PEMBAHASAN
3
4
yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi
terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian
menyimpang dari ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha
sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa
menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan
pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa). Kontrak campuran
disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan-ketentuan
yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara
analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori
absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan
perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi
merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam Tahun 1947
Hoge Raad menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai
penganut teori kombinasi.
c. Kontrak menurut bentuknya.
Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang
bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang
tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis.
1) Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para
pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320
BW). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi.
Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan
riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum
Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu
diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan
atas penyerahkan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensual
adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak.
6
pemilik tidak dapat mengetahui secara pasti biaya aktual proyek hingga
proyek itu selesai.
b. Kontrak Biaya Plus Jasa (Cost Plus Fee Contract)
Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas
pengeluarannya, ditambah dengan biaya untuk overhead dan keuntungan.
Besarnya biaya overhead dan keuntungan, umumnya didasarkan atas
persentase biaya yang dikeluarkan kontraktor.
Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari
proyek belum bisa diestimasi secara akurat, karena perencanaan belum
selesai, proyek tidak dapat digambarkan secara akurat, proyek harus
diselesaikan dalam waktu singkat, sementara rencana dan spesifikasi
belum dapat diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini, yaitu pemilik
tidak dapat mengetahui biaya aktual proyek yang akan dilaksanakan.
c. Kontrak Biaya Menyeluruh (Lump Sum Contract)
Kontrak ini menyatakan bahwa kontraktor akan melaksanakan
proyek sesuai dengan rancangan biaya tertentu. Jika terjadi perubahan
dalam kontrak, perlu dilakukan negosiasi antara pemilik dan kontraktor
untuk menetapkan besarnya pembayaran (tambah atau kurang) yang akan
diberikan kepada kontraktor terhadap perubahan tersebut.
Kontrak ini dapat diterapkan jika perencanaan benar-benar telah
selesi, sehingga kontraktor dapat melakukan estimasi kuantitas secara
akurat. Pemilik dengan anggaran terbatas akan memilih jenis kontrak ini,
karena merupakan satu-satunya jenis kontrak yang memberi nilai pasti
terhadap biaya yang akan dikeluar
b) Badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum; dan
c) Badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah
dan atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara
dengan menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2. Pihak Penyedia Jasa
Pihak penyedia jasa sering juga disebut sebagai kontraktor, pemborong,
rekanan, dan lain-lain. Dengan berlakunya UUJK, maka telah dirumuskan
pengertian jasa konstruksi. Pengertian jasa konstruksi senagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi tersebut , menunjukkan
bahwa hubungan hukum yang diatur dan diakui oleh Negara ada tiga yaitu
perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan. Dalam hal kontrak
pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah telah
diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam
Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No.
54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
a) PA/KPA
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran
Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang
disamakan pada institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPAadalah Pejabat yang
ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapka oleh Kepala
Daerah untuk menggunakan APBD
16
b) PPK
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat
yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
c) ULP/ Pejabat Pengadaan
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit
organisasi pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat
pada unit yang sudah ada. Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil
yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang
melaksanakan pengadaan barang/jasa.
d) Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang
ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil
pekerjaan.
e) Penyedia Barang/Jasa
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
yang diperjanjiakan. Dalam Pasal 18 ayat (1) UUJK, kewajiban pengguna jasa
dalam suatu kontrak mencakup:
a) Menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat
ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami;
b) Menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan
pemilihan;
c) Memenuhi ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi.
Adapun kewajiban dari penyedia jasa konstruksi adalah mencakup :
1. Menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk
disampaikan kepada pengguna jasa;
2. Melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Hak penyedia jasa konstruksi adalah memperoleh informasi dan menerima
imbalan jasa dari pekerjaan konstruksi yang telah dilakukannya. Informasi
yang dimaksud merupakan doumen secara lengkap dan benar yang harus
disediakan oleh pengguna jasa untuk penyedia jasa konstruksi sehingga
dapat melakukan sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Dalam kontrak
pengadaan barang/ jasa oleh Pemerintah, kontrak tersebut merupakan
perikatan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan penyedia
barang/jasa. Jika mengacu pada rumusan ini maka pejabat yang mewakili
pemerintah dan karenanya berwenang menandatangani kontrak pengadaan
adalah PPK. Pejabat inilah yang bertanggung jawab atas akibat hukum
dari kontrak yang ditandatangani. Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010
terdapat lampiran tentang Tata Cara Pemilihan Penyedia Pekerjaan,
dimana dalam lampiran tersebut terdapat ketentuan mengenai hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPK dan
Penyedia dalam melaksanakan kontrak, meliputi:
a) Hak dan kewajiban PPK :
1. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia;
18
4. Waktu kerja PIHAK KEDUA adalah 7 ( tujuh ) jam sehari atau 40 ( empat puluh ) jam
seminggu dan memperoleh hak istirahat mingguan selama 1 ( satu ) hari dalam seminggu.
5. PIHAK KEDUA bersedia bekerja melebihi waktu yang telah ditetapkan apabila
diperlukan oleh PIHAK PERTAMA.
6. PIHAK KEDUA wajib mengikuti / masuk kerja pada saat pelaksanaan proses pengecoran
baik di dalam maupun diluar jam kerja kecuali dengan alasan yang patut dan mendapat
ijin tertulis dari Site Manager Proyek.
7. PIHAK KEDUA wajib menggunakan perlengkapan K3L selama menjalankan tugas
pekerjaannya.
8. PIHAK KEDUA bersedia ditempatkan dimana saja apabila sewaktu-waktu ditugaskan
oleh Perusahaan.
9. PIHAK KEDUA bertanggung jawab penuh terhadap peralatan kerja PIHAK PERTAMA
dan wajib menjaganya dengan sebaik mungkin.
PASAL 3
Selama Kontrak berlangsung PIHAK PERTAMA dapat memutuskan hubungan kerja dengan
PIHAK KEDUAsecara sepihak apabila ternyata :
1. PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran dari ketentuan pasal 2 Surat Perjanjian Kerja ini
setelah sebelumnya mendapat tegoran dan peringatan secara patut sesuai dengan prosedur
dan ketentuan perusahaan
2. PIHAK KEDUA tidak dapat menjalankan tugas, target atau sasaran kerja yang telah
ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tindak pencurian
dan atau penggelapan harta / aset perusahaan maupun tindak kejahatan yang diancam
dengan Hukum Pidana dan atau Hukum Perdata Republik Indonesia.
4. PIHAK PERTAMA dalam hal ini Perusahaan berada dalam situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan lagi untuk mempekerjakan PIHAK KEDUA akibat memburuknya kinerja
Perusahaan.
5. PIHAK KEDUA tidak hadir bekerja selama 5 ( lima ) hari berturut-turut tanpa
pemberitahuan dan atau keterangan dengan bukti yang sah.
PASAL 4
1. PIHAK KEDUA berhak atas upah / gaji dari pekerjaan yang dilakukannya dari PIHAK
PERTAMA sebagai berikut :
24
5. PIHAK KEDUA wajib mengembalikan seluruh sarana dan prasarana kerja milik PIHAK
PERTAMA dalam keadaan baik serta menyelesaikan seluruh tanggung jawab yang
diemban PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA pada saat berakhirnya masa kerja
waktu tertentu ( kontrak ) dan atau berakhirnya hubungan kerja.
PASAL 7
1. Surat Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua
belah pihak dengan tanpa ada pengaruh dan atau paksaan dari siapapun serta mengikat
kedua belah pihak untuk mentaati dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
2. Apabila dikemudian hari Surat Perjanjian Kerja ini ternyata masih terdapat hal-hal yang
sekiranya bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan Republik
Indonesia dan atau perkembangan Peraturan PT. Suara Magazine, maka akan diadakan
peninjauan dan penyesuaian atas persetujuan kedua belah pihak.
3. Surat Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak di Jakarta pada
tanggal, bulan dan tahun seperti tersebut diatas dalam rangkap 2 ( dua ) yang memiliki
kekuatan hukum yang sama dan dipegang oleh masing-masing pihak.