Anda di halaman 1dari 8

HUBUGA ATARA TIGKAT PEDIDIKA DA DUKUGA KELUARGA

TERHADAP KEPATUHA BEROBAT PADA PEDERITA HIPERTESI DI


PUSKESMAS GALIYA SEMARAG
Lilis Trianni *),
Ns. Eko Jemi Santoso, S.Kep **), Targunawan, SKM, M.Si ***)

*) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


**) Dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
***) Kepala Sub Bagian Program RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak

ABSTRAK

Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah meningkat di tahun 2011 pada kelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah yaitu sebanyak 634.860 kasus (72,13%). Hipertensi merupakan masalah kesehatan
yang menjadi penyebab kematian akibat komplikasi kardiovaskuler yang ditimbulkan seperti
aterosklerosis, penyakit jantung, perdarahan otak, stroke, penyakit ginjal, dan lain sebagainya.
Tekanan darah yang terkontrol sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, dukungan dari
keluarga dan, kepatuhan pasien untuk datang berobat. Tingkat pendidikan dasar seseorang tidak
mempengaruhi kepatuhan penderita untuk datang berobat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara tingkat pendidikan dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat pada
penderita hipertensi di Puskesmas Ngaliyan Semarang. Desain penelitian ini adalah cross sectional,
jumlah sampel 70 responden, dengan tekhnik purposive sampling. Berdasarkan hasil analisis uji Chi-
Square untuk hasil penelitian tingkat pendidikan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kepatuhan berobat pada penderita hipertensi. Terlihat
dari hasil nilai p-value = 0,659 (> 0,05). Dan hasil penelitian dukungan keluarga menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat pada penderita
hipertensi. Terlihat dari hasil nilai p-value = 0,000 (< 0,05). Pada karakteristik responden hipertensi
terdapat pada usia 45-54 tahun berjumlah 32 orang (45,7%), perempuan berjumlah 53 orang (75,7%),
dan sebagai ibu rumah tangga berjumlah 31 orang (44,3%). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah
penderita yang berpendidikan tinggi sebaiknya lebih mematuhi untuk memeriksakan tekanan darah
secara teratur untuk meningkatkan kesehatannya.

Kata Kunci : Tingkat Pendidikan, Dukungan Keluarga, Kepatuhan Berobat, Hipertensi

ABSTRACT

The prevalence of hypertension increased in Central Java in 2011 on a group of diseases of the heart
and blood vessels are 634 860 cases (72.13%). Hypertension is a health problem that caused deaths
caused by cardiovascular complications such as atherosclerosis, heart disease, brain hemorrhage,
stroke, kidney disease, and so forth. Controlled blood pressure is influenced by the level of education,
family support and, patient adherence to their facilities. This study aims to determine the relationship
between level of education and family support for treatment adherence in patients with hypertension
in the Health Center Ngaliyan Semarang. The study design was a Cross sectional sample of 70
respondents, with purposive sampling technique. Based on the analysis of Chi-Square test for levels
of educational research results showed that there was no significant relationship between the level of
education on treatment compliance in patients with hypertension. Seen from the p-value = 0.659 (0.05
Family support and research results indicate that there is a significant relationship between family
support for treatment adherence in patients with hypertension. Seen from the p-value = 0.000 (<0,05).
On the characteristics of respondents hypertension at the age of 45-54 years there are 32 people
(45.7%), women amounted to 53 people (75.7%), and as a housewife is 31 people (44.3%).
Recommendations resulting from this research is educated people should be more compliant to
control blood regularly to improve his health.

1
Keywords: Level of Education, Family Support, Medication Adherence, Hypertension

PEDAHULUA bahwa penderita hipertensi lebih banyak


terdapat di Puskesmas Ngaliyan di banding di
Hipertensi atau tekanan darah tinggi seringkali Puskesmas Purwoyoso (Rekam Medik
disebut sebagai pembunuh diam-diam (silent Puskesmas Ngaliyan Semarang, 2012).
killer), karena termasuk penyakit mematikan,
tanpa disertai dengan gejala-gejalanya. Gejala Kepatuhan berobat pada penderita hipertensi
tersebut seringkali di anggap biasa, sehingga adalah ketaatan untuk memeriksakan tekanan
penderita terlambat menyadari akan datangnya darah lebih dari satu kali berturut-turut di
penyakit (Sustraini Alam, & Hadibroto, 2004, puskesmas untuk mengetahui keadaan tekanan
hlm.12). darahnya. Jika penderita tidak patuh kontrol
maka tekanan darah tidak terkendali, dan
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi komplikasi.
seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan Kontriksi arteriole pada penderita hipertensi
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan membuat darah sulit mengalir dan
angka kematian (mortalitas). Tekanan darah meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
normal sekitar 110-120/80-90 mmHg (Adib, Hipertensi menambah beban kerja jantung dan
2009, hlm.78-79). Hipertensi adalah tekanan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan
darah persisten dimana tekanan sistolik 140 kerusakan jantung dan pembuluh darah.
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg Akibatnya akan timbul berbagai komplikasi
(Smeltzer and Suzanne C, 2001, hlm.896). antara lain stroke, infark miokard, gagal ginjal
dan ensefalopati (kerusakan otak).
Peningkatan tekanan darah juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor risiko anatara lain Upaya pencegahan dan penanggulangan
meliputi umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi melalui pendidikan karena
keluarga, obesitas, kadar garam tinggi, dan pendidikn diperlukan untuk mendapatkan
kebiasaan hidup seperti merokok dan informasi, yang menunjang kesehatan
minuman beralkohol (Baradero, 2008, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
hlm.50). Bagi yang memiliki faktor risiko ini (Wawan & Dewi, 2010, hlm.11).
seharusnya lebih waspada dan lebih dini dalam
melakukan upaya-upaya preventif contohnya Akan tetapi, dukungan keluarga juga sangat
yang paling sederhana adalah rutin kontrol diperlukan untuk menunjang penderita untuk
tekanan darah lebih dari satu kali, serta patuh datang berobat. Menurut Friedman
berusaha menghindari faktor-faktor pencetus (2010), dukungan keluarga adalah sikap,
hipertensi. tindakan, dan penentuan keluarga terhadap
penderita yang sakit. Dukungan sosial
Prevalensi kasus hipertensi primer di Provinsi keluarga adalah sebuah proses yang terjadi
Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 1,96% sepanjang masa kehidupan, sifat, dan jenis
menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai
sebesar 2,00%. Kasus tertinggi penyakit tidak tahap-tahap siklus kehidupan (Friedman, 2010,
menular tahun 2011 pada kelompok penyakit hlm.65).
jantung dan pembuluh darah adalah penyakit
hipertensi, yaitu sebanyak 634.860 kasus Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat
(72,13 %) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa bahwa di Puskesmas Ngaliyan tingkat
Tengah, 2011, hlm.35). kepatuhan berobatnya rendah dan layak untuk
dilakukan penelitian. Karena itu peneliti
Menurut catatan medik Puskesmas Ngaliyan tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan
Semarang penderita yang berkunjung di poli antara tingkat pendidikan dan dukungan
umum pada tahun 2012 adalah 2222 orang, keluarga terhadap kepatuhan berobat pada
memasuki peringkat ke-4 dari 10 penyakit penderita hipertensi di Puskesmas Ngaliyan.
tidak menular. Sedangkan pada tahun 2012 di
Puskesmas Purwoyoso berjumlah 1156 orang, Tujuan dari penelitian ini yaitu Apakah ada
memasuki peringkat ke-6 dari 10 penyakit hubungan antara tingkat pendidikan dan
tidak menular.Sehingga penulis menyimpulkan dukungan keluarga terhadap kepatuhan

2
berobat pada penderita hipertensi di HASIL DA PEMBAHASA
Puskesmas Ngaliyan Semarang.
1. Univariat
METODE PEELITIA a. Karakteristik Responden Menurut Usia
Tabel 5.1
Rancangan penelitian ini menggunakan Distribusi Responden Berdasarkan Usia
metode penelitian cross sectional atau potong di Puskesmas Ngaliyan Semarang
silang yaitu suatu peneltian di mana variabel- (n=70)
variabel yang termasuk faktor resiko dan
variabel-variabel yang termasuk efek Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)
diobservasi sekaligus pada waktu yang sama 45-54 32 45,7
(Notoatmodjo, 2010, hlm.40). 55-59 12 17,1
66-69 19 27,1
Populasi dalam penelitian ini adalah semua >70 7 10,0
penderita hipertensi lama atau penderita yang Total 70 100,0
sudah pernah berobat lebih dari satu kali Diperoleh data bahwa dari 70
berturut di Puskesmas Ngaliyan Semarang responden paling banyak berusia 45-54 tahun
pada tahun 2012 yang rata-rata dalam setahun sejumlah 32 responden (45,7%).
berjumlah 158 orang . Pengambilan sampel ini
menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas penelitian Sukamto (2007) pada 68 penderita
Ngaliyan pada tanggal 30 Maret 2013 20 di Poliklinik RSUD Tugurejo Semarang
April 2013 yang berjumlah 70 responden bahwa responden yang menderita hipertensi
dengan kriteria inklusi : paling banyak yaitu pada usia >45 tahun,
sebanyak 41 responden (89,1%)
1. Penderita hipertensi yang datang berobat di
Puskesmas Ngaliyan Semarang. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori
2. Berusia 4 tahun. Sugiharto, dkk (2003) menyatakan kejadian
3. Penderita hipertensi lama atau penderita hipertensi berbanding lurus dengan usia,
yang pernah datang berobat lebih dari satu pembuluh darah arteri kehilangan elastisitas
kali berturut-turut. atau kelenturan seiring bertambahnya usia,
4. Penderita hipertensi yang mampu membaca kebanyakan orang tekanan darahnya
dan menulis. meningkat ketika usia >45 tahun keatas.
5. Penderita hipertensi yang memiliki Sedangkan Nursalam (2002) menyatakan
keluarga. bahwa semakin cukup usia seseorang, tingkat
6. Bersedia menjadi responden. kematangan dan kemampuan seseorang dalam
berpikir akan lebih baik. Namun demikian
Alat pengumpulan data berupa kuesioner tingkat kematangan dan berpikir seseorang
tentang dukungan keluarga dan kepatuhan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan
berobat. informasi-informasi dalam kehidupan sehari-
hari (Agrina, Rini, & Hairitama, 2011).
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis univariat untuk mengetahui
distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu
tingkat pendidikan dan dukungan keluarga.

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua


variabel untuk mengetahui hubungan dari ke
dua variabel yaitu hubungan antara tingkat
pendidikan dan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan berobat pada penderita hipertensi.
Uji statistik yang digunakan adalah Chi-
Square. Hasil analisa diperoleh jika p value <
0,05 atinya ada hubungan yang signifikan dan
apabila p-value >0,05 artinya tidak ada
hubungan yang signifikan.

3
b. Karakteristik Responden Menurut Jenis Diperoleh data bahwa dari 70 responden
Kelamin paling banyak adalah ibu rumah tangga
Tabel 5.2 sejumlah 31 responden (44,3%).
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di Puskesmas Ngaliyan Semarang Hasil penelitian ini diperoleh juga didukung
(n=70) oleh penelitian Agrina, Rini, & Hairitama
(2011), menurut pekerjaan pada 60 penderita
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) hipertensi di Kelurahan Sidomulyo Barat Kota
Laki-laki 17 24,3 Pekanbaru, didapatkan responden yang
Perempuan 53 75,7 terbanyak bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
Total 70 100,0 sejumlah 19 orang (31,7%).

Diperoleh data bahwa dari 70 responden Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori
sebagian besar adalah berjenis kelamin Waren dkk, (2008, hlm.23) menyatakan
perempuan sejumlah 53 responden (75,7%). perempuan yang tidak bekerja atau hanya
sebagai ibu rumah tangga berisiko lebih tinggi
Hasil penelitian ini juga didukung oleh menderita hipertensi dibandingkan dengan
penelitian Agrina, Rini, & Hairitama (2011) perempuan yang bekerja. Hal ini kemungkinan
menyatakan responden menurut jenis kelamin disebabkan oleh kurangnya aktivitas yang
pada 60 penderita hipertensi di Kelurahan dilakukan ibu rumah tangga, dimana
Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan kebanyakan hanya berdiam diri dirumah
responden yang paling banyak berjenis dengan rutinitas yang membuat suntuk.
kelamin perempuan sejumlah 35 orang Berbeda dengan ibu yang bekerja, justru lebih
(58,3%). banyak aktivitasnya dan menyempatkan waktu
untuk melakukan olahraga. Selain itu,
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori biasanya ibu yang bekerja lebih aktif daripada
Junaidi (2010) menyatakan bahwa jenis ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu
kelamin perempuan memang lebih menonjol rumah tangga. Individu yang aktivitasnya
dari pada laki-laki, hal ini dapat dihubungkan rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% dari
dengan faktor hormonal yang lebih besar individu yang aktif.
terdapat didalam tubuh perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Faktor d. Tingkat Pendidikan
hormonal inilah yang menyebabkan Tabel 5.4
peningkatan lemak dalam tubuh atau obesitas. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Selain faktor hormonal yang menyebabkan Tingkat Pendidikan di Puskesmas Ngaliyan
timbulnya obesitas pada perempuan, obesitas Semarang
juga disebabkan karena kurangnya aktifitas (n=70)
pada kaum perempuan, perempuan lebih
mudah stress, dan lebih sering menghabiskan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
waktu untuk bersantai dirumah. Dasar 43 61,4
Menengah 21 30,0
c. Karakteristik Responden Menurut Tinggi 6 8,6
Pekerjaan Total 70 100,0
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Diperoleh data bahwa dari 70 responden
di Puskesmas Ngaliyan Semarang terbanyak berpendidikan dasar sejumlah 43
(n=70) responden (61,4%).

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Hasil penelitian ini diperoleh juga didukung
Buruh 14 20,0 Sukamto (2007) pada 68 penderita di
Ibu Rumah Tangga 31 44,3 Poliklinik di RSUD Tugurejo Semarang
PNS 6 8,6 bahwa responden yang menderita hipertensi
Swasta 19 27,1 paling banyak berpendidikan sekolah dasar
Total 70 100,0 yaitu 25 orang (36,8%).

4
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori f. Kepatuhan Berobat
Sugiharto dkk (2003), menyatakan tingkat Tabel 5.6
pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
dan pengetahuan seseorang dalam menerapkan Kepatuhan Berobat di Puskesmas Ngaliyan
perilaku hidup sehat, terutama mencegah Semarang
penyakit hipertensi. Semakin tinggi tingkat (n=70)
pendidikan maka semakin tinggi pula
kemampuan seseorang dalam menjaga pola Kepatuhan Frekuensi Persentase (%)
hidupnya agar tetap sehat. Responden yang Berobat
berpendidikan tinggi akan mudah menyerap Kurang Patuh 6 8,6
informasi dan akan memiliki pengetahuan Cukup Patuh 24 34,3
yang lebih baik daripada responden dengan Patuh 40 57,1
Total 70 100,0
tingkat pendidikan yang rendah. Semakin
tinggi pendidikan yang dimiliki oleh
Diperoleh data bahwa dari 70 responden
responden maka semakin mudah menerima
paling banyak penderita yang patuh sejumlah
informasi yang diberikan sehingga dapat
40 responden (57,1%).
mematuhi pengobatan secara teratur (Agrina,
Rini, & Hairitama, 2011).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian Suprianto et al (2009, hlm.9)
e. Dukungan Keluarga
menyatakan bahwa penderita hipertensi
Tabel 5.5
sebagian besar mempunyai tingkat kepatuhan
Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan
yang baik sebanyak (58%).
Keluarga di Puskesmas Ngaliyan Semarang
(n=70)
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori
Dukungan Frekuensi Persentase (%)
Sarafino, yang dikutip oleh Smet Bart (1994)
Keluarga adalah tingkat penderita melaksanakan cara
Kurang 4 5,7 pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
Cukup 29 41,4 dokter atau orang lain. Hipertensi tidak dapat
Baik 37 52,9 disembuhkan, tetapi hanya bisa dikontrol
Total 70 100,0 sehingga memerlukan kesabaran dan
optimisme. Hipertensi memerlukan
Diperoleh data bahwa dari 70 responden pengobatan seumur hidup, dukungan sosial
dukungan keluarga dengan kategori baik dari orang lain sangat diperlukan dalam
sebanyak 37 responden (52,9%). menjalani pengobatannya. Dukungan dari
keluarga dan teman-teman dapat
Hasil penelitian ini juga didukung oleh mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam
penelitian Suprianto et al, (2009, hlm.9) di menjalankan program-program kesehatan dan
URJ Jantung RSU Dr.Soetomo Surabaya juga secara umum orang yang menerima
menunjukkan bahwa hasil dukungan keluarga penghiburan, perhatian dan pertolongan yang
kepada anggota keluarganya yang mengalami mereka butuhkan dari seseorang atau
hipertensi sebagian 60% adalah baik. kelompok biasanya cenderung lebih mudah
mengikuti nasehat medis. Keluarga
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori memotivasi pasien untuk patuh dalam
Friedman (2010, hlm.65) dukungan keluarga menjalankan program pengobatan dan
adalah sikap, tindakan, dan penentuan penderita mempunyai perilaku untuk
keluarga terhadap penderita yang sakit. mengembangkan perasaan mampu, bisa
Dukungan keluarga merupakan bagian dari mengontrol diri dan percaya diri dalam
penderita yang paling dekat dan tidak dapat menyelesaikan masalahnya. Apabila hal
dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tersebut dapat berjalan dengan baik, maka
tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan keluarga akan sangat efektif dalam
dukungan tersebut akan menimbulkan mendukung kepatuhan penderita dalam
kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau menjalani program pengobatannya (Suprianto
mengelola penyakitnya. et al, 2009, hlm.9).

5
2. Bivariat seseorang, akan semakin tinggi kualitas orang
a. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan tersebut. Untuk mengukur tinggi rendahnya
Terhadap Kepatuhan Berobat pendidikan seseorang dapat dilakukan dengan
cara mengelompokkan tingkat pendidikan
Tabel 5.7 yang pernah diperoleh, mulai dari yang
Distribusi Responden Berdasarkan sekolah dasar sampai lulusan perguruan tinggi.
Tingkat Pendidikan terhadap Kepatuhan Sugiharto dkk (2003), menyatakan tingkat
Berobat di Puskesmas Ngaliyan pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan
Semarang dan pengetahuan seseorang dalam menerapkan
(n=70) perilaku hidup sehat, terutama mencegah
penyakit hipertensi. Semakin tinggi tingkat
Tingkat Hasil Ukur Jumlah p- pendidikan maka semakin tinggi pula
Pendidikan Patuh Cukup Kurang value
Patuh Patuh kemampuan seseorang dalam menjaga pola
f % f % f % f % hidupnya agar tetap sehat. Menurut Nursalam
Dasar 24 55,8 15 34,9 4 9,3 43 100,0 0,659 (2002), menyatakan bahwa makin tinggi
Menengah 14 66,7 6 28,6 1 4,8 21 100,0
Tinggi 2 33,3 3 50,0 1 16,7 6 100,0 pendidikan seseorang, maka makin mudah
Total 40 57,1 24 34,3 6 8,6 70 100,0 menerima informasi sehingga makin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Responden
Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh yang berpendidikan tinggi akan mudah
nilai p-value = 0,659 (>0,05). Oleh karena p- menyerap informasi dan akan memiliki
value >0,05 sehingga dapat disimpulkan pengetahuan yang lebih baik daripada
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan responden dengan tingkat pendidikan yang
antara tingkat pendidikan terhadap kepatuhan rendah. Semakin tinggi pendidikan yang
berobat di Puskesmas Ngaliyan Semarang. dimiliki oleh responden maka semakin mudah
Responden yang memiliki tingkat pendidikan menerima informasi yang diberikan sehingga
dasar dalam mematuhi pengobatan secara dapat mematuhi pengobatan secara teratur
patuh sebanyak 55,8% responden, dan 9,3% (Agrina, Rini, & Hairitama, 2011).
responden yang kurang patuh. Responden pada
tingkat Pendidikan Menengah sebanyak 66,7% Dari hasil pengamatan peneliti, pendidikan
responden yang patuh, 4,8% responden yang dasar lebih patuh berobat karena mereka
kurang patuh dan tingkat Pendidikan Tinggi berkeinginan sembuh dan mereka ingin agar
sebanyak 33,3% responden yang patuh, 16,7% tekanan darahnya terkontrol, tidak
responden yang kurang patuh dalam menginginkan penyakitnya semakin parah dan
melaksanakan pengobatan. mereka selalu mematuhi anjuran dari dokter
setelah obat yang diberikan dokter habis maka
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian mereka akan datang kembali ke puskesmas.
Herke dan Sigarlaki (2006) yang dilakukan di
desa Bocor, Kebumen, Jawa Tengah bahwa b. Hubungan Antara Dukungan Keluarga
responden dengan pendidikan setingkat SD Terhadap Kepatuhan Berobat
memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu 67
orang (65,68%) dari 102 responden (Herke Tabel 5.8
dan Sigarlaki, 2006, hlm.81). Hasil ini juga di Distribusi Responden Berdasarkan
dukung oleh hasil penelitian Sukamto (2007) Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan
pada 68 penderita di Poliklinik di RSUD Berobat di Puskesmas Ngaliyan
Tugurejo Semarang bahwa responden yang Semarang
menderita hipertensi paling banyak (n=70)
berpendidikan sekolah dasar yaitu 25 orang
(36,8%). Dukungan Hasil Ukur Jumlah p-
Keluarga Patuh Cukup Kurang value
Sesuai dengan teori tingkat pendidikan Patuh Patuh
f % f % f % f %
menurut Hartono, (2005, hlm.44) tingkat
Kurang 0 0 1 25,0 3 75,0 4 100,0 0,000
pendidikan seseorang dapat dijadikan indikator Cukup 10 34,5 18 62,1 1 3,4 29 100,0
dan gambaran mengenai kemampuan Baik 30 81,1 5 13,5 2 5,4 37 100,0
Total 40 57,1 24 34,3 6 8,6 70 100,0
seseorang dalam menguasai ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, semakin tinggi kualitas

6
Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal,
nilai p-value = 0,000 (<0,05). Oleh karena p- stroke, dan gangguan penglihatan (Senior,
value <0,05 sehingga dapat disimpulkan 2008 ,9).
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga terhadap kepatuhan SIMPULA
berobat di Puskesmas Ngaliyan Semarang.
Responden yang memiliki dukungan keluarga 1. Penderita hipertensi di Puskesmas Ngaliyan
dalam mematuhi pengobatan secara patuh. Semarang paling banyak pada usia 45-54
Terdiri dari Dukungan Keluarga baik sebanyak tahun berjumlah 32 orang (45,7%),
81,1% responden yang patuh, dan 5,4% perempuan berjumlah 53 orang (75,7%),
responden yang kurang patuh. Dukungan dan sebagai ibu rumah tangga berjumlah 31
keluarga cukup sebanyak 34,5% responden orang (44,3%).
yang patuh, dan 3,4% responden yang kurang 2. Tingkat pendidikan penderita hipertensi di
patuh. Dan dukungan keluarga yang kurang Puskesmas Ngaliyan Semarang sebagian
sebanyak 0% responden yang patuh, dan besar berpendidikan dasar 43 orang
75,0% responden yang kurang patuh. (61,4%).
3. Dukungan keluarga penderita hipertensi di
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian ini Puskesmas Ngaliyan Semarang sebagian
didukung oleh hasil penelitian Suprianto et al, besar adalah baik sebanyak 37 orang
(2009, hlm.9), di URJ Jantung RSU (52,9%).
Dr.Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa 4. Kepatuhan berobat penderita hipertensi di
hasil dukungan keluarga kepada anggota Puskesmas Ngaliyan Semarang sebagian
keluarganya yang mengalami hipertensi besar patuh sebanyak 40 orang (57,1%).
sebagian 60% adalah baik. 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan terhadap kepatuhan
Sesuai dengan teori dukungan keluarga berobat pada penderita hipertensi di
menurut Friedman (2010, hlm.65) dukungan Puskesmas Ngaliyan Semarang dengan p-
keluarga adalah sikap, tindakan, dan value 0,659.
penentuan keluarga terhadap penderita yang 6. Ada hubungan yang signifikan antara
sakit. Dukungan keluarga sangat diperlukan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
oleh seorang penderita, karena seseorang yang berobat pada penderita hipertensi di
sedang sakit tentunya membutuhkan perhatian Puskesmas Ngaliyan Semarang dengan p-
dari keluarga. Perhatian dari keluarga tersebut value 0,000.
dapat berupa kasih sayang, perhatian, maupun
dukungan terhadap kepatuhan berobat. SARA
Keluarga dengan dukungan yang baik,
tentunya akan selalu mengingatkan untuk 1. Bagi Puskesmas
meminum obat ketika waktunya minum obat. Masukan bagi pihak Puskesmas Ngaliyan
Sedangkan keluarga dengan dukungan yang Semarang sebaiknya memberikan
kurang, mereka sibuk dengan urusannya pendidikan kesehatan kepada penderita
sendiri-sendiri sehingga kurang hipertensi yang dirawat jalan di Puskesmas
memperhatikan terhadap keluarga yang sedang Ngaliyan. Pendidikan kesehatan tersebut
sakit. sebaiknya tidak hanya diberikan kepada
penderita hipertensi saja, namun juga
Pengobatan hipertensi yang diberikan setiap kepada keluarga dan orang terdekat
hari harus didukung dengan kepatuhan minum penderita dapat ikut serta mengingatkan
obat yang teratur oleh pasien. Tingkat dan memberikan motivasi pada penderita
kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi dalam menjalani pengobatan hipertensi.
akan meningkatkan efektivitas pengobatan Sebaiknya pendidikan kesehatan dilakukan
serta mencegah komplikasi yang lebih buruk tidak hanya pada saat penderita datang
dari penyakit hipertensi. Kepatuhan minum berobat ke Puskesmas akan tetapi langsung
obat dalam jangka panjang akan menurunkan turun kelapangan menemui penderita
morbiditas (kesakitan) dan mortalitas hipertensi.
(kematian) penderita hipertensi. Komplikasi
akibat hipertensi yang tidak terkontrol yaitu

7
2. Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Herke, J.O. & Sigarlaki. (2006). Karakteristik
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dan Faktor berhubungan dengan Hipertensi.
digunakan sebagai materi tambahan dalam Jakarta : Universitas Kristen Indonesia
perkuliahan dan juga dapat digunakan
sebagai masukan bagi institusi pendidikan. Junaidi, I. (2010). Hipertensi: Pengenalan,
Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta : PT
3. Bagi Penderita Hipertensi Bhuana Ilmu Populer
Penderita sebaiknya lebih mematuhi
mengontrolkan tekanan darahnya secara Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi
teratur untuk mencegah terjadinya Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
komplikasi, meminum obat sesuai dosis Senior. (2008). Patuh Minum Obat Kendali
yang diberikan dokter, dan menjalankan Utama Hipertensi.
pola hidup yang sehat seperti menghentikan http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/det
kebiasaan merokok, menghindari stress, ail.aspx?x=health+news&y=cybermed|0|0|5|47
dan mematuhi diet hipertensi untuk 91. Diperoleh tanggal 14 Februari 2013
mencegah komplikasi lebih lajut.
Smeltzer, S. C. & Bare, B.G. (2001). Buku
4. Bagi Penelitian Selanjutnya Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Dalam penelitian yang telah dilakukan Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC
tingkat pendidikan tidak ada hubungan
yang signifikan terhadap kepatuhan Sukamto, A. (2007). Hubungan antara Tingkat
berobat, sehingga untuk penelitian yang Pengetahuan Klien tentang Hipertensi dengan
akan datang bisa melakukan penambahan Kepatuhan dalam Menjalankan Diit
sampel dan penambahan metode lain Hipertensi. Semarang : Universitas
seperti menambahkan variabel sikap, Diponegoro
tingkat sosial ekonomi, dan bisa dilakukan Suprianto., Purnawan, K., Arna, Y, D.,
penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor Kuspiantiningsih, T. (2009). Dukungan Sosial
yang berhubungan dengan tingkat Keluarga dengan Kepatuhan Menjalankan
kepatuhan berobat penderita hipertensi. Program Pengobatan Pasien Hipertensi di
URJ Jantung RSU Dr. Soetomo Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22098
10_1979-8091.pdf. Diperoleh tanggal 12
Agrina, Rini, S., dan Hairitama, R. (2011). Desember 2012
Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi dalam
Pemenuhan Diet Hipertensi. Riau : Universitas Sustrani, Alam, & Hadibroto. (2004).
Riau Hipertensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Baradero, Mary. (2008). Klien Gangguan Utama
Kardiovaskuler: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC Waren, A., dkk. (2008). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik
(2010). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Dewasa Puskesmas Bangkinang.
Tengah 2010. http/www.scribd.com. Diperoleh tanggal 3
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/p Juni 2013
rofil/profil2011/BAB%20I VI%202011.pdf. Wawan, A., & M, Dewi. (2010). Pengetahuan,
Diperoleh tanggal 17 November 2012 Sikap Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta :
Nuha Medika
Friedman, Marilyn. M. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Keluarga : Riset, Teori Dan
Praktek Edisi 5. Jakarta : EGC

Hartono. (2005). Geografi Jelajah Bumi dan


Alam Semesta. Jakarta : CV. Citra Praya

Anda mungkin juga menyukai