Anda di halaman 1dari 15

JURNAL READING

METASTASIS OTAK

Oleh :
Hening Tri Utami

Pembimbing :
dr. Dodik Tugasworo, SpS(K)

BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2014

1
Metastasis Otak
Andrew D. Norden a,b,c, Patrick Y. Wen d,e and Santosh Kesari d,e

Tujuan pembahasan
Metastasis otak terjadi pada 10-30% pasien kanker, dan berhubungan dengan
prognosis yang buruk. Terapi radiasi telah menjadi andalan pengobatan untuk
pasien dengan lesi yang tidak dapat dilakukan dengan pembedahan. Pada pasien
dengan faktor prognostik baik dan metastasis tunggal, reseksi pembedahan
direkomendasikan. Akan tetapi, pengelolaan pasien dengan metastasis multipel,
faktor prognostik buruk, atau lesi yang tak dapat dibedah masih kontroversial.
Data yang dipublikasikan baru-baru ini akan ditinjau.
Temuan baru-baru ini
Terapi radiasi telah terbukti sangat menurunkan risiko rekurensi lokal setelah
reseksi pembedahan metastasis otak meskipun hal ini tidak selalu peningkatan
survival rate. Baru-baru ini, pembedahan radiologi stereotaktik telah muncul
sebagai alternatif pembedahan penting yang berhubungan dengan morbiditas yang
lebih rendah dan hasil yang sama. Terapi yang menjanjikan lainnya yang sedang
diselidiki meliputi brakiterapi interstitial, agen kemoterapeutik baru yang
melintasi sawar darah otak, dan agen bertarget molekuler.
Ringkasan
Pasien dengan metastasis otak sekarang memiliki beberapa pilihan pengobatan
yang semakin memperbaiki hasil. Secara acak, percobaan prospektif diperlukan
untuk lebih mendefinisikan kegunaan pembedahan radiologi dibandingkan operasi
dalam pengelolaan pasien dengan metastase otak. Penyelidikan selanjutnya harus
membahas kualitas hidup dan hasil neurokognitif, di samping evaluasi yang lama
seperti angka kekambuhan dan tingkat kelangsungan hidup. Peran dari kemoterapi
yang melintasi sawar darah-otak dan untuk agen molekul baru yang ditargetkan
sekarang sedang dijelaskan.

2
Kata kunci
metastasis otak, kemoterapi, radiosurgery stereotaktik, pembedahan, terapi radiasi
otak seluruhnya
Singkatan
BBB blood brain barier
KPS Kamofsky performance status
MRI magnetic resonance imaging
NSCLC non-small cell lung cancer
PCI prophylactic cranial irradiation
RPA recursive partitioning analysis
RTOG Radiation Therapy Oncology Group
SRS stereotactic radiosurgery
WBRT whole brain radiation therapy

Pendahuluan
Walaupun terdapat kemajuan pengobatan canggih dalam beberapa dekade ini,
hampir 25% kematian di Amerika Serikat terkait dengan kanker, dan kanker tetap
merupakan penyebab utama kedua dari kematian (1). Metastasis otak berada di
antara komplikasi yang paling ditakutkan dari kanker karena sering menyebabkan
gejala-gejala neurologis tersembunyi yang mengganggu kualitas hidup dengan
berat (2). Metastasis otak mewakili komplikasi umum, terjadi pada 10-30% pasien
kanker. Prevalensi metastasis otak pada pasien kanker telah meningkat selama tiga
dekade terakhir. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan ini
meliputi kelangsungan hidup yang meningkat dari pasien kanker sebagai hasil dari
terapi sistemik yang efektif, penuaan dari penduduk AS, dan deteksi dini dari lesi
klinis yang tanpa gejala dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Di antara
orang dewasa, asal yang paling umum dari metastasis otak meliputi kanker paru
(50%), kanker payudara (15-20%), dan melanoma (10%). Sumber berikutnya
yang paling sering meliputi kanker ginjal, kanker kolorektal, limfoma, dan tumor
primer yang tidak diketahui [2-4,5]. Metastasis dari payudara, colon, dan

3
karsinoma sel ginjal sering tunggal, sementara melanoma dan kanker paru-paru
memiliki kecenderungan lebih besar untuk menghasilkan metastasis multipel
[6,7]. Studi MRI menunjukkan bahwa metastasis tunggal sebanyak sepertiga
sampai seperempat pasien dengan metastase otak [8]. Hal ini penting karena
Stereotactic Radiosurgery (SRS), suatu modalitas terapi yang penting, hanya
efektif pada pasien dengan jumlah metastasis terbatas.
Karena faktor fisik berkontribusi dalam penyimpanan sel tumor, distribusi
metastasis umumnya terjadi melalui aliran darah. Dengan demikian, sekitar 80%
metastasis terletak di hemisphere, 15% di cerebellum, dan 5% di batang otak.
Karena metastasis otak berkembang dan terjadi edema, mayoritas pasien datang
dengan defisit neurologis fokal progresif seperti hemiparesis, afasia, atau defek
lapang pandang. Gambaran tipikal lain meliputi nyeri kepala, kejang, dan
disfungsi kognitif. Tercatat, sebanyak sepertiga metastasis otak tidak terdeteksi
selama hidup (5,9).

Tujuan dan pilihan pengobatan


Metastase otak berhubungan dengan prognosis buruk. Tergantung pada usia
pasien, status fungsional, luasnya penyakit sistemik, dan jumlah metastasis,
kisaran median ketahanan hidup berada pada rentang 2,3 sampai 13,5 bulan [10].
Pengelolaan terdiri dari perawatan suportif dan terapi definitif. Perawatan suportif
ditujukan pada edema otak, kejang, trombosis vena dalam, keluhan
gastrointestinal, komplikasi kejiwaan, dan efek samping pengobatan. Hal ini
secara komprehensif dibahas di tempat lain [9]. Sisa dari pembahasan ini akan
berfokus pada terapi definitif.
Terapi definitif dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi neurologis,
meningkatkan kualitas hidup, dan memperpanjang kelangsungan hidup.
Modalitas terapi yang dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi meliputi
operasi, Stereotactic Radiosurgery (SRS), Whole Brain Radiotherapy (WBRT),
dan kemoterapi. Kombinasi optimal dari terapi untuk setiap pasien tergantung dari
evaluasi yang cermat berbagai faktor termasuk lokasi, ukuran, dan jumlah
metastase otak, usia pasien, kondisi umum, dan status neurologis, perluasan

4
kanker sistemik, dan respon tumor terhadap terapi sebelumnya dan respon
potensialnya terhadap perawatan selanjutnya.

Pembedahan
Tujuan operasi adalah untuk perbaikan segera dari gejala-gejala neurologis akibat
efek massa, untuk menegakkan diagnosis histologis, untuk memberikan kontrol
lokal dari metastasis tersebut, dan jika mungkin, untuk memperpanjang
kelangsungan hidup. Berkat kemajuan dalam teknik bedah termasuk operasi yang
dipandu gambar dan peningkatan lokalisasi, morbiditas dan mortalitas bedah telah
meningkat secara signifikan [6, 11]. Dalam satu rangkaian serial, keseluruhan
mortalitas di rumah sakit untuk pasien yang menjalani reseksi bedah metastase
otak adalah 3,1%. Data dari serial ini menunjukkan bahwa pembedahan volume
tinggi berhubungan dengan tingkat kematian yang jauh lebih rendah dari volume
rendah (1,8% dibandingkan 4,4%) [12].

Metastasis tunggal
Secara umum, operasi harus dipertimbangkan untuk pasien dengan faktor
prognosis yang baik ketika terdapat metastasis tunggal pada lokasi yang dapat
dijangkau, terutama jika tumor menyebabkan efek penekanan. Pendekatan ini
didasarkan pada hasil dari dua percobaan acak prospektif [8,13]. Dalam kedua
penelitian, pasien yang dengan metastasis otak tunggal dan penyakit ekstrakranial
yang tekontrol baik secara acak dan mendapatkan jarum biopsi diikuti oleh
WBRT, dibandingkan dengan reseksi bedah diikuti oleh WBRT. Pasien dengan
operasi dan WBRT memiliki rekurensi lokal sedikit, kelangsungan hidup lebih
baik (40 minggu dibandingkan 15 minggu, dan 10 bulan dibandingkan dengan 6
bulan), dan Karnofsky Performance Status (KPS) yang lebih baik daripada pasien
yang menerima WBRT saja. Penelitian lain tidak dapat mereplikasi hasil ini pada
pasien dengan penyakit ekstrakranial aktif dan KPS yang lebih rendah (14).
Penelitian metaanalisis baru-baru ini yang dipublikasikan oleh kolaborasi
Cochrane menyimpulkan bahwa pembedahan dapat memperbaiki ketahanan hidup
mandiri secara fungsional tetapi tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan

5
secara statistik pada ketahanan hidup keseluruhan (15). Di antara banyak
penelitian, terjadinya angka kematian yang berkurang yang disebabkan oleh
penyebab neurologis diteliti. Sejumlah kecil pasien dalam percobaan yang
dipublikasikan, seperti juga populasi pasien yang dipilih dengan ketat,
memberikan hasil yang sulit untuk diinterpretasikan peneliti Cochrane. Hasil
yang sama diperoleh dalam meta-analisis Kanada [16]. Meskipun penelitian
terbaru tidak mengkonfirmasi manfaat kelangsungan hidup yang signifikan,
sebagian besar neuro-onkologis merasa bahwa reseksi dari metastasis tunggal
mungkin bermanfaat pada pasien yang dipilih dengan cermat. Perlu disebutkan
bahwa sebagian kecil pasien yang memiliki metastasis tunggal pada radiologi
bergantung pada modalitas yang digunakan. Karena teknik MRI resolusi tinggi
terus berkembang, kita dapat mengharapkan frekuensi metastasis tunggal akan
berkurang perlahan-lahan.

Metastasis multipel
Peran operasi pada pasien dengan metastase otak multipel biasanya terbatas pada
reseksi dari lesi besar simtomatis atau yang mengancam nyawa atau untuk
mendapatkan diagnosis jaringan. Percobaan retrospektif WBRT dibandingkan
WBRT ditambah operasi untuk pasien dengan metastasis multipel telah
memberikan hasil yang bertentangan yang dibahas di tempat lain [11]. Rangkaian
penelitian retrospektif yang baru-baru ini diterbitkan dalam literatur bedah saraf
menunjukkan bahwa reseksi merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan
gambaran prognosis yang baik dan dua atau tiga metastasis [17,18]. Hal ini masih
harus dinilai dalam penelitian prospektif terkontrol.

Terapi Radiasi
Banyak pasien merupakan kandidat bedah yang buruk karena terdapat lesi
multipel atau tidak dapat diakses atau keadaan umum yang buruk. Berbeda
dengan operasi, terapi radiasi dapat diberikan kepada sebagian besar pasien
dengan morbiditas yang relatif sedikit. Dengan demikian, terapi radiasi telah
menjadi pilihan pengobatan untuk metastase otak selama lebih dari 50 tahun.

6
Radiasi secara tradisional dipandang sebagai modalitas paliatif yang dimaksudkan
terutama untuk meringankan gejala-gejala neurologis, dengan hanya memberikan
sedikit dampak pada kelangsungan hidup.

Radioterapi seluruh otak


WBRT memberikan perbaikan simtomatis dalam 75-80% pasien dengan
metastasis otak [5]. Hanya satu penelitian yang pernah membandingkan WBRT
dengan perawatan suportif, dan meskipun median kelangsungan hidup lebih baik
pada kelompok WBRT, signifikansi statistik dari temuan-temuan ini tidak
dilaporkan [19]. Sejumlah besar penelitian yang dilakukan oleh Radiation
Therapy Oncology Group (RTOG) dan penelitian lain sejak 1971 telah
membandingkan berbagai dosis WBRT. Hal ini tidak berhasil menunjukkan
perbedaan yang signifikan dalam hasil dan ditinjau secara rinci di tempat lain
[16]. Saat ini, rejimen yang paling sering digunakan adalah 30 Gy dalam 10 fraksi
selama 2 minggu. Meskipun terdapat keinginan dalam meningkatkan hasil WBRT
dengan agen radiosensitisasi seperti gemcitabine [20], lonidamine, metronidazol,
misonidazole, bromodeoxyuridine, motexafin gadolinium, dan efaproxiral (RSR-
13), namun hasil sejauh ini sangat mengecewakan [16]. Hasil tahap II yang
menjanjikan untuk efaproxiral, sebagian telah dikonfirmasi dalam percobaan
internasional fase III yang menunjukkan kemungkinan manfaat kelangsungan
hidup pada pasien dengan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) atau kanker
payudara [22]. ENRICH (Enhancing Whole Brain Radiation Therapy In Patients
with Breast Cancer and Hypoxic Brain Metastases) merupakan percobaan fase III
lain dari agen ini, yang meningkatkan oksigenasi tumor dengan efek alosterik
pada hemoglobin, yang akan melibatkan lebih dari 360 wanita dengan metastasis
tumor kanker payudara, dan hasil diharapkan telah ada pada tahun 2006 awal
(NCT-00083304; Allos Therapeutics). Celecoxib, sebuah inhibitor
siklooksigenase-2, saat ini sedang diselidiki untuk sifat sensitisasi radiasinya [23].
Agen baru, motexafin gadolinum, sedang diuji sebagai pensensitisasi radiasi dan
sebagai agen anti tumor [24]. Dalam sebuah percobaan, tampaknya ia
meningkatkan fungsi kognitif pada pasien dengan metastasis otak dari NSCLC

7
yang diobati dengan WBRT [25]. Sebuah penelitian baru yang menjanjikan [26]
menunjukkan bahwa MRI dapat berguna dalam memprediksi respon tumor otak
metastasis dan tumor primer terhadap radioterapi.

Terapi radiasi seluruh otak yang bersifat paliatif


Beberapa peneliti menyarankan penggunaan RTOG analisis partisi rekursif (RPA)
kelas prognostik dalam menentukan kandidat WBRT (Tabel 1) [10,27]. Literatur
baru menunjukkan bahwa kandidat non-bedah dalam kelas 2 dan 3 RPA mungkin
tidak mendapat keuntungan dari WBRT [28]. Sayangnya, peneliti belum berhasil
dengan tepat menentukan pasien yang cenderung meninggal sebelum
mendapatkan keuntungan dari WBRT [29]; informasi ini relevan karena
penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebanyak 40% pasien
berisiko tinggi hidup kurang dari 2 bulan [27]. Selain itu, efek samping akut dari
WBRT tidak menyenangkan dan meliputi kerontokan (88%), kelemahan (95%),
ganguan ingatan (72%),konsentrasi buruk (61%), dan depresi (54%) [30].

Tabel 1. Kelas prognostik analisis partisi rekursif dan median kelansungan


hidup
Kelas Gambaran Kelangsungan hidup median
1 KPS 70 7,1 bulan
Usia <65 tahun
Tumor primer terkontrol
Tidak ada metastasis ekstrakranial
2 KPS < 70 2,3 bulan
3 Selain kelas 1 dan 2 4,2 bulan
KPS. Karnofsky Performance Status. Data dari Gaspar et al. [27].

Terapi radiasi seluruh otak pasca operasi


Dibandingkan dengan pembedahan saja, WBRT setelah reseksi pembedahan dari
metastasis otak tunggal memberikan reduksi yang nyata dalam angka rekurensi
(18% versus 70%) dan dalam angka kematian berkaitan dengan penyebab
neurologis (14% dibandingkan dengan 44%). Keuntungan keseluruhan dari
kelangsungan hidup belum dibuktikan [31]. Data baru-baru ini menyimpulkan

8
bahwa keuntungan WBRT pasca operasi dapat diketahui dari pasien, tidak
tergantung dari kelas prognostik RPA [32].

Toksisitas lanjut
Seiring dengan peningkatan jumlah pasien yang dapat bertahan hidup setelah
pengobatan metastasis otak, komplikasi lanjut merupakan masalah yang timbul.
Hal ini meliputi penurunan neurokognitif, hidrosefalus dan gejala-gejala yang
berkaitan, dan disfungsi neuroendokrin. Meskipun sedikit data yang tersedia
sebagai panduan keputusan pengelolaan, pasien dalam kategori prognostik yang
baik secara umum diobati dengan fraksi harian dengan dosis kurang dari 3 Gy
sehingga meminimalisir toksisitas [3]. Semakin banyak penelitian yang meneliti
evaluasi hasil neuro kognitif sebagai bagian penilaian pasien [33].

Iradiasi kranial profilaksis


Pasien dengan NSCLC lokal lanjut memiliki insidensi khusus yang tinggi dari
rekurensi otak. Terapi baru-baru ini untuk pasien NSCLC meliputi kemoterapi,
radiasi, dan pembedahan, dan menyebabkan angka median ketahanan hidup
menjadi 15-25 bulan. Meskipun terdapat peningkatan efikasi dari pengobatan
terhadap penyakit ekstrakranial, modalitas ini tidak cukup untuk mencegah
rekurensi sistem saraf pusat, yang berkembang pada 21-54% pasien. Sejumlah
peneliti telah menggunakan PCI dengan berbagai dosis radiasi dan rejimen untuk
mengobati pasien dengan NSCLC lokal tingkat lanjut dan tidak terbukti terdapat
metastasis. Meksipun manfaat ketahanan hidup belum ditunjukkan, mayoritas
penelitian ini menunjukkan penurunan insidensi metastasis otak pada pasien yang
menerima PCI [34]. Sebuah metaanalisis Cochrane baru-baru ini menyimpulkan
bahwa PCI seharusnya tidak digunakan di luar percobaan klinis hingga data yang
lebih baik dalam efikasi, ketahanan hidup, dan hasil kualitas kehidupan tersedia
[35]. RTOG sedang dalam penelitian fase III dimana pasien diteliti secara acak
dalam PCI (30 Gy dalam 15 fraksi) atau observasi ketat. Penelitian ini ditujukan
untuk meneliti manfaat ketahanan hidup, dan meliputi penilaian kognitif dan
kualitas hidup [34].

9
Radiosurgery stereotaktik
SRS merupakan teknik iradiasi eksternal yang menggunakan banyak sinar
konvergen untuk mengirimkan dosis radiasi tunggal tinggi untuk mengecilkan
volume pengobatan. Radiosurgery dapat dilakukan dengan sinar X energi tinggi
yang dihasilkan oleh aselerator linier, dengan radiasi gamma (pisau gamma), dan
yang lebih jarang dengan menggunakan partikel terisi seperti proton yang
dihasilkan oleh siklotron. Semua teknik radiasi stereotaktik memberikan dosis
secara cepat pada batas volume target, menghasilkan dosis radiasi yang tidak
signifikan secara klinis terhadap jaringan normal yang bukan target. Karena
kebanyakan metastasis adalah kecil, spheris, tersembunyi, dan sensitif terhadap
radioterapi fraksi tunggal, mereka berperan sebagai target ideal untuk radioterapi
stereotaktik [36]. Beberapa data telah membuktikan bahwa SRS dapat
mengendalikan angka kontrol tumor lokal pada urutan 73-94% [5]. Banyak
analisis baru-baru ini mengindikasikan bahwa SRS dapat secara efektif mengobati
metastasis otak [37-41]. Bahkan neoplasma yang resisten terhadap terapi radiasi
terfraksinasi seperti melanoma, karsinoma sel ginjal, dan NSCLC, biasanya
berespon terhadap SRS fraksi tunggal [42]. Komplikasi SRS meliputi mual,
edema otak, kejang, dan kemudian, nekrosis radiasi; hal ini dibahas di tempat lain
[36].

Radiosurgery stereotaktik dibandingkan pembedahan


Terdapat pandangan bahwa SRS dapat berfungsi sebagai alternatif untuk reseksi
bedah untuk metastasis kecil yang tidak menghasilkan efek massa. SRS juga dapat
digunakan untuk mengobati lesi di daerah batang otak atau area bicara dengan
risiko yang jauh lebih kecil daripada operasi. Selain itu, karena sifat non-invasif,
rawat jalan SRS, berkaitan dengan morbiditas yang kecil dan mungkin lebih
hemat biaya daripada operasi konvensional [43]. Terdapat risiko yang lebih
rendah dari penyebaran penyakit leptomeningeal pada pasien dengan metastase
fossa posterior yang diobati dengan SRS [44]. Seperti halnya pada operasi
konvensional, pemilihan pasien dengan teliti sangat penting, pasien tanpa faktor

10
prognosis yang baik tidak akan mendapatkan manfaat [45]. Meskipun peran SRS
masih harus didefinisikan dalam percobaan prospektif acak, studi retrospektif
menunjukkan bahwa hasil SRS bagi pasien yang dipilih dengan tepat setara
dengan yang dicapai melalui operasi konvensional [36], dan kelangsungan hidup
jangka panjang antara pasien dengan faktor prognosis yang baik dapat terjadi [37].
Pengalaman Mayo Clinic baru-baru ini didapat dari 74 pasien dengan metastase
otak tunggal yang diobati dengan operasi dibandingkan dengan 23 pasien yang
diobati dengan SRS. Hasil serupa dengan ketahanan hidup 1-tahun sebesar 56%
untuk kelompok SRS dan 62% untuk kelompok pembedahan (P = 0,15). Kontrol
lokal secara signifikan lebih baik pada kelompok radiosurgery (tidak rekuren
dibandingkan dengan 58% pada kelompok operasi) [46]. Sebuah percobaan
prospektif yang membandingkan SRS dengan operasi sangat diperlukan.
Sayangnya, usaha-usaha sebelumnya pada penelitian seperti ini telah gagal karena
akrual yang buruk, terutama sebagai akibat dari pasien atau preferensi dokter
kepada salah satu modalitas.

Radiosurgery stereotaktik dengan atau tanpa terapi radiasi otak seluruhnya


Peran WBRT pada pasien yang diobati dengan SRS masih kontroversial, terutama
untuk pasien dengan tumor radioresisten relatif. Data baru-baru ini menunjukan
bahwa tambahan WBRT kepada SRS secara signifikan memperbaiki kontrol
tumor lokal [47], manfaat ketahanan hidup secara keseluruhan belum terbukti
[48]. Pasien melaporkan bahwa tambahan WBRT menyebabkan gangguan
memori, depresi, konsentrasi yang buruk, dan kerontokan lebih banyak daripada
SRS saja [30]. Sangat diperlukan penelitian acak yang membandingkan SRS dan
kombinasi SRS dan WBRT, untuk menilai ketahanan hidup, kualitas hidup, dan
keefektifan biaya pada pasien yang baru didiagnosis dengan metastasis otak.

Terapi radiasi otak keseluruhan dengan atau tanpa radiosurgery stereotaktik

11
Pada tahun 2004, Andrewa et al. [49] mempublikasikan percobaan acak pertama
yang membandingkan SRS dikombinasikan dengan WBRT atau WBRT saja
(RTOG 95-08). Untuk pasien dengan metastasis tunggal yang tak dapat dilakukan
pembedahan, SRS terbukti secara analisis untuk pengobatan, memberikan manfaat
kelangsungan hidup yang signifikan (kelangsungan hidup rata-rata 6,5 bulan
dibandingkan 4,9 bulan, P = 0,039). Selain itu, kelompok SRS menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam KPS dan penurunan penggunaan steroid pada
6 bulan. Tidak terdapat manfaat kelangsungan hidup yang signifikan untuk pasien
dengan metastasis multipel. Tidak terdapat perbedaan efikasi yang diamati antara
akselerator linear atau pisau gamma SRS. Percobaan lebih lanjut diperlukan untuk
lebih menilai peran SRS terhadap pasien dengan metastasis multipel. Penelitian
yang saat ini sedang dilakukan untuk menilai temozolomide atau inhibitor
reseptor faktor pertumbuhan epidermal, gefitinib dengan SRS untuk
meningkatkan efikasinya (RTOG 0320).

Brakiterapi interstitial
Teknik ini melibatkan implantasi nuklida radioaktif ke dinding rongga
pembedahan untuk memberikan dosis radiasi kepada sisa tumor, dan juga
membatasi paparan radiasi ke otak sekitarnya. Sejauh ini, brakiterapi tetap
merupakan modalitas pengobatan eksperimental. GliaSite (Proxima Therapeutics,
Alpharetta, Georgia, USA) adalah sistem brakiterapi baru yang saat ini sedang
diselidiki. Sebuah kateter balon ditempatkan dalam rongga reseksi setelah
125
debulking atau reseksi dari tumor otak. Balon diisi dengan larutan encer I yang
memberikan dosis radiasi rendah dan terus-menerus sampai batas rongga reseksi.
Hasil awal untuk tumor otak primer menjanjikan [50]. Studi GliaSite untuk
pengobatan metastasis sedang berlangsung.

Kemoterapi

12
Kemoterapi telah digunakan secara luas pada pasien yang telah gagal pada
modalitas pengobatan lain. Meskipun kemoterapi kadang berguna pada pasien
dengan tumor kemosensitif seperti small cell lung cancer, koriokarsinoma, dan
kanker payudara, namun hasil dari sebagian besar percobaan kemoterapi telah
mengecewakan. Alasan utama untuk kegagalan kemoterapi meliputi
ketidakmampuan agen untuk menyeberangi sawar darah otak (blood brain barrier-
BBB) dan ketidaksensitifan tumor terhadap agen tertentu. Beberapa agen
kemoterapeutik baru yang dapat melintasi BBB diharapkan sebagai pilihan
pengobatan untuk metastasis otak. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa topotecan, inhibitor topoisomerase I yang melintasi BBB, dapat dengan
efektif mengobati metastasis otak dari kanker small cell lung dan payudara [51].
Temozolomide, sebuah agen alkilasi oral yang disetujui digunakan dalam
pengobatan glioma maligna, ditoleransi dengan baik dan juga melintasi BBB.
Obat ini telah diteliti dalam percobaan fase II dan tampaknya memiliki aktivitas
rendah melawan metastasis otak dari kanker paru, kanker payudara, dan
melanoma [52,53].

Pendekatan eksperimental
Suatu bagian dari penelitian yang intensif melibatkan agen molekuler yang
bertarget. Suatu temuan baru-baru ini yang menjanjikan yaitu gefitinib memiliki
aktivitas melawan metastasis otak dari NSCLC [54,55]. Gefitinib adalah suatu
inhibitor kinase tirosin oral dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal, yang
efektif melawan subset NSCLC. Dalam sebuah penelitian prospektif, gefitinib
mengontrol metastasis otak pada 27% pasien, dengan durasi median 4 bulan (Gbr.
1) [54]. Agen molekuler tambahan sedang dalam perkembangan dibahas di bagian
lain [56]. Satu ide provokatif yang baru-baru ini diteliti pada tikus dengan tumor
payudara intraserebral manusia melibatkan pemberian intracarotis virus onkolitik
yang dirancang secara genetis [57]. Pendekatan ini telah memberikan suatu
keuntungan kelangsungan hidup pada tikus dan membutuhkan penelitian lebih
lanjut.

13
Pedoman
Pedoman baru-baru ini yang dipublikasikan oleh National Comprehensive Cancer
Network merekomendasikan manajemen yang sama seperti yang telah dijelaskan
disini [58]. Pada pasien dengan satu sampai tiga lesi metastatik pada MRI otak,
manajemen agresif secara umum direkomendassikan selama penyakit sistemik
dapat dikendalikan atau dikontrol. Pilihan meliputi reseksi dan SRS. Baik reseksi
atau SRS dapat diikuti oleh WBRT dengan tujuan untuk mencegah rekurensi
lokal. Jika lesi dianggap tidak dapat direseksi WBRT atau SRS harus dapat
dipertimbangkan. Pada kasus tumor yang sangat radiosensitif seperti small cell
lung cancer atau limfoma, atau saat terdapat kelainan sistemik dengan pilihan
penatalaksanaan yang buruk, WBRT dapat direkkoomendasikan. Pada semua
kasus, pembedahan harus dapat dipertimbangkan untuk menghilangkan efek
massa simtomatis atau hidrosefalus. Jika terdapat metastasis otak timbul awal
lebih dari tiga lesi, pembedahan direkomendasikan jika diagnosis belum tegak
atau jika terdapat efek massa yang bersifat simtomatis. Pembedahan harus diikuti
dengan WBRT dengan atau tanpa SRS. Tatalaksana yang sama direkomendasikan
pada pasien dengan metastasis multipel yang tidak dilakukan pembedahan.
Setelah penatalaksanaan metastasis otak, pasien harus diikuti dengan
pemeriksaan MRI setidaknya setiap 3 bulan atau 1 tahun dan kemudian bila ada
indikasi secara klinis. Rekurensi lokal dapat diobati dengan pembedahan, SRS
atau kadang kemoterapi. Pada kasus rekurensi yang jauh, berbagai modalitas
pengobatan dapat dipertimbangkan.

Prognosis
Kelangsungan hidup rata-rata dari pasien dengan metastasis otak yang tak diobati
adalah sekitar 1 bulan. Pemberian tambahan steroid meningkatkan kelangsungan
hidup sebesar 2 bulan, dimana WBRT lebih jauh meningkatkan kelangsungan
hidup hingga 3-6 bulan [5]. Pasien dengan metastasis tunggal otak dan penyakit
ekstrakranial yang terkendali ditatalaksana dengan pembedahan dan WBRT
memiliki rata-rata kelangsungan hidup sekitar 10-16 bulan [8,13]. Data prognostik
untuk pasien yang diterapi dengan SRS atau kemoterapi novel belum tersedia.

14
Dalam menilai informasi prognostik untuk modalitas penatalaksanaan yang
bermacam-macam, bagaimanapun juga, hanya sampai pada derajat sejauh mana
intervensi yang dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir telah berdampak
pada kelangsungan hidup pasien dengan metastase otak.

Simpulan
Pada dekade terakhir, munculnya SRS merupakan modalitas pengobatan utama
untuk pasien dengan faktor prognostik yang baik dan satu atau beberapa
metastasis yang kecil, telah secara signifikan dikembangkan. Data tambahan akan
sangat diperlukan untuk memvalidasi bahwa SRS merupakan alternatif yang bisa
dilakukan dibandingkan pembedahan pada situasi tertentu. Penelitian di masa
yang akan datang harus menilai kualitas hidup dan outcome neurokognitif
sebagai tambahan dari outcome traditional seperti rekurensi dan angka
kelangsungan hidup. Terapi yang menjanjikan yang saat ini sedang dalam
penelitian meliputi kemoterapi yang dapat melewati BBB secara efektif, agen
molekuler yang bertarget, agen radiasi tersensitisasi, dan virus onkolitik.

15

Anda mungkin juga menyukai