dan sufismenya.

Namun deskripsinya tentang jati diri manusia yang meliputi filsafat

penciptaaan manusia, potensi-potensi manusia dan signifikansi tubuh,

kurang terelaborasi secara cukup luasa dan mendalam. Dalam kepentingan

ini, Penulis mengeksplorasi secara mendalam pemikiran Nasr tentang

manusia, baik yang berkaitan dengan hakikat, potensi dan spiritualitasnya

maupun tawaran solusinya atas krisis yang dialami manusia modern.

2. Tesis

Selain itu, terdapat sebuah tesis yang berjudul pemikiran

keragaman kontemporer (Studi tentang pemikiran keagamaan Sayyed

Hosssein Nasr oleh Irfan Safruddin.12 Tulisan ini berbicara pemikiran

10
Kautsar Azhari Noer Manusia yang teo-Morphis atau yang penuh dosa? dalam Jurnal Ulumul
Quran, No. 1, Vol, 1994
11
Komarudin Hidayat, Sufisme Dan Pembebasan Manusia, dalam Tragedi Raja Midas
Jakarta:Paramadina, 1998
12
Irfan Safruddin, Pemikiran Keagamaan Kontemporer Studi tentang pemikiran keagamaan
Sayyed Hosssein Nasr Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2006

9
Keagamaan Nasr secara umum, yang mencakup tentang pemikiran Nasr

tentang Al Quran, Hadits, filsafat, hubungan antar agama dan lain-lain.

sementara pembahasan tentang manusia hanya mendapatkan porsi yang

sedikit.

Kemudian ada Tesis Elya Munfarida yang Berjudul Konsep

Manusia menurut Seyyed Hossein Nasr,13 dalam penelitian tersebut

dijelaskan tentang Krisis manusia modern yang disebabkan modernitas

dan materialisme, juga tentang bagaiaman konsep Nasr tentang Manusia

secara rinci dan terdapat kategori-kategori yang mensistematisasikan

Konsep Hossein Nasr tentang Manusia. Akan tetapi kajian dalam

penelitian ini lebih cenderung mengeksplorasi krisis kemanusiaan yang

ada di dunia. Sehingga kurang fokus pada penelitian konsep Manusia. Juga

penelitian ini tidak menjelaskan kontribusinya dalam konteks tujuan

Pendidikan Islam.

Maka dari itu maksud penelitian penulis adalah untuk melengkapi

khazanah penelitian yang ada dengan mencoba menarik kontribusi

pemikiran Sayyed Hossein Nasr ini dalam konteks tujuan pendidikan

Islam.

13
Elya Munfarida yang Berjudul Konsep Manusia menurut Seyyed Hossein Nasr UIN Sunan
Kalijaga, 2004

10
E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kepustakaan

(Library research) yaitu penelitian yang berusaha menghimpun data

penelitian dari khazanah literatur dan menjadikan dunia teks sebagai

objek utama analisisnya. Penelitian kepustakaan dapat diartikan sebagai

teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap

buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang

berhubungan dengan masalah penelitian.14

2. Pendekatan penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk menemukan

rumusan pemikiran fundamental dari Sayyed Hossein Nasr yang tentunya

sangat dipengaruhi oleh pertimbangan sejarah yang melingkupinya.

Karenanya penulis menggunakan pendekatan filosofis yakni pendekatan

yang digunakan untuk merumuskan fundamental ideas serta conceptional

analysis yang tidak harus terganggu faktor sekunder seperti persoalan

agama, ras, bangsa, dan sebagaianya.15

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi tokoh karena

yang dikaji adalah pemikiran seorang tokoh. Untuk mengetahui pemikiran

seorang tokoh, studi tokoh, menurut Ali Syariati sebagaimana disebutkan

oleh Mukti Ali, disamping dapat digali dengan meneliti karya-karyanya


14
M.Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003). hlm 27
15
M.Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas dan Historisitas (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
1999), hlm 285

11
juga sekaligus diperhatikan sisi biografinya karena terkadang ada banyak

hal yang ada dan hidup dalam kehidupan seseorang yang tidak tercermin

secara langsung dalam karya-karyanya.16 Pendekatan ini dilakukan

dengan mencari biografinya atau riwayat hidup Sayyed Hossein Nasr,

baik yang terdapat dalam karya-karyanya maupun karya orang lain yang

menyinggung persoalan tersebut.

3. Metode Pengumpulan data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik

dokumentasi, yang dijalankan dengan mengumpulkan buku dan penelitian

sebelumnya, baik yang terkait objek formal maupun material penelitian,

meskipun tidak menutup kemungkinan bagi penulis untuk menggunakan

data dari bidang lain yang relevan. Tahap selanjutnya adalah pembacaan

dan pencatatan informasi yang terkandung dalam data.

4. Sumber Data

a. Sumber data primer berupa buku

- Islam dan Nestapa Manusia Modern; karya Sayyed Hossein

Nasr, penerjemah: Anah Mahyuddin, yang diterbitkan oleh

Penerbit Pustaka Bandung tahun 1983.

- The Garden Of Truth Mereguk Sari Tassawuf karya Sayyed

Hossein Nasr, penerjemah: Yuliani Liputo yang diterbitkan

oleh Mizan Pustaka, Bandung tahun 2007.

16
A. Mukti Ali, Metode Ilmu Agama, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed) Metodologi
Penelitian Agama, Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 1989) hlm.48-49

12
- Islam dalam Cita dan Fakta; karya Sayyed Hossein Nasr,

penerjemah: Abdurrahman Wahid & Hasyim Wahid yang

diterbitkan oleh Gading Publishing Yogyakarta tahun 2015.

- Menjelajah Dunia Modern; karya Sayyed Hossein Nasr,

penerjemah: Hasti Tarekat yang diterbitkan oleh Mizan

Pustaka Bandung tahun 1994.

- Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam; karya Sayyed Hossein

Nasr, penerjemah Ach Maimun Syamsuddin, yang diterbitkan

oleh Ircisod, Yogyakarta tahun 2014

b. Sumber data sekunder yaitu berbagai macam literatur yang

berhubungan dengan objek penelitian yaitu buku yang membahas

konsep Manusia dan konsep Tujuan Pendidikan Islam yakni

diantaranya:

- Buku yang berjudul: Sayyed Hossein Nasr:Pergulatan Sains dan

Spiritualitas menuju paradigma Kosmologi Alternatif, ditulis oleh

Dr. Ach. Maimun, M.Ag. yang diterbitkan oleh penerbit IRCiSod,

Yogyakarta tahun 2015

- Buku yang berjudul: Perspektif Al Quran tentang Manusia dan

Agama karya Murtadho Muthahari yang diterbitkan oleh Penerbit

Mizan Bandung tahun 1992.

- Buku yang ditulis Abdul Mujib, yang berjudul Fitrah dan

Kepribadian Islam terbitan Jakarta, penerbit Darul Falah tahun

2000.

13
- Buku yang membahas kecerdasan spiritual yang ditulis oleh

Akhmat Muhaimin Azzet, yang diterbitkan oleh kata hati, tahun

2010, dengan judul mengembangakan Kecerdasan Spiritual anak,

- Buku yang membahas Pendidikan Islam yang ditulis oleh Zakiyah

Deradjad, dkk, yang diterbitkan oleh Bumi Aksara tahun 2009,

Buku yang membahas tentang pemikiran tokoh pendidikan Islam

seri kajian Filsafat pendidikan Islam, yang diterbitkan Raja

Grafindo persada tahun 2003, serta buku-buku lain terkait tema

spiritualitas Islam yang relevan dengan tema penelitian.

5. Analisis Data

Dalam menganalisis data peneliti menggunakan analisis isi

(content analysis) guna mengungkap, memahami, dan menangkap pesan

dari sebuah karya tulis. Adapun langkah metodologisnya adalah data-

data yang diperoleh dideskrispsikan, disistematisasi dan direkonstruksi

menjadi sebuah konsep tentang manusia, dan kajian mengenai konsep

Tujuan pendidikan Islam. Selanjutnya dianalisis dengan cara

Interpretasi, yakni peneliti menangkap setepatnya apa yang dimaksud

dalam teks atau konsep pemikiran Sayyed Hossein Nasr. Kemudian

peneliti mencari fakta-fakta dalam teks kemudian mencari pembuktian

dengan berpijak pada hal-hal umum terhadap hal-hal yang lebih khusus.

Selanjutnya segala variasi konsep yang dikemukakan oleh Sayyed

Hossein Nasr disesuaikan satu sama lain secara konsisten. Kemudian

konsep yang dikemukakan Sayyed Hossein Nasr dilihat dalam

14
keseluruhan konteks pemikiranya dengan melihat secara luas menurut

konteksnya.

Metode Analisis data adalah penganalisisan terhadap data-data

yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap data-data yang diperoleh

dari hasil penelitian17. Dalam menganalisa data-data yang terkumpul

peneliti menggunakan metode analisis kualitatif.18 dengan teknik

Deskriptif Analitis, yaitu mengkaji gagasan primer mengenai suatu ruang

lingkup masalah yang diperkaya dengan gagasan sekunder yang relevan.

Langkah pertama metode ini adalah mendeskripsikan gagasan primer

yang menjadi objek penelitian. Deskripsi gagasan primer tersebut

kemudian ditafsirkan dan kemudian dianalisa dengan menggunakan data-

data sekunder yang telah peneliti cerna dengan selektif.

Sedangkan dalam melakukan pembahasan atas interpretasi data-

data kualitatif tersebut penulis menggunakan metode berpikir:

a. Induksi, yaitu proses penalaran dari hal-hal yang bersifat khusus

kepada hal-hal yang bersifat umum (proses generalisasi)19

b. Deduksi, yaitu proses penalaran dari hal-hal yang bersifat umum

kepada hal-hal yang bersifat khusus.20

c. Komparatif, yaitu pemecahan masalah melalui analisa tentang

17
Anas Sujdono Sugiyono, Metode Penelitian .., hlm. 338-345.
18
Metode kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan
perilaku yang diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Lihat, Robert Bogdan and steven J.
Tailor, Introductian To Qualitative research methods (a phenomenological approach to the social
science), diterjemahkan oleh Arief Rahman, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif (Surabaya:
Usaha Nasional, 1992), Hal 21-22
19
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal 43
20
Ibid, hal 44

15
hubungan-hubungan, sebab akibat, yakni meneliti faktor-faktor

tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diteliti

dengan membandingkan satu faktor lainya.21

F. Kerangka Teoritik

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori dan konsep

yang terkait dengan hakikat manusia dan tujuan pendidikan. Penulis

menemukan beberapa teori yang relevan dangan topik pembahasan

penelitian tentang manusia dan kaitan konsepsionalnya dengan tujuan

pendidikan Islam. Teori atau konsep yang digunakan untuk menganalisis

pemikiran yang menjadi objek penelitian yaitu Sayyed Hossein Nasr.

1. Teori tentang Manusia

Teori pertama yang penulis elaborasi adalah tentang seluk-beluk

Manusia dalam berbagai aliran. Persoalan tentang jati diri manusia

merupakan persoalan yang sangat pelik. Dalam sejarah filsafat, telah

muncul berbagai aliran yang mencoba mengungkap berbagai persoalan

tentang hakikat manusia. Aliran monisme, misalnya memandang bahwa

hakikat manusia terdapat pada unsurnya yang bersifat tunggal, yaitu materi

dalam pandangan materialisme atau unsur rohani dalam pandangan

spiritualisme. Aliran materialisme secara tegas menyatakan bahwa

manusia pada dasarnya adalah materi atau melulu bersifat material,

21
Winarno Surahmat, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda Teknik, (Bandung; Tarsito,
1998), hal 143

16
sehingga kita bisa menjelaskan setiap gejala atau pengalaman manusia

berdasarkan hukum-hukum alam, mekanika, fisika, kimia, dan biologi.22

Sementara aliran spiritualisme mengajarkan bahwa hakikat manusia

adalah jiwa dan ruh, jadi bersifat spiritual dan unik sehingga sama sekali

tidak bisa diukur dan dijelaskan dengan menggunakan hukum-hukum alam

mekanis, kimawi dan biologis, hanya melalui interpretasi-interpretasi yang

murni kualitatif, dan introspektif, (demikian dikatakan oleh para

spiritualis) kita dapat memahami gejala dan esensi manusia secara utuh

dan benar.23

Aliran yang lain adalah dualisme yang menetapkan adanya dua

unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikkan yaitu

materi dan rohani. Aliran pluralisme menyatakan adanya berbagai unsur

yang pada dasarnya mencerminkan semua unsur yang ada pada

mikrokosmos. Aliran monodualis menetapkan hakikat manusia pada dua

unsur. Sementara aliran mono-pluralis meletakkan hakikatnya pada

kesatuan semua unsure yang membentuknya.

Dalam Islam, terdapat berbagai pandangan tentang manusia. Pada

umumnya para ahli membedakan manusia dalam dua aspek yaitu jasad dan

ruh. Tapi ada yang membedakannya dalam tiga aspek yakni jasad, ruh,

nafs. Khairuddin Az Zakarly, misalnya menyatakan bahwa studi tentang

hakikat manusia dapat ditempuh melalui tiga pendekatan yaitu kondisi

22
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, (Bandung: PT Remaja Rosida Karya, 2000) hlm 11
23
Zainal Abidin, Filsafat Manusia hlm 11

17
jasad (fisik), kondisi jiwa (psikis) dan kondisi keduanya (psikofisik).24

Ketiga kondisi ini dalam terminologi Islam lebih dikenal dengan termin al-

jasad, al-ruh, dan al-nafs. Jasad merupakan aspek biologis atau fisik

manusia. Ruh merupakan aspek psikologis atau psikis manusia. Sedangkan

nafs, merupakan aspek psikofisik manusia.

Perbedaan pandangan antara dua kelompok ini terjadi karena

adanya dua wacana yang berkembang di kalangan para ahli tentang

interpretasi ruh dan nafs. Pertama ruh, dan nafs, dalam pandangan ikhwan

Al Shafa dan para filosof umumnya, merupakan substansi yang sama

hanya saja berbeda penyebutannya.25 Abu Bakar Ibn al Ambary

menguraikan bahwa ruh digunakan untuk penyebutan bentuk perempuan

(muannats). Demikian tradisi kebahasaan yang berlaku bagi orang-orang

Arab.26 Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila dalam al-Quran

memberikan arti nafs bagi ruh, dan memberikan arti ruh bagi nafs.

Al Razy menyebut ruh dan nafs sebagai an-nafs al insaniyat yaitu

substansi yang memancar yang bersifat ruhani. Jika ia melekat di dalam

tubuh maka cahayanya akan merasuk ke seluruh anggota dan terjadilah

apa yang dinamakan kehidupan, tetapi jika ia lepas baik lahir maupun

batin maka terjadilah kematian. Namun jika lepasnya hanya lahir saja

maka terjadilah tidur, sebab tidur juga bagian dari kematian.27

24
Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam (Jakarta:Darul Falah, 2000) hlm. 36
25
Harun Nasution Falsafah Agama, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991), hlm 72
26
Ibn Manzhur, Lisan Al Arab, (Beirut:Dar Al Turats Al Arby, 1992)jilid V, hlm 361
27
Wahbah Az Zuhaili At Tafsir Al MUNIR fi Aqaid wa asy Syariah wa al Manhaj,(Beirut:Dar Al
Fikr al Maashir, 1991)

18
Kedua, ruh dan nafs merupakan substansi yang berbeda.

Pernyataan ini didukung oleh pendapat beberapa ahli. Diantaranya adalah:

1. Para Sufi, Ruh lebih kompleks daripada nafs, sebab nafs telah memiliki

kecenderungan pada duniawi dan kejelekan, sedangkan ruh tidak

demikian. Nafs menjadi perantara antara jiwa rasional dengan badan.

Jadi unsur nafs ada terikat oleh badaniah sedangkan ruh tidak.28

2. Titus Burckhardt menyebut ruh dengan sinar vertikal, artinya sinaran

Tuhan yang akan diberikan kepada diri manusia. Sedang nafs

merupakan sinar Horisontal. Artinya Sinaran Tuhan yang telah

diberikan pada tubuh manusia dan menimbulkan tingkah laku29

3. Abu Hamid Muhammad al Ghazali menganggap Ruh sebagai nyawa

yang selalu ada pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Sedangkan nafs

hanya ada pada diri manusia yang memiliki daya berfikir.30

Pembedaan ini dibenarkan jika ruh yang dimaksud berarti ruh jasmani

yang artinya sama dengan nyawa, tetapi jika yang dimaksud ruh illahi,

maka al Ghazali menyamakan dengan nafs

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa ruh dan

nafs berbeda. Ruh adalah urusan Allah dan hakekatnya hanya dia sendiri

yang mengetahuinya. Apabila manusia ingin mengetahuinya diperlukan

wahyu untuk menjelaskan hal ihwalnya , sebab ruh bersifat lahutiyyah.

Sedang nafs adalah apa yang terdapat dalam diri manusia yang bersifat

Juz XXIV hlm 22-23


28
Abdul Mujib, Fitrah dan hlm 38
29
Titus Burckhardt, Menegenal Ajaran Kaum Sufi, terj.Azyumardi Azra (Jakarta:Pustaka Jaya,
1984) hlm 34
30
Harun Nasution, Filsafat Agama (Jakarta, Bulan Bintang, 1991) hlm 86

19
nasuttiyah. Ruh tidak dapat mati, sebab sifatnya kekal sedangkan nafs

dapat mati apabila ajal keidupannya telah tiba.

Dalam Islam ada dua pandangan yang berbeda tentang unsur-unsur

yang membentuk manusia, yakni yang berpendapat adanya dua unsur yang

membentuknya, jasad dan ruh. Dan yang berpandangan adanya tiga unsur

jasad,nafs, dan ruh. Namun perbedaan antara keduanya tidak bersifat

substansial, hanya persoalan perbedaan penafsiran saja. Keduanya

memiliki satu kesamaan bahwa berbagai unsur yang membentuk manusia

tidaklah bertentangan satu sama lain seperti yang terdapat dalam aliran

dualisme, tapi merupakan satu kesatuan yang bersifat komplementer.

2. Teori tentang Tujuan Pendidikan Islam

Kemudian mengenai Tujuan pendidikan dalam penelitian ini

penulis mengelaborasi beberapa konsepsi. Tujuan merupakan standar

usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui

dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.

Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegitan

dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi

adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha

pendidikan.31

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha

atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha

dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan,

31
Ahamad D. Marimba, pengantar filsafat pendidikan, (Bandung:al-Maarif, 1989), hlm. 45-46.

20
tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu

benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu

keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek

kehidupannya.32

Rumusan tujuan pendidikan Islam mungkin dapat dibuat, dasar

kehidupan adalah pandangan hidup. Menurut T.S Eliot menyatakan bahwa

pendidikan yang amat penting itu tujuannya harus di ambil dari pandangan

hidup. Beberapa pendapat para ahli pendidikan sebagai berikut:

1. Menurut Ibnu Taimiyah, tujuan pendidikan Islam tertumpu pada empat

aspek yaitu: pertama, tercapainya pendidikan Tauhid dengan cara

mempelajari ayat Allah dalam wahyu-Nya dan ayat-ayat fisik (afaq) dan

psikis (anfus). Kedua,mengetahui ilmu Allah SWT melalui pemahaman

terhadap makhluk-Nya. Ketiga, mengetahui kekuatan Allah melalui

pemahaman jenis-jenis, kuantitas, dan kreatifitas makhluknya, dan

keempat, mengetahui apa yang diperbuat Allah (sunnatullah) tentang

realitas dan jenis-jenis perilakunya.33

2. Abdurrahman Shaleh menyatakan tujuan pendidikan Islam dapat

diklasifikasikan menjadi empat dimensi, yaitu: pendidikan jasmani (al

ahdaf al jismiyah), pendidikan rohani (al ahdaf al ruhaniyah), dan

pendidikan akal, (al ahdaf al aqliyah) dan pendidikan sosial (al ahdaf al

ijtima)34

32
Dr. Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1991) hlm 29
33
Abdul Mujib, & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana, 2008) hlm.78
34
Abdurrahman Shaleh Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al Quran, terj. Arifin HM (Jakarta :
Rineka Cipta, 1991) hlm. 138

21
3. Menurut Al Ghazali, yang dikutip Fathiyah Hasan Sulaiman, tujuan

umum pendidikan Islam tercermin dalam dua segi yaitu:pertama insan

purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dan kedua, insan

paripurna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan

di akhirat. Kebahagiaan dunia akhirat dalam pandangan Al Ghazali lebih

memiliki nilai universal, abadi dan hakiki.35

4. Ali Ashraf menawarkan tujuan pendidikan Islam dengan: terwujudnya

penyerahan mutlak kepada Allah SWT. pada tingkat individu,

masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya.36

5. Menurut klasifikasi Abu Ahmad, tujuan tertinggi dari pendidikan Islam

bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan, karena sesuai dengan

konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal.

Tujuan tertinggi tersebut dirumuskan dalam satu istilah yang disebut

Insan Kamil (Manusia paripurna).37

Sementara rumusan tujuan pendidikan Islam yang dihasilkan dari seminar

pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad, adalah:

Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang


seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan
spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan pancaindera. Oleh karena
itu pendidikan seharusanya pelayanan bagi pertumbuhan manusia
dalam segala aspeknya, yang meliputi aspek spiritual,intelektual,
imajinasi, fisik, ilmiah, linguistic, baik secara individu maupun secara
kolektif dan memotivasi semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan
pencapaian kesempurnaan, tujuan utama pendidikan Islam bertumpu

35
Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan versi Al Ghazali, terj. Fathur Rahman (Bandung:
Al Maarif, 1986) hlm.24
36
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta:Firdaus, 1989) hlm.130
37
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Ilmu Kalam Mulia, 2010) hlm 134

22
pada terealisasinya ketundukan kepada Allah, baik level individu,
komunitas dan manusia secara luas.38

Tujuan pendidikan Islam adalah mencetak manusia yang berbudi

pekerti luhur supaya menjadi manusia yang sempurna guna

menghambakan diri kepada Allah39 Islam menghendaki agar manusia

dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana

yang telah di gariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah

ialah beribadah kepada Allah, ini sesuai dengan QS ad-Dzariyat : 56

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


Artinya :
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Dalam konteks pemahaman tentang al Quran dan Hadist, Umat

Islam muslim harus mempelajarinya secara luas dan dalam. Ini disebutkan

dalam surat At-Taubah ayat 122, yang artinya : Mengapa tidak pergi dari

tiap-tiap golongan di antara kalian beberapa orang untuk memperdalam

pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada

kaumnya apabila mereka telah kembali (dari perang) supaya mereka

dapat menjaga dirinya.

Dalam ayat ini, pengetahuan tentang agama adalah pengetahuan

tentang Al Quran dan hadits, terutama tentang ke lima rukun Islam. Jadi

pengetahuan tentang al-Quran dan Hadist, jelas harus menjadi salah satu

38
Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991) hlm.4
39
Ahmad Tafsir ,Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT REMAJA ROSDA
KARYA1991,)hlm. 46

23
tujuan pendidikan. Muhammad Quthb, tatkala membicarakan tujuan

pendidikan menyatakan bahwa tujuan pendidikan lebih penting dari pada

sarana pendidikan. Sarana pendidikan pasti berubah dari masa ke masa,

dari generasi ke generasi, bahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Akan tetapi tujuan pendidikan tidak berubah. Menurut Quthb, tujuan

umum pendidikan adalah manusia yang taqwa, itulah manusia yang baik

menurutnya.40

Pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang

yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa. Insan kamil

artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang

secara wajar, dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini

mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu di harapkan menghasilkan

manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya, serta senang dan

gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam.

Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam proses

pendidikan. Hal itu di sebabkan oleh fungsi-fungsi yang di pikulnya.

Pertama, tujuan pendidikan mengarahkan perbuatan mendidik. Fungsi ini

menunjukkan pentingnya perumusan dan pembatasan tujuan pendidikan

secara jelas. Tanpa tujuan yang jelas, proses pendidikan akan berjalan

tidak efektif dan tidak efisien, bahkan tidak menentu dan salah dalam

mengambil metode, sehingga tidak mencapai manfaat. Kedua, tujuan

40
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT REMAJA ROSDA
KARYA, 1991,). hlm. 48

24
pendidikan mengakhiri usaha pendidikan. Apabila tujuannya telah

tercapai, maka berakhir pula usaha tersebut. Usaha yang terhenti sebelum

tujuan tercapai, maka berakhir pula usaha tersebut. Usaha yang terhenti

sebelum tujuannya tercapai, sesungguhnya belum dapat di sebut berakhir,

tetapi hanya mengalami kegagalan yang antara lain di sebabkan oleh tidak

jelasnya rumusan tujuan pendidikan.

Ketiga, tujuan pendidikan di satu sisi membatasi lingkup suatu

usaha pendidikan, tetapi di sisi lain mempengaruhi usaha dinamikanya.

Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan usaha berproses yang di

dalamnya usaha-usaha pokok dan usaha-usaha parsial saling terkait. Tiap-

tiap usaha memiliki tujuannya masing-masing. Usaha pokok memiliki

tujuan yang lebih tinggi dan lebih umum. Sedangkan usaha persial

memiliki tujuan yang lebih rendah dan lebih spesifik.41

Keempat, tujuan pendidikan memberi semangat dan mendorong

untuk melaksanakan pendidikan. Hal ini berlaku juga pada setiap

perbuatan. Sebagai contoh, seseorang diperintah untuk berjalan di jalan

tertentu tanpa dijelaskan kepadanya mengapa ia harus menempuh jalan itu,

atau tanpa di beri kesempatan untuk memilih jalan lain. Dengan perintah

yang demikian barangkali orang tersebut akan berjalan ragu-ragu.

Akibatnya ia akan berjalan lamban. Lain halnya, apabila di jelaskan

kepadanya bahwa di jalan itu ia akan mendapat kebun yang indah serta

pemiliknya orang yang ramah serta orang yang suka mengajak orang-

41
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Al-Maarif1980, hlm. 45-
46

25
orang yang lewat untuk makan bersamanya., sementara kebetulan ia

sedang lapar,tentu ia akan menempuh jalan itu dengan penuh semangat.42

3. Manusia dan Pendidikan

Problematika pendidikan adalah masalah hidup dan kehidupan

manusia. Dalam kehidupannya, manusia akan selalu memerlukan

pendidikan agar ia mampu mempertahankan hidup atau dapat mencapai

kehidupannya agar lebih baik. Dalam sejarah, pendidikan sudah dimulai

sejak adanya makhluk bernama manusia, ini berarti pendidikan itu tumbuh

dan berkembang bersama-sama dengan proses perkembangan dan

kehidupan manusia. Usaha untuk menciptakan suatu sistem pendidikan

yang dapat memindahkan nilai-nilai kebudayaan yang dikehendaki

tersebut belum sepenuhnya dapat mencapai hasil yang maksimal serta

memuaskan. Dengan kata lain, sistem pendidikan yang benar-benar mapan

dapat diterima secara universal, bentuk nilai-nilai filosofis, serta serasi

dengan fitrah manusia dan tatanan masyarakat masih belum ditemui.43

Hal itu terlihat dari kenyataan hasil yang telah dicapai oleh

pendidikan model barat yang lebih menonjolkan aspek rasional manusia.

Pendidikan memang telah menghasilkan kemajuan dibidang ilmu

pengetahuan. Namun pendidikan model ini belum sepenuhnya mampu

menyentuh kebutuhan hakiki dari manusia secara sempurna yaitu

kebutuhan nilai-nilai kemanusiaan, baik dari aspek jasmani maupun


42
Hero Net Aly Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Logos,1999).hlm. 53-54
43
Jalaluddin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta
Raja Grafindo, 1994), hlm. 13

26
rohani. Beberapa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang

telah mampu memberikan kehidupan lebih mudah dan nyaman tersebut,

justru telah menimbulkan permasalahan baru,keraguan, keresahan dan rasa

tidak aman,semakin dirasakan manusia.

Bahkan kemajuan tersebut telah berubah manjadi bencana yang

sewaktu-waktu dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.44

Kelemahan-kelemahan seperti telah disebutkan diatas, bukan tidak disadari

oleh pakar pendidikan barat. Tetapi usaha untuk mengatasi kelemahan itu

belum ditemukan kelanjutannya. Hal ini telah mendorong para filosof

untuk mencari kebenaran lain yang dapat dijadikan dasar bagi sistem

pendidikan. Pergulatan berlangsung sedemikian rupa hingga pada akhirnya

para ilmuwan tersebut mau tidak mau kembali menoleh kepada hakikat

manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Para filosof dan ilmuwan dituntut untuk mencari jawaban dari

beberapa pertanyaan prinsipil, pertanyaan itu, menurut Jacques Maritain, --

sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin--, mengarah kepada pemikiran filsafat

pendidikan, yaitu siapa manusia, dimana dan kemana manusia akan pergi,

apa yang menjadi tujuan hidup manusia, semua hal ini dikaji dalam bentuk

penciptaannya.45

Salah satu tema sentral filsafat pendidikan adalah pembahasan

tentang masalah manusia. Hai ini disebabkan karena keterlibatan manusia

dalam proses pendidikan sangatlah jelas. Dimana dalam pendidikan,


44
Syed Hussen, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam, terj. Rahman A, (Bandung: Gema
Risalah, 1994) hlm. 58
45
Jalaluddin , Filsafat Pendidikan, hlm. 14

27
manusia berperan sebagai subjek sekaligus objek pendidikan46. Sementara

itu dalam dunia pendidikan, pemahaman tentang manusia sangatlah

penting, As-Syaibani menyatakan bahwa penentuan sikap dan tanggapan

tentang manusia sangat penting dan vital, tanpa sikap dan tanggapan yang

jelas, pendidikan akan meraba-raba.47 Apabila pemahaman tentang

manusia tidak jelas, maka berakibat tidak baik pada proses pendidikan itu

sendiri. Persoalan yang kemudian muncul adalah cara pandang atau

konsep manusia yang digunakan menentukan konsep-konsep lanjutan pada

suatu disiplin ilmu atau aliran tertentu.

Begitu juga apabila menelaah pendidikan, maka setiap aliran, teori

atau sistem pendidikan berakar pada sebuah pandangan falsafah manusia

yang digunakan. Sebagai contoh apa yang terjadi dalam tradisi pendidikan

di Barat yang berdasarkan pada filsafat positivistik sehingga pendidikan

menjadi bebas nilai. Manusia dalam pendidikan dipandang sebagai objek

yang tidak jauh berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Perbedaannya

hanya dalam fungsi berfikir, kemudian dikatakanlah bahwa manusia

adalah binatang yang berfikir (al-insanu al-hayawan an-natiq). Kemudian

pemikiran ini melahirkan pandangan dan sikap hidup materialisme.

Puncak kepuasan manusia terletak pada pemuasan materi.

Materialisme dan sekuler (isme) berjalan seiring dan jalin

berkelindan satu sama lain.48 Kesalahan pemahaman yang telah dilakukan

46
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Suatu Tinjauan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), hlm.12
47
Omar Muhammad At-Toumi Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,
1979), hlm. 10
48
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, pengantar kepada metafisika buku ke tiga (Jakarta :Bulan

28
ilmuwan dalam memandang manusia berakibat pada manusia itu sendiri.

Karena pada kenyataannya tidak semua kehidupan manusia dapat

dirasionalkan. Banyak bagian dari kehidupan manusia yang hadir dalam

bentuk cinta, seni, kematian dan sebagainya.

Pandangan yang bersifat antroposentris ini jauh berbeda dengan

pandangan Islam dalam melihat manusia dari segi hakikat jati diri atau

substansi manusia. Manusia adalah makhluk yang mempunyai berbagai

keistimewaan yang berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki tiga

dimensi, yaitu dimensi jasmani, rohani dan roh.49 Roh (bukan unsur

rohani) menurut Hasan Langgulung, didefinisikan dengan unsur fitrah

ketauhidan pada diri manusia. Tuhan memberi manusia potensi yang

sejalan dengan sifat-sifat-Nya dalam kadar terbatas.50

Aspek rohani (spiritualitas) inilah yang tidak tersentuh oleh

pendidikan yang berlangsung di Barat. Dasar yang melandasi pemikiran

pendidikan Islam adalah konsep filsafat pendidikan yang menyatakan

bahwa segala yang ada terwujud melalui proses penciptaan bukan

terwujud dengan sendirinya. Konsep yang bersifat Antroporeligiocentris

inilah yang mendasari konsep-konsep dasar pendidikan Islam lainnya,

seperti tentang hakikat manusia, tujuan pendidikan yang kemudian akan

mengarahkan kepada pelaksanaan pendidikan Islam.51 Memahami kondisi

Bintang, 1996) hlm. 150.


49
Omar Muhammad at-Toumi al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam...hlm 11
50
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta:
AL Husna Zikra, 1986) hlm.5
51
Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), hlm. 286

29
demikian, maka diperlukan konsep baru tentang manusia yang mempunyai

landasan kuat dan jelas, sehingga manusia dipandang dan ditempatkan

secara benar dalam arti sesungguhnya.

Secara garis besar melalui pendekatan historis sosiologis,

pendidikan Islam dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari sudut pandang

masyarakat dan dari sudut pandang individu. Masyarakat memandang

pendidikan sebagai pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai budaya baik

yang bersifat intelektual, keterampilan, dan keahlian dari generasi

sebelumnya kepada generasi sekarang agar masyarakat tersebut terpelihara

kelangsungan hidupnya atau tetap memelihara kepribadiannya. Adapun

dari segi individu pendidikan berarti upaya pengembangan potensi-potensi

yang dimiliki individu yang masih terpendam agar teraktualisasikan secara

kongkret, sehingga hasilnya bisa dinikmati individu dan masyarakat.52

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan itu

mempunyai fungsi ganda. Pada satu sisi pendidikan berfungsi untuk

memindahkan nilai-nilai menuju pemilikan nilai (internalisasi atau

personalisasi) untuk memelihara kelangsungan hidup (survive) suatu

masyarakat dan peradaban, pada sisi yang lain pendidikan berfungsi untuk

mengaktualisasikan fitrah manusia agar dapat hidup secara optimal, baik

sebagai individu maupun anggota masyarakat, serta mampu memikul

tanggung jawab atas segala perbuatannya sehingga memperoleh

kebahagiaan dan kehidupan yang sempurna. Pendidikan Islam sebagai

52
Hasan Langgulung, Asas-Asas pendidikan Islam, (Jakarta : Al-Husna Zikra, 2000), hlm.1

30
suatu proses spiritual, akhlaq, dan sosial sudah barang tentu berusaha

membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai prinsip dan teladan ideal

dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia dan

akhirat.53

Menurut Hasan Langgulung ada lima sumber nilai yang diakui

dalam Islam, yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai sumber yang asal.

Kemudian qiyas, artinya membandingkan masalah yang disebut oleh Al-

Quran atau Sunnah dengan masalah yang dihadapi umat Islam tetapi nash

yang tegas dalam Al-Quran tidak ada. Kemudian kemashlahatan umum

yang tidak bertentangan dengan nash. Sedangkan sumber kelima adalah

ijma ulama dan ahli fikir Islam yang sesuai dengan sumberdasarAl-

QurandanSunnahNabi.54 Falsafah pendidikan Islam berasal dari falsafah

hidup Islam mencakup kebenaran yang bersifat spekulatif dan praktikal

yang menolong untuk menafsirkan tentang manusia, sifat-sifat ilahiyah-

Nya, nasib kesudahannya, dan keseluruhan hakikat.55 Konsep manusia

sangat penting artinya di dalam suatu sistem pemikiran dan di dalam

kerangka berfikir seorang tokoh intelektual atau pemikir. Konsep tentang

manusia menjadi penting karena ia termasuk bagian dari pandangan hidup

seseorang.56

53
Abdul Khaliq, dkk, Pemikiran pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) hlm.
54
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang pendidikan Islam, (Bandung :Pustaka AL-
Maarif, 1995), hlm. 93
55
Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan hlm.3
56
Muhammad Yasir Nasution hlm. 1

31
G. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari lima (5) bab. Masing-

masing bab memiliki sub bab sendiri-sendiri untuk mempermudah

operasionalisasi dan sistematisasi pembahasan.

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metodologi penelitian, kerangka teoritik, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, merupakan pengenalan awal tentang sosok Sayyed

Hosssein Nasr yang memuat riwayat hidup dan aktivitas keilmuwan Nasr

yang meliputi masa-masa belajar dan masa-masa berkiprah dalam dunia

intelektual. Selain itu bab ini juga memuat peta pemikiran Nasr

Bab ketiga, membahas tentang pemikiran Sayyed Hosssein Nasr

tentang konsep manusia, yang memuat pembahasan mengenai pengertian

manusia, hakikat keberadaan manusia, tujuan hidup manusia, serta krisis-

krisis kemanusiaan yang dialami manusia modern, serta solusi yang

diberikannya.

Di Bab keempat, membahas tentang bagaimana konsep manusia

menurut sayyed Hosssein Nasr dikontribusikan dalam konteks Tujuan

Pendidikan Islam.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan

saran.

32
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Permasalahan pendidikan Islam dewasa ini tidak mungkin terlepas dari

permasalahan kemanusiaan kontemporer. Hal ini karena dalam pendidikan,

manusia berperan sebagai subjek sekaligus objek pendidikan. Krisis

kemanusiaan di era modern sekarang ini, menuntut pendidikan Islam

memberikan jawaban. Dengan adanya persoalan-persoalan kemanusiaan

kontemporer ini, perlu adanya kajian tentang hakikat manusia dan konsepsi

yang jelas tentang manusia. Dalam kerangka ini konsep Nasr tentang manusia

relevan untuk dikaji dan ditelaah guna memahami kembali siapa dan apa

hakikat manusia. Pemikiran Nasr mempunyai titik temu esensial dengan

pendidikan karena gagasan-gagasan Nasr tentang manusia, berbicara dalam

konteks menjawab problematika manusia era modern. Dalam konteks inilah

gagasan Nasr dapat dikontribusikan bagi tujuan pendidikan Islam. Pemikiran

Nasr dapat menjadi fondasi guna pengembangan tujuan pendidikan Islam

Manusia menurut Nasr terbagi menjadi beberapa segi. Dari segi

penciptaan, manusia diciptakan dari dua unsur yaitu jasmani (material) dan

ruhani (spiritual). Ruh ini ditiupkan oleh Tuhan ke dalam tubuh fisik manusia

sehingga manusia memiliki berbagai potensi-potensi yang menjadikannya

cerminan Tuhan itu sendiri. Proses penciptaan manusia tersebut menunjukkan

bahwa manusia memiliki dua eksistensi, eksistensi ruhani (spiritual) dan

jasmani (material) yang merupakan satu kesatuan yang bersifat

108
komplementer. Kesatuan ini tidak dapat direduksi menjadi hanya satu

eksistensi saja. Peran manusia terbagi menjadi dua yaitu sebagai Hamba-Nya

dan sebagai Khalifahnya. Kedua peran ini membutuhkan potensi-potensi

Dari segi potensinya, manusia dikaruniai beberapa kemampuan

fundamental yang meliputi intelegensi, kehendak dan sentimen serta

kemampuan instrumental yang meliputi akal, memori, imajinasi, dan

perkataan. Hakikat manusia adalah makhluk theomorfis yang mencerminkan

Nama-Nama dan Sifat-Sifat Tuhan di dunia. Ia adalah makhluk sentral di

dunia yang mengemban tugas sebagai wakil Tuhan sekaligus juga sebagai

hambanya,sebuah keunikan eksistensi yang terdapat dalam perjanjian pra-

eternal antara manusia dan Tuhan yang menuntut manusia untuk mengikuti

dan melaksanakan kehendak Tuhan.

Dalam konteks pendidikan gagasan Nasr tentang manusia dapat

dikontribusikaan guna pengembangan dimensi spiritualitas dan potensi-

potensi manusia dalam konteks tujuan pendidikan Islam. Hal ini karena

spiritualitas dan pentensi-potensi yang dimiliki manusia agar dapat secara

khusus diolah dan dikembangkan dalam bentuk-bentuk yang lebih konkrit

yakni dalam ranah tujuan pendidikan Islam. Selama ini pendidikan Islam

belum optimal menyentuh berbagai potensi yang dimiliki manusia terutama

pada dimensi spiritualitasnya. Praktik pendidikan Islam masih banyak

berkutat pada aspek kulit luar (eksoterik) agama sehingga nilai-nilai sejati

Islam kurang maksimal tersampaikan pada peserta didik, dalam hal ini

manusia sebagai subjek dan objek pendidikan. Oleh karena itu tujuan

109
pendidikan Islam perlu dirumuskan untuk mencapai tingkat spiritual dan

pengembangan potensi-potensi manusia. Aspek inilah yang paling dominan

dan mempengaruhi dimensi lain pada manusia. Pada titik inilah konsep

manusia dalam pemikiran Hossein Nasr memberikan kontribusi bagi tujuan

Pendidikan Agama Islam,khususnya dalam ranah filosofis.

Konsepsi Nasr tentang manusia sejak tahapan-tahapan penciptaannya,

potensi-potensi yang dimilikinya, aspek spiritualitasnya menegaskan bahwa

dimensi spiritual (ruhani) manusia menempati posisi penting bagi manusia

untuk dikembangkan dalam proses pendidikan, aspek inilah yang

memungkinkan manusia menjalankan kedua peranya sebagai Abdullah dan

Khalifatullah, secara seimbang. Aspek spiritualitas inilah yang tidak tersentuh

oleh pendidikan dengan paradigma modern. Dengan demikian diperlukan

paradigma tujuan pendidikan yang lebih esensial menyentuh aspek terdalam

dari manusia. Bimbingan dan pengolahan yang benar pada titik sentral

eksistensi manusia ini akan mendorong berbagai aktivasi nilai-nilai yang

lebih luas dan konkrit pada kehidupan manusia dalam hal ini peserta didik

dalam lingkup pendidikan Islam. Dengan demikian tujuan pendidikan Islam

dengan menitik beratkan pada dimensi spiritualitas dan potensi-potensi

manusia diharapkan mampu menjawab berbagai problematika umat manusia

dalam ruang lingkup kehidupan era modern.

B. Saran-saran

Persoalan pendidikan adalah persoalan mengenai manusia. Dalam

konteks Pendidikan Islam. Interpretasi tentang manusia ini harus terus

110
dilakukan, meskipun tidak akan pernah mencapai jawaban final. Selama

kehidupan manusia masih ada, selama itu pula pertanyaan mengenai hakikat

manusia akan senantiasa mengemuka. Artinya, Manusia terus dan terus

mencari dirinya sendiri.

Berbagai upaya yang mencoba mengungkap tabir misteri manusia dari

berbagai aspeknya tidak pernah memberikan jawaban yang mutlak benar.

Hasil Penelitian mengenai konsepsi manusia Sayyed Hossein Nasr dan

bagaimana konsep tersebut dikontribusikan dalam konteks pendidikan Islam

hanyalah sekelumit usaha untuk mencari titik hubungan konsepsional antara

permasalahan yang dihadapi pendidikan Islam saat ini, dengan paradigma

mengenai manusia. Penulis merasa penelitian ini masih memerlukan

eksplorasi dan pendalaman yang lebih panjang guna memahami manusia dan

pendidikan secara lebih komprehensif dan holistik. Oleh karena itu besar

harapan penelitian ini akan dilanjutkan oleh generasi-generasi yang akan

datang.

Semoga penelitian ini bisa menjadi pijakan guna melusuiri aspek-aspek

lain pemikiran Seyyed Hossein Nasr, yang masih sangat luas. Terutama

dalam kerangka pembaharuan paradigma pendidikan Islam. Semakin tepat

proses pendidikan melihat dan menempatkan manusia sesuai hakikatnya,

maka semakin jelas tujuan pendidikan yang akan dicapai. Interpretasi

mengenai jati diri manusia inilah yang semetisnya terus menerus diperbaharui

sehingga pendidikan Islam menemukan paradigmanya yang ideal.

111
DAFTAR PUSTAKA

A1-Attas Syed Muhammad Naquib, The Concept Of Education In Islam


(Kuala Lumpur: ABIM, 1980)

Abasa Mona, A-Note on Hendry Corbin and Sayyed Hossein Nasr;


Affinities and differences dalam Jurnal The Muslim World, Vol.90
Spring 2000

Abdullah M.Amin, Studi Agama: Normativitas dan Historisitas


(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999)

Abidin Zainal, Filsafat Manusia, (Bandung: PT Remaja Rosida Karya,


2000)

Al Attas Muhamtnad Naquib Islam & Filifat Sains,(Bandung: Mizali, 1995)

Al-Faruqi Ismail Raji, Islam dan kebudayaan, (Bandung: Mizan, 1984)

Ali Mukti, Metode Ilmu Agama, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli
Karim (ed) Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar,
(Yogyakarta:Tiara Wacana, 1989)

Al-Syaibani Omar Muhammad al-Toumi, Falsafah Pendidikan Islam,


(Jakarta : Bulan Bintang, 1979)

Aly Hero Net, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos,1999)

Asy'arie Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Belpikir, (Yogyakarta:


LESFI, 2002)

Azra Azyumardi, Tradidionalisme Nasr:Eksposisi dan Refleksi, dalam


Jurnal Ulumul Quran , No.1 Vol.1, 1994

Barnadib Imam, Filsafat Pendidikan Suatu Tinjauan, (Yogyakarta: Andi


Offset, 1997)

Berger Peter L., Piramida Pengorbanan Manusia, (Jakarta:LP3ES,1882)

Bogdan Robert and steven J. Tailor, Introductian To Qualitative research


methods (a phenomenological approach to the social science),
diterjemahkan oleh Arief Rahman, Pengantar Metoda Penelitian
Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992)

112
Boisard Marcel A., Humanism dalam Islam, Terj. H.M. Rasjidi, (Jakrta:
Bulan Bintang, 1980)

Burckhardt Titus, Menegenal Ajaran Kaum Sufi, terj.Azyumardi Azra


(Jakarta:Pustaka Jaya, 1984)

Daradjat Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1991)

Davies Paul, Membaca Pikiran Tuhan, terj. Hamzah, (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2002)

Eaton Charles Le Gai, "Man", dalam Nasr (ed.), Islamic Spirituality,


Foundations, (New York: Crossroad, tt.)

Gazalba Sidi, Sistematika Filsafat, pengantar kepada metafisika buku ke


tiga (Jakarta :Bulan Bintang, 1996)

Glasse Cyril, Ensiklopedi Islam: Ringkas, (Jakarta -,PT.RajaGrafindo


Persada,1999)

Griffiths Bede, A New Vision of Reality, dalam Emanuel Wora,


Prenialisme; Kritik atas Modernisme dan Postmodernisme
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius,2006)

Hidayat Komarudin, Sufisme Dan Pembebasan Manusia, dalam Tragedi


Raja Midas (Jakarta:Paramadina, 1998)

Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang Republik


Indonesia No 20 Tahun 2003 (Bandung: Fokus Media, 2006)

Jalaluddin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan


Pemikirannya, (Jakarta Raja Grafindo, 1994)

Kartanegara Mulyadhi, Panorama Filsafat Islam, Bandung: Mizan, 2002)

Kautsar Azhari Noer Manusia yang teo-Morphis atau yang penuh dosa?
Jurnal Ulumul Quran, No. 1, Vol, 1994

Khaliq Abdul, dkk, Pemikiran pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 1999)

Langgulung Hasan, Asas-Asas pendidikan Islam, (Jakarta : Al-Husna Zikra,


2000)

, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan, (Jakarta: AL Husna Zikra, 1986)

113
, Beberapa Pemikiran Tentang pendidikan Islam, (Bandung :Pustaka
AL-Maarif, 1995)

lrwandar, Demitologisasi Adam dan Hawa, (Yogjakarta: Ar-Ruzz, 2003)

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan teoritis dan Praktis


berdasarkan Pendekatan Interdispliner (Jakarta: Bumi Aksara,
1996)

Manzhur Ibn, Lisan Al Arab, (Beirut:Dar Al Turats Al Arby, 1992)

Marimba Ahmad D., pengantar filsafat pendidikan, (Bandung:al-Maarif,


1989)

Mujib Abdul, Fitrah dan Kepribadian Islam (Jakarta:Darul Falah, 2000)

, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Al-Maarif 1980)

, Fitrah dan Kepribadian Islam, sebuah Pendekatan Psikologis,


(Jakarta: Dar al-Fatah, 2000)

Murata Sachiko, The Tao of Islam, Terj. Rahmani Astuti & M.S. Nasrullah,
(Bandung: Mizan, 1997)

Nahlawi Abdurrahman A1, Prinsip-Prinsp dan Metode Pendidikan Islam,


(Bandung: CV. Diponegoro, 1992)

Nashir Haedar, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta,


Pustaka Pelajar,1999)

Nasr Seyyed Hossein, Inteleldual Islam; Teologi, Filsajat, dan Gnosis,


terj. Suharsono & Djamaludin MZ (Yogyakarta; Pustaka Pelajar,
2009), hal vii

, Tasauf Dulu dan Sekarang, terj. Abdul Hach WM, (Jakarta:


Pustaka Firdaus, 1985)

, Menjelajah Dunia Modern, Teori. Hari.Tarekat, (Bandung:


Mizan, Cet. I., L994)

, Pengetahuan dan Kesucian, terj. Suharsono, (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 1997)

, The Garden of Truth; Mereguk Sari Tasawuf Terj.Yuliani


Liputo (Bandung; Mizan, 2010)

, The Knowledge and The Sacred , terj. Suharsono, Inteligensi dan


Spiritualitas Agama-Agama, (Depok: Inisiasi Press, 2004)

114
, Islam and The Plight of Modern Man, (London: Longman Group
Ltd., 1973)

, Islam dan Neslapa Manusia Modern, terj. Anas Mahyuddin


(Bandung; Pustaka, 1983)

Nasution Harun Falsafah Agama, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991)

, Filsafat Agama (Jakarta, Bulan Bintang, 1991)

Othman Ali lsa, Manusia Menurut al-Ghazali, (Bandung: Pustaka, 1985)

Rachman Budhy Munawar, Pengantar Komarudin Hidayat dan Muhammad


Wahyudi Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif Filsafat Perennial,
(Jakarta: Gramedia, 2003)

Rahardjo M. Dawam (penyt.), Konsepsi Mannsia Menurut Islam, (Jakarta:


Graffiti Press,1985)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Ilmu Kalam Mulia, 2010)

Said Nur, Kritik Tradisionalisme Islam Terhadap Krisis Dunia Modern


(Studiatas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr), An-Nur, Vol. I, No. 2,
Februari 2005

Sarjono, dkk Panduan penulisan skrispsi , Yogyakarta: Jurusan Pendidikan


Agama Islam, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Schuon Frithjof, Hakikat Manusia, Terj. Ahmad Norma Pennata,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997)

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


1996)

Surahmat Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda Teknik,


(Bandung; Tarsito, 1998)

Syed Hussen, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam, terj. Rahman


A,(Bandung: Gema Risalah, 1994)

Tafsir Ahmad ,Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT REMAJA


ROSDA KARYA1991,)

, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT REMAJA


ROSDA KARYA, 1991,)

115
Thoha Chabib, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Semarang:
Pustaka Pelajar, 1996)

, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar,


1996)

Tim Lajnah pentashihan Mushaf Al Quran Badan Litbang dan Diklat,


Tafsi>r Al-Quran Tematik: Pendidikan, Pengembangan Karakter,
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2010)

Zuhaili Wahbah Az At Tafsir Al MUNIR fi Aqaid wa asy Syariah wa al


Manhaj,(Beirut:Dar Al Fikr al Maashir, 1991)

116
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Ahmad Fathul Hakim, S.Pd.I

Tempat/Tgl Lahir : Kudus, 26 Juli 1990

Alamat : Kedungsari, RT. 01/05, Kec. Gebog , Kudus.

Nomor Telpon : 085729401946

Email : fathulhakim34@yahoo.co.id

Nama Ayah : Sutiyono

Nama Ibu : Siti Zahro

Pendidikan Formal : TK. Kurnia Kudus

MI NU MATHOLIBUL ULUM 1 KEDUNGSARI

SMP Negeri 01 Gebog Kudus

SMA N 2 KUDUS

Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Yogyakarta, 30 Mei 2016

Ahmad Fathul Hakim


NIM. 1420410026

Anda mungkin juga menyukai