Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Peran perawat sebagai pendidik dan konsultan, perawta maternitas

mengajarkan dan membantu mengatasi dan meningkatkan kemandirian

dan derajat kesehatan klien di area keperawatan maternitas dengan

mengaplikasikan komunikasi teraupetik dan edukasi secara personal

maupun kelompok (McKinney & Murray, 2007). Peran sebagai pendidik

ini bisa dilakukan perawat bersifat informal dan formal baik terencana

ataupun tidak sesuai kebutuhan pasien dan keluarga (Potter & Perry,

2009). Peran perawat selanjutnya adalah peran sebagai peneliti dengan

berpartisipasi dalam pengembangan profesi dengan menerapkan teori dan

hasil penelitian pada asuhan keperawatan sehingga dapat mengembangkan

evidence-base practice yang bermanfaat bagi pelayanan keperawatan

maternitas (McKinney & Murray, 2007).

C. Pendidikan keperawatan ners memiliki kompetensi agar coners mampu

mensintesa berbagai teori keperawatan dan diaplikasikan pada pelayanan

keperawatan. Pengaplikasian teori keperawatan dalam asuhan keperawatan

menghasilkan suatu penanganan yang terperinci tentang intervensi dan

modifikasi yang dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Pengaplikasian

teori keperawatan dapat dilakukan pada semua masalah kesehatan

perempuan melalui asuhan keperawatan yang holistic dan komprehensif.

Laporan akhir praktek ners ini melakukan pengaplikasian teori


keperawatan pada perempuan dengan permasalahan ginekologi onkologi.

Salah satu permasalahan ginekologi yang paling banyak pada perempuan

adalah kanker.

Lebih dari 30% dari kematian akibat kanker disebabkan oleh lima

faktor risiko perilaku dan pola makan, yaitu: (1) Indeks massa tubuh

tinggi, (2) Kurang konsumsi buah dan sayur, (3) Kurang aktivitas fisik, (4)

Penggunaan rokok, dan (5) Konsumsi alkohol berlebihan. Merokok

merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan terjadinya lebih

dari 20% kematian akibat kanker di dunia dan sekitar 70% kematian akibat

kanker paru di seluruh dunia. Kanker yang menyebabkan infeksi virus

seperti virus hepatitis B/hepatitis C dan virus human papilloma

berkontribusi terhadap 20% kematian akibat kanker di negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Lebih dari 60% kasus baru dan

sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di

Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan. Diperkirakan kasus kanker

tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta dalam dua

dekade berikutnya (Kemenkes RI, 2015).

Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di

bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa mengidap

kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000 meninggal karena penyakit

ini. Kanker ovarium merupakan penyebab utama kematian wanita dan

merupakan penyebab kelima kematian di Amerika Serikat (AS). Satu

diantara 78 wanita di AS (1,3 %) diperkirakan akan mengalami kanker

ovarium selama hidupnya. Delapan puluh persen dari 14.000 kasus kanker
ovarium di Amerika Serikat yang terdiagnosis pertahunnya berasal dari sel

epitel (Gubbels, 2010).

Penderita kanker ini umumnya didiagnosis lambat, kerena belum

adanya metode deteksi dini yang kaurat. Sehingga hanya 20-30%

penderita kanker ovarium yang dapat terdiagnosa pada stadium awal.

Kanker ovarium erat hubungannya dengan wanita yang mempunyai

tingkat kesuburan yang rendah atau intenfertilitas dan biasanya terjadi

pada wanita multipara, melahirkan pertama kali pada usia diatas 35 tahun

dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat ovarium, kanker

payudara atau kanker kolon, sedangkan wanita dengan riwayat kehamilan

pertama terjadi pada usia di bawah usia 25 tahun, dengan penggunaan pil

kontrasepsi dan menyusui akanmenurunkan kanker ovarium sebanyak 30-

60% (Aditya, 2009).

Tumor ganas ovarium di Indonesia banyak dijumpai dan

merupakan penyebab kematian ketiga setelah tumor ganas serviks dan

tumor ganas payudara, padahal five-years survival ratenya dalam 59 tahun

terakhir ini tidak bayak mengalami kemajuan yaitu berkisar antara 20-

37%. Tumor ganas pada ovarium ditemukan dengan proporsi sebesar 8%

dari seluruh tumor ganas ginekologi. Tumor ini dapat terjadi pada semua

golongan umur, tetapi lebih sering pada usia 50 tahun yaitu sebesar 60%,

sedangkan pada masa reproduksi kira-kira 30% dan pada usia lebih muda

sebanyak 10%. Akhir-akhir ini diperkirakan terjadi peningkatan kasus

dengan gambaran histopatologi antara neoplasma ovarium jinak dan ganas,

diklasifikasikan sebagai neoplasma ovarium borderline yang


penanganannya masih belum disepakati oleh para ahli. Diperkirakan

sekitar 9,2% dari seluruh keganasan ovarium adalah neoplasma kelompok

ini, yang angka ketahanan hidupnya dapat mencapai 95% meskipun

kemungkinan rekurensi dan kematian dapat terjadi 10-20 tahun kemudian.

Hal ini disebabkan karena neoplasma kelompok ini tetap memiliki

kemampuan metastasis keorgan-organ jauh diluar genitalia interna

(Priyanto, 2007).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes, 2001), di

Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker leher rahim per 100.000

penduduk. Setiap tahu terjadi 200.000 kasus kanker leher rahim. Sekitar

70-80% kanker ovarium ditemukan pada waktu telah terjadi anak sebar.

Karena gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita kanker

ovarium ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Lebih kurang setengah

dari kasus kanker indung telur ditemukan pada perempuan yang telah

berusia lebih dari 60 tahun.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kanker ovarium adalah

jenis kanker yang paling sulit dideteksi dan diobati, hal ini diakibatkan

karena pada tahap awalnya kanker ovarium menunjukkan sedikit sekali

gejala atau bahkan tidak ada gejala sama sekali. Kondisi ini yang

menyebabkan mereka yang terkena penyakit ini ketika didiagnosis lebih

dari setengahnya sudah berada pada tahap lanjutan sehingga kegagalan

pengobatan atau perawatannya lebih tinggi. Salah satu pengobatan kanker

ovarium yaitu dengan cara kemoterapi. Klien yang sudah melakukan

kemoterapi akan mengalami mual, muntah, nafsu makan menurun,


stomatis, nefripenia, sehingga klien dengan kemoterapi baik sebelum

maupun sesudah tindakan sangat memerlukan perawatan khusus sehingga

efek dari terapi tersebut dapat diminimalkan.

Dari fenomena tersebut penulis ingin melakukan suatu kajian studi

kasus pada klien Ca Ovarium post operasi sitoreduktif dengan kemoterapi

di ruang Rambang 2.2 Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin

Palembang.

D. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Asuhan keperawatan pada kasus klien kanker ovarium post operasi

sitoreduktif dengan kemoterapi di Ruang Rambang 2.2 Rumah Sakit

Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Ca Ovarium

b. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan

kemoterapi

c. Menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan kemoterapi

d. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan kemoterapi

e. Melakukan evaluasi pada klien dengan kemoterapi


E. Metode Penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode studi kasus,

dengan pendekatan proses keperawatan. Sedangkan teknik yang digunakan

dalam penulisan adalah sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan aadalah cara penelitian dengan mengumpulkan

data secara komprehensif untuk mendapatkan data atau bahan yang

berhubungan dengan penderita kanker ovarium.

2. Tinjauan Pustaka

Dengan cara mengadakan observasi dan partisipasi pada pasien

yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin

Palembang.

3. Dokumenter

Diambil dari catatan medis untuk menyesuaikan pelaksanaan

kegiatan. Dengan tehnik studi dokumenter ini akan lebih mendukung

data yang telah diambil, dan data ini dapat lebih dipercaya.

4. Komunikasi atau wawancara

Mengadakan wawancara dengan penderita maupun keluarganya

dalam rangka mengumpulkan data mengenai riwayat kesehatan pasien

tersebut.

Anda mungkin juga menyukai