Latar Belakang
dari segi ekonomi, pariwisata, dan sebagainya. Yang paling terkenal adalah pertumbuhan
infrasturuktur, salah satunya ada di negara Indonesia. Di dalam perencanaan infrastruktur terdapat
banyak benda benda campuran dan tulangan. Benda campuran itu adalah beton. Di era zaman
Yunani dan Romawi kuno, beton sudah digunakan sebagai bahan komposit untuk suatu
infrasturuktur, seperti drainase, akuaduk, bangunan, dan lain lain. Di Indonesia juga pun telah
memakai beton sejak lama, bukti keberadaan beton di Indonesia itu dengan bangunan kuno,
contohnya, Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh kerajaan Lamuri, bahan
Beton pertama-seperti struktur dibangun oleh pedagang Nabataea atau Badui yang
diduduki dan dikuasai serangkaian oasis dan mengembangkan kerajaan kecil di wilayah selatan
Suriah dan Yordania utara di sekitar 6500 SM. Mereka kemudian menemukan keuntungan dari
kapur hidrolik - yaitu, semen yang mengeras di bawah air - dan 700 SM, mereka membangun kiln
untuk memasok mortir untuk pembangunan rumah-puing dinding, lantai beton, dan waduk tahan
air bawah tanah. Waduk dirahasiakan dan salah satu alasan Nabataea yang mampu tumbuh subur di
padang pasir.
Dalam pembuatan beton, Nabataea yang memahami kebutuhan untuk menjaga campuran
sebagai kering atau kemerosotan serendah mungkin, karena kelebihan air memperkenalkan void
dan kelemahan ke beton. Praktek bangunan mereka termasuk tamping beton baru
ditempatkan dengan alat khusus. Proses tamping menghasilkan lebih gel, yang merupakan bahan
pengikat yang dihasilkan oleh reaksi kimia yang terjadi selama hidrasi yang ikatan partikel dan
agregat bersama.
Seperti Romawi memiliki 500 tahun kemudian, Nabataea memiliki bahan yang tersedia
secara lokal yang dapat digunakan untuk membuat semen mereka tahan air. Dalam wilayah mereka
deposito permukaan utama pasir silika halus. Tanah merembes melalui silika dapat mengubahnya
menjadi bahan pozzolan, yang merupakan abu vulkanik berpasir. Untuk membuat semen, yang
terletak Nabataea deposito dan meraup materi ini dan dikombinasikan dengan kapur, kemudian
dipanaskan dalam tanur sama mereka digunakan untuk membuat tembikar mereka, karena suhu
Berkembangnya zaman, kreativitas manusia dalam bekerja menjadi hal yang sering di
temui. Banya sekali hal ide kretif dan desain yang unik, terutama dalam bidang konstruksi yang
dapat membangun sebuah Infrastruktur. Alasan munculnya ide kreatif itu adalah karena pengecoran
terhadap beton yang tidak baik, terjadinya keropos terhadap dinding beton karena pengecoran yang
tidak baik pada bekisting. Pengecoran yang tidak baik akan menimbulkan kualitas atau mutu beton
yang jelek dan akan menjadi sebuah kehancuran terhadap dinding beton tersebut.
Beton yang berkualitas baik adalah beton yang memiliki kuat tekan tinggi, kedap air dan
tidak keropos/porous. Tingkat porousitas dan permeabilitas yang tinggi menyebabkan keawetan
beton menjadi rendah sehingga beton tidak dapat digunakan sesuai dengan masa layannya. Beton
yang porous rentan akan tempat yang agresif, zat-zat mudah masuk ke dalam beton dan
mengkorosi tulangan-tulangan yang ada di dalam beton. Tulangan yang terkorosi dapat
mengakibatkan lemahnya tulangan sehingga tidak dapat berfungsi secara maksimal dan merusak
Oleh sebab itu diperlukan teknologi dan metode baru yang memungkinkan pengecoran
dapat dilakukan dengan merata dan terjaga homogenitas campuran beton. Dan salah satu solusinya
adalah dengan penggunaan beton yang dapat memadat mendiri (self compacting concrete- SCC).
SCC atau dapat dikatakan Beton Memadat Sendiri adalah campuran beton yang dapat
memadat tanpa alat bantuan atau mesin penggetar (Vibrator). SCC telah dikenal dari tahun 1990-an
oleh ahli konstruksi yang berasal dari Jepang, Okamura. Campuran dari SCC ini lebih segar dari
campuran konvensional atau yang biasa digunakan. Campuran ini dapat mengalir ke setiap sudut
bekisting yang sulit diisi oleh pekerja di lapangan, dan mengisi tinggi permukaan yang diinginkan
dengan rata (self leveling) tanpa mengalami bleeding. Selain itu campuran ini mampu mengalir
melalui celah-celah antar besi tulangan tanpa terjadi pemisahan materialnya. Walaupun sifatnya
lebih cair daripada beton konvesional, porositas SCC cenderung lebih kecil daripada beton
konvensional pada umumnya karena SCC menggunakan bahan tambah (admixture) berupa
superplasticizer. Fungsi bahan tambah ini adalah menambah tingkat workability campuran beton
tanpa harus menambah nilai faktor air semen (fas) campuran beton. Nilai fas ini mempengaruhi
porositas beton, semakin kecil nilai fas maka tingkat porositas beton akan cenderung semakin kecil.
Tingkat porositas beton inilah yang mempengaruhi nilai kuat tekan dan permeabilitas beton.
Selain itu, komposisi agregat pada SCC berbeda dengan beton konvensional. Komponen
halus pada SCC cenderung lebih banyak daripada beton konvensional karena SCC memanfaatkan
perilaku pasta yang dapat membantu mengalirkan beton segar. Beton konvesional
menggunakanagregat kasar sebesar 70%-75% dari volume beton. Selain itu ukuran agregat kasar
pada SCC lebih kecil daripada beton konvensional. Ukuran agregat kasar yang digunakan pada
SCC sekitar 5 mm-20 mm. Komposisi agregat inilah yang dapat mengurangi tingkat permeabilitas
dan porositas pada SCC sehingga beton lebih kedap air dan cenderung lebih awet dari pada beton
konvensional.
1. Sangat encer, bahkan dengan bahan aditif tertentu bisa menahan slump tinggi dalam
4. Kuat tekan beton bisa dibuat untuk mutu tinggi atau sangat tinggi.
8. Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya biasanya berukuran
9. Karena tidak menggunakan penggetaran manual, lebih rendah polusi suara saat
pelaksanaan pengecoran.
10. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih sedikit karena beton dapat mengalir dengan
Workabilitas atau kelecakan campuran beton segar dapat dikatakan sebagai beton SCC
1. Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi keseluruh
2. Passing ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah-celah antar
besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi adanya segregasi atau
blocking.
3. Segregation resistance, adalah kemampuan beton SCC untuk menjaga tetap dalam
keadaan komposisi yang homogen selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran.
a. Beton SCC diibuat dengan menambahan bahan aditif Superplasticizer (High Range
b. Berat superplasticizer (WS) yang ditambahkan dihitung terhadap berat semen yang
digunakan
WS Vs WP
D. Penambahan kadar viscocrete menyebabkan adukan beton menjadi lebih encer, akan
tetapi nilai kuat tekan beton tetap tinggi. Hal ini karena superplasticizer berfungsi untuk
meningkatkan workability (flowing concrete) dengan sifat kohesif yang baik dan mampu
E. Kelecakan adukan beton yang semakin tinggi karena penambahan superplasticizer akan
memudahkan beton memadat. Beton SCC akan mengalir mengisi rongga yang terbentuk antara
Metode SCC
1. Slump Flow
2. L-SHAPE-BOX
L-Shape Box test digunakan untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC.
Dengan menggunakan L-Shape Box, dapat diketahui kemungkinan adanya blocking beton
segar saat mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan.
Selanjutnya dengan L-Shape-Box test akan didapat nilai blocking ratio yaitu nilai yang
didapat dari perbandingan antara H2 / H1. Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik beton
Untuk test ini kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun
untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0.8 sampai 1.0
4 PJJ A