Anda di halaman 1dari 4

Di era zaman Yunani dan Romawi kuno telah terkenal dengan bentuk bangunanya, baik itu dalam

perihal aristerektural, struktur, konstruksi, dan semacamnya. Bangunan tersebut memiliki bahan
yang dapat menahan beban,

Di dunia sekarang banyak sekali terjadi pertumbuhan dan perkembangan , di antaranya dari segi
ekonomi, pariwisata, dan sebagainya. Yang paling terkenal adalah pertumbuhan infrasturuktur,
salah satunya ada di negara Indonesia. Di dalam perencanaan infrastruktur terdapat banyak benda
benda campuran dan tulangan. Benda campuran itu adalah beton.

Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai pembentuknya telah
dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur,
pozzolan, dan batu apung, bangsa Romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk,
bangunan, drainase dan lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa
bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh
kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu gunung. Orang Mesir telah
menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu vulkanik mampu meningkatkan kuat
tekan beton.

Penggunaan beton secara masif diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton
bertulang. Pada tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi
dengan meninjau kelembaban bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L. Lambot untuk
pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan dalam Expo tahun 1855
di Paris. J.Moiner, seorang ahli taman dari Prancis mematenkan rangka metal sebagai tulangan
beton untuk mengatasi taruknya yang digunakan untuk tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen
menerbitkan tulisan mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan
pelat slab tanpa balok tahun 1906.

Benda komposit yang sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan mutu dari suatu bangunan dan
infrastruktur. Beton adalah campuran bahan bahan komposit yang terbuat dari agregat dan
pengikatan dari semen yang telah di campuri oleh air. Jenis bentuk beton pada umumnya adalah
beton Portland

Beton pertama-seperti struktur dibangun oleh pedagang Nabataea atau Badui yang diduduki dan
dikuasai serangkaian oasis dan mengembangkan kerajaan kecil di wilayah selatan Suriah dan
Yordania utara di sekitar 6500 SM. Mereka kemudian menemukan keuntungan dari kapur hidrolik -
yaitu, semen yang mengeras di bawah air - dan 700 SM, mereka membangun kiln untuk memasok
mortir untuk pembangunan rumah-puing dinding, lantai beton, dan waduk tahan air bawah tanah.
Waduk dirahasiakan dan salah satu alasan Nabataea yang mampu tumbuh subur di padang pasir.

Dalam pembuatan beton, Nabataea yang memahami kebutuhan untuk menjaga campuran sebagai
kering atau kemerosotan serendah mungkin, karena kelebihan air memperkenalkan void dan
kelemahan ke beton. Praktek bangunan mereka termasuk tamping beton baru ditempatkan dengan
alat khusus. Proses tamping menghasilkan lebih gel, yang merupakan bahan pengikat yang dihasilkan
oleh reaksi kimia yang terjadi selama hidrasi yang ikatan partikel dan agregat bersama.

Seperti Romawi memiliki 500 tahun kemudian, Nabataea memiliki bahan yang tersedia secara lokal
yang dapat digunakan untuk membuat semen mereka tahan air. Dalam wilayah mereka deposito
permukaan utama pasir silika halus. Tanah merembes melalui silika dapat mengubahnya menjadi
bahan pozzolan, yang merupakan abu vulkanik berpasir. Untuk membuat semen, yang terletak
Nabataea deposito dan meraup materi ini dan dikombinasikan dengan kapur, kemudian dipanaskan
dalam tanur sama mereka digunakan untuk membuat tembikar mereka, karena suhu sasaran
berbaring dalam kisaran yang sama.

Dengan sekitar 5600 SM di sepanjang Sungai Danube di daerah bekas negara Yugoslavia, rumah yang
dibangun menggunakan jenis beton untuk lantai.

Seiring dengan perkembangan zaman, kreativitas manusia semakin maju. Banyak ide kreatif
dan unik yang diaplikasikan pada desain konstruksi, khususnya pada konstruksi beton
bertulang. Konstruksi unik ini memunculkan masalah karena pengerjaannya lebih sulit
dibandingkan konstruksi biasa. Bentuk kontruksi yang kompleks dan tulangan rapat
menimbulkan pekerjaan beton yang tidak semestinya, diantaranya yang berkaitan dengan
masalah penuangan/ pengecoran beton pada bekisting. Pengecoran yang tidak baik akan
menghasilkan beton jadi yang berkualitas jelek, seperti beton keropos/porous, permeabilitas
tinggi, atau beton mengalami pemisahan material.

Beton yang berkualitas baik adalah beton yang memiliki kuat tekan tinggi, kedap air dan
tidak keropos/porous. Tingkat porousitas dan permeabilitas yang tinggi menyebabkan
keawetan beton menjadi rendah sehingga beton tidak dapat digunakan sesuai dengan masa
layannya. Beton yang porous rentan akan tempat yang agresif, zat-zat mudah masuk ke dalam
beton dan mengkorosi tulangan-tulangan yang ada di dalam beton. Tulangan yang terkorosi
dapat mengakibatkan lemahnya tulangan sehingga tidak dapat berfungsi secara maksimal dan
merusak beton di sekelilingnya (spalling).
Oleh sebab itu diperlukan teknologi dan metode baru yang memungkinkan pengecoran dapat
dilakukan dengan merata dan terjaga homogenitas campuran beton. Dan salah satu solusinya
adalah dengan penggunaan beton yang dapat memadat mendiri (self compacting concrete-
SCC).

Beton memadat mandiri, biasa disebut dengan SCC, adalah campuran beton yang mampu
memadat sendiri tanpa menggunakan alat pemadat atau mesin penggetar
(vibrator). SCC pertama kali diperkenalkan oleh Okamura pada tahun 1990-an, sebagai
upaya mengatasi persoalan pengecoran di Jepang.

Campuran SCC segar ini lebih cair daripada campuran beton konvensional. Campuran ini
dapat mengalir dan memadat ke setiap sudut struktur bangunan yang sulit dijangkau oleh
pekerja dan mengisi tinggi permukaan yang diinginkan dengan rata (self leveling) tanpa
mengalami bleeding. Selain itu campuran ini mampu mengalir melalui celah-celah antar besi
tulangan tanpa terjadi segregasi atau pemisahan materialnya.
Walaupun sifatnya lebih cair daripada beton konvesional, porositas SCC cenderung lebih
kecil daripada beton konvensional pada umumnya karena SCC menggunakan bahan tambah
(admixture) berupa superplasticizer. Fungsi bahan tambah ini adalah menambah
tingkat workability campuran beton tanpa harus menambah nilai faktor air semen (fas)
campuran beton. Nilai fas ini mempengaruhi porositas beton, semakin kecil nilai fas maka
tingkat porositas beton akan cenderung semakin kecil. Tingkat porositas beton inilah yang
mempengaruhi nilai kuat tekan dan permeabilitas beton.
Selain itu, komposisi agregat pada SCC berbeda dengan beton konvensional. Komponen
halus pada SCC cenderung lebih banyak daripada beton konvensional
karena SCC memanfaatkan perilaku pasta yang dapat membantu mengalirkan beton segar.
Beton konvesional menggunakan agregat kasar sebesar 70%-75% dari volume beton. Selain
itu ukuran agregat kasar pada SCC lebih kecil daripada beton konvensional. Ukuran agregat
kasar yang digunakan pada SCC sekitar 5 mm-20 mm. Komposisi agregat inilah yang dapat
mengurangi tingkat permeabilitas dan porositas pada SCC sehingga beton lebih kedap air dan
cenderung lebih awet dari pada beton konvensional.**

Keandalan beton sebagai material konstruksi yang paling banyak digunakan tidak diragukan lagi.
Sampai saat ini secara material beton masih lebih jauh lebih murah dari pada baja. Tidak hanya
faktor ekonomis saja, para peneliti dibidang energi juga telah memperhatikan faktor energi dalam
memberikan penilaian material beton yang lebih ramah lingkungan. Pada proses pemadatan beton,
diperlukan bantuan getaran dan tumbukan. Tetapi dapat menyulitkan ketika pengerjaan pada
daerah daerah atau tempat yang sempit yang tidak bisa dijangkau oleh alat pemadat beton.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa dalam era globalisasi kita dituntut untuk mengikuti
perkembangan teknologi yang ada. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia akan teknologi semakin
besar. Hal yang serupa juga terjadi pada teknologi beton. Perkembangan dunia teknologi beton saat
ini mengarah pada beton dengan tingkat fluiditas yang tinggi sehingga tidak perlu lagi bantuan
pemadatan yaitu Self Compacting Concrete (S.C.C). Beton memadat mandiri (self compacting
concrete, SCC) adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan
tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak dipadatkan sama sekali.
Beton ini, memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat dan van admixture
superplastiziser untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya mengalir sendiri tanpa
bantuan alat pemadat. Sekali dituang ke dalam cetakan, beton ini akan mengalir sendiri mengisi
semua ruang mengikuti prinsip grafitasi, termasuk pada pengecoran beton dengan tulangan
pembesian yang Sangat rapat. Beton ini akan mengalir ke semua celah di tempat pengecoran dengan
memanfaatkan berat sendiri campuran beton. (Ladwing, II M.,Woise,F.,Hemrich, W . and Ehrlich, N
. 2001).

Anda mungkin juga menyukai