Anda di halaman 1dari 3

Mengenal Konvergensi Media; Sebuah Pengantar

Apa yang pertama kali terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata konvergensi
media? Bagi saya, ada dua kata yang terlintas ketika mendengar konvergensi media yakni
tentang teknologi dan komunikasi. Banyak orang menyebut era ini sebagai era konvergensi
media, dugaan saya, hal tersebut merujuk pada perkembangan teknologi komunikasi digital
yang ada, khususnya karena keberadaan internet. Perkembangan teknologi komunikasi digital
dewasa ini telah menjadi salah satu fokus penelitian para pakar komunikasi karena merubah
pola komunikasi linier yang ada. Ia telah berdampak juga terhadap produksi pesan,
pengelolaan konten, dan distribusi pesan melalui digitalisasi.
Lalu, definisi apakah yang paling tepat untuk menjelaskan apa itu konvergensi? Pertama-
tama, menurut August E. Grant dalam pengantar bukunya yang berjudul Understanding
Media Convergence; The State of the Field (2009), konvergensi sangat erat kaitannya dengan
bidang jurnalisme. Kenapa? Grant menghubungkannya dengan perubahan (change).
Perubahan adalah bagian yang tak terpisahkan dari ruang berita (news room). Semakin besar
perubahan dan semakin jauh perubahan tersebut dari ekspektasi, maka headline yang akan
tercipta akan semakin besar juga. untuk itu, perubahan yang tak dapat dielakkan tersebut
menuntut ruang berita untuk selalu berinovasi. Selain dituntut untuk menyajikan berita yang
lebih cepat, jurnalis juga dituntut untuk menghadirkan berita yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Internet adalah salah satu perkembangan teknologi yang merubah ruang berita.
Ia mampu memungkinkan informasi di dapat dan di sebar luaskan secara cepat. Akhirnya,
perkawinan antara media konvensional dengan media baru tersebut mampu menghasilkan
sistem kerja dan pengolahan berita yang baru.
Beberapa peneliti mencoba mendefinisikan istilah konvergensi, namun diantara mereka tidak
disepakati definisi tunggal tentang apa itu yang dinamakan konvergensi. Kutipan Justice
Potter Stewart dalam bukuUnderstanding Media Convergence; The State of the Field (2009)
mengatakan I cant define it, but I know it when I see it, Sedangkan Jim Carrol dalam buku
yang sama menjelaskan istilah konvergensi dengan perumpamaan teenage sex sebagai
berikut;
a) Tidak ada yang tahu apa itu tetapi berpikir bahwa itu adalah hal hebat,

b) Semua orang berpikir bahwa setiap orang melakukan itu,

c) Mereka yang berkata bahwa mereka melakukan itu mungkin saja berbohong,

d) Sedikit orang yang melakukan itu tidak melakukan itu dengan baik,

e) Once they start doing it, they realize that its going to take them a long time to do it right,
f) Mereka juga akan mulai menyadari bahwa tidak ada cara yang benar untuk melakukan itu.
Berbicara tentang konvergensi, tentu kita juga akan membicarakan tentang dimensi-dimensi
yang ada di dalamnya. Terdapat lima dimensi dalam konvergensi, diantaranya adalah
konvergensi teknologi, konvergensi jurnalisme, koordinasi media konten, kolaborasi, dan
konsumsi dari konten media. Definisi dari istilah konvergensi banyak berfokus kepada
teknologinya. Burnett dan Marshall (2003)[1] misalnya mengatakan the impact of the web
defines convergence as the blending of the media, telecommunications and computer
industries, and the coming together of all forms of mediated communication in digital form.
Grant menyebutkan dua perkembangan teknologi spesifik yang sangat penting bagi
konvergensi media, yakni teknologi digital (analog-digital) dan jaringan komputer.
Dari sisi konvergensi jurnalisme, kini kita mengenal berbagai organisasi media yang mulai
melebarkan jangkauan informasinya dengan memiliki sebuah ruang berita baru di dunia maya
atau media online. Banyak organisasi media yang mendistribusikan konten mereka dari
media konvensional seperti TV, radio, dan media cetak ke media online. Dengan adanya
media online, masing-masing organisasi akan dapat meningkatkan kapasitasnya. Semisal
media cetak, dengan memiliki media online ia dapat mengolah beritanya menjadi video,
galeri foto, dan ruang berita yang lebih luas dibandingkan versi cetak. Selain meningkatkan
kapasitasnya, masing-masing dari organisasi itu juga dapat meningkatkan interaktivitas
dengan pembaca, misalnya dengan memberi ruang komen, blog, hyperlink, dsb.
Dimensi lainnya dari konvergensi media ialah mengenai kepemilikan (ownership).
Konvergensi memungkinkan terjadinya kepemilikan dua atau lebih media dalam melayani
satu kesatuan pasar yang sama. Isu inilah yang sangat dekat dengan kondisi industri media di
Indonesia, dimana kepemilikan terhadap dua atau lebih jenis media sangat dimungkinkan.
Contohnya MNC Grup yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo. Ia berhasil merajai tidak
hanya pasar media cetak, melainkan juga memiliki media siar dan online yang cukup besar
dan berpengaruh secara nasional di Indonesia. Konvergensi juga memungkinkan terjadinya
kolaborasi. Dewasa ini, kebanyakan organisasi media besar cenderung melakukan kolaborasi
atau kerjasama dengan sesama media besar lainnya dibanding melihat hal tersebut sebagai
ancaman atau kompetitor.
Hubungan kolaboratif harus saling menguntungkan untuk bertahan. Kekuatan eksternal juga
berdampak pada awal dan akhir dari upaya kolaboratif tersebut, hal ini termasuk dari tujuan
korporasi dan tawaran dari kompetisi. Untuk mencegahnya dari kecenderungan monopoli, hal
ini dapat dicegah dengan adanya pengaturan atau regulasi.
Selain kolaborasi, konvergensi juga memungkinkan adanya koordinasi. Apa yang
membedakan antara dimensi kolaborasi dan koordinasi? Kalau kolaborasi cenderung
dilakukan oleh antar media besar, koordinasi lebih kepada praktek konvergensi jurnalisme,
misalnya berbagi konten berita, personil atau SDM, dsb. Hal ini sering terjadi antar media
besar nasional dengan media kecil atau lokal. Motivasi dari koordinasi ini biasanya tidak
untuk mencapai skala ekonomi melainkan untuk mencapai visibilitas yang lebih besar di
pasar melalui promosi silang atau untuk mengakses sumber daya yang seharusnya tidak
tersedia.
Interaktivitas manusia menuntut terciptanya perkembangan teknologi yang dapat memenuhi
kebutuhan manusia untuk terus berinteraksi. Lebih dari itu, kebutuhan akan informasi pun
kemudian meningkat seiring dengan berkembangnya interaktivitas manusia. Internet dan
konvergensi menyediakan ruang untuk itu. Sedangkan bagi organisasi media, terdapat
beberapa alasan kenapa media melakukan konvergensi, diantaranya sebagai berikut; Pertama
adalah shared reporting. Dalam ide bisnis konvergensi media dapat menghemat pengluaran.
Konvergensi media menekankan sisi efektivitas dan keefisienan dalam sebuah organisasi
media karena dapat menggunakan staf sedikit. Kedua adalah Audience, dengan
menggabungkan berbagai media sebagai sumber penyebaran informasi, organisasi berita
yang terkonvergensi mampu meningkatkan cakupan pembaca atau audience. Ketiga adalah
visibilitas, yakni meningkatkan kapabilitas dan kualitas berita.
Selain hal-hal diatas, konvergensi media juga memiliki sisi negatif (the dark side of
convergence) yakni adanya kemungkinan tertutupnya persaingan karena bentuk konvergensi
berbanding lurus dengan pola konglomerasi media dan akuisisi media oleh organisasi media
yang lebih besar sehingga muncul sebuah kepemilikan tunggal dalam sebuah industri media
informasi. Lebih jauh, beberapa hal tersebut merupakan hal-hal yang mengancam terciptanya
suatu kondisi masyarakat yang demokratis.

[1] Burnett, R., & Marshall, P.D. (2003). Web Theory: An Introduction. London: Routledge.

Anda mungkin juga menyukai